Lacuna [hajeongwoo] || TELAH...

By outersxneils

123K 16.8K 11K

Sequel of Arunica [hajeongwoo] "a blank space, a missing part." Apa yang pertama kali muncul di benak setiap... More

Prologue
Chapter 1: How can?
Chapter 2: What's Wrong?
Chapter 3: Favorite Notification
💌
Chapter 4: Wait For Me
Chapter 5: Care
Chapter 6: Be Honest Please
Chapter 7: He's Weird
Chapter 8: Worth The Distance
Chapter 9: Help Me
Chapter 10: I Miss You
Chapter 11: Badmood?
Chapter 12: Who Is He?
Chapter 13: Trust Me
Chapter 14: Spend A Day
Chapter 15: Disappointed
Chapter 16: Let's Meet Again
Chapter 17: The Act of Neglect
Chapter 18: Way Back Home
Chapter 19: Best View
Chapter 20: Let You Go
Chapter 21: Love, But It Hurts
Chapter 22: Lose Him
Chapter 23: It's Not Fair
Chapter 24: You Deserve To Be Loved
Chapter 26: Don't Leave Me
Chapter 27: I Want You
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32: Choose Me
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36: Unknown Feeling
Chapter 37: Before You Go
Chapter 38
Epilogue
💬
Bonus Chapter
Author Note
Fukuoka
Osaka
Tokyo
Complete
❣️
Tanggal Terbit Pre-Order Novel "Lacuna; a blank space"
Pre-Order Novel "Lacuna; a Blank Space"
Pre-Order Ketiga Novel Lacuna

Chapter 25: Should I Go?

2.5K 374 414
By outersxneils

Satu minggu berlalu sejak terakhir kali Haruto menjaga Jeongwoo di rumah sakit pada Sabtu malam itu. Terakhir kali karena hari-hari berikutnya Jeongwoo selalu menolak kehadiran Haruto bahkan sampai akhirnya ia pulang ke rumah pun lelaki itu meminta Haruto untuk tidak datang ke rumahnya.

Memang sejak hubungan mereka berakhir, Jeongwoo seakan membangun benteng diantara dirinya dengan Haruto. Ia membatasi diri untuk bertemu dengan Haruto. Setiap kali Haruto datang menjenguknya, ia selalu beralasan apapun yang dapat membuatnya mengusir Haruto secara halus. Kalau ditanya apakah Jeongwoo benci Haruto? Jawabannya tentu tidak. Ia hanya perlu waktu sendiri untuk menyembuhkan hatinya yang mungkin sampai saat ini masih terluka karena lelaki itu.

"Gue ajak Jihoon main bareng juga. Gapapa 'kan?" Pertanyaan tersebut membuat Jeongwoo yang sejak tadi menatap ke luar jendela kini jadi beralih ke orang di sampingnya.

Jeongwoo mengangguk. "Gapapa banget. Biar seru juga kalo rame,"

"Jihoon who?"

Doyoung yang fokus langsung menyetir melirik Jaehyuk dari kaca mobil bagian tengah. "Temen SMA kita."

Jaehyuk manggut-manggut. "Ohh, oke. Berasa reunian dong? Gue jadi kayak anak bawang diantara kalian."

Suara tawa Jeongwoo dan Doyoung memenuhi seisi mobil atas perkataan dari Jaehyuk. "Yee, jangan pada ketawa lu bocil!" Jaehyuk memutar bola matanya malas.

"Kak, Asahi kenapa nggak diajak sekalian?" tanya Doyoung.

Jaehyuk menatap Doyoung dari jok belakang. "Gue aja nggak tau lo berdua emang janjian mau main bareng, gue juga tadinya nggak diajak 'kan. Gimana ceritanya gue ngajak pacar gue? Lagian lo ada ada aja, Doy. Jeongwoo baru keluar rumah sakit berapa hari lalu, udah diajak main aja."

Doyoung jadi berpikir kembali setelah mendengar perkataan Jaehyuk. Dia pikir ada benarnya juga. Seharusnya dia tidak langsung mengajak Jeongwoo main seperti ini dan seharusnya Jeongwoo banyak istirahat di rumah.

"Sorry ya, Woo." Ucap Doyoung.

