Bittersweet

By sourpineapple_

11.8K 1.5K 114

[ FOLLOW SEBELUM MEMBACA ] REPUBLISH ( TELAH DIREVISI & ROMBAK ULANG ) ──────────────── Adlyne nggak pernah p... More

[0.0] prologue
[0.1] lembar satu
[0.2] lembar dua
[0.3] lembar tiga
[0.4] lembar empat
[0.5] lembar lima
[0.6] lembar enam
[0.7] lembar tujuh
[0.8] lembar delapan
[0.9] lembar sembilan
[10] lembar sepuluh
[11] lembar sebelas
[12] lembar dua belas
[13] lembar tiga belas
[14] lembar empat belas
[15] lembar lima belas
[16] lembar enam belas
[17] lembar tujuh belas
[19] lembar sembilan belas
[20] lembar dua puluh
[21] lembar dua puluh satu
[22] lembar dua puluh dua
[23] lembar dua puluh tiga
[24] lembar dua puluh empat

[18] lembar delapan belas

385 70 1
By sourpineapple_

Pagi ini kelas Adlyne ada jadwal olahraga, dan berhubung jamnya tinggal lima belas menit, anak-anak cewek yang lain udah pada ganti baju duluan, termasuk Adlyne sendiri. Sedangkan anak-anak cowok masih sibuk main voli di lapangan.

Adlyne yang barusaja kembali dari koperasi, membeli susu kotak dingin rasa karamel favoritnya, memilih untuk duduk di bangku semen depan kelas yang ada di bawah pohon rindang, di mana semilir angin terasa sejuk menerpa.

"Perasaan gue bilang buat nungguin deh tadi, lo main nyelonong aja, tau-tau di sini udah minum susu kotak." Suara familier yang menginterupsi itu membuat Adlyne refleks mendongak.

Cewek itu langsung nyengir waktu lihat Alice datang sambil ngomel-ngomel.

"Gue 'kan udah bilang tadi sama lo kalau mau duluan, antrinya juga masih banyak tadi, mana gue udah keburu haus," balas Adlyne.

"Terus kenapa nggak masuk kelas? Oh, mau liatin Leon yang lagi main voli di sana, ya?" tebak Alice sambil senyam-senyum, melihat ke arah lapangan.

Membuat Adlyne menoleh padanya dan berdecak. "Apaan sih, orang gue mau nyari angin doang, kok. Di kelas sumpek, nggak lama juga anak-anak cowok pada masuk buat ganti baju."

Alice tersenyum, membuat Adlyne yang melihat itu pun merasa aneh.

"Kenapa sih lo senyam-senyum?"

Membuang napas, Alice mengulum bibirnya. "Sampai kapan sih, Lyne, lo itu mau denial kayak gini?"

"Apa sih?" sahut Adlyne bingung.

"Lo beneran nggak sadar atau sengaja pura-pura nggak sadar aja?"

Adlyne makin bingung. "Sadar apa sih? Sadar kalau gue cakep? Ya udah dari orok itu mah."

Alice tertawa. "Dodol banget sih, lo?"

"Ada ya emang orang yang nggak pekaan kayak lo?"

Adlyne menggeleng heran. "Lo ngomong muter-muter mulu kayak bunderan HI, bikin orang bingung aja. Lagian sadar apa sih? Nggak pekaan apa coba?"

"Gini ya, Lice, semua makhluk hidup itu ciri-cirinya peka terhadap rangsang, kalau nggak peka berarti dia bukan makhluk hidup!" cetus Adlyne sambil bawa-bawa teori sains.

Alice kembali menyuarakan tawa. "Kalau nggak peka bukannya butuh dirangsang?"

Adlyne yang lagi sedot susu kotaknya pun langsung tersedak dan terbatuk-batuk sampai wajahnya memerah. "ANJIR YA LO?! NGGAK GITU KONSEPNYA!" seru Adlyne, masih batuk-batuk.

Sumpah demi apapun, perih banget, soalnya masuk ke hidung.

"Pelan-pelan aja dong!" Alice masih sibuk ketawa.

"Lo sih!" Adlyne segera beranjak, masuk ke dalam kelas untuk mengambil tisu karena hidungnya berair.

"Nggak lucu!" semprot Adlyne pada Alice yang masih awet ketawa.

"Hari ini yang waktunya piket siapa?"

