KALE [END]

By SiskaWdr10

47.7K 3.1K 365

[Series stories F.1 familly] ⚠️Bisa dibaca terpisah⚠️ Tamat☑️ [Start: 19:07:20] [Finish: 26:11:20] Luka ter... More

01.Tersayang
02.Lingkungan Kale
03.Stempel pemilik
04.Kejadian silam
05.Si datar candu
06.Dua hama
07.Karangan Salsabila
08.The power of love
09.Kale keliru
10.Putri hujan
11.Bule peduli
12.Gugur
13.Pelukan hangat
14.Bundadari
15.Ancaman
16.Psycho
17.Sebuah rasa
18.Tersangka
19.Celah keuntungan
20.Duri manis
21.Momen
22.Cinta ke benci
23.Bekas luka
24.fired
25.Puncak masalah
26.Kacung
27.Tupperware
28.Wanke
29.Sekolah robot
30.Tumbuh
31.Pecah
32.Macan tidur
33.Bertahan
34.Sampah
35.first kiss
36.Air dan minyak
37.Jealous
38.Mabuk
39.Alasan
40.Over posesif
41.Marah besar
42.Badut
43.Omes
44.Hampa
45.Mainan
46.Roti dan susu
47.Jawaban
48.New thing
49.No LGBT
50.Story night
51.Program Gapara
52.Labil
53.Tugas
54.Taktik
55.Bertingkah again
56.Perangkap
57.Kesibukan
58.Permintaan
59.Tidak baik
60.Menjauh
61.Kado
62.Lolipop
63.Terbongkar
64.Double kill
65.Berakhir
67.Selamat lulus
68.About Tapasya
69.Kebenaran
70.Pada akhirnya
71.Milik ku [END]
hiii

66.Terbiasa sepi

573 38 0
By SiskaWdr10

Banyak orang-orang yang suka kamu, tapi aku lebih suka diriku sendiri. -ANYA-
_______________________________________

Kicauan burung menyambut Minggu pagi ini dengan cerah, Risa bersiap-siap untuk pergi menuju tempat arisanya diantar oleh putra satunya-satunya yaitu Kale. Anya menyiapkan sarapan, seperti bisa tanpa kontak mata dengan Kale begitupun sebaliknya. Febrianto jadi bingung sendiri.

"Nggak sekalian ikut makan Anya?" Tanya Febrianto lembut.

"Nggak yah, Anya ada kerjaan lain," balas Anya sopan dengan senyum tipisnya. Kale pura-pura tak melihat ia diam sambil menuangkan sarapan paginya.

"Kamu nganter Bunda rapi banget Zil kaya mau ketemu cewek aja, Ayah lihat kamu jadi berasa ngaca," ucap Febrianto. Risa terkekeh kecil mendengarnya.

"Iya ketemu calon pacar baru," balas Kale dengan volume yang ia tinggikan agar Anya mendengarnya.

Langkah Anya terhenti beberapa detik. "Ciah cewek PDKT-an sama kamu nyerah duluan Bang." Kata Risa sambil menuangkan air ke gelas suaminya.

"Ya nggak lah, mirip-mirip kaya aku dulu kalau PDKT-in cewek, keturunan aku nggak akan ada yang bisa menolak ketampanannya," ucap Febrianto menyombongkan diri hingga Kale yang mendengarnya merasa malu.

"Banyak gaya Ayahmu Bang padahal PDKT modal teh gelas doang," balas Risa membuat Kale tersenyum tipis, andai Ica ikut makan akan semakin lengkap kebahagian keluarga kecil ini.

"Hei teh gelas juga kan Ayah isi cinta Bun." Kata Febrianto.

"Yah jangan bikin nggak nafsu makan," kata Kale membuat Risa tertawa kecil.

Selesai sarapan Kale dan Risa meluncur menuju rumah Chika, sudah ramai Ibu-ibu disana dari penampilan yang Kale perhatikan hanya Bundanya lah yang tidak terlalu mencolok.

Seperti biasanya Kale selalu mendapatkan pujian dari para Ibu-ibu tersebut, anak itu membalas dengan sedikit senyuman tipis. "Bu Chika nya ada? saya ada perlu," kata Kale sopan.