Jeongwoo menggeleng. "No, it's okay. Gue udah ngerasa sehat kok." Lantas ia beralih pada Jaehyuk yang duduk di belakang, "Dobby juga cuma ngajak main ke rumahnya. Lagian gue juga bosen di rumah terus. So, it's okay.."

"Yaudah kalo gitu. Sorry ya, Doy. Gue bercanda doang padahal tadi," kata Jaehyuk yang mendadak jadi merasa tidak enak pada Doyoung.

Doyoung mengulas senyum. "Gapapa kok, Kak. Santai aja.." Balasnya.

Setelahnya tidak ada percakapan lagi diantara mereka bertiga. Mobil Doyoung melaju membelah jalan raya Kota Jakarta. Alunan lagu yang terputar di dalam mobil menemani perjalanan mereka sampai akhirnya Doyoung membelokkan mobilnya masuk ke area kompleknya.

Kendaraan beroda empat itu melaju perlahan menyusuri jalanan komplek sampai akhirnya berhenti tepat di depan rumah Doyoung bersamaan dengan laki-laki yang memakai kaos hitam baru saja sampai di depan pagar rumah Doyoung.

Kedua mata Jeongwoo memicing untuk melihat laki-laki yang menenteng papan skateboard tersebut sekarang menatap ke arah mobil Doyoung yang baru saja sampai. "Itu Jihoon..?" tanyanya.

Doyoung mematikan mesin mobilnya lalu mengangguk. "Iya. Pas banget kita sampe, dia juga sampe.." Balasnya.

Jaehyuk melihat ke sekitar sebelum akhirnya bertanya. "Lah, dia naik apa? Perasaan nggak ada motor atau mobil." katanya bingung.

"Jalan kaki." Jawaban dari Doyoung membuat kedua netra Jaehyuk membulat. "Jalan kaki?" Ulangnya.

Doyoung terkekeh atas reaksi dari Jaehyuk. "Iya. Rumah gue sama dia cuma beda dua gang," Jelasnya.

"Ohh.. pantesan jalan kaki."

Setelah itu mereka bertiga turun dari mobil. Ini bukan kali pertama Jaehyuk ke rumah Doyoung. Waktu Doyoung mengalami kecelakaan, ia dan Jeongwoo menjenguk Doyoung di rumahnya setelah lelaki itu pulang dari rumah sakit.

"Woy! Bisa pas banget nyampenya barengan." Doyoung menepuk pundak Jihoon sambil tersenyum.

Jihoon mengangguk sambil terkekeh sampai matanya hanya terlihat segaris. "Iya nih. Oh iya, lo abis jemput Jeongwoo?" tanya Jihoon yang lalu melirik ke Jeongwoo. Ngomong-ngomong Jihoon memang sudah tahu dari Doyoung kalau Jeongwoo sudah pulang ke Indonesia dari beberapa minggu yang lalu.

Jeongwoo yang dilirik otomatis langsung membalas duluan sebelum Doyoung buka suara. "Iya, tadi Dobby nyamper ke rumah. Ngajak main kesini" Ucap Jeongwoo.

Mendengar ucapan itu membuat Jihoon mengangguk pelan ketika mengetahui Doyoung rela menjemput Jeongwoo hanya untuk mengajaknya main di rumahnya. Yes, the fact that he's really special for him.

Doyoung yang melihat Jihoon mendadak jadi terdiam lantas mengalungkan salah satu lengannya ke bahu lelaki itu. Jihoon yang merasa kalau Doyoung sekarang merangkulnya otomatis menoleh mendapati Doyoung tersenyum sekilas padanya lalu kembali beralih pada Jeongwoo dan Jaehyuk.

"Oh iya, Kak, ini Jihoon temen gue sama Jeongwoo pas SMA." Doyoung mengenalkan Jihoon pada Jaehyuk.

Jaehyuk mengulurkan tangannya pada Jihoon. "Jaehyuk," Jihoon menjabat tangan Jaehyuk. "Jihoon."

"Panggil nama aja gapapa nggak usah pake embel-embel 'kak' kayak Doyoung. Dia mah sopan bener, padahal santai aja panggil nama."

Ucapan Jaehyuk membuat Doyoung terkekeh. "Yaudah ayo masuk dulu deh. Panas di luar..."