Adlyne dan Alice sama-sama menoleh waktu dengar teriakan teman cewek mereka yang memang suka teriakin temannya buat nyuruh piket.

"Gue!" Adlyne angkat bicara.

"Bersihin papan tulisnya!"

"Oke!" sahut Adlyne, memasukkan bekas tisunya ke kolong meja, lalu menarik kursi bar yang biasa digunakan sekretaris untuk pijakan saat menulis.

Bersamaan dengan itu, anak-anak cowok yang baru kembali dari lapangan masuk ke dalam kelas dengan kondisi basah oleh peluh. Begitu masuk ke dalam kelas, beuhh, baunya semerbak harum ketek.

Adlyne yang lagi sibuk bersihin tulisan-tulisan di papan tulis pun menoleh, tapi waktu lihat Leon mendekat ke arahnya, Adlyne buru-buru mau turun, eh kursi yang dia pijakin malah di dorong pake kaki sama Leon, alhasil Adlyne tersungkur dengan posisi memeluk Leon.

Membuat seisi kelas yang menyaksikan langsung bersorak,

"CIEEEEE."

"Kurang maju dikit, Lyne!"

"Harum banget ya, Lyne sampe lo peluk-peluk gitu?"

Dengan wajah merona, Adlyne buru-buru mundur. "LEON SINTING LO BAU BANGET BEGOOO!!!" teriaknya, menghentakkan kaki kesal.

Sedangkan yang diteriakin malah ketawa santai. "Kata siapa? Wangi kok, sini cium kalau nggak percaya."

"Jijik banget! Wangi belerang yang ada! Keluar sana lo ganti baju!"

Leon terkekeh. "Wangi belerang gini juga barusan lo peluk."

Pipi Adlyne memanas. "LO YA!" seru Adlyne, melayangkan pukulan bertubi ke lengan Leon.

Sedari tadi Adlyne merasa ada yang janggal, sampai berkali-kali dia menoleh ke belakang, karena merasa kalau ada yang mengikuti dia, walaupun sebenarnya dia juga mikir, orang kurang kerjaan mana yang mau-maunya ngikutin dia?

"Aneh banget." Adlyne mengendik, memilih buat terusin langkah sambil bawa buku-buku yang dia pinjam dari perpus, niatnya sih mau dimasukkin loker, nanti kalau mau pulang dia ambil lagi.

Sewaktu lagi sibuk menata isi loker dan memasukkan buku-bukunya, Adlyne kembali merasa kalau ada yang mengawasi dia, ketika berbalik untuk memastikan, Adlyne refleks menjerit karena kaget, tiba-tiba ada orang yang berdiri di belakang dia.

Melihat respons serta ekspresi kaget Adlyne yang iconic, Leon— si dalang yang berdiri di belakang Adlyne tiba-tiba itu menyuarakan tawanya, kedengaran renyah banget, saking renyahnya sampai bikin Adlyne naik darah.

"Lo ngapain sih?! Ngagetin tau nggak?!" seru Adlyne marah, karena dia memang gampang kaget, untung nggak punya riwayat sakit jantung.

Leon masih tertawa, membuat matanya yang sipit itu jadi terlihat seperti bulan sabit.

Manis.

Iya, ketawanya Leon itu manis, dan Adlyne baru menyadari hal itu.

"Lo kaget aja lucu, ya?" ujar Leon, mengangkat tangannya untuk mengacak poni Adlyne, dengan satu tangannya lagi menutup pintu loker, lantas menumpukan tangan di sana.

Adlyne sebagai cewek tulen yang normal, tiba-tiba diperlakuin kayak gitu ya jelas acak-adul perasaannya. Padahal yang diacak rambut, tapi yang berantakan malah hati. Mana Leon pake segala mepet, bikin Adlyne otomatis mundur.

Menelan salivanya, Adlyne berusaha untuk mengontrol diri, dengan mendorong tubuh Leon dari hadapannya.

"L-lo ngapain sih?! Bikin rusak rambut aja!" sewot Adlyne, merapikan kembali poninya yang berantakan.

Sedang Leon cuma senyum tipis, masih setia memperhatikan Adlyne, membuat si empu yang diperhatikan menjadi salah tingkah.

"Apa liat-liat? Naksir?!"

Leon tertawa halus. "Kalau gue bilang iya, emangnya lo mau tanggung jawab?"

