Denger Ayara." Aku mendekatkan wajah, menatap matanya lekat. "Kamu ... cuma milik Abang." Lalu, entah setan mana yang kemudian berbisik di telingaku, aku menarik bahu polos Ayara dan mencium bibirnya. Ia berusaha melawan dengan memukul dan memberontak dari kungkunganku. Tapi, tenaga dari tubuh lemahnya tak berarti apa-apa. Terlebih gejolak itu telah terlanjur berhasil menguasai tubuhku. Iya, aku kalah. Aku tak lagi mampu melawan hasrat yang terasa semakin berkobar di dalam sana. Hanya satu hal yang terlintas dalam otakku, bahwa aku yang harus memiliki Ayara malam ini juga. Bukan orang lain. Hasrat itu kemudian membutakanku. Tanpa peduli pada teriakan, tangisan, bahkan rintih memilukan yang keluar dari bibir Ayara, aku terus mendesak tubuhnya. Menikmati setiap tegukan dari candu ternikmat yang belum pernah kurasa sebelumnya. Aku menyesap segala keindahan yang menjadi penawar dahaga dari gejolak bangsat yang telah menguasai jiwaku. Malam itu, telah kulakukan dosa padanya. Ayaraku.