Elemetal Foréa

By TitanPTY

112K 4.3K 362

Aku tidak percaya tentang ramalan seseorang. Tapi, takdir punya rencana lain. Karena entah kenapa, seluruh ke... More

Prolog
Reizen I - Osilon Village : Part 1
Reizen I : Part 2
Reizen I : Part 3
Reizen I : Part 4
Reizen I : Part 5 (Last part)
Reizen II - Vânt City : Part 1
Reizen II : Part 2
Reizen II : Part 3 (Last part)
Reizen III - Weldron Forest : Part 1
Reizen III : part 2
Reizen III : Part 3
Reizen III : part 4 (Last part)
Reizen IV - Aéra City : Part 1
Reizen IV : part 2
Reizen IV : part 3
Reizen IV : part 4 (last part)
Reizen V - Weldron Forest 2 : Part 1
Reizen V : part 2
Reizen V : part 3 (last part)
Reizen VI - Ravenos City : Part 1
Reizen VI : part 2 ( Kitrino's POV)
Reizen VI : part 3
Reizen VI : part 4
Reizen VI : part 5 (last part)
Reizen VII : part 1
Reizen VII : part 2
Reizen VII : part 3
Reizen VII : part 4
Reizen VII : part 5 (last part)
Reizen VIII : part 1
Reizen VIII : Part 2
Reizen VIII : part 3
Reizen VIII : part 4
Reizen VIII : part 5 ( last part)
Reizen IX : part 1
Reizen IX :part 2
Reizen IX : part 3
Reizen IX : part 4
Reizen IX : part 5 (last part)
Reizen X : Duel of Destiny ( part 1)
Reizen X : part 2
Reizen X : part 3
Reizen X : Part 4
Reizen X : part 5 ( last part)
Reizen XI : Part 1
Reizen XI : part 2
Reizen XI : Part 3

Reizen IX ( Bonus Part: Lacie's POV)

1.4K 69 2
By TitanPTY

Well, ini yang saya janjikan :3 Tapi maklumin aja kalo aneh ya XD

Yg ini bikinnya waktu belum punya skill sama sekali X(

Anyways, enjoy the reads! =)

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Malam yang indah untuk festival yang menyenangkan.

Aku menikmati pesta dansa pertamaku di festival Vósien ini bersama kakak. Walaupun ada perasaan yang mengganjal dihatiku. Setelah beberapa menit berdansa bersama kakak,aku berganti pasangan bersama paman Elroy. Kini aku berdansa dengan paman Elroy. Untuk sesaat aku merasa paman Elroy seperti pengganti ayah. Aku sangat merindukan ayah. Andai saja ayah masih berada di sini dan berdansa denganku. Aku membuang perasaan itu jauh - jauh dariku malam ini sebelum air mataku merembes keluar.

Aku tidak lama berdansa dengan paman Elroy. Kakak kembali menjadi pasangan dansaku. " Apakah kau kecewa karena pasangan dansa pertamamu adalah aku alih - alih ayah, Lacie?" Bisik kakak tepat ditelingaku. Membuat punggunggu menegang untuk beberapa detik.

" Tidak. Aku menyanyangkan ayah tidak ada di sini bersama kita. Tapi, aku tidak kecewa berdansa bersamamu, kak."

" Hmm, kalau begitu apa yang sedari tadi mengganggumu? Wajahmu kelihatan cemas. Ah. Apa karena Vanir belum menemui sejak kalian berpisah di depan gerbang tadi?" Pertanyaan kakak sangat menusuk.

Aku memang menceritakan insiden bunga itu pada kakak. Dan reaksinya sama persis dengan Vanir. ' Tidak usah cemaskan masalah itu. Semuanya akan baik - baik saja.' Itu adalah reaksi yang paling tidak kuinginkan saat itu. Sebenarnya, aku tidak terlalu mempermasalahkan tentang para pembunuh bayaran itu. Aku sudah terbiasa diincar mengingat posisiku sebagai putri kerajaan Astéreia ini. Walaupun aku sedikit terkejut sekarang mereka menggunakan anak kecil untuk mengirimkan racun seperti tadi pagi. Tapi, hal yang paling menggangguku adalah Vanir tahu hal itu dan ikut melindungiku. Itu sangat mengganggu. Aku tidak suka orang yang berada didekatku ikut terancam karenaku. Walaupun aku yakin dia bisa mengatasi orang - orang itu.

" Dia sudah berjanji akan kemari bukan? Kurasa dia bukan orang yang suka mengingkari janjinya. Nah, benarkan. Itu dia." Gumam kakak pelan diatas kepalaku. Aku menoleh mengikuti arah pandangan kakak. Dan disana dia. Dia sedang membelakangiku. Sepertinya dia akan segera meninggalkan festival. " Kau mau mengikutinya, Lacie?" Aku mengalihkan pandanganku kembali ke kakak. Aku tidak bereaksi apapun. Tapi, kakak mengerti apa yang kuinginkan. Dia menyudahi dansanya denganku. Lalu menarikku pelan keluar dari arena dansa.

