4. Tempur 🍬

6.3K 692 6
                                    

"Halah gak usah sok jago lu anjip" teriak Arga ngegas.

"Sampe kapan pun kita gak bakal ngelepasin kalian setelah kalian bikin temen kita koma di rumah sakit bangsat!" Balas Jordan ~leader geng Black Crow~ dengan tak kalah ngegasnya.

"Kalian duluan yang nyari masalah! Jadi jangan salahin kita kalo salah satu dari kalian celaka!" Sinis Biru menatap remeh Jordan dan teman-temannya.

"Daddy jen atut" keluh Zein seraya menarik pelan jaket Biru membuat atensi remaja nakal yang sedang berseteru itu teralihkan kepada bocah kecil dengan tatapan polosnya.

"Daddy? Ternyata selain pengecut lu juga brengsek ya blue" Jordan terkekeh sinis.

"Anak itu pasti anak haram kan?" Lanjutnya sembari menunjuk Zein dengan tatapan meremehkan.

"Heh sepatu! Jaga omongan lu anjip!" Kesal Andra, entah kenapa ia tidak suka jika unyil nya disebut anak haram.

"Lu boleh hina kita, tapi jangan bawa-bawa Unyil aswu, dia gak tau apa-apa" sungut Bagas.

"Hahaha jadi sekarang kalian jadi babysitter? geng yang terkenal nakal dan suka tawuran sekarang jadi pengasuh bocah tengik? ngelawak lu bangsat!"

"Sekarang mau kalian apa?" Tanya Tama dengan aura kewibawaan yang melekat pada dirinya.

"Mau gua? Habisin kalian semua!" Bentak Jordan.

"Serang!.." Teriak Duta, orang kepercayaan Jordan.

"Gas lu jaga unyil aja, biar kita berenam yang lawan mereka" arahan Tama yang dibalas anggukan oleh Bagas.

Perkelahian tujuh lawan dua puluh itu terjadi tepat saat Maghrib, tentu saja itu sangat mengganggu warga sekitar hingga salah satu dari mereka menelpon polisi untuk datang melerai perkelahian antar remaja itu.

Suara sirine polisi seketika menghentikan aktivitas baku hantam mereka dan saat itu juga geng Black Crow segera pergi dari TKP untuk melarikan diri.

"Anjing, Cabut!" Umpat Jordan sebelum ia dan geng nya melesat dari sana.

"Sial siapa yang call polisi si anjip" umpat Nino yang kesal karena belum puas membogem wajah sok jago Jordan dan pengikutnya.

"Cabut!" Perintah Biru sebelum nantinya polisi menangkap mereka.

🍬🍬🍬

Di markas.

"Sialan gua lupa, kita bukannya harus bikin laporan si Unyil ke kantor polisi?" Ujar Bagas sembari menggebrak meja markas.

"Gausah ngegas juga dong bagong!" Cerca Nino dengan geplakan mautnya.

"Kayanya untuk sekarang mending jangan dulu deh, gua takutnya kita masih jadi buronan" saran Tama yang diangguki oleh lainnya.

"Terus kalian yang bakal ngerawat Zein bang?" Tanya Danu.

"Ya mau gak mau, kita tunggu sampe kondisinya normal lagi dulu" Ujar Biru.

"Minggu depan kita udah mulai sekolah, Unyil gimana? Kita juga kan gak boleh bawa anak kecil ke sekolah" Pertanyaan Andra seakan menambah beban pikiran mereka, mana mungkin mereka menyusahkan diri mereka sendiri dengan membawa Zein ke sekolah? Lebih tidak mungkin lagi jika mereka meninggalkannya di markas sendirian. karena semua anggota SF masih SMA/SMK, mereka juga harus tetap sekolah bukan?.

"Ck bawa aja lah udah, lagian si Biru kan anak pemilik yayasan sabi kali lah ya" saran Sakha yang mendapat geplakan keras dari Blue.

"Jangan bawa-bawa jabatan orang tua gua,lagian kan kalian cukup tau gimana hubungan gua sama mereka" ujar Biru.

"Lagian ngapain punya temen kaya raya kalo gak dimanfaatin, nyesel gua temenan ama lu Ru, udah jelek, dekil, buluq, burik, butek, pelit, galak lagi." gelak tawa di markas Seven Fortune itu menggema kala mendengar Sakha.

"Si mermet kalo soal hujat menghujat emang juaranya, kasian si biru terdzolimi" ledek Andra dengan sisa-sisa tawanya.

"Sialan, emang harusnya anak itu gak usah kita pungut kemaren, keadaan kita aja udah ribet apalagi ditambah adanya anak itu" Umpat Biru.

"harusnya kita rawat dan jaga Unyil dengan baik biar nasibnya gak kaya kita yang kekurangan kasih sayang. Apalagi si Unyil masih terlalu kecil buat ngerti semuanya" kata-kata Tama seakan membungkam semua orang yang berada di markas malam ini.

Hening.

Kalau kalian mau tau, semua anggota SF rata-rata adalah anak broken home, yatim piatu, atau anak yang diabaikan orang tuanya yang gila kerja. itu sebabnya mereka nakal dan susah diatur karena mereka adalah anak yang kekurangan kasih sayang.

Bahkan markas besar nan dianggap rumah bagi mereka yang saat ini mereka tempati adalah hasil dari jerih payah bersama yang didapatkan dari perlombaan hingga balap liar yang dikumpulkan tanpa sepeser pun uang dari orang tua, mandiri dan bukan beban orang tua.

"Iya juga ya, bahkan nasib si Unyil lebih parah dari kita, udah ditinggal pergi sama orang tua kandungnya buat selamanya, dibuang sama ibu tiri nya, masa mau ditelantarin sama kita juga?" Ujar Bagas yang seakan menampar keras Blue.

Biru menatap Zein yang tengah tertidur di sofa. Wajahnya sangat damai dan menenangkan. Bagaimana mungkin anak sekecil Zein bisa menjalani kerasnya kehidupan sendirian? Bagaimana nasibnya saat besar nanti? Kenapa bisa ia sangat egois tanpa memikirkan perasaan anak itu?

"Oke gua bakal bilang ke bokap, semoga aja dia dizinin ikut kita ke sekolah" putus Biru seraya mengusap wajahnya.

🍬🍬🍬

Saat ini Biru sedang barada di balkon markas, jujur ia masih bimbang dengan keputusannya.

Setelah menimang-nimang keputusannya, ia segera mengotak-atik ponselnya untuk menelfon seseorang.

Tut Tut Tut

"Halo?"

Bersambung

"Menerima kenyataan hidup adalah bagian dari cara kita untuk tetap bertahan"

Hai brosis, semangat daringnya:)

22 Juli 2021

Seven DaddyWhere stories live. Discover now