Harusnya, Adlyne biasa aja waktu dengar jawaban yang sudah pasti keluar dari mulut buaya kayak Leon begini, tapi nggak tau kenapa, cewek itu malah deg-deg an dengan wajah yang kian memanas.

Namun cewek itu segera menepis perasaannya.

"Halah buaya. Minggir sana, gue mau lewat," tandas Adlyne, memilih untuk pergi dari sana, akan tetapi langkahnya tertahan saat Leon tiba-tiba menghadang dan mencekal pergelangan tangannya.

"Nanti sore jalan sama gue, mau?" tawar cowok itu.

"Nggak mau," jawab Adlyne tanpa basa-basi.

"Kasih gue alasan."

"Ya karena gue nggak mau."

"Yang masuk akal."

"Emang menurut lo jawaban 'enggak' itu nggak masuk akal? Terus, lo kalau disuruh terjun jurang dan bilang 'enggak' berarti jawaban lo itu nggak masuk akal, iya?"

"Beda konsep. Gue pengen tau alasan kenapa lo nggak mau. Setiap penolakan itu selalu ada alasannya, 'kan? Orang nyuruh gue terjun jurang, terus gue jawab enggak, ya jawabannya jelas karena gue nggak mau mati," jawab Leon.

Menggigit bibir bawahnya, Adlyne menautkan alis. "Denger ya, Leon, ada kalanya sesuatu di dunia ini yang nggak butuh alasan. Kalau orang bilang enggak, ya karena emang lagi nggak pengen aja. Lo tau istilah males?"

Leon mengulangi tawa halusnya. "Lyne, dalam hukum Newton fisika atau yang disebut inersia, benda itu punya sifat males, sama halnya dengan manusia, kalau—"

"Asdhdbxhx, berisik! Kalau gue bilang enggak ya enggak! Nggak usah bawa-bawa teorinya Sir Isaac Newton ke sini! Malesin banget!" sela Adlyne yang telinganya udah panas duluan dengan dalil teori hukum Newton.

Sedang Leon yang kalimatnya tiba-tiba dipotong, malah tersenyum. "Kenapa ada sesuatu di dunia ini yang nggak butuh alasan?"

"Ya karena emang nggak ada alasannya! Nggak usah banyak tanya bisa nggak, sih?!" geram Adlyne.

Leon menggeleng. "Salah."

"Alasan itu berjangka waktu, kalau alasan yang dimaksud hilang, ya semuanya bakalan hilang, makanya terkadang ada sesuatu di dunia ini yang nggak butuh alasan, termasuk ... perasaan gue ke lo," urai pemuda itu dengan segaris senyum terpatri di wajah.

Membuat Adlyne terpaku, hingga lidahnya terasa kelu. Rasa hangat yang menjalar di telinga perlahan merambat ke wajah, hingga kini dapat dipastikan jika wajah Adlyne sudah seperti kelopak bunga mawar tua.

Sial, kenapa gue deg-deg an banget? batin Adlyne, menelan salivanya susah payah, apalagi lihat tatapannya Leon ke dia, bikin Adlyne pengen lari dari sini.

"N-ngomong apaan sih lo? Nggak jelas!" tandas Adlyne sedikit tergagu, segera mengayunkan langkah untuk pergi dari sana.

"Lyne!" teriak Leon, ikut berbalik untuk mengejar Adlyne.

"Jangan ngikutin gue!" balas Adlyne dengan wajah yang sudah merah padam, cewek itu berjalan cepat agar langkahnya tidak tersusul.


Continue Reading

You'll Also Like

3.3M 169K 25
Sagara Leonathan pemain basket yang ditakuti seantero sekolah. Cowok yang memiliki tatapan tajam juga tak berperasaan. Sagara selalu menganggu bahkan...
291K 13.2K 18
Level tertinggi dalam cinta adalah ketika kamu melihat seseorang dengan keadaan terburuknya dan tetap memutuskan untuk mencintainya. -𝓽𝓾𝓵𝓲𝓼𝓪𝓷�...
1M 15.2K 26
Klik lalu scroolllll baca. 18+ 21+
4.1M 317K 52
AGASKAR-ZEYA AFTER MARRIED [[teen romance rate 18+] ASKARAZEY •••••••••••• "Walaupun status kita nggak diungkap secara terang-terangan, tetep aja gue...