WEDDING BRUNCH [COMPLETED]

By Kaggrenn

1.9M 229K 16.4K

"Daripada galau tiap hari, kenapa nggak nikah sama gue aja? You know me. I'm a good man. Cowok kampret takut... More

a fresh start
prolog
1 | prahara design undangan
2 | celebrity sexolog?
3 | mutual friend
4 | sayang?
5 | height difference
6 | ngiler
7 | terhimpit
8 | nggak lagi punya wibawa
9 | baper tapi gak mau ngaku
10 | [super duper] over budget
12 | alay?
13 | after office hours
14 | figuran prewed
15 | sekali seumur hidup sebelum married
16 | chuck a sickie
17 | long time no see
18 | gusti yang perlu meditasi
19 | shopaholic
20 | king kong dan ann darrow
21 | jangan terlalu berharap, gus!
22 | so-called support system
23 | yang ngumpet di lemari
24 | ldr itu berat
25 | balik ke perut ibu
26 | bachelor-bachelor bangsat
27 | kegoblokan hakiki
28 | tak ada gading yang tak retak
29 | malam ini gak diitung
30 | wedding brunch
31 | otw midnight flight
32 | pending business
33 | akhirnya unboxing juga
34 | pemecah rekor first time iis
35 | last courses
36 | bathrobe yang tidak diinginkan
37 | masih butuh afirmasi
38 | not in the water
39 | honeymoon crashers
40 | too old to be called cute
41 | dipelototin bini pagi-pagi
42 | last cungpret standing
43 | anxiety reliever ala suamik
44 | losmen bu prawirodiprodjo
45 | hasil testpack
46 | that vacheron contantin
47 | back to the norm
48 | rencana ekspansi bapak sultan
49 | vice versa
50 | emergency call
51 | man to man
52 | are we not done yet?
53 | woman to woman
54 | last encounter
55 | a little carried away
56 | at least I'm tryin'
57 | healing hurts more than the wound
58 | embun di ujung rumput
59 | tepat di tengah
60 | turning point
61 | promise to be gentle?
62 | ujug-ujug
63 | baby brunch
64 | ibu iis jamilah prawirodiprodjo selalu benar
65 | berat, kamu nggak akan kuat
epilog

11 | [ruang tamu] sepi

30.3K 4K 165
By Kaggrenn

Lagi-lagi ciVelan22, sama ndaaaaa_9 yang komen paling banyak di chapter sebelumnya, cek pesan yaa.




11 | [ruang tamu] sepi



IIS ketiduran. Di sebelah Gusti, di karpet ruang tamu. Dalam posisi duduk bersandar di pundak sang pria.

Gusti jelas jadi nggak fokus ngapa-ngapain dari tadi. Sibuk senyam-senyum sendiri.

Gimana enggak, dalam sehari rasanya hubungan mereka berdua telah berkembang pesat. Yeah, well, nggak usah diingat-ingat lagi betapa tekornya Gusti, yang harus bongkar celengan demi bisa tetap menyelenggarakan resepsi. Tapi terlepas dari itu, dia sangat bersyukur akan apa yang sudah mereka lewati sejauh ini.

Kebayang nggak sih, Iis waktu kuliah dulu songongnya minta ampun dibanding semua cewek di circle mereka. Mentang-mentang semua program kementeriannya di BEM nggak pernah ada evaluasi sama sekali. PKM DIKTI sering lolos pembiayaan. IP tiap semester selalu nyaris empat.

Boro-boro Iis pernah notice keberadaan Gusti—biarpun yang bersangkutan nggak pernah absen ikut nongkrong ke mana pun geng mereka pergi. Bahkan liburan ke Thailand Gusti jabanin, dengan nggak jajan sebulan.

Di mata Iis, cowok-cowok B aja, cenderung payah, kayak Gusti ini jelas invisible.

Saat mendirikan Relevent pun, meski akhirnya dia dan Iis menjadi cukup dekat, Gusti yakin kalau pun di dunia ini tinggal dia satu-satunya cowok jomblo, belum tentu Iis akan meliriknya.

Iya juga sih. Waktu itu Iis memang masih punya pacar, dan hubungan mereka baik-baik saja. Jelas dia nggak khawatir nggak dapet jodoh waktu itu.

But now ... gila nggak? Semesta emang jago membolak-balik jodoh. Bikin dua manusia yang nggak pernah saling suka, nggak pernah kepikiran bakal hidup bersama, malah bersatu.

