Syahadat di Langit Seoul

By dianhauraa

52.9K 13.5K 2.2K

Di sela memecahkan misteri kematian Jiyeon kekasihnya yang diduga teracun tanaman mematikan bernama hemlock w... More

Pesan Instagram
Ratu Cleopatra
Presdir Park
Bersemoga
Clue 01
Clue 02
Porak-poranda
Liburan ke Pulau Jeju
Misteri Kematian Jiyeon
Senyuman Jiyeon
Keluarga
Rubah Kecil
Saranghae
Guru Kehidupan
Islam Bukan Agama Teroris
Stand Up Comedy
Amin
Gwaenchanha?
Pesan Angin
Tak Layak Memiliki
Hana, Dul, Set!
Risau
Gus Fikri
Galau
Sayyidah Khadijah
Ancaman Mi Cha
Pertanyaan Menjelang Subuh
Terlalu Bahagia
Syahadat di Langit Seoul
Malam Salju Pertama Turun
Penculikan
Gomawo
Obrolan Sejenak
Pengkhianat
Semakin Buruk
Haura Mengantuk
Dipanggil Oppa
Setelah Saling Suka, Lalu Apa?
Na Neoreul Johayo, Oppa
Faktor X
Belum Berakhir
Ayo Menikah
Jeongmal Mianhae
Selamat Tinggal
Perkara Zoya
Bersua di Luxor
Sunrise Bersamanya
Jawaban Istikharah
Honeymoon
Halal untuk Almira
Asmara-phile

Di Surga?

715 234 23
By dianhauraa

"Jika aku pada akhirnya menjadi Muslim, apakah kau mau menikah denganku, Haura?" tanya Hyun Jae, di sela makan siang di kantornya.

Di toko kue Numani, Haura sedang merias roti dengan gambar karakter kelinci untuk pesanan acara jamuan ulang tahun keponakannya nanti malam. Mendengar itu di siang bolong hari Jum'at, Haura terhenyak.

"Apa maksudmu, Ahjussi? Jangan ngelindur, hei!" decak Haura. Sebelah tangannya kembali membuat mata kelinci dengan cokelat.

"Tidak. Aku serius, Haura. Seserius dulu saat aku mengungkapkan perasaanku padamu," jawab Hyun Jae enteng, lalu menyuap daging sapi yang berada di jjangmyeon--mie hitam ala Korea.

Haura bingung menimpali apa. Ia memilih diam dengan terus menggambar mata pada jejeran roti sobek.

Seutas senyum singgah di bibir Hyun Jae. Ia paham jika Haura pasti malas menanggapi percakapan seperti ini. Sebelah tangannya menyempatkan membenahi handsfree di telinga. Lalu menyumpit mie hitam, melahapnya perlahan.

"Dan ini bukan lelucon, Haura. Sama seperti dulu saat aku mengungkapkan perasaanku, itu juga bukan lelucon."

Telinga si gadis yang kini memakai hijab pasmhina biru muda ini risih mendengar nada bass itu bicara frontal soal perasaan. Mendecak dalam benak, Kenapa sih lelaki Korea gini amat! Bisa nggak, PDKT-nya yang malu-malu kucing dulu, pelan-pelan nyatain perasaannya.

"Aish! Sekarang yang penting kau belajar Islam yang giat saja dulu, Ahjussi tua," omong Haura.

Hyun Jae hampir tersedak mendengar sebutan Haura untuknya. "Mwo? Ahjussi Tua?" komentarnya dengan mulut masih penuh jjangmyeon, "Aish! Aku terkesan tua karena kau tak senonoh memanggilku dengan sebutan Ahjussi."

"Tapi memang kau sudah tua. Terlampau 7 tahun antara aku denganmu."

"7 tahun itu masih ideal untuk rentang usia suami-istri, Haura. Karena nanti, perempuan itu akan lebih cepat mengalami penuaan. Karena itu rentang umur 7 tahun itu sangat bagus supaya nanti kita di masa depan terlihat sama tuanya. Kalau rentang umurnya palingan satu tahun sih nanti kau bakalan terlihat lebih tua dariku beberapa tahun malah, nanti dikira kau kakakku, eh atau malah bibiku."

Mendengar itu, Haura membulatkan netra. Pergerakan tangannya membuat mata pada roti sobek tertahan.

Membenahi letak handsfree di telinga, lalu Haura medecaki Hyun Jae.

"Ya! Siapa juga yang mau menikah denganmu, Tiang Listrik. Enak saja kau mengolokku bakalan mengalami penuaan lebih cepat daripadamu."

Menelan kunyahan jjangmyeon, baru Hyun Jae tertawa renyah. "Maaf deh, Bidadari."

"Jangan menggombaliku, Ahjussi tua!"

"Ya! Siapa yang sedang menggombalimu? Kau 'kan memang bidadari; katanya Haura artinya Bidadari. Aku hanya nyebut dengan beda bahasa saja sih."

Pipi Haura menghangat. Sial sekali jawaban si Ahjussi satu ini.

Haura memilih tak menanggapi apa pun. Ia beringsut membuat mata roti sobek di loyang yang lain. Mukanya meraut kesal.