"Anak itu tadi pagi pergi ketemu Kakaknya di apart, ada perlu apa nanti Ibu sampaikan?" tanya Ibu Chika sopan.

"Ah nggak usah Bu, nggak terlalu penting juga," balas Kale. Ibu Chika mengangguk.

"Ibu-ibu sebentar ya mau ngambil aquanya dulu," ucap Ibu Chika. Tanpa Risa suruh Kale langsung bergegas membantu dan mengikuti Ibu Chika ke dapur, Risa begitu bangga pada Kale.

"Chika punya Kakak Bu?" tanya Kale sambil mengangkat dus aqua. Ibu Chika yang tengah membawa kue mengangguk.

"Haikal namanya," ucap Ibu membuat Kale langsung terkejut.

"Haikal Heryanto?" Tanya Kale memastikan.

Ibu mengangguk mantap. "Kenal toh kamu?" tanya Ibu membuat Kale tersenyum kikuk.

"Temen jauh Bu." Kilah Kale.

Kecurigaan Kale ternyata benar Chika yang dimaksud adalah Chika anak Gapara, dan lebih tepatnya adiknya Haikal, Kale semakin curiga ini ada sangkutannya perihal dendam Haikal yang masih belum terbalaskan.

Epot menelpon Kale memberitahu harus kumpul di RS ada kabar yang ingin ia sampaikan. Kale dengan sopan berpamitan pada orang rumah Chika. "Nanti aku jemput Bun, kabarin kalau acaranya selesai," kata Kale, Risa mengangguk.

"Hati-hati bang." Kata Risa.

Jawa datang lebih dulu dari pada Kale tapi anak itu masih saja sibuk dengan handphonenya seolah tak penasaran dengan kabar yang Epot katakan. "Lo nggak penasaran?" tanya Epot.

"Apa?" tanya Jawa dengan senyumannya karena ia telah membaca pesan dari pacarnya.

"Nggak," balas Epot lalu memalingkan pandangannya pada Bule. Andai Bule sadar mungkin Epot tak akan sekesal itu pada Jawa. Kale datang membawa makanan membuat kesal Epot sedikit mereda.

Baru masuk Kale langsung menghampiri Bule dan memastikan keadaanya. "Ada apa-apa sama Bule?" Tanya Kale dengan wajah khawatir. Epot tersenyum lebar pada Kale yang sikapnya masih sama.

"Nggak ada," balas Epot sambil membuka bungkus makanan dari Kale.

Mata Kale beralih memandang Jawa yang sibuk sendiri, dengan tidak sopannya laki-laki berwajah datar itu merampas handphone milik Jawa. "Le dih!" kesal Jawa dengan wajah masam.

"Sama kita ya sama kita jangan mikirin hal lain dulu," ucap Kale membuat mood Jawa langsung rusak. Epot meronggoh saku celananya mengeluarkan secarik kertas yang ia dapat dari salah satu anak OSIS Gapara yang datang kemari.

Kertas tersebut Epot lemparkan pada Kale secara kasar. "Apaan?" tanya Jawa penasaran. Kale membuka dan membacanya.

Kesimpulan dari surat tersebut adalah pihak Gapara menyalahkan Bule atas ledakan yang terjadi pada hari itu, karena hanya Bule yang berada tepat di tempat kejadian, dan alasan paling kuatnya yaitu sampai detik ini mereka masih belum menemukan titik terang sedangkan wartawan setiap harinya terus berdatangan meminta penjelasan, mungkin ini juga untuk menutup image sekolah Gapara. "Setan ya sekolah robot itu, elit tapi kasus beginian aja pake tebak-tebakan dikira tempat main?" tanya Epot kesal sambil menguyah ciki, dalam keadaan apapun perut harus dinomor satukan.

"Susah lah pot orang kebakar semua," kata Jawa mencoba berpikir logis.

"Ya seengga itu sekolah banyak duitnya bisa ngedatangin siapa aja buat ngusut kasus ini, detektif dunia kek atau dukun tu paling aman," balas Epot.

Kale berdecak kesal, lagi pula apa tidak ada yang berpikir bukan Bule? untuk apa laki-laki berkulit putih ini membahayakan nyawanya sendiri, dia bukanlah kucing yang memiliki delapan nyawa. "Anak SD juga tahu ini bukan salah Bule." Kata Kale.

