Bittersweet

By sourpineapple_

11.8K 1.5K 114

[ FOLLOW SEBELUM MEMBACA ] REPUBLISH ( TELAH DIREVISI & ROMBAK ULANG ) ──────────────── Adlyne nggak pernah p... More

[0.0] prologue
[0.1] lembar satu
[0.2] lembar dua
[0.3] lembar tiga
[0.4] lembar empat
[0.5] lembar lima
[0.6] lembar enam
[0.7] lembar tujuh
[0.8] lembar delapan
[0.9] lembar sembilan
[10] lembar sepuluh
[12] lembar dua belas
[13] lembar tiga belas
[14] lembar empat belas
[15] lembar lima belas
[16] lembar enam belas
[17] lembar tujuh belas
[18] lembar delapan belas
[19] lembar sembilan belas
[20] lembar dua puluh
[21] lembar dua puluh satu
[22] lembar dua puluh dua
[23] lembar dua puluh tiga
[24] lembar dua puluh empat

[11] lembar sebelas

278 58 2
By sourpineapple_

"Berhubung rapatnya belum selesai, saya kasih kalian tugas ya, bisa kalian buka halaman 259, paling bawah, itu ada tugas kelompok, untuk waktu pengerjaannya saya beri waktu dua minggu, kira-kira cukup, ya?" Suara lantang guru biologi itu memenuhi ruang kelas sepuluh MIPA empat yang beberapa muridnya ada serius mendengarkan, dan ada pula yang sibuk dengan dunianya sendiri.

Seperti Adlyne contohnya, semenjak kembali dari rooftop tadi, dia sama sekali belum kedengaran suaranya. Masih kepikiran sama satu hal yang daritadi betah banget nangkring di kepalanya, sampai-sampai dia yang biasanya paling keras buat ikutan protes temannya sewaktu dibacain kelompok yang ternyata melenceng dari ekspetasinya pun sama sekali nggak gubris karena kalut sama pikirannya sendiri.

Alice yang daritadi perhatiin Adlyne pun ikut heran, tumben banget ini anak nggak teriak protes apalagi barusan guru biologi sebutin nama kelompok mereka.

"Masih kepikiran soal tadi?" tanya Alice, tapi nggak ada sahutan dari Adlyne.

Cewek itu masih sibuk melamun sendiri, sampai akhirnya dia baru sadar sewaktu Alice menyenggol lengannya.

"Hah? Apa?" responsnya kaget.

"Masih kepikiran yang di kantin tadi? Nggak usah dipikirin elah, nambah beban aja."

Adlyne terdiam, menatap Alice yang juga tengah menatapnya.

Sebetulnya bukan perkara itu yang sedang sibuk berkeliaran memenuhi kepala Adlyne saat ini, tapi perkataan Leon sewaktu di rooftop tadi, nggak ada angin, nggak ada hujan, nggak tau ketempelan setan darimana juga, tiba-tiba cowok itu bilang mau kenal Adlyne lebih jauh lagi. Lebih jauh gimana maksudnya? Ngajak pdkt gitu?!

Adlyne 'kan jadi overthinking.

"Tuh 'kan, ngelamun lagi. Lyne!" Alice kembali menyenggol lengan Adlyne.

"Hm? Nggak ada kok, siapa juga yang mikirin itu, btw lo satu kelompok sama siapa?" tanya Adlyne mengalihkan topik pembicaraan.

"Sama lo," jawab Alice.

"Terus? Siapa lagi?"

"Leon, Kevin, Denzel sama Jevano."

Mendengar empat nama manusia setengah setan yang disebutin sama Alice, kedua bola mata Adlyne kontan membulat.

"Serius?!" tanya Adlyne kaget.

Alice mengangguk.

Detik itu juga, Adlyne langsung kesetanan buat protes ke guru biologi.

