Reizen IX :part 2

1.5K 73 7
                                    

Butuh 10 menit untuk melacak aura pria itu. Tapi, tidak terlalu sulit karena dia tidak menyembunyikan auranya dengan baik. Aku menemukannya sedang bersembunyi di dekat sebuah tong sampah di gang kecil di timur kota. Bagus sekali. Timur kota sudah menjadi bagian kehidupanku di kota Ravenos ini. Aku terlalu sering ke bagian timur kota dan sudah hafal seluk - beluk kota bagian timur ini. Aku tahu jalan yang terhubung dengan gang tempat si pria itu berada dimana tidak ada orang yang akan berlalu - lalang di jalan itu. Itu akan memudahkanku dalam menyelesaikannya. Pria itu terkejut bukan kepalang saat melihatku berada di ujung jalan yang cukup ramai. " Saatnya bermain kejar - kejaran." Gumamku pelan.

Pria itu lari ke gang yang sudah kuarahkan. Ke gang yang sangat jarang dilalui oleh orang - orang. Aku bisa saja mengejarnya, tapi aku mengurungkan niatku. Aku ingin memojokkannya terlebih dahulu. Aku hanya ingin tahu siapa yang selama ini mengincar Kítrino dan Lacie. Gang itu buntu. Pria itu berbalik menghadapku dengan tatapan panik dan pasrah. Dia menghunuskan mata pedangnya kearahku.

Sampai saat ini aku belum menarik kedua pedangku dari sarungnya. Aku belum tertarik membereskannya saat ini. Pria itu sedikit gemetar dan dia sangat berusaha untuk meredam gemetarnya. Dia menerjangku. Aku segera menarik kedua pedangku menangkis serangannya. Karena pedangnya membentur kedua pedangku dengan keras, pedang pria itu terlempar ke atas. Sekarang, sepertinya kami berganti peran. Aku yang pembunuh bayaran dan dia adalah targetku. Tanpa banyak serangan lagi, aku membuatnya jatuh tersungkur di bawah kakiku. Pedangku terhunus ke wajahnya yang sudah berubah pucat pasi.

" Siapa yang mengirimmu kesini? Aku sudah bosan berhadapan dengan kalian selama beberapa minggu ini." Pria itu hanya terdiam. Aku menghembuskan nafas panjang. " Baiklah, sepertinya kali ini akan berakhir sia - sia seperti biasanya." Aku semakin mendekatkan mata pedangku ke lehernya.

" Keluarga Asker." Desis si pria dari bibirnya yang terkatup rapat.

Keluarga Asker? Bukankah itu salah satu dari 7 keluarga yang membangun kerajaan ini? Jelas saja Kítrino belum mau membuka kasusnya. Karena memang pasti ada suatu alasan dibalik penyerangannya ini selain merebut tahta dengan status keluarga mereka yang sudah tinggi itu. Terlebih mereka mencalonkan sepupu Kítrino, bukan salah satu dari keluarga mereka. Tapi, aku tidak mau ikut campur masalah itu. Itu adalah masalah Kítrino. Bukan masalahku. Aku hanya perlu menang dalam duel besok. Hanya itu.

" Terima kasih untuk informasinya. Aku tidak akan membunuhmu. Hanya memastikan kau tidak akan lari sebelum para tentara kemari." Aku memuntir tangannya dan menginkatnya dengan lengan baju yang kusobek. Setidaknya itu bisa menahannya untuk sementara.

Aku segera memanggil Rezer untuk mengawasi pria itu selagi aku mencari tentara yang bisa mengamankan pria ini. Aku tidak ingin membunuhnya. Mereka boleh membunuhnya, tapi tidak dengan tanganku. Aku memanggil salah seorang tentara tingkat II yang sedang menuju kastil. Dia mendatangiku. Aku memberitahu apa yang sedang terjadi. Aku mengubah sedikit fakta kalau yang diincar orang ini adalah aku, bukan Lacie ataupun Kítrino.

Tentara bernama Kennard itu mengikuti menuju gang buntu dengan sebuah borgol di tangannya. Pria itu memberontak dengan susah payah. Tapi tangan dan kakinya sudah kuikat, jadi tidak ada yang berarti. Kennard memborgolnya lalu membuka ikatan di kakinya agar dia bisa jalan. Tapi, sialnya dia terlalu lengah sehingga dengan mudahnya Kennard ditendang ke belakang oleh si pria pembunuh bayaran itu. Si pria itu berlari kearahku. Aku sudah menarik kedua pedangku. Tapi, entah darimana dan bagaimana caranya, si pembunuh bayaran tiba – tiba sudah menancapkan sebuah pisau perak kecil di perut bagian kananku.

Rasa sakit menjalar dari bagian perut kanan ke seluruh tubuh. Sebelum rasa sakitnya makin parah, aku menendang pria itu menjauh dariku dan menyabetkan kedua pedangku tepat didadanya. Darah muncrat kewajahku. Pria itu mati seketika. Sial. Aku jadi benar – benar harus membunuhnya. Kalau saja dia tidak melawan, paling tidak dia bisa hidup lebih lama lagi. Sebuah tindakan yang sangat bodoh.

Elemetal ForéaWhere stories live. Discover now