"Harus undang anak SD buat jadi pengacara ni lawan Gapara, sumpah anjing nggak habis pikir gue keadaan Bule lagi begini disalahin," kata Epot kesal.

"Namanya sekolah robot otaknya habis baterai kali," balas Jawa. "Kalau gini nanti Bule sadar masuk sel lagi?"

"Iya," balas Kale cepat.

"Suer dah tu sekolah cover doang bagus," maki Epot.

Kale memberikan kertas itu pada Jawa, dan Jawa kembali membaca isinya. Demi apapun Kale semakin yakin bahwa dalang dibalik semua ini adalah Haikal. "Mungkin aja pelakunya temen yang baru-baru deket sama Bule." Ucap Kale.

"Chika maksud lo?" tanya Jawa.

"Permisi paket," ucap seseorang yang hanya menampakan kepalanya di pintu, itu adalah Ray.

"Apa ni siapa ni yang mesen narkoboy?" tanya Epot. Intania sedang tak ada di sini jadi lebih leluasa berbicara apapun.

Ray masuk dengan membawa plastik berisi buah, ini kali ke enam belas Ray menjenguk Bule. "Masih belum sadar?" tanya Ray sambil memberikan plastik pada Epot lalu memperhatikan Bule.

"Betah dia tidur, banyak janda kali di mimpinya," balas Epot membuat semuanya tersenyum geli. Saat seperti ini Epot lebih berguna menghibur dari hari biasanya.

Ray duduk di samping Jawa dan di hadapannya Kale. "Gapara udah nemuin pelakunya?" mendengar pertanyaan itu Jawa langsung melemparkan kertas yang ia pegang pada Ray sebagai jawaban pertanyaannya.

Selesai membaca Ray tersenyum kiri membaca kebusukan sekolah ternama itu. "Gue malah mikir pelakunya Galang." Ucap Ray.

"Ada bukti?" tanya Kale. Ray menggeleng.

"Nggak juga si, tapi dia hari itu ada di tempat kejadian juga sama Bule, bisa jadikan dia bongkar tempat persembunyian buat bikin Bule menderita?" tanya Ray.

"Lho emang Bule ada masalah sama Galang, bukannya mereka CS eskul?" tanya Jawa.

"Urusannya bukan sama Bule tapi sama gue, mungkin aja tu anak tahu Bule akrab sama gue," balas Ray.

"Yakin lo?" tanya Epot.

Dengan mudahnya Ray mengangguk. "Lo pada tahu kan Galang benci banget sama gue, dia mungkin niat nyakitin orang terdekat gue biar gue semakin jauhin Kakaknya," tutur Ray.

"Demi apapun logis!" ucap Jawa bersemangat.

"Lo ada keahlian juga Ray." Kata Epot yang langsung terkena tendangan dari Ray. Dua teman Kale yakin Galang pelakunya hanya Kale yang tak yakin.

"Lo ada nomer Galang?" Tanya Kale pada Jawa.

"Ada, ngapain?" tanya Jawa.

"Ajak-ajak kalau mau nangkap tu anak," imbuh Epot.

Sejujurnya Kale tak ingin memberitahu sebab teman-temannya akan gegabah. "Nggak gue ada perlu urusan Anya." Kilah Kale lalu anak itu mengambilkan ponsel Jawa kepada pemiliknya. "Kirim."

Bunda Risa menelpon Kale pun berpamitan kepada teman-temannya. "Yoi hati-hati," ucap Ray.

Di perjalanan Kale mengirim pesan pada Galang.

08xxxx:
Ini gw Kale, nti sore ketemuan tmpt yg gw krm mau bahas soal Bule.

Lalu Kale mengirim tempat pertemuan mereka nanti. Galang terkejut membacanya, ia takut Kale membahas soal Anya.

Sore harinya Galang datang di tempat yang Kale sebut, mereka duduk berdua berhadapan. "Kenapa Bule?"

"Kenapa sekolah Gapara nyalahin Bule?" Tanya balik Kale dengan wajah datarnya.

"Gue baru denger sumpah, yang bikin keputusan pasti kepseknya langsung, dia emang agak sedikit egois," ucap Galang yang sudah lumayan mengenal kepsek di sekolahnya.

"Lo yakin dia?" tanya Kale.