" Temui dia kalau kau memang mencemaskannya." Kakak mendorongku pelan kearah jalanan.

Aku tidak bisa berkata - kata. Aku merasa malu karena ketahuan kakak mencemaskan seseorang. Terlebih itu adalah Vanir. Seseorang yang dekat dengan kakak. Aku melihatnya sekilas sebelum aku berjalan menembus kerumunan disekitar alun - alun kota.

Aku berjalan menuju timur kota. Kemungkinan besar Vanir pasti menuju taman Legidösse. Dia kan selalu menghabiskan waktunya disana. Entah untuk tidur atau bermain dengan burungnya.

Dimana orang itu? Kenapa cepat sekali jalannya? Kalau saja aku tidak menggunakan rok ini, aku pasti sudah berlari mengejarnya. Gerutuku sebal dengan rok yang kupakai.

" Tuan Putri? Bisa minta waktu sebentar?" Seseorang menarikku ke arah gang kecil. Aku menoleh ke arah orang itu. Mendapati seorang wanita paruh baya yang berpakaian kumuh.

" Eh, maaf aku harus ke suatu tempat. Aku sungguh minta maaf." Aku menjauhkan tanganku dari ibu - ibu itu. Tapi dia mencengkram tanganku dengan kuat.

Tiba - tiba sebuah tangan besar menghentakkan tangan renta wanita itu.

" Maaf nyonya, sekarang Tuan Putri sedang ada urusan denganku. Permisi." Tangan besar dan hangat yang tadi menepis tangan rapuh wanita itu merangkulku keluar dari gang kecil itu. Aku mendongak kearah pemilik tangan itu.

" Kau tidak belajar dari pengalaman tadi pagi, Lacie?" Vanir menatapku dengan mata biru langit sayunya.

" Vanir..."

" Apa? Kenapa memandangku seperti itu? Dan kenapa pula kau pergi sendirian tanpa pengawal sama sekali?" Nada suaranya tinggi.

" Urg, kenapa kau jadi marah - marah padaku? Aktu mencarimu tahu." Gerutuku. Kenapa juga dia mesti marah - marah?

Dia terdiam. " Karena kecerobohan kecilmu itu membahayakan nyawamu. Sekarang, kenapa kau mencariku?" Dia melepaskan rangkulan tangannya di leherku.   

Nah, sekarang aku harus menjawab apa? Tidak mungkin kan aku menjawab karena aku mencemaskannya? Hancur sudah kredibilitasku di hadapannya. Tadi kredibilitasku sudah hancur di depan kakak. Masa kredibilitasmu hancur di satu malam. Ayo putar otakmu Lacie! Kau adalah putri negara ini bukan?!

" Er, aku mencarimu karena kau sudah berjanji padaku akan datang saat festival tapi kau tidak muncul. Vanir, kau mendengarkanku? "Eh, yang nanya malah tidak fokus matanya.

Aku memandangnya dengan alis terangkat. Dia tidak tahu apa aku sudah hampir menghancurkan kredibilitasku untuk menjawab pertanyaannya?

Dia tidak menjawab. Sekarang aku memandangnya lekat - lekat. Matanya tidak fokus dan tubuhnya berkeringat. Dia memejamkan matanya. Tanganku ingin memegang dahinya, tapi karena dia terlalu tinggi untuk kuraih, akhirnya tanganku bergerak ke leher putih pucatnya yang terbuka. Lehernya panas. Bersamaan dengan tanganku yang menyentuh lehernya, mata Vanir terbuka. Matanya sudah sedikit fokus dan sekarang dia memandangku.

" Badanmu panas. Kamu sakit?"

" Badanku selalu panas. Aku elemetal foréa api ingat? Tanganmu saja yang dingin. " Tangan panasnya menarik tanganku dari lehernya. Tapi dia tidak melepaskan tanganku dari genggamannya. " Tanganmu dingin sekali." Gumamnya.

" Tanganku tidak dingin. Tapi tanganmu yang kelewat panas. Tubuhmu memang hangat, tapi tidak sepanas saat ini. Lagi pula seluruh tubuhmu berkeringat seperti itu." Aku menarik tanganku, tapi Vanir tidak melepaskan genggaman tangannya.

Aku sudah merasakan banyak tatapan penasaran mengarah ke kami. Pipiku mulai memanas. Urg. Dia kembali memejamkan matanya.

