part 6

132K 3.1K 49
                                    

Hazel kembali ke rumah, melepas sepatunya yang penuh lumpur dan memasukkannya dalam plastik.

Dia mandi membersihkan diri, air berwarna merah kecoklatan mengalir ke dalam lubang air.  Butuh waktu lama untuk membersihkan diri, memakai sabun berulang-ulang dan menyemprotkan parfum beraroma mint yang kuat.

Setelah bersih Hazel membawa pakaian dan sepatu kotornya ke atap dan melemparnya ke dalam tang yang penuh kobaran api untuk menghilangkan bukti.

Dia kembali teringat dengan Reina, sebelum kembali ke kamar Hazel menyempatkan diri untuk ke kamar Reina, namun pintu kamar wanita itu terkunci.

Tidak ingin memaksa, Hazel pergi begitu saja.

.....

Matahari sudah terbit, Reina terbangun di sudut kamar, sudah cukup dia meringkuk ketakutan sepanjang malam. Dia harus bangkit dan berani,  Reina segera mandi dan mengganti pakaian, menggunakan makeup untuk menutupi matanya yang sembab.

Reina membuka pintu menuju ruang santai atau ruang tengah. Dari kejauhan Reina bisa melihat sang suami tengah duduk santai sambil membaca koran seakan tidak ada hal yang terjadi.

Nampaknya suara langkah Reina terdengar, Hazel langsung melipat koran yang dia baca dan menatap langsung ke arah sang istri.

Reina tanpa rasa takut balik memandang hazel dengan tajam.

Plak tepat saat Reina dekat dia langsung melemparkan tamparannya di pipi Hazel.

"Apa yang kamu lakukan" tanya hazel dengan raut wajah masih datar.

"Beraninya kamu.. membunuh orang di rumah ini, bahkan saat aku tinggal disini"

"Wanita itu berani mencuri barang yang ada di rumah ini, padahal aku sudah membantunya dengan memberinya pekerjaan" dengan nada santai tanpa rasa bersalah.

"Hanya karena dia mencuri barang kamu membunuhnya?"

"Manusia, terkadang tidak tau bagaimana cara berterimakasih, layaknya binatang yang terkadang kita rawat kita beri makan tapi dia malah mencoba untuk menggigit kita, bagiku wanita itu layaknya seekor binatang yang hina"

"Terkadang seekor harimau membunuh seekor macan yang berani melewati area kekuasaannya. Bagiku, seorang sepertimu tidak punya rasa kasihan sama layaknya binatang yang tidak punya pikiran"

"Kamu ingin terus berdebat denganku?"

"Dimana kamu membuang mayatnya?"

"Aku menguburnya, kamu tidak perlu hawatir"

"Kamu membunuhnya saja kan?" Reina melihat hal lain semalam, dia melihat wanita itu tidak menggunakan celana.

"Apa maksudmu"

"Kamu hanya membunuhnya, tidak melakukan hal lainnya kan?"

Hazel langsung terdiam, dia tidak menjawab, seperti yang reina tau Hazel tidak akan pernah berbohong.

Reina semakin marah dan kembali menampar Hazel "kamu melecehkannya? Kamu bahkan lebih hina dibanding  binatang"

Hazel menjadi marah mendapatkan tamparan berkali-kali "jangan menguji kesabaranku"

Hazel mengangkat tangannya bersiap untuk menampar balik istrinya, reina tidak takut bahkan tidak mengedipkan mata, rupanya benar perkiraannya, hazel kini tidak bisa menamparnya.

"Pukul.. pukul aku" tantang reina.

Hazel melepaskan cengkeramannya, "hadapi kenyataan bahwa aku suamimu memang seorang pembunuh, kamu tidak bisa lari dariku"

"Jika kamu mencoba melecehkan siapapun, aku tidak sudi menyentuhmu sedikitpun" 

"Aku tidak memperkosanya"

Entah mengapa jawaban itu cukup membuat Reina merasa lega, padahal Hazel telah melakukan hal yang lebih mengerikan yaitu membunuh wanita itu.

"Pokoknya jangan pernah membunuh siapapun lagi dirumah ini"

Hazel nampaknya memang jatuh hati padanya, artinya Reina memiliki sedikit kuasa untuk mengancam dan sedikit mengontrol sikap Hazel.  

Jika memang hazel tidak menaruh perasaan pada Reina, seharusnya Reina sudah mati.

Hazel diam dan kembali duduk dikursinya, sementara Reina langsung pergi dia pergi menuju ke tempat dimana hazel membunuh wanita itu.

Reina kaget ketika melihat ruangan itu sudah sangat bersih, tidak ada bau anyir darah seperti yang dia cium semalam. Bahkan tidak ada sedikitpun noda cipratan darah di bagian manapun. Seakan malam itu tidak pernah terjadi, hanyalah sebuah mimpi. Reina mendatangi sang ayah yang masih koma di lantai 3, dia menangis sambil memegang erat tangan sang ayah.

Reina kembali teringat, selain ruangan semalam,ada juga satu ruangan lagi yang belum pernah berhasil dia buka karena terkunci rapat dengan gembok.

Reina langsung berlari keatas, gembok itu terlihat sudah berkarat sangat tua, pintu itu juga terlihat lebih rapuh. Reina melihat sebuah kapak di sudut ruangan, reina mencoba untuk memukul rantai dengan kapak, dan ternyata berhasil, reina membuka pintu.

Debu beterbangan, untungnya lampu masih menyala walau remang. Ruangan itu sangat berdebu, beberapa foto berserakan di lantai, sepertinya itu adalah foto keluarga hazel sebelumnya.

Sang ayah berseragam dokter begitu juga dengan ibunya. Mereka juga terlihat seperti keluarga bahagia.

Reina tidak sengaja menginjak koran, Reina mengambil koran yang sudah lusuh itu dan membacanya.

"Keluarga dokter terbukti bersalah telah melakukan kekerasan seksual terhadap anak kandungnya sendiri yang masih duduk di bangku SMP"

Reina kaget membacanya, tiba-tiba Hazel menarik tangannya keluar dari ruangan itu.

"Aku melarangmu untuk ke ruangan ini" bentak hazel.

Reina masih kaget "anak, itu... kamu?"

Hazel melirik ke arah koran yang terjatuh di lantai, dia langsung menginjaknya berkali-kali bukan hanya itu, hazel juga mengambil bingkai foto yang ada wajah orangtuanya dan melemparnya, mengambil kapak yang tadi pegang reina untuk menghancurkan semua yang ada di dalam kamar itu.

Reina segera berusaha menghentikan hazel sebelum semakin menggila.

"Hazel..."

Brak! Hazel juga menendang dan merobohkan sebuah lemari rapuh yang berisi piala penghargaan keluarganya.

"Hazelll hentikan" reina langsung memeluk hazel dengan erat.

Hazel berhenti, tubuhnya gemetar karena marah, nafasnya berat akibat menahan emosi.


Sad Cruel PsycopathWhere stories live. Discover now