"Lice, bantuin protes dong, emangnya lo mau satu kelompok sama anak setan? Gue sih ogah banget sumpah, nauzubillahi min zalik!" seru Adlyne berlebihan, seolah lupa sama apa yang dia pikirin tadi.

Sekarang yang perlu diselamatkan adalah anggota kelompoknya. Kenapa juga itu guru biologi kasih dia satu kelompok sama cowok yang belum disebut namanya aja udah bikin istigfar.

Alice menghela napas malas. "Males. Buang-buang tenaga aja, nggak ada gunanya lo protes, tuh guru bentar lagi juga pamit keluar buat lanjutin rapat di ruang guru."

Kedua sudut bibir Adlyne tertekuk ke bawah. Gimana mau menghindar kalau orang yang berusaha dia hindari malah dapat satu kelompok sama dia. Mana sepaket lagi sama tiga teman setannya.

Seketika Adlyne menyesal dapat kelas yang lebih banyak anak cowoknya daripada yang cewek.

Dan benar yang dikatakan Alice, tak lama setelahnya guru biologi itu mengakhiri kelas dan berpamitan untuk kembali ke ruang guru, meninggalkan kelas yang suasananya berubah gaduh begitu ia tinggal.

Berdecak, Adlyne menurunkan kepalanya di atas meja dengan lesu. "Kapan-kapan aja lah kerkomnua, gue lagi males."

Alice mengangguk. "Gue juga. Lagian waktunya dua minggu, santai aja, tiga hari buat juga selesai," sahutnya, melakukan hal serupa dengan Adlyne.

Mau tau hal paling enak dilakukan ketika jamkos?

Betul, jawabannya adalah tidur.

Beberapa kali Dara mengoleskan cairan kental berwarna hijau muda di wajahnya, sembari memperhatikan pantulan dirinya di cermin, supaya hasil dari olesannya merata. Di tengah asik dengan kegiatan maskerannya itu, tiba-tiba pintu kamar terbuka tanpa diketuk terlebih dahulu, membuat Dara refleks menoleh.

Mendapati sosok abangnya, Dara kembali memusatkan atensi di depan cermin. Nggak usah ditebak, siapa lagi orang yang kebiasaan masuk kamarnya nggak ketuk pintu dulu selain abangnya yang paling ganteng setaman safari itu.

"Kebiasaan banget deh, ketuk pintu dulu kenapa sih?" gerutunya, melanjutkan kegiatan dengan alat kecantikannya.

Alih-alih menanggapi, Leon malah kepo sama mangkuk kecil berisi cairan kental berwarna hijau yang lagi dipegang sama Dara. "Apaan tuh? Kayak muntahan bayi begitu," komennya.

Dara menoleh dengan wajah yang penuh terolesi masker. "Apa? Ini?" Dia bertanya balik sambil menunjukkan kuas serta mangkuk kecil yang dia pegang.

Leon mengangguk.

"Sembarangan aja muntahan bayi, ini tuh namanya masker wajah, biar glowing, shinning shimering splendid," jawab Dara.

"Kalau gue pake ini, bisa langsung mirip orang Korea, nggak?" tanya Leon, mendekati adiknya dan melihat cairan kental yang mengeluarkan bau wangi itu.

"Hih, ya nggak lah, muka suram begitu mau mirip orang Korea," sewot Dara, meletakkan mangkuk dan kuasnya di meja rias, lalu mengibas-ngibaskan tangannya di depan wajah, menunggu masker yang dia pakai mengering.

"Suram begini temen-temen lo suka nitipin salam ke gue," balas Leon, merebahkan diri di pinggir kasur adiknya, lalu menatap sang adik yang masih sibuk bercermin.

"Zara masih ngechat lo, nggak?" tanyanya, membuat Dara menoleh dengan cepat.

"Masih, tadi juga habis ngechat, aku mau bilang Abang, tapi lupa. Emangnya kenapa?"