Galang menggeleng. "Ya nggak lah, apa coba tujuannya?"

"Bule ada hubungan apa sama Chika?" Tanya Kale. Galang terdiam beberapa detik.

"Chika adiknya Haikal?" Tanya balik Galang membuat Kale yakin ini adalah titik terangnya.

"Iya, dia sekolah di Gapara kan kelas tiga?" Galang mengangguk.

"Mereka deket, bahkan sempet denger kabar kalau mereka jadian," balas Galang. Kale tersenyum kiri mendengarnya.

Kenapa Bule tak pernah mendapatkan gadis yang benar-benar mencintainya? selalu saja ia dimanfaatkan.

"Chika pelakunya," ucap Kale membuat mata Galang membulat.

"Hah maksud lo?" Kale pun menceritkan tentang masalah Bule dan Ray di waktu dulu secara detail hingga Galang langsung paham.

"Iya dari awal juga gue curiga sama Chika." Kata Galang saat cerita itu berakhir. "Hari itu setelah tanding dari Jailen dia tiba-tiba minta gue buat bongkar tempat rahasia, waktu itu wajahnya keliatan panik banget, mungkin dia pikir dengan datangnya gue kedalam bakalan selamatin Bule, karena Chika takut kehilangan Bule."

"Artinya anak itu jatuh cinta sama Bule dan khianati Haikal?" Galang mengangguk. Kedua orang yang sama-sama cepat tanggap akan dengan mudah nyambung seperti ini.

"Gila ya pantes aja gue akhir-akhir ini susah buat ketemu dia karena dia takut ketemu gue," ucap Galang tak habis pikir.

"Gue harus tanya langsung sama Chika." Ujar Kale.

"Dia tau lo temennya Bule bakalan ngehindar juga kali," balas Galang. Mereka mengobrol seolah lupa dengan masalahnya dengan Anya.

"Nggak mungkin kita kejar-kejar dia," jawab Kale kemudian terjadi hening, keduanya sama-sama berpikir mencari jalan keluar.

Tak lama Kale kembali membuka suara. "Selain Bule Chika punya temen deket?"

"Ada si Elkino, dia satu eskul sama gue," balas Galang membuat rencana Kale akan berhasil.

"Kapan lo eskul?"

"Ngapain?" tanya balik Galang.

"Jawab aja si," ketus Kale, Galang harus sabar.

"Besok," balas Galang.

Kale merubah posisi duduknya dan menatap lekat mata Galang. "Besok lo bajak handphone dia kirim pesan ke Chika suruh ketemu disini, pasti nggak akan nolak," ucap Kale.

"Lo pinter sumpah," puji Galang. Kale bangkit dari duduknya dan pergi begitu saja meninggalkan Galang. "Kale bukan lagi saingan gue, dia emang seharunya dapetin Anya." Kata Galang sambil tersenyum sedih.

Sesuai rencana yang Kale perintah keesokan harinya Galang membajak ponsel Elkino saat laki-laki itu tengah berganti baju.

"Yes berhasil!" kata Galang dengan senyum penuh kemenangan.

Chika datang ke tempat yang Elkino suruh, dia diam menerka-nerka apa yang akan teman kecilnya itu katakan padanya. Sungguh Chika terkejut saat yang datang malah Galang dan Kale, ia pun segara bangkit.

"Mau kemana?" tanya Galang dengan smiriknya. Sedangkan Kale menahan Chika dengan memegang kedua pundaknya agar Chika kembali duduk.

Terlihat bibir Chika yang mulai pucat, ia menela Saliva di mulutnya. "Duduk dulu santai," kata Kale sambil mengambil bangku dan duduk mendekati Chika begitupun Galang.

"Lo berdua ngejebak gue?" tanya Chika..

Galang dan Kale bertatapan. "Bukannya lo dan Abang lo yang ngejabak Bule?" tanya balik Kale dengan wajah dinginnya.

"Nggak usah sok tahu!" jawab Chika. Gerak-gerik Chika menunjukan jika gadis ini tengah ketakutan.

"Dari ledakan hari itu kenapa lo susah gue temui?" tanya Galang dengan alis yang terangkat satu.

"Gue ada kok," balas Chika.

"Ada tapi nggak mau ketemu gue kan?" tanya Galang.

