ESREGNET [END]

By syifaniads

67.6K 47.1K 16.1K

[š—§š—²š—²š—»š—³š—¶š—°š˜-š—„š—¼š—ŗš—®š—»] [š—”.š—°š—¼š˜ƒš—²š—æ] 'Prince' Avi setelah peristiwa kecelakaan saat hujan itu kembal... More

[1] PROLOG:KENANGAN LALA
[2] PESAN AVI
[3] AVICELLO KORTH L.
[4] DERETAN COGAN MARDHA
[5] PERTEMPURAN SATU
[6] SAPA PULAU BALI
[7] KITA SATU TIM (?)
[8] SEDIKIT PERHATIAN
[9] WEJANGAN FARELL
[10] AMBIGU
[11] SISI BERBEDA
[12] PELACAK LOKASI
[13] GRAFIK CINTA (?)
[14] VEKTOR DUA ARAH
[15] DILUAR EKSPETASI
[16] BEDA PANDANGAN
[17] ADA YANG BERUBAH
[18] OUR FIRST KISS
[19] LIHAT LEBIH DEKAT
[20] MEREKA HANYA KORBAN
[22] TEORI HELIOSENTRIS
[23] PERASAAN BUKAN PERMAINAN
[24] (DIA) MULAI BERAKSI II
[25] LELAKI SEJATI ATAU INGKAR JANJI
[26] xĀ²+(5y/4 - āˆš|x|)Ā² = 1
[27] Good Or Bad Fortune?
[28] [1] I Want To Say;
[29] [2] I fucking Love You
[30] [3] From Now 'Til Then
[31] (DIA) MEMBUKA TOPENG I
[32] Awal Permainan Tuhan
[33] EPILOG:FORGET-ME-NOT

[21] (DIA) MULAI BERAKSI I

1.3K 1.1K 212
By syifaniads

[FOLLOW IG SAYA SYFAADS]
[CHAPTER SUDAH DIEDIT RAPIH]

"Raganya patah, kian musnah, dan butuh penyanggah hingga bertemu pada titik temu yang tak pecah."
-

-
34+35 Ariana Grande🎶

[ESREGNET]

Cello melepas helmnya saat sudah sampai di basement. Tangannya pun bergerak melepas resleting jaket kulitnya. Rambutnya yang lepek ia cipak dan sisir ke belakang. Sambil
menganyunkan kunci motor di jari telunjuknya, ia berjalan santai menuju lift.

Wajah awalnya yang datar berubah drastis saat seseorang ikut masuk ke dalam lift.

"Lo ngapain kesini?" Tanya Cello dingin. "Ini bukan klub buat lo main-main. Ini kantor perusahaan keluarga gue."

Hanz langsung mengangkat kedua tangannya, senyumnya mengembang. "Sesama pewaris
perusahaan, harusnya lo nyambut tamu dengan baik dong, toh gue datang karena bunda lo."

"Siapa tamu gue?" Cello menaikkan alis matanya sebelah sembari memasukkan kedua
tangannya ke dalam saku celana. "Anjing?"

"Gue bawa kedamaian nih, bukan keributan." Hanz membalasnya dengan tawa receh.

Cello langsung menekan suatu tombol di lift. Saat suara seseorang terdengar, Cello langsung menjawab. "Panggil sekuriti se--"

"Hee jangan-jangan. Gue serius kagak ngajak ribut." Dengan cekatan Hanz menarik tangan
Cello yang langsung ditepis juga. Sebentar ia menarik napas lalu mengoceh. Cello sendiri
hanya diam tidak mendengarkan.

"Selamat datang tuan muda."

Pak Herman dengan bahasa formalnya langsung menyambut Cello yang baru saja keluar pintu lift.

"Tugas?"

"Kebetulan sudah diselesaikan oleh Direktur Natasha."

Cello mengerutkan dahinya melirik Hanz yang tampak cengengesan. Sudah ketebak.
Pasti cowok itu datang-datang langsung buat keributan setibanya mereka diruang kantor utama. "Lo mau apa?"

