3. Puncak 🍬

8.3K 824 8
                                    

Voting hanya dilakukan oleh anggota inti, Anggota yang lain beralasan tidak ingin ikut campur mengenai urusan rumah tangga dadakan mereka.

Papa: III
Daddy: III

"Eh seri dong, siapa yang belom nih masih kurang satu" tanya Biru.

"Gua netral aja. terserah nanti keputusan kalian mau dipanggil apa sama si Unyil" jawab Tama yang diangguki oleh enam curut.

"Yaudah tanya si Unyil aja mau manggil apa, heh nyil lu mau panggil kita Daddy apa Papa?" Tanya Bagas kepada bocah kecil yang sedari tadi melihat perdebatan mereka.

Zein menatap Bagas dengan raut bingung.

"Papa Or Daddy nyil?" Tanya Biru mengulang, mungkin saja Zein masih menimang-nimang jawabannya pikirnya.

"Daddy" katanya dengan mata berbinar.

"Kalo Unyil pengennya manggil Daddy gua si oke-oke aja" titah Biru sembari mengelus Surai lebat milik Zein.

"Ck yaudah deh ngalah, mau gimana lagi?" Arga sebenarnya tidak rela karena baginya panggilan itu terlalu alay untuk dirinya yang bukan jamet seperti teman-temannya yang lain. tapi kalau Unyil bahagia, dia juga akan merasa bahagia. Mungkin.

"Nah kan Unyil mah keren, gak norak kaya lu pada" hujat Andra.

Senda gurau dan suara gelak tawa 27 remaja yang ikut touring hari itu memperlihatkan sirat kebahagiaan, untuk sekedar melupakan kerasnya kehidupan sejenak saja.

"Nyet lu pada gak ngantuk apa? Tidur yok. besok kan kita harus pulang biar bisa lapor polisi buat nyelesain masalah si Unyil. Biar pas kita udah mulai sekolah si Unyil udah sama keluarganya dan gak ngerepotin kita" Saran Sakha yang sedang bersandar di punggung Tama.

"Bener apa kata sakhanjing, mending kita istirahat dulu, noh liat si Unyil aja udah tidur nyenyak dipangku sama Andra" timpal Nino yang sekarang memakai selimut bergambar ikan yang seakan membungkus semua badannya.

Mereka segera masuk ke tenda menyusul beberapa anggota SF yang sudah tidur nyenyak menyisakan beberapa remaja yang masih bermain dengan gitar, catur, hingga ular tangga menunggu kantuk datang.

Malam semakin larut, mereka tidur dengan tenang diiringi suara jangkrik yang seakan membelah kesunyian ditengah bukit.

Malam itu di puncak, suasana camping yang biasanya hanya diramaikan dengan nyanyian dan petikan gitar dengan api unggun ditengah gelapnya malam, berubah menjadi suasana hangat dan menyenangkan dengan hadirnya malaikat kecil bernasib naas ditengah-tengah mereka.

🍬🍬🍬

Pagi harinya mereka segera berkemas untuk pulang, mereka juga harus bersiap untuk mulai berangkat sekolah lagi minggu depan.

"Udah semuanya kan? Pastiin gaada yang ketinggalan dan bersihin sampah kalian. jangan biarin alam jadi rusak cuma gara-gara sampah yang kalian bawa" jelas Biru yang diangguki oleh semua anggotanya.

Perjalanan pulang mereka berjalan dengan lancar, deru mesin motor dengan suara yang berbeda-beda saling menyahut, hingga setelah beberapa jam menaiki kuda besi milik masing-masing mereka tiba di kawasan perkotaan.

Satu persatu dari mereka mulai memisahkan diri dari gerombolan menuju arah jalan pulang ke rumah masing-masing, berbeda dengan ketujuh inti SF bersama bocah laki-laki yang duduk tenang diatas motor berada ditengah-tengah Biru dan Arga.

Mereka berniat pergi ke tempat perbelanjaan untuk makan siang dan membeli beberapa potong baju dan perlengkapan bakal bocah yang kerap dipanggil Unyil itu.

Sesampainya di sarana pembelajaan.

"Nyil lu mau ke tempat makam dulu apa beli baju dulu?" Tanya Sakha yang dihadiahi geplakan maut Nino.

Seven DaddyWhere stories live. Discover now