Bahkan hingga tahun lalu saja Gusti masih mengira bahwa pernikahan adalah hal yang baru akan dia pikirkan setelah minimal masuk kepala tiga alias tahun depan, saking ekstrimnya fase itu. Eh, ternyata sekarang dia sudah menemukan seseorang yang membuatnya langsung yakin, nggak perlu menunda-nunda lagi. Dan orang itu tidak lain tidak bukan adalah teman yang hampir setiap hari dia temui.

Lamunan Gusti mendadak buyar dengan adanya pergerakan Iis di pundaknya.

Gusti lalu menangkap bahu sang wanita tepat sebelum kepalanya jatuh terkulai ke lantai.

Pria itu lalu menghela napas panjang. Heran, maklum, geli, jadi satu.

Setelah resmi bertunangan, memang Iis jadi tampak berbeda di matanya.

Cewek yang selalu terlihat bisa hidup sendiri itu mendadak jadi ... nggak mungkin dia biarkan hidup sendiri lagi.

Lihat aja, Iis kalau duduk dengan kaki terlipat begini, saking kecil badannya seolah bisa muat masuk ke koper. Gimana Gusti jadi nggak sayang kalau lucunya ngalah-ngalahin kelinci peliharaan adiknya begini?

Setelah menggeser laptopnya ke tengah meja agar tidak jatuh tersenggol, dengan satu tangan lainnya masih memegangi bahu Iis, pria itu lalu mengangkat sang wanita ke gendongan. Kemudian mencoba berdiri.

Untung Iis kemungkinan besar cuma empat puluhan kilo beratnya. Jadi Gusti nggak perlu terlalu bersusah payah.

"Gus?"

Wanita dalam tangkupan kedua lengannya itu tiba-tiba saja sudah mengerjapkan mata, bahkan sebelum Gusti sempat membawanya pergi selangkah pun.

"Gue gendong ke kamar, ya?" Karena Iis sudah terlanjur bangun, jadilah dia minta izin sekalian.

"Gue berat, kali." Iis menggumam, tampak tidak enak hati. Dengan mata menyipit karena silau dan mengantuk.

"Mana ada lo berat?" Gusti mendengus pelan, lanjut berjalan menuju kamar Iis, kemudian meletakkannya perlahan di atas kasur.

Iis mesem tanpa membuka mata ketika kemudian calon suaminya itu membantu membetulkan posisi bantal dan menyelimutinya seolah dirinya ini anak kecil.

"Good night, Gus." Iis mengucapkannya seraya kembali bersiap tidur.

Gusti duduk di sisinya, mengulurkan tangan untuk mengelus pipinya. "Gue balik ke Setiabudi ya, Is." Pria itu berbisik.

Iis yang belum benar-benar merem langsung melek lagi.

"Ngapain? Udah malem banget."

"Ada yang ketinggalan buat kerjaan besok. Repot kalau pagi-pagi mesti balik dulu. Muter-muter kan, jadinya?"

Iis seperti ingin mengatakan sesuatu, tapi batal. Ucapan Gusti ada benarnya. Memang bakal repot. Mana belum tentu besok mereka berdua bisa bangun pagi.

Gusti lalu melanjutkan. Menggoda. "Sepi ya, nggak ada gue di ruang tamu?"

Iis cuma manyun, membuat Gusti tersenyum geli karena merasa diiyakan.

"Besok pagi kalau nggak kesiangan gue samper deh."

Iis masih manyun. "Perlu dibangunin?"

"Boleh." Gusti mengangguk. "HP nggak gue silent."

Iis lalu meraih tangan yang sedari tadi menangkup pipinya itu, kemudian mencium punggung tangannya.

"Good night." Wanita itu berujar sebagai penutup.

Gusti berdiri dari pinggir kasur dengan enggan. "Sumpah kalau elo semanis ini, gue jadi makin nggak sabar mau bawa pulang."

Iis tertawa pelan. "Pulang ke mana? Bukannya abis married, kamu yang mau pindah ke sini?"



... to be continued

Continue Reading

You'll Also Like

67.5K 4.2K 38
"Aku bersedia jadi istri kedua Prabu." - Praya, 24 tahun. Bagi Praya, mencintai Prabu sama halnya dengan pungguk yang merindukan bulan. Praya hanyala...
1.9M 47.4K 28
Dimas Arya Mahesa adalah paket lengkap sosok impian semua wanita. Atlet taekwondo, pintar dan sangat cool. Jangan lupakan pula statusnya sebagai putr...
483K 36.1K 51
Irish ragu dengan apa yang ia lihat kali ini. Ia tidak minus. Seratus persen ia yakin pandangannya tidak bermasalah. Dia juga tidak punya kemampuan u...
102K 7.7K 53
Naksir bapak kos sendiri boleh gak sih? boleh dong ya, kan lumayan kalau aku dijadikan istri plus dapet satu set usaha kosan dia