Hanz langsung mengambil duduk di kursi panjang, lalu merebahkan dirinya disana. Cello sendiri langsung mengambil pulpen dan menandatangani beberapa kertas di mejanya. Hanz melirik sebentar, lalu berlari mendekati. "Gue minta lo nyerahin Alantha ke gue."

"Untungnya buat gue?"

"Aih, lo perhitungan bener." Hanz tampak berjalan berputar, lalu berhenti di belakang Cello.
Sambil menundukkan kepalanya, ia berbisik. "Gue nggak bakal ganggu emak lo."

Spontan Cello membanting pulpennya dan menoleh cepat. "Gue peringatin lo jangan coba-coba."

"Berbakti banget ya lo padahal dia aja nggak anggap lo anak. Ayolah realistis. Lo kan nggak
jadi tunangan sama Alantha, jadi lo serahin lah Alantha ke gue. Lo juga nggak suka sama dia. Emangnya nggak kasian gantungin dia terus?"

Cello melanjutkan lagi aktifitas menulisnya. Ucapan Hanz memang ada benarnya. Tapi dia
menjaga Alantha karena wasiat almarhum ayahnya. Keluarganya pun tidak memaksa agar
dia bertunangan dengan Alantha. Hanya saja dulu kedua orang tua Alantha meninggal dalam kecelakaan pesawat, ayahnya menganggap anak temannya itu sebagai anaknya sendiri.

Alantha dimanja dalam hal apapun. Termasuk saat Alantha meminta bertunangan dengan dirinya, ayahnya menyetujui dengan cepat. Namun ayahnya tahu Cello menolak pertunangan itu sehingga hanya memberi wasiat agar menjaga Alantha.

Darisini sudah jelas tujuan Cello.

"Gue ngakuin perusahaan gue masih jauh dibawah elo. Tapi sebagai temen deket masa lo
nggak mau bantuin gue? Kan kalo gue nikahin Alantha reputasi perusahaan gue bisa
naik sedikit."

"Gue belum resmi jadi pewaris perusahaan." Ujar Cello pada akhirnya. Memikirkan ibunya
yang bersikap dingin begitu, hanya memberikan seperempat aset perusahaan kepadanya
untuk dikelola sudah memusingkan. Ditambah lagi kedatangan anjing satu ini.

"Tapi emak lo gampang banget dibujukkin." Hanz tertawa kecil. "Katanya kalau lo kasih gue Alantha, dia ngasih aset setengah perusahaan buat lo kelola."

"Lo nggak bisa ancem gue."

"Bisa, gue punya bukti." Hanz mengeluarkan hapenya dan menyalakan rekaman video. Cello sudah mulai diambang batas kesabarannya. "Lama-lama gue jadi tertarik buat dapetin
perusahaan lo dibanding warisin perusahaan gue sendiri. Apa gue abisin emak lo juga ya seperti almarhum ayah lo?"

Cello langsung berdiri dan mendorong badan Hanz hingga mentok ke dinding, kemudian
tangannya menarik kerah cowok itu. Sekian detik, ia sudah bonyokkan wajah Hanz. "Gue
jadiin lo temen karena dulu percaya. Nyesel gue bangsat."

Hanz yang merasa tidak terima, balas menonjok. Awalnya Cello berhasil menghindar, namun
pukulan kedua tidak bisa dihindari dan membuat bawah bibirnya berdarah. "Ini karena lo
ngerebut Alantha dari gue dan lo cuman mainin dia. Sekarang adil kan kalau gue dapetin
dia?"

Cello menarik lengan Hanz lalu menjatuhkannya ke lantai. Tangannya bergerak memencet
tombol di meja, "Panggil sekuriti sekarang ke kantor utama!"

Hanz dengan segera bangkit dan memukul perut Cello keras. Lalu melayangkan pukulan ke
mata cowok itu.

