WEDDING BRUNCH [COMPLETED]

By Kaggrenn

1.9M 230K 16.4K

"Daripada galau tiap hari, kenapa nggak nikah sama gue aja? You know me. I'm a good man. Cowok kampret takut... More

a fresh start
prolog
1 | prahara design undangan
2 | celebrity sexolog?
3 | mutual friend
4 | sayang?
5 | height difference
6 | ngiler
7 | terhimpit
8 | nggak lagi punya wibawa
9 | baper tapi gak mau ngaku
10 | [super duper] over budget
11 | [ruang tamu] sepi
12 | alay?
13 | after office hours
14 | figuran prewed
15 | sekali seumur hidup sebelum married
16 | chuck a sickie
17 | long time no see
18 | gusti yang perlu meditasi
19 | shopaholic
20 | king kong dan ann darrow
21 | jangan terlalu berharap, gus!
22 | so-called support system
23 | yang ngumpet di lemari
24 | ldr itu berat
25 | balik ke perut ibu
26 | bachelor-bachelor bangsat
27 | kegoblokan hakiki
28 | tak ada gading yang tak retak
29 | malam ini gak diitung
30 | wedding brunch
31 | otw midnight flight
32 | pending business
33 | akhirnya unboxing juga
34 | pemecah rekor first time iis
35 | last courses
36 | bathrobe yang tidak diinginkan
37 | masih butuh afirmasi
38 | not in the water
40 | too old to be called cute
41 | dipelototin bini pagi-pagi
42 | last cungpret standing
43 | anxiety reliever ala suamik
44 | losmen bu prawirodiprodjo
45 | hasil testpack
46 | that vacheron contantin
47 | back to the norm
48 | rencana ekspansi bapak sultan
49 | vice versa
50 | emergency call
51 | man to man
52 | are we not done yet?
53 | woman to woman
54 | last encounter
55 | a little carried away
56 | at least I'm tryin'
57 | healing hurts more than the wound
58 | embun di ujung rumput
59 | tepat di tengah
60 | turning point
61 | promise to be gentle?
62 | ujug-ujug
63 | baby brunch
64 | ibu iis jamilah prawirodiprodjo selalu benar
65 | berat, kamu nggak akan kuat
epilog

39 | honeymoon crashers

32K 3.6K 467
By Kaggrenn

Pemenang voucher Karyakarsa chapter 38: syr_27 3k; Rfty97 & yul_nda 2k




39 | honeymoon crasher



"UDAH kayak sapi aja kita hari ini. Kerjaannya molor, memamah biak, sama kawin doang dari pagi."

Ucapan Iis tersebut serta merta membuat Gusti terdiam. Melongo. Nggak nyangka bisa begitu lancar keluar dari bibir tipis istrinya, yang sekarang lagi judes mode on.

Bukan. Bukan judes beneran yang perlu diwaspadai. Cuma judes-judes manja karena merasa terintimidasi dan bingung mau pasang muka gimana.

Dan terintimidasi juga sebenarnya rada lebay untuk dipakai mendeskripsikan situasi Iis sekarang, sih.

Benar, saat ini dia adalah pihak yang lemah.

Tapi bukan berarti dia kalah. Dia menang banyak, malah. Dari tadi pagi.

Jadi, judesnya tuh lebih untuk menjaga harkat dan martabat sebagai cewek aja. Biar nggak kelihatan needy. Biarpun sah-sah saja kalau pengantin baru kepo dan semangat abis untuk mengetes kenormalan fungsi syaraf-syaraf di tubuhnya dan di tubuh pasangan. Dan sebagai partner, Gusti jelas nggak keberatan sama sekali. Ikut senang dan bangga, malah. Hahaha.

Pria itu manggut-manggut beberapa kali—saking takjub dan speechless—sebelum akhirnya bisa menyahut ocehan sang istri. Memandang wanita yang sedang bersandar dalam pelukannya itu lewat pantulan cermin besar yang menempel di dinding kamar mandi di seberang.