"Lo sejak kapan sok tahu?" tanya Chika ketus.

"Lo sendiri sejak kapan panik ketemu gue dan Galang?" Tanya Kale.

"Bilang sama gue kalau lo bukan cewek suruhan Haikal." Kata Galang dengan penuh keyakinan.

"E-e-mang bukan!"

"Jujur banget jadi orang," imbuh Kale.

"Ngaku deh chik, lo kalau masuk penjara juga bakalan gampang bebas," kata Galang.

"Tapi nama baik gue?" tanya Chika dengan mata memerah.

"Kalau lo nggak ngaku nama baik gue sama Bule yang tercoreng, lebih parah mana?" tanya Galang.

Chika menelan saliva di mulutnya lalu menatap pada Kale. "Lo juga kesini buat bersihin nama Bule dan biarin nama gue tercoreng?"

"Lo yang salah," balas Kale ketus.

"Egois lo Le." Ucap Chika dengan mata berkaca-kaca.

"Egois itu kebutuhan bukan kemauan," balas Kale membuat mata Chika semakin merah.

"Jadi masih mau bohong?" tanya Galang. Chika malah menunduk karena bingung.

"Chika." Panggil Kale.

Gadis tersebut menoleh pada Kale. "Gue tahu lo cinta sama Bule atas permainan yang lo buat, Bule bukan sekali ini dikhianati cewek, dan sekarang kalau dia sadar bakalan sehancur apa hatinya saat tahu kebenaran ini, bahkan dia bisa lebih hancur kalau lo menutupi dan biarin Bule yang baru sadar masuk ke sel," ucap Kale dengan mata teduhnya membuat air mata Chika turun begitu saja.

Ucapan Kale membuat Chika mengingat Anisah. "Gue nggak tahu harus gimana, disatu sisi gue benci bule atas tindakannya yang bikin Abang gue masuk sel dan gue yang kena imbasnya dan di sisi lain gue cinta sama dia karena dia selalu bisa bikin gue seneng."

"Ikutin kata hati lo, ngaku dan coba berdamai sama masalalu, jangan coba lo inget sakit di masa lalu karena itu hanya bikin repot sendiri," ucap Galang. Chika mengusap air mata di pipinya lalu mengangguk kecil.

Sesudah membujuk Chika. Galang dan Kale pergi berjalan bersama menuju parkiran. Motor Galang terparkir bersebalahan dengan mobil Kale, Galang memasukan kunci motor dan menghidupkannya lalu menoleh pada Kale. "Lo nyerah sama Anya?" Tanya Galang.

Kale melihat pada Galang, lalu mengangguk kecil. "Udah kebongkar semua, yang artinya permainan udah selesai," balas Kale.

"Tampang doang jentelmen tapi aslinya suka mainin cewek, payah lo," ucap Galang.

"Ngaca," balas Kale membuat Galang terkekeh kecil, kemudian laki-laki itu menutup kaca mobil dan pergi meninggalkan Galang. Benar juga yang dikatakan Kale.

Kekuatan cinta yang akhirnya membuktikan kebenaran tersebut, keesokan harinya Chika mengakui semua kesalahannya pada kepsek dan ia langsung di DO dari sekolah. Itu mungkin keputusan terbodoh yang pernah Chika ambil tapi Chika akan lebih bodoh bila ia terus menutupi kebenaran. Jelas kesekuanseinya ia diasingkan dari masyarakat dan Haikal sangat marah, tapi tenang dalam kesepian itu Galang akan menemani gadis tersebut sampai ia bisa kembali bangkit dan mengukir senyuman paling manisnya.

Satu masalah telah selesai Kale bereskan. Epot, Jawa dan Intania sangat berterimakasih pada Kale. "Nanti kita makan-makan ya Nenek yang bayarin," kata Intania yang dijawab anggunkan oleh ketiganya.

"Bunda itu tadi suara Kak Anya?" Tanya Ica yang tiba-tiba datang ke dapur sontak Anya yang tengah mengobrol dengan Risa menutup mulut dan mengendap-ngendap pergi.

"Bukan sayang, eh udah pinter jalannya ayo kita jalan-jalan kebelakang taman," kata Risa lalu memegang tangan putri kecilnya itu.