"Yah... seengaknya gue udah pernah nyentuh paha Cella. Kulitnya... lembut banget. Gue rasa dia cewek paling sempurna untuk memuaskan nafsu gue."

"Dasar bajingan!" Emosi Cello mencapai puncaknya. Dengan segera ia mendorong bahu
Hanz hingga jatuh ke lantai, lalu menindihnya. Dengan posisi itu, mudah baginya menghabisi
Hanz hingga tidak berdaya. Di waktu yang tepat, sekuriti datang dan menarik paksa cowok itu keluar ruangan.

Napas Cello menderu. Ia segera berlari menuju basement dan mengambil motornya.
Menyalakannya dan mengebut membelah jalan raya. Plesetan dengan lampu merah, Cello
harus segera pulang kerumahnya.

Bahkan sesampainya, Cello langsung mendobrak pintu. Memencet bel berulang kali dengan tidak sabaran hingga saat seseorang sudah membuka pintunya, Cello langsung memeluk tubuh mungil
itu dan mendorongnya hingga menabrak di dinding.

"Lo kenapa?" Cella menendang pintu dengan kakinya untuk menutupnya lalu beralih memegang kedua tangan kekar Cello yang melingkari tubuhnya dengan erat. Cukup membuatnya sesak. "Cerita Cello... Cerita... "

Cella menggigit bibir bawahnya, menahan hatinya yang terasa sakit. Apa harus ia memedulikan orang yang bahkan tak peduli padanya?

Cello semakin memperdalam pelukannya. Ia sembunyikan wajahnya ke dalam leher Cella,
mengendusnya sekali lalu mengecupnya dan terdiam lagi. Ia sudah tak peduli dengan perlakuan tak senonohnya. Biarkan Cella jika ingin menggertaknya. Biarkan semua orang menghinanya.

Cella pun mengusap rambut cowok itu lembut. Jujur saja ia sedikit berjinjit karena Cello
terlalu tinggi untuk tubuhnya. Kemudian ia berbisik pelan, "Ada aku disini, kamu nggak sendirian. Sekarang tatap aku." Katanya berusaha tegar.

"Nggak bisa." Parau Cello tanpa sadar suaranya sudah serak.

"Bisa." Cella langsung menarik kepala Cello dan menangkup kedua pipinya. Cella sudah
sering melihat Cello dalam kondisi begini; lebam dan acak-acakan. Tapi ini pertama kalinya ia melihat Cello
menangis.

Segera ia menarik Cello ke sofa, merentangkan tangannya dengan senyum manis.

"Keluarin aja. Aku disini." Ucap Cella sembari memeluk Cello ke dadanya. Bahkan cowok itu sudah terisak keras.

Rasa takut gue itu elo.

Cella.

[ESREGNET]

"Mau kemana?" Raut wajah Cello mendadak pias saat melihat Cella mengemasi kopernya. Tentu saja ia langsung menarik dan melempar benda itu hingga membuat isinya berserakan di lantai.

"LO APA-APAAN SIH?!" Cella Langsung memukul keras dada bidang Cello. Dengan segera ia mengambil salah satu pakaiannya dan melempar ke wajah Cello. Ia benar-benar kesal. Wajahnya memerah kesal sampai-sampai matanya berair. "Gue ngemasin dari semalem dan lo acak-acakin gitu aja? Tanggung jawab!"

Cello melirik jam dinding yang menunjukkan pukul tiga pagi. "Baru jam segini mau pergi kemana?"

Cella menyerngitkan dahi, "Lah elo ngapain ke kamar gue jam segini?"

"Kamar lo berisik." Akui Cello sedang Cella langsung menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Yah maaf, lagian kan bentar lagi tante Natasha balik jadi gue harus ngemasin barang."

Mendengar itu Cello spontan menendang koper Cella keluar kamar. Mengacak-acak isinya membuat tambah berserakan. Beberapa barang di dalamnya ia ambil dan sembunyikan ke ruangan lain. Cella yang melihat semua itu jadi marah dan berteriak berulang kali, mengejar cowok gila itu.