" Kau mau kuantar kembali ke festival, Lacie?" Tanyanya dalam mata tertutup sambil melepaskan genggamannya. Dia membuka matanya dan berbalik badan menuju alun - alun kota. Tapi, aku tidak mau diantar ke festival. Dan refleks tanganku menarik tuniknya. Aku melihat perban disekiling perut kanannya. Dia berhenti dan membalikkan tubuhnya ke arahku.

" Aku tidak mau kembali ke festival. Aku mau kau ke tabib kastil untuk diperiksa."

Dia memandang langsung ke mataku. Urg. Aku tidak boleh kalah oleh tatapannya yang menusuk itu. Cukup lama dia menatapku sebelum dia mengalihkan tatapannya dari mataku. " Tolong Lacie. Kau boleh minta aku kemana saja asal jangan ke kastil. Aku tidak suka berurusan dengan tabib. Kalau kau anggap aku memang sakit." Katanya lelah.

" Kalau begitu kita ke taman Legidösse. Aku sendiri yang akan memeriksamu. Kau tidak boleh mengelak kali ini." Aku menarik tuniknya lebih keatas. Membuat perbannya makin terlihat. Vanir menurunkan pandangannya dari mataku ke tanganku yang menarik tuniknya. Dia pasti menyadari kalau aku tahu lukanya.

" Baiklah kita ke taman Legidösse. Aku tidak suka berada di sini sambil diperhatikan banyak orang seperti ini." Gumamnya sambil melepaskan tanganku dari tuniknya dengan tangan panasnya.

Aku baru menyadari para warga sudah membentuk lingkaran disekitar kami. Urg. Pipiku sekarang benar - benar panas. Dan Vanir makin memperkeruh perasaanku ketika dia menggenggam kuat tanganku dan menarik keluar dari lingkaran warga. Vanir berjalan agak cepat kearah taman Legidösse. Tapi, sesekali dia limbung. Darimananya yang tidak sakit? Jalan saja tidak benar begitu.

Ditambah badan panas, keringatan dan ada luka besar itu. Luka? Kemarin tidak ada luka ditubuhnya, kan? Ya. Aku ingat tubuh pucatnya itu tidak ada luka saat kemarin latihan pagi. ( Dia suka main ganti baju seenaknya, padahal ada aku disitu). Jangan bilang itu luka karena masalah tadi pagi? Urg. Aku jadi merasa makin bersalah padanya kan. Aku hanya terus mengikutinya menyusuri jalanan kota menuju taman Legidösse.

Beberapa menit berjalan, aku sudah gatal ingin sekali memarahi orang ini. Sudah tau sakit, tapi masih berkeliaran tidak jelas dan tidak mau dibawa ke tabib. Jalan saja sudah tidak lurus. Aku harus memaksanya untuk membiarkanku memapahnya hingga memasuki taman Legidösse. Aku membantunya duduk bersandar di batang pohon Legidösse. Tubuhnya sudah panas bukan main. Keringatnya juga sudah membanjiri tubuhnya. Matanya juga sudah terpejam.

" Vanir, kau bisa angkat tunikmu sedikit?" Aku berlutut di dekatnya.

" Kenapa aku harus mengangkat tunikku?" Dia bertanya masih dengan mata terpejam.

" Karena aku curiga dengan lukamu terkena racun atau tidak. Aku mau memeriksa luka itu." Bagaimana aku harus mengatakannya? " Um, Vanir, itu luka pagi ini kan? Aku minta maaf." Aku tidak berani menatapnya. Aku hanya bermain dengan kedua tanganku yang ditautkan.

" Kenapa kamu minta maaf? Ini bukan salahmu. Ini kesalahanku." Vanir mengangkat bagian bawah tuniknya dengan susah payah. Memperlihatkan luka yang diperban diperut bagian kanan. Darahnya sudah merembes ke perbannya. Memerahkan perban putih yang melingkari pinggangnya.

Aku membuka lilitan perbannya. Lukanya kecil, tapi mengeluarkan darah sebanyak itu. Ini pasti pengaruh racun. Lihat, ada dua jenis cairan berbeda disekitar lukanya. Cairan yang lebih encer yang berwarna merah kehijauan adalah racun yang sudah bercampur darah. Sementara cairan yang lebih kental dan berwarna merah pekat adalah darah Vanir yang belum tercampur racun. Sebenarnya ini aneh. Biasanya darah yang bercampur dengan racun akan lebih kental dan menggumpal dari pada darah yang bersih. Tapi, darah Vanir..... Tidak! Konsentrasi Lacie! Pikirkan itu nanti!

" Vanir, darahmu sudah tercampur racun. Aku akan mengeluarkan racunnya. Ini akan sedikit sakit. " Aku berkonsentrasi mengumpulkan energiku.