Melipat kedua tangannya sebagai tumpuan kepala, pandangan Leon mengarah pada langit-langit kamar. "Lo inget nggak, cewek yang pernah lo tanyain gara-gara paling berisik sendiri di tribun waktu itu?"

Dara mengangguk-anggukan kepalanya. "Inget, kenapa?"

"Tadi pas jam istirahat pertama, Zara ngelabrak dia di kantin."

Seketika, pupil Dara membulat karena terkejut. "Hah? Serius? Terus gimana? Dia ngelabrak yang mana?"

"Kaga tau gue kejadian awalnya begimana, seharian 'kan dikasih dispen buat latihan futsal, tau-tau di Kepin teriak manggil-manggol gue di lapangan, bilang kalau Zara lagi ngelabrak Adlyne," urai Leon, didengarkan dengan seksama oleh sang adik.

"Ih, jahat banget sih, terus-terus, gimana, Bang?"

"Pas gue dateng, baju Adlyne udah basah gara-gara disiram sama dia, dia juga hampir nampar Adlyne kalau gue nggak cepet-cepet buat samperin mereka."

"Terus Kak Adlyne-nya nggak bales? Eh, tapi Adlyne itu yang mana, Bang?" tanya Dara, mengarjap bingung karena belum tau yang namanya Adlyne itu yang mana.

"Yang badannya kecil, rambutnya dikucir waktu itu," jelas Leon memberitahu ciri-ciri Adlyne.

Dara manggut-manggut, mengingat ciri-ciri yang disebutkan abangnya dari dua cewek yang teriak heboh di tribun waktu itu. "He'em, terus-terus, gimana?"

Leon mengangkat kepalanya, menatap Dara. "Terus-terus mulu lo, tampol nih."

"Ya Abang sih, kalau cerita jangan setengah-setengah makanya! Bikin orang penasaran aja!" protes Dara kesal.

Membuat Leon terkekeh. "Ya udah tuh, gue tegur si Zara, gue suruh minta maaf, tapi bukannya minta maaf, malah lanjut ngehina, dia. Capek ngomongin orang batu, mending gue ajak Adlyne buat pergi, biar nggak makin jadi tontonan orang kantin," urai Leon lagi, mengingat kejadian menyebalkan yang terjadi siang tadi.

Dia udah cukup muak digangguin kayak gitu, apalagi kalau sampai ngusik orang lain yang bahkan nggak ada hubungannya sama masalah mereka. Buat Leon, kalau udah lalu itu ya lalu, dia paling nggak suka ngungkit sesuatu yang udah terjadi.

Apalagi kalau isi kenangannya tuh hal-hal sampis yang bikin dia pengen nonjok orang kalau ingat.

Dara terdiam, lalu menatap abangnya, seolah sedang serius ingin bertanya. "Bang."

Leon melirik Dara lewat ekor matanya. "Apaan?"

"Abang sebenernya ada rasa beneran nggak sih sama Kak Adlyne-Adlyne, itu?"

Continue Reading

You'll Also Like

1.1M 43.9K 51
"Gue tertarik sama cewe yang bikin tattoo lo" Kata gue rugi sih kalau enggak baca! FOLLOW DULU SEBELUM BACA, BEBERAPA PART SERU HANYA AKU TULIS UNTUK...
828K 100K 13
"Gilaa lo sekarang cantik banget Jane! Apa ga nyesel Dirga ninggalin lo?" Janeta hanya bisa tersenyum menatap Dinda. "Sekarang di sekeliling dia bany...
578K 27.6K 74
Zaheera Salma, Gadis sederhana dengan predikat pintar membawanya ke kota ramai, Jakarta. ia mendapat beasiswa kuliah jurusan kajian musik, bagian dar...
265K 25.1K 31
[JANGAN LUPA FOLLOW] Bulan seorang gadis yang harus menerima kenyataan pedih tentang nasib hidupnya, namun semuanya berubah ketika sebuah musibah me...