"Lo nggak boleh pulang." Final Cello sambil menjatuhkan kotak kaca milik Cella dari lantai dua dan pecah berkeping-keping di permukaan lantai satu.

PLAKK

Spontan Cello memegangi bagian pipinya yang terasa panas. Matanya melebar melihat Cella menatapnya dalam.

"Avi." Untuk pertama kalinya gadis itu memanggilnya dengan nama itu.

"Lala sahabat kan?"

"Tolong... jangan buat gue berharap lebih." Ujarnya sembari menunduk sekilas lalu mendongak. "Minggir. Gue mau beresin lagi."

Cello yang masih mencerna mudah Cella dorong tubuhnya. Gadis itu langsung memungut pakaiannya yang berserakan. Saat Cella hendak menyapu, Cello pun menahannya. "Gue aja. Gue yang tanggung jawab."

Tentu saja tanpa basa basi Cella langsung memberikan sapu pada Cello dan pergi meninggalkan tempat itu. Pergi keluar rumah, menghirup udara subuh sembari menjelajahi rumah istana cowok itu.

[ESREGNET]

Kali ini Cella sengaja berjalan-jalan tak tentu arah di halaman belakang untuk menenangkan diri.

Ada satu tempat yang sangat besar, terpisah jauh, terpojok. Cella menggeser sedikit pintunya agar bisa masuk. Terlalu gelap. Barulah saat menyalakan saklar lampu terdekat, mulutnya mengaga lebar mendapati enam mobil terparkir rapi.

Satu berwarna merah yang terdapat lambang ferrari ditengahnya dan angka sepuluh ditiap pintu. Yang kedua, berwarna kuning dengan tulisan McLaren P1 GTR ditiap pintunya. Yang ketiga, berwarna hitam polos elegan tampak seperti mobil yang pernah muncul di film fast and furious tujuh. Yang keempat, berwarna merah dengan lambang lamborghini yang bisa Cella kenal. Yang kelima, berwarna putih. Cella tak tahu jenisnya. Dan terakhir, mobil Alphard yang pernah dipakai untuk menjemputnya di sekolah.

Aneh. selama ini Cella tak pernah lihat Cello menggunakan mobil mewahnya.

"Jangan liat!" Tiba-tiba saja Cello sudah merentangkan tangan dihadapan gadis itu mendorong badannya keluar.

"Kenapa nggak boleh?" Beo Cella sambil lirik-lirik lagi, lalu menyipitkan matanya. "Ooh, ini salah satu ruangan yang nggak boleh gue datengin ya?"

"Udah terlanjur gua liat, biarin aja sih." Cella kembali merongsok masuk pintu yang tengah ditutup oleh Cello kembali. "Itu mobil siapa eh, keren banget tapi gue nggak tau apa bedanya selain tampilannya."

Karena keras kepalanya Cella, alhasil Cello jadi ngikut dibelakangnya dengan pasrah. "Yang ini Ferrari kan?"

Cello mengangguk. "Ferrari FXX-K, cuman ada 40 unit di seluruh dunia. Cuman gue nggak bisa dianggep milikin karena disertakan dalam program 2 tahun pengujian mobil di sirkuit khusus."

Cella meraba sebentar mobil merah itu.

"Yang itu namanya McLaren P1 GTR, nggak bisa dipake di jalan biasa karena banyak resiko. Cuman bisa dipake di trek balapan aja." Tunjuk Cello pada mobil kuning disebelah mobil ferrari merah itu. Cella segera menoleh.

"Ini?" Tanya Cella yang diangguki Cello. "Kalo yang itu?"