Untung saja aku punya darah ibu, jadi aku punya bakat untuk mengendalikan unsur air. Walaupun bakat itu tidak sebesar bakat mengendalikan unsur tanah yang diturunkan ayah. Aku menarik darah yang sudah tercampur racun itu. Sudah banyak darah yang tercampur. Tidak bagus.

" Urg." Vanir meringis.

" Tahan sedikit lagi, Vanir. Aku hampir menarik seluruh racunnya." Aku sudah menarik setengah racunnya dari tubuh Vanir. Tapi, darahnya banyak yang terambil karena yang sudah tercampur racun juga banyak. Aku takut terlalu banyak yang terambil akan membahayakan nyawanya.

" Aku sudah mengeluarkan seluruh racunnya. Sudah tidak berubahaya, tapi tetap saja kau harus ke tabib untuk minta penawarnya. Untuk meghilangkan efek sampingnya." Aku memandang gumpalan darah yang mengambang diatas telapak tanganku.

Aku memisahkan racun itu dari darah Vanir. Racun berwarna hijau pekat nyaris hitam itu tidak lebih dari 5ml. Bukankah ini racun ular Seitf? Harusnya racun ini sudah membunuhnya tidak lebih dari 2 jam setelah masuk ke tubuhnya. Dan dari apa yang kubaca dibuku, efeknya tidak terlalu jauh berbeda dengan tubuh kaum Nadlis. Apa yang membuatmu berbeda Vanir? Tidak mungkin kau bertahan setelah hampir 10 jam dengan racun itu berada di tubuhmu.

" Kenapa masih berwajah masam begitu? Bukankah sudah tidak berubahaya? Urg. Terima kasih Lacie." Tiba - tiba tangan besar dan hangatnya itu sudah diatas kepalaku.

Aku mengalihkan tatapan mataku dari gumpalan darah yang mengambang ditanganku ke arah Vanir. Satu matanya yang terbuka setengah menatapku lemah. Tangannya masih mengelus pelan kepalaku. Tubuhnya sudah kembali menghangat tidak panas seperti tadi. " Aku lelah. Selamat tidur." Matanya kembali terpejam sambil menarik tangannya dari kepalaku.

Dia sudah tertidur? Dia bisa tertidur dengan tubuh berkeringat seperti itu? Lihat wajahnya itu, penuh keringat seperti itu. Dimana sapu tanganku? Ah ini dia. Untung saja aku tidak meninggalkannya tadi. Aku mengelap keringatnya dari wajah Vanir. Nah, sudah lebih mendingan sekarang wajahnya. Tidak lagi penuh butiran - butiran keringat.

Um, Vanir kalau sedang tidur auranya beda sekali, ya. Terlihat lebih kekanakan dan polos. Coba kalau biasa, alisnya suka berkerut atau naik keatas satu. Suka mengataiku seperti anak kecil lagi. Padahal sendirinya terlihat seperti anak kecil. Mumpung dia sedang tidur tidak ada salahnya kan? Kedua tanganku mencubit kedua pipi Vanir. " Weee, anak kecil!"

Ah, tidurnya nyenyak sekali. Aku jadi tidak enak mengganggunya. Terlebih, entah kenapa sekarang aku juga ikut mengantuk. Aku berinsut dari yang tadi duduk di depan Vanir pindah ke samping Vanir. Aku terlalu banyak memakai energiku tadi. Aku ingin ikut Vanir tidur. Aku menatap Vanir. Nafasnya sudah lebih teratur, keringatnya juga sudah tidak mengucur lagi. Aku sangat berterima kasih atas pelajaranku tentang pengobatan dan kemampuan mengendalikan unsur air yang diturunkan ibu. Syukurlah semuanya baik - baik saja. Angin berhembus kencang. Membuatku semakin mengantuk. Aku... ingin tidur.

Mungkin tidur beberapa menit tidak akan membuatku terjerat masalah.

Ya, hanya be...be..ra..pa me..nit....

Continue Reading

You'll Also Like

678K 42.9K 31
Kanara menyadari dirinya memasuki dunia novel dan lebih parahnya lagi Kanara berperan sebagai selingkuhan teman protagonis pria yang berujung di camp...
3.6M 358K 95
Bercerita tentang Labelina si bocah kematian dan keluarga barunya. ************************************************* Labelina. Atau, sebut dia Lala...
140K 13K 37
Teman SMA nya yang memiliki wangi feromon buah persik, Arion bertemu dengan Harris dan terus menggangunya hingga ia lulus SMA. Bertahun tahun tak ter...
59.3K 588 5
Jatuh cinta dengan keponakan sendiri? Darren William jatuh cinta dengan Aura Wilson yang sebagai keponakan saat pertama kali bertemu. Aura Wilson ju...