"Pas kamu tidur tadi pagi sampe siang, aku udah jalan-jalan keliling resort, hunting foto di pantai, nongki-nongki di club. Dan karena pas balik ke kamar, kamunya masih tidur, masih sempet renang dulu empat puluh lima menit—belum termasuk rest-nya." Gusti pasang senyum penuh kemenangan saat menjelaskannya. "Sapi doesn't do those things. Jadi kata 'kita' di kalimat kamu tadi sama sekali nggak relevan di sini."

Iis menoleh ke belakang, melotot padanya dengan kesal.

Hmm. Can you imagine? Sekarang sudah sore, langit di luar mulai gelap, angin yang berhembus juga mulai terasa agak dingin, dan mereka berdua lagi menikmati sunset di jacuzzi—berendam sambil menikmati mocktail, hanya berpenerangan lilin aromaterapi karena Iis menolak menyalakan satu lampu pun, karena nggak sanggup melihat penampakan diri sendiri di depan cermin.

She looks like a mess, sih, emang. Kayak korban tsunami—which is nggak salah-salah banget, karena Gusti pernah mendengar anak-anak alay menyebut those releases as a tsunami.

Kebetulan, selesai makan siang menjelang sore tadi, setelah perut rada lega dan matahari agak menyingsing, mereka memang mencoba peruntungan sekali lagi. Dan setelah mengamalkan semua panduan yang sempat dibaca masing-masing, akhirnya mereka berhasil juga menemukan strategi yang paling sesuai untuk kedua belah pihak. Bahkan saking suksesnya, Gusti berhasil membuat sang istri berakhir terkulai lemas di sun lounge. Dan harus digendong ke jacuzzi sebelum menggigil kedinginan kena angin sore.

"Okay. Then I'm the only 'sapi' here." Iis mendengus, menjauhkan tangan Gusti yang masih bergerilya di tubuhnya, beringsut ke sisi lain bathtub untuk mengambil gelas mocktail-nya—and that looks weird karena tadi wanita itu bilang kayaknya dia bakal muntah kalau harus minum sambil berendam begini, karena somehow mocktail mereka yang berwarna kemerahan tampak seperti air kembang yang diambil dari bathtub, yang mana airnya jelas sudah tidak suci lagi sejak mereka berdua nyemplung. "So, biar nggak jadi sapi beneran, marilah setelah ini kita segera merealisasi itinerary kamu yang sebenarnya. Biar lebih berasa jadi manusia."

Gusti terkekeh geli melihat muka istrinya saat tidak lama kemudian mulai meneguk minumannya—yang mana jelas terlihat sedang menahan muntah saat nggak sengaja menoleh ke cermin. Serasa diingatkan kembali pada ucapannya sendiri tadi.

"Kamu mah terlalu mini dan terlalu imut buat jadi sapi, Is." Dan karena sadar posisi Iis mulai terlalu jauh di seberang, Gusti segera mengulurkan tangan untuk mendekapnya lagi setelah mengembalikan gelas di tangan istrinya ke nampan. Kali ini mendudukkannya di pangkuan, menghadap dirinya, biar nggak usah ngeri melihat cermin lagi. "Btw, main scenario aku emang di kamar terus begini kok, selama seminggu penuh. Yang lain-lain cuma backup plan aja, kalau-kalau kamu ngambek."

"Dih." Iis mencubit kedua pipi suaminya dengan kesal.

Gusti mengaduh. Mau balas mencubit, takut pipi Iis yang kayak bakpau nanti malah jadi kempes dan berkurang imutnya. Akhirnya dia hanya bisa mengelus-elus itu bakpao dengan sayang.

"Don't touch my face." Iis refleks menjauhkan diri. "Tangan kamu jijay."

"Lah? Jijay gimana? Kan udah kerendem air dari tadi."

"Just don't. Airnya juga udah jijay. Nanti aku jerawatan."

"Okay, okay."

Gusti terkekeh geli sambil menggeleng-gelengkan kepala. Manut saja.