"Kok kaya suara kak Anya ya Bun." Balas Risa.

"Kamu kangen ya sama Kak Anya jadi keinget suaranya?" tanya Bunda sambil menjawil hidung Ica.

Ica semakin membaik, kulitnya juga semakin putih tapi badannya jadi lebih kurus. Anya sendiri cerianya hilang, ia malah lebih banyak melamun dan tiba-tiba saja air matanya turun tanpa izin dari tubuhnya. Keadaan apapun pikiran Anya tetap dipenuhi oleh kedua laki-laki bajingan tersebut, apa lagi Kale yang merasa sangat tak bersalah pada Anya, serasa Anya ingin mencabut jantung laki-laki itu.

                              🐟🐟🐟

Walau terasa sangat pahit Kesepian itu Anya nikmati setiap harinya, Galang juga bila di sekolah terus memperhatikan Anya dari jauh, jelas mereka sama-sama terpuruk. Dari kecil hingga sekarang Anya tak terbiasa berjalan sendiri tapi sekarang takdir memaksanya untuk kuat dalam situasi yang sebelumnya tak pernah ia bayangkan.

Rasanya hari ini sedih itu semakin bertambah ditambah awan gelap yang membuat Anya semakin tenggelam dalam kesedihannya, Anya duduk di halte bus sambil menatap kosong kearah jalan. Hujan turun membahasi tubuh Galang yang tengah memperhatikan Anya dari jauh, posisi Galang tengah duduk di motornya. Karena hujan tak kunjung reda Anya pun menerobos hujan itu dan berjalan tanpa peduli dengan kesehatannya, ia merasa sudah sangat kuat dilatih dari masalah yang selalu mendatangi dirinya.

Galang berdecak kesal, kenapa juga Anya harus membiarkan dirinya terkena air hujan, ia bisa saja sakit, motor Galangpun hidup dan ia mengikuti Anya dari jauh.

Apa yang Galang katakan benar, malam harinya Anya demam tinggi karena tubuh nya tak biasa terkena air hujan sedikit pasti akan langsung sakit.

"Kasus Bule udah terungkap Bang?" Tanya Risa ketika mereka makan malam.

Kale mengunyah seraya mengangguk. "Di DO atau di penjara?" tanya Febrianto

"Di penjara juga pake duit cepet kelar masalahnya," balas Kale tanpa menoleh pada seseorang yang bertanya.

"Nyah non Anya demam tinggi di kamarnya," ucap Bi Isma membuat semua yang tengah makan langsung menoleh. Keuda orang tua Kale langsung bergegas membawa Anya kerumah sakit. Kale tak ikut ia menunggu di rumah sambil menjaga Ica.

"Kenapa bisa sakit Bi?" Tanya Kale yang tengah membuatkan jus untuk Ica.

"Tadi pulang sekolah hujan-hujanan," balas Bi Isma.

"Sengaja?" Bi Marni menggeleng.

"Non Anya cuma bilang dia hujan-hujan aja, matanya sembab juga den, ada masalah kali ya?" tanya Bu Isma membuat Kale sangat cemas.

"Bodoh," umpat Kale dengan mata kosongnya. Selama menemani Ica Kale banyak melamun, Anya sakit saja ia sangat cemas apa lagi nanti bila jauh.

Memangnya Kale sangat jahat pada Anya, tapi ia juga tak tega jika gadis itu sakit atau jauh darinya. Hati tak bisa dengan mudah dibohongi.

Setiap hari Epot, Kale dan Jawa berharap Bule bisa sadar dan kembali bercanda ria bersama karena rasanya sangat sepi sekali. Tapi harapannya itu setiap harinya tak pernah terkabul Bule tetep betah tidur, entah apa yang tengah ia mimpikan itu.

"Udah enam bulan Bule tidur," kata Epot saat mereka bertiga berkumpul di ruangan Bule.

"Banyak yang berubah tapi cuma Bule yang nggak ikut perubahan tersebut," balas Kale sambil mengingat perihal dirinya dengan Anya.

Semakin lama Anya mulai terbiasa dengan kesepian dan kehampaan ini, tak terasa ia menjalani itu sampai ujian kenaikan kelas. Sebelum besok ia ujian dan pusing dengan soal-soal di kertas, Anya ingin merefreshkan otaknya dengan membeli es doger yang sudah lama tak membelinya lagi, dari pulang sekolah gadis itu langsung meluncur sendirian ke warung Mang Dadung.