Hyun Jae sendiri memilih menghabiskan cepat jjangmyeon-nya yang tinggal sedikit di mangkok. Pikirannya bergelanyar pada hinggapan tetiba ingin cepat-cepat menikah dengan Haura yang tak lain untuk bisa menjaga Haura sepenuhnya. Ia sangat mencemaskan Haura. Entahlah, ia bingung bagaimana cara menjaga gadis itu yang sangat jauh dari jangkauannya. Ia juga tahu semua ini berlebihan, padahal ia belum tahu siapa pastinya target Mi Cha, tapi ... hatinya terus bicara jika seseorang itu Haura.

"Haura ...."

Haura tidak menyahut. Gadis berhijab biru muda ini sudah malas bicara dengan Hyun Jae.

Jjangmyeon di mangkok putih sudah habis tak tersisa. Hyun Jae meminum air putih. Lalu baru mengatakan sesuatu lagi pada gadis melayu ini.

"Jaga dirimu baik-baik, Haura. Jika ada apa-apa, hubungi Ahjussi tua menyebalkan ini ...."

Haura tidak menanggapi. Ia bertambah enek mendengar itu dari mulut Hyun Jae.

***

Hari terus berlalu.

Setelah sukses kolaborasi Van Nature dengan produk makanan, Republik Nature Group membawa kosmetik lain yang berada dalam naungannya untuk berkolaborasi dengan produk makanan juga; yaitu dengan merek jjangmyeon instan yang sedang hits di Korsel--bahkan manca negara.

Mobil Hyun Jae membelah jalanan malam Seoul. Merduanya sholawat badar memenuhi ruang mobil SUV mewah miliknya.

Walau belum menjadi Muslim, akhir-akhir ini Hyun Jae memang lebih suka memutar murotal atau sholawat karena ia merasakan ketenangan ketika mendengarnya, ketenangan melebihi musik-musik pop Korea atau Barat yang kemarin-kemarin banyak dirinya dengar.

Setelah sampai apartemen, Hyun Jae disambut oleh anjing pudel hitam peliharaannya, namanya Jaz. Ia pun membopong pudel hitam itu. Lalu ke pantry untuk mengambil makanan anjing, menaruhnya ke wadah, melepaskan Jaz untuk makan.

Jaz langsung riang saat menatap makanan yang begitu penuh di wadah makanannya. Melahapnya dengan rakus. Berhasil membuat Hyun Jae tersenyum senang.

Beringsut ke kamar. Hyun Jae merebahkan tubuhnya sembarang ke kasur. Ia pun menilik ponselnya. Sepasang matanya tertuju pada pesan Line dari Ye Jun.

Aku sudah memeriksa semua daftar kunjugannya. Setelah iblis wanita itu resmi dipenjara, belum ada orang lain yang menjenguknya, selain kau di kemarin itu.

Diawali menghempaskan napas, Hyun Jae gesit mengetik balasan.

Baik. Terima kasih atas kerja kerasmu, Hyeong.

Setelahnya, Hyun Jae menaruh sembarangan ponselnya di kasur. Ia memilih bergeming. Menatap langit-langit kamar.

Kenyataan tidak ada siapa pun yang mengunjungi Mi Cha selama ini di bui, entah harus senang atau tidak, Hyun Jae bingung. Ada sisi hati yang bersorak senang karena itu; perkara seperti tak ada pergerakan Mi Cha untuk menyuruh seseorang untuk melakukan misi balas dendamnya. Namun, sisi lainnya pun langsung bersorak kencang; tidak sesederhana itu. Wanita itu berhati iblis, pastilah ... barangkali Mi Cha sudah merencakan sesuatu, menyusun strategi,  merekrut anak tangan jauh-jauh hari setelah gugatan itu baru muncul.

Hyun Jae meneguk ludahnya. Getir. Ia pun memilih memejamkan matanya. Berdoa untuk Tuhan menjaga Haura atau siapa pun yang sedang terancam keselamatannya. Ia pun meminta, biarlah jika semua itu ditimpakan padanya saja, jangan orang lain. Ia pun menjadi terpikir untuk meminta Ye Jun untuk mencari tahu siapa saja yang ditemui atau dikontak Mi Cha setelah terjadi gugatan atas kematian Jiyeon darinya.

Beberapa saat kemudian, Hyun Jae beringsut untuk mandi dengan air hangat. Selepasnya ia segera tidur. Terlelap.

Malam sudah menginjak diri hari. Jarum jam terus konsisten bergerak. Kawasan apartemen Nine One Hannam lengang.

Hyun Jae sudah beberapa jam lalu masuk ke alam tidurnya. Hingga, di sana ... ia merasakan sensasi masuk ke sebuah wilayah antah berantah.

***

Aku di mana? Apakah ini di surga? Batin Hyun Jae. Wajah orientalnya kebingungan sembari menatap bangunan super megah di hadapannya dengan tiang-tiang penyangga yang tinggi dan kokoh, banyak jendela, dan pintu utama yang tinggi lebar. Bangunan ini menyilaukan mata karena material utamanya berasal dari emas murni.