Melakukan dengan menormalisasi setelahnya tentu butuh effort yang berbeda bagi istrinya. And that's okay. One step at a time, lah.

Kemudian, kelar dengan semua urusan primer, keduanya lalu segera pergi ke resto, dan baru ingat kalau belum reservasi sebelumnya. Tapi untung, masih kebagian meja, biarpun kurang strategis. Di rooftop. Dekat tangga turun. Terlalu banyak lalu lalang pengunjung lain.

"Besok kita sailing ama snorkeling di Anse Chastanet, abis itu move ke Sugar Beach, yang lebih deket ama Piton?" Iis bertanya sambil membolak-balik buku menu. Mencari-cari menu yang kira-kira belum pernah dia pesan.

"Yep."

Gusti manggut-manggut, sambil memandangi buku menunya sendiri.

"Kalau gitu besok sebelum checkout, ingetin beli oleh-oleh cokelatnya, ya."

"Okay."

Selesai dengan pilihan menunya, Iis jelalatan memandang sekeliling resto yang lagi ramai. Juga ke sekeliling resort yang dari tempatnya duduk bisa kelihatan semua sampai jauh sampai ke langit berbintang yang berbatasan dengan laut.

Dia nggak seromantis Gusti, dan nggak gampang terpesona oleh view. Karena itu dia jadi rada-rada merasa bersalah. Berasa nggak bersyukur banget, udah dibawa pergi jauh-jauh, ngabisin tabungan suami, responnya masih aja lempeng.

Dan kemudian pandangan Iis tidak sengaja jatuh pada sosok familier di kejauhan. Di salah satu sky bridge dari sisi bangunan yang berlawanan dengan suite mereka. Sedang berjalan ke arah resto juga.

Posturnya. Cara berjalannya. Semuanya familier.

"Kayaknya aku udah kangen banget ama Onta, deh. Masa dari tadi berasa ngelihat dia mulu." Iis menggumam.

Gusti menggerutu. "Masa lagi honeymoon, kamu malah kangen sama cowok lain, sih?"

"Sejak kapan Onta jadi masuk kategori 'cowok lain'?" Iis cuek bebek, kembali menoleh ke sky bridge yang tadi. Dan objek yang dia perhatikan tadi, kini berjalan semakin dekat.

"Sejak saksi nikah kita bilang 'sah'." Gusti menyahut lagi.

Iis ketawa singkat.

Tapi makin dekat posisi orang yang sedang dia pelototi itu, makin mirip juga dengan teman yang sejak kemarin selalu mereka berdua bicarakan. Gaya rambutnya. Mukanya.

"Tapi mungkin nggak sih, Onta beneran nyusul ke sini?"

"Dalam rangka jadi notulis, nyatet per harinya kita kuat berapa ronde? Mungkin aja." Gusti ngebanyol. "Coba kamu inget-inget, udah berapa kali kamu kalah KO?"

Iis berdecak. Mengulurkan tangan untuk mencubit lengan Gusti kuat-kuat. Saat Gusti mengaduh sambil mengangkat muka, dia tidak sengaja menoleh ke sky bridge yang sedari tadi dipandangi istrinya. Seketika itu juga dia ternganga.

"Lah, si bangsat nyusul ke sini!"

"Kan, Onta beneran!" Iis tidak bisa lagi menahan tawa.

Memang, Zane bisa-bisa saja menyusul, kalau mau, dan kalau punya waktu, karena St. Lucia memang nggak terlalu jauh dari NYC—cuma terbang empat jam lebih. Tapi saat hal itu menjadi kenyataan, tetap saja Iis dan Gusti berhasil dibuat takjub. Tuh orang bener-bener kurang kerjaan apa gimana?

"Mas Agus!"

Dan belum kelar Gusti dibuat terkaget-kaget karena menemukan sosok tidak diharapkan, satu hal lain lagi membuat dia jadi lebih terkejut lagi.

Dikenali dan dipanggil namanya di antah berantah itu rasanya jadi pengen menghilang saja! Frustasi. Udah pergi jauh kok ya masih bisa ditemukan?!