Susana di warung ini jadi sangat berbeda yang tadinya selalu terlihat sejuk sekarang jadi gersang, banyak pohon-pohon yang ditebang. "Neng Anya baru kesini lagi," ucap Mang Dadung. Anya tersenyum manis.

"Iya, mau kesini tapi banyak tugas mang Anya kan sekolahnya bukan di Alberto lagi," balas Anya.

"Di sekolahan elit ya? karna bisanya kalau sekolah elit tugasnya banyak," ucap Mang Dadung membuat Anya tertawa kecil.

"Iya Mang, Mang Anya mau es Doger satu ya," kata Anya.

"Tunggu ya cantik," jawab Mang Dadung lalu membuatkan untuk Anya.

Tempat ini adalah tempat termanis antara Anya dan Kale kala dulu, mengingatnya membuat Anya menahan sesak di dada, hatinya merasakan pilu bercampur bahagia. Apa semua tidak bisa diulang kembali? setidaknya sekali sebelum Anya pergi ke Inggris meninggalkan semuanya yang ada di Indonesia.

"Neng Anya ngelamun aja, nggak baik heh," ucap Mang Dadung seraya memberikan pesanan Anya.

Anya langsung tersadar dari lamunannya. "Waaaah enak ni, dikasih diskon nggak?" tanya Anya mencoba baik-baik saja.

Mang Dadung duduk di depan Anya. "Nggak usah diskon-diskon lah buat neng Anya mah gratis aja," kata Mang Dadung.

"Eh serius Mang?" Tanya Anya dengan senyumannya seraya mengaduk es doger.

Sebagai balasan Mang Dadung mengangguk. "Iya atuh Mamang serius, kamu kan sama Kale pelanggan awal Mamang yang dulu ngga pernah absen, eh si Kale kemana atuh?"

Satu suapan masuk kedalam mulut Anya, rasanya sedikitpun tak pernah berubah selalu sama, enak dan segar. "Ada, cuma dia sibuk apa lagi sekarang dia kelas tiga di semester dua Mang."

"Oh iya atuh, kapan-kapan ajak dia kesini Nya soalnya kapan lagi kan," ucap Mang Dadung dengan wajah sedihnya.

Kening Anya berkerut. "Lho kenapa memangnya Mang?"

"Warung Mamang bakalan pindah agak jauh dari sini," ucapnya membuat Anya terkejut.

"Ada apa Mang?" Tanya Anya.

Mang Dadung melihat kesekeliling. "Udah banyak pohon yang ditebang, tanah ini mau dibikin gedung oleh pemerintah, Mamang juga disuruh pindah tempat dagang ... ya gimana ya atuh," keluh Mang Dadung.

Mendengar itu hati Anya semakin sakit, artinya semua kenangan Anya dan Kale di tempat ini akan hilang secara menyeluruh. "Anya ikut sedih Mang, ini kan dulu tempat basecamp Anya sama Kale banget," kata Anya membuat Mang Dadung tersenyum mengingat mereka berdua.

"Nanti kalau kalian udah nikah dan punya anak bawa jajan ke warung Mang Dadung yang baru ya," ucapnya yang tak tahu kalau Kale dan Anya sudah putus.

"Hahaha, siap Mang!" Balas Anya lalu menghabiskan es doger tersebut.

                             ********

Continue Reading

You'll Also Like

1.6M 133K 61
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...
ALRES By ⛓️

Teen Fiction

333K 19.3K 29
❗DI JAMIN ALUR CERITA GAK AKAN KETEBAK ❗ ___________________________________________ -Antara Aku, Kamu, dan Sandiwara- Tentang Alres Anibrata, cowok...
3.4K 379 55
Kecemburuan yang membawaku masuk dalam sebuah permainan ••• Gamma Alteriano Roushter, ketua geng Aexprea, geng paling terkenal di sekolahnya, Haylan...
1.1K 133 35
[Ditulis hingga tamat sebelum dipublish] Mungkin bisa disebut dengan sebuah karma. Sepan yang selalu membully Tiana, berbalik mencintainya. Kata ora...