Cello mengerut dahi karena tak tahu kata itu dijutukan pada mobil yang mana namun setelah Cella berjalan mendekati salah satunya, ia baru paham. "Oh itu namanya Lykan Hypersport diproduksi sama Uni Emirat Arab. Pasti ga asing kalo udah nonton film fast furious 7. Cuman biasa aja sih nggak ada kelebihannya." Ujar Cello sambil mengambil duduk diatas mobil hitam itu.


"Kok gue jadi belajar mobil sih?" Tawa Cella membuat Cello melirik sekilas dan tersenyum dengan tatapan sayu. Cella rasa ada sesuatu, tapi ia mengalihkannya dengan cepat. "Keren nih mobil nggak ada atep."

"Iya itu mobil Lamborghini Veneno Roadster, sering gue sama anak yang lain make."

"Kemana?"

"Ke... Ah! Yang mobil putih putih itu paling mahal. Tau nggak? di cat dengan material berlian. Apalagi bisa dipake buat di jalan, cuman gue terlalu sayang kalo dipake keluar-keluar." Alibi Cello mengalihkan topik.


"Namanya Koenigsegg CCXR Trevita. Cuman ada tiga unit di dunia. Harganya 63 miliar. Yang lain mah, cuman 45 miliaran."

Cella yang tadinya ingin memaksa jawaban atas pertanyaannya langsung teralih. Ia menatap tak percaya. "Cuman? Lo bilang cuman? Pake duit siapa sampe-sanpe lo sebut cuman?!"

"Semuanya punya gue lah pake duit sendiri." Akui Cello cepat karena merasa direndahkan.

Tentu saja Cella curiga. "Lo kerja apasih?"

Alih-alih dijawab, Cello malah berjalan menuju pintu. Suara pengajian sebelum adzan subuh sudah terdengar. Ia langsung mengambil wudhu di kran air terdekat. Setelah ini, ia akan pergi ke masjid dulu baru bersiap ke sekolah.

"Jawab atau gue batalin nih wudhu lo." Ancem Cella sambil iseng mau nyentuh-nyentuh tangan Cello dan cekikikan karena cowok itu menghindar terus.

Cello melotot bentar lalu berdoa. Baru deh ngomong, "Banyak."

Iya gitu doang abis itu cabut.

"Kasih tau salah satunya."

Karena Cella iseng mau batalin lagi, Cello menghela napas panjang. "Pas umur gue empat belas tahun, gue iseng main saham di website. Modal tabungan 2 juta, untungnya ampe 200 juta. Yah, berlangsung sampe sekarang."

"Gue juga kelola seperempat aset keluarga, kadang juga ikut show room mobil, gonta-ganti mobil baru karena hobi. Gue juga suka main investasi."

Cella mengikuti langkah Cello dari samping karena udah nggak mau nyasar lagi. Suaranya memelan, "Pasti alasan sebenarnya bukan iseng, tapi... " Cella melirik sambil tersenyum miris. "Lo dituntut harus belajar semua hal itu."

"Iya... kan?"

Cello menunduk menatap kedua kakinya. Enggan menjawab walaupun dalam benaknya timbul tanya darimana gadis itu tahu.

Ia mengalihkan rasa campur aduknya dengan terkekeh. "Mau ramein sekolah? Bawa mobil sport dan lo berangkat bareng gue."

[ESREGNET]

Continue Reading

You'll Also Like

24.8K 3.7K 72
" Bunuh Aku , lakukan dengan cepat. Supaya aku tidak merasa sakit. Bunuh aku lakukan dengan baik. Aku ingin terlihat cantik di akhir hayatku." Kei. ...
302K 42.2K 32
Alisa ditempatkan bersama orang-orang asing di sebuah rumah angker. Mereka terjebak tidak bisa keluar. Tempat ini bagaikan sangkar burung. Dia berunt...
29.3K 7.3K 44
Gimana ceritanya babi yang sejelek itu bisa berubah jadi cowok ganteng? Gak masuk akal 'kan? Black magic macam apa itu? Oh, jangan-jangan ... dia nge...
170K 17.6K 41
Sekuel The Exorcist (Buku 2)