Gusti menoleh, makin ternganga lebar.

"Ternyata di sini juga? Kirain di Ladera."

Iis memandang tamu tak diundang mereka dengan penuh tanya.

Cewek cakep, tapi dia nggak kenal.

Melihat dandanannya yang super santai dengan celana training kebesaran dan crop tank top yang mempertontonkan udel serta pinggang rampingnya, Iis menebak umurnya kisaran awal dua puluhan.

Berambut cepak sepundak, dijepit berantakan. Muka dan seluruh kulitnya yang terpampang nampak super glowing. Sekilas posturnya sebelas dua belas dengan Sabrina, ala-ala catwalk model gitu, tapi versi lebih muda, lebih atletis, dan lebih sering sunbathing.

Gusti bangkit dari kursinya. "Kenalin, Is. Adiknya Rachel. Renita."

Okay. So this girl is the famous Renita.

"Iis." Iis ikut bangkit berdiri. Mesem. Menyambut uluran tangan sang tamu. Pasang wajah ramah. "I don't know, udah pernah disebut-sebut sama Zane atau Mas Agus apa belum, but I do know you."

"Reny, Kak." Lawan bicaranya tersenyum sama ramahnya. "Of course, they talked a lot. A dirty one—most of the time. Boys can't keep secrets."

"Kapan nyampe sini?" Gusti langsung menginterogasi, memutus basa-basi kedua cewek itu.

"Barusan banget." Yang ditanya menjawab santai, melambaikan tangan ke arah belakang Iis.

Dan tau-tau Zane muncul dengan tampang tanpa dosa.

"Gue udah minta disiapin tempat buat enam orang," ujar jelmaan onta gurun itu, sama santainya, seolah-olah mereka bertiga lagi outing Relevent, dan dia bukan sedang menjadi crasher di honeymoon orang.

"Siapa aja enam orang?" Gusti bertanya seperti orang bego. Dan sebelum pertanyaannya itu terjawab, dari arah tangga sudah muncul Bimo dan Rachel. "Asyem. Gue udah jauh-jauh ke sini, masih aja disusulin."

Rachel terkekeh geli. "To be honest, ini gue lagi sister trip aja, sih. Berhubung deket, temen-temen lo pada nyusul."

Mendengar semua itu, lalu melihat muka ngenes Gusti, Iis cuma bisa ketawa-tawa bego. Antara kasihan pada sang suami, kesal pada teman-temannya, serta agak lega juga karena mendapat intermezzo setelah melewati hari-hari yang cukup intens, yang membuatnya sempat khawatir bakal mengalami post wedding blues.

"Jangan cemberut gitu kali, Gus. Cuma makan bareng ini, bukan ngajakin tidur berjamaah di sanctuary kalian." Onta ngoceh sok imut begitu meja untuk enam orang mereka telah disiapkan, kali ini lebih strategis, menghadap ke pool yang ada di lantai di bawahnya. "Btw, pergi honeymoon sejauh ini, agenda utama kalian nggak keganggu ama jetlag, kan ya? Kalau boleh tau, nanti malem udah masuk babak keberapa?"



... to be continued


Continue Reading

You'll Also Like

478K 72.1K 48
"Kalo gitu biar lebih ringan, ayo kita jemput patah hati kita sama-sama." Ren Antonio adalah mahasiswa semester akhir yang ditimpakan fitnah atas pel...
508K 47.8K 112
Gadis Sekarwangi, tidak pernah menyangka jika rumahtangga yang ia bangun bersama suaminya, Pradipta harus berakhir ditengah jalan karena sang suami k...
285K 26.2K 48
Nad mencintai Agga setulus saat ia menerima hanya makan mie hampir kadaluarsa di rumah Agga. Kisah ini bermula saat Nad menerima Agga sebagai pacarn...
1.1M 52K 37
"Jalang sepertimu tidak pantas menjadi istriku, apalagi sampai melahirkan keturunanku!" Bella hanya menganggap angin lalu ucapan suaminya, ia sudah...