Masih keheranan, Hyun Jae menengok ke belakang. Sepasang netra kelamnya langsung disuguhkan pantai dengan lautan Mediterania di sana. Debur ombaknya tidak begitu besar dan terdengar menenangkan suasana hati.

Kenapa tidak ada satu orangpun di sini? batin Hyun Jae bertanya lagi. Kepalanya menengok kesana kemari untuk mencari seseorang, tetapi tak ada satu pun. Ia tampak murung. Lalu terdengar derit pintu terbuka.

Hyun Jae terhenyak sejemang karena pintu utama bangunan megah ini terbuka dengan sendirinya. Tanpa dipersilakan masuk terlebih dahulu, sepasang kakinya melangkah pelan ke dalam.

Interior bangunan megah ini begitu menakjubkan. Ada banyak ukiran rumit di dinding, kaligrafi, puluhan pilar tinggi dan kokoh, dengan lampu hias terbaik yang penah Hyun Jae lihat, dan marmer bermutu tinggi untuk lantai. Hyun Jae begitu takjub hingga sepertinya selama mengamat dirinya ini melongo tanpa sadar.

"Wahai, Anak Muda."

Suara dalam barusan berhasil mengambil alih atensi Hyun Jae. Ia pun merotasikan matanya ke muara suara. Suara itu terdengar dari sebuah ruangan di sebelah kanan sana dengan pintu yang sudah terbuka lebar.

Tanpa ragu, Hyun Jae masuk ke ruangan itu. Ruangan itu ternyata lebih mirip disebut dengan majelis mengaji dengan permadani lebar yang dibentangkan ke lantai, lalu berjejer orang-orang yang duduk khidmat di sana yang dibagi menjadi 2 kubu; laki-laki dan perempuan. Dan terdapat seseorang berjubah putih, kepalanya dibalut kain imamah, sedang duduk paling depan di antara 2 kubu itu dengan duduk bersila di atas bantalan empuk.

Hyun Jae menghentikan langkahnya. Ia tampak ragu untuk bergabung. Namun, sekon kemudian seorang lelaki menengok ke belakang. Tersenyum sembari memberinya isyarat agar mendekat.

Hyun Jae terhenyak mendapati siapa orang tersebut. Tak lain adalah Paman Zubair. Lalu disusul seseorang lagi yang menengok ke belakang dengan memberikan wajah semringah penuh sambutan; ialah Jasim. Dan terakhir, seorang perempuan dengan hijab merah cerah juga menengok ke arahnya; itu Haura.

Ada kelegaan mendapati orang-orang yang dikenal baik olehnya ada di tempat yang seperti surga ini. Hyun Jae pun akhirnya beringsut mendekat. Menghadap takdzim dengan kaki bersimpuh ke seseorang yang duduk di bantalan empuk itu dengan penuh wibawa.

Hyun Jae bersalaman dengan seseorang penuh wibawa ini. Ia mengecup sebelah tangan beliau dengan takdim. Aroma kasturi langsung memenuhi rongga hidungnya. Seseorang penuh wibawa itu mengelus lembut pucuk kepala Hyun Jae. Ia pun perlahan menatap wajah seseorang penuh wibawa ini. Seketika tubuh Hyun Jae bergetar mendapati wajah seseorang penuh wibawa ini wajahnya dipenuhi cahaya, berpendar perak, saking bercahayanya hingga ia tak mampu menatap bagaimana kontur wajah seseorang ini, apalagi mengeja guratan wajahnya ... ia tidak bisa melakukannya sedikitpun.

Anehnya, walau hanya pendaran cahaya perak yang bisa ditatap Hyun Jae, ia bisa merasakan seseorang penuh wibawa ini sedang tersenyum ke arahnya, memberikan senyuman sambutan terbaik.

Kepala Hyun Jae dielus lagi oleh seseorang penuh wibawa ini. Aroma lembut kasturi seseorang ini semakin memanjakan indera penciuman Hyun Jae. Sekon kemudian, seseorang penuh wibawa ini bertanya pada Hyun Jae hingga lolos membuat tubuh Hyun Jae bergetar hebat.

"Kapan engkau hendak menjadi bagian dari kelurga kami, Wahai Anak Muda?"

_______________

Continue Reading

You'll Also Like

817 562 43
Hidup menderita di rasakan oleh siti Zulaikha semenjak di tinggal Muhammad Ashad yang bukan pernah menjadikan hidupnya penuh makna namun berharga unt...
71.5K 8.1K 30
[Spin off Hakim, bisa dibaca terpisah] Bahagia seperti apa yang diinginkan semua orang? Apa bahagia mereka sama seperti definisi bahagia yang Husna...
Hakim By ul

Spiritual

1.2M 73.6K 53
[Revisi] Kalian percaya cinta pada pandangan pertama? Hakim tidak, awalnya tidak. Bahkan saat hatinya berdesir melihat gadis berisik yang duduk satu...
1K 187 16
Muhammad Yusuf Alexandra. Ralat, lebih tepatnya Muhammad Yusuf Al-Baqi. Seorang pemuda berusia 20 tahun yang memiliki sifat nakal dan segala tingkah...