Doyoung yang masih merangkul Jihoon tiba-tiba menepuk pundak lelaki itu. "Yuk." Ajaknya yang tentu membuat Jihoon mendadak diam karena menurutnya tumben sekali Doyoung lebih memilihnya dibanding Jeongwoo kali ini.

Namun, sedetik kemudian Doyoung melepas rangkulannya pada Jihoon dengan senyum awkward sebelum akhirnya ia kembali beralih pada Jeongwoo. "Ayo, masuk."

Jihoon berdiam diri mematung di tempatnya berdiri ketika akhirnya Doyoung memilih untuk berjalan lebih dulu memasuki rumahnya dengan Jeongwoo yang kemudian diikuti oleh Jaehyuk.

Beberapa saat kemudian Jeongwoo menemukan dirinya sendiri duduk di gazebo rumah Doyoung dengan Choco yang berada di pangkuannya. Berada di tempat ini membuat ingatannya tertarik mundur ke belakang—ketika dulu sewaktu SMA, dirinya dan Doyoung mengerjakan tugas bersama sebagai partner tugas kelompok. Tidak hanya Jeongwoo dan Doyoung, tetapi Haruto dan Junghwan juga ikut numpang mengerjakan tugas mereka di rumah Doyoung atas ide Haruto yang tiba-tiba ingin ikut ke rumah Doyoung. Padahal tujuan Haruto kala itu adalah agar Jeongwoo tidak berduaan dengan Doyoung.

Doyoung yang semula sedang berbincang sambil melempar canda pada Jihoon dan Jaehyuk, kini beralih pada Jeongwoo yang terlihat melamun. Tangannya terulur menyentuh bahu Jeongwoo membuat lelaki itu sedikit terkejut, "Kenapa?"

"Lo kenapa ngelamun?"

Jeongwoo menggeleng pelan seraya tangannya mengelus lembut bulu-bulu Coco. "Gapapa, cuma inget dulu aja pas kita ngerjain tugas bareng disini sama Junghwan dan Ha—" Ia berdeham. "Lupain aja."

Doyoung mengangguk paham. Ia tahu kalau mungkin Jeongwoo teringat dengan Haruto. Namun, Jeongwoo tidak melanjutkan menyebut nama Haruto dan justru meminta Doyoung untuk melupakan ucapannya. Belakangan ini Jeongwoo memang menghindari Haruto. Bahkan ia seperti enggan menyebut nama lelaki itu. Hal itu tentu membuat Doyoung merasa sedikit lega karena memang seharusnya Jeongwoo bersikap begitu pada laki-laki yang sudah kesekian kali menyakiti hatinya bukan?

Jeongwo melirik ke Doyoung dengan mengangkat sebelah alisnya. "Lo kenapa senyum?" tanyanya. Doyoung yang tanpa sadar sejak tadi tersenyum otomatis menggeleng pelan tanpa menghilangkan senyum di wajahnya. "Gapapa."

Doyoung nenarik nafas sebelum berucap. "Don't ever feel alone. You always have me back, Park Jeongwoo." Ia tersenyum sambil mengusak rambut Jeongwoo lembut lalu bangkit dari posisinya. "Gue ke dalem dulu ambil minum," kata Doyoung ke Jihoon dan Jaehyuk yang disambut anggukan kepala dari mereka.

"Nih, kayak gini caranya liatin gue." Sekarang Doyoung dan Jihoon tengah mengajari teknik-teknik dasar bermain skateboard pada Jaehyuk di halaman rumah Doyoung.

"Oh iya iya. Ngerti gue.." Jaehyuk langsung mencobanya meski berulang kali ia selalu gagal, namun lelaki itu tidak pantang menyerah. Sedangkan Jeongwoo sejak tadi hanya duduk bersandar pada pilar di teras rumah Doyoung sambil sibuk bermain dengan Coco. Nyatanya dia tidak minat belajar main skate dengan Doyoung dan Jihoon.

"Bukan kayak gitu anjir. Salah teknik lu mah! Gimana sih?!" Suara Jihoon terdengar seperti seorang pelatih yang memarahi muridnya.

Jaehyuk mengerucutkan bibirnya sebal. "Lah bukannya begitu?"

Jihoon otomatis memutar bola matanya lalu kembali menatap Jaehyuk. "Salah, Jae. Makanya gue contohin tuh perhatiin yang bener!"

Pada akhirnya Jihoon dan Jaehyuk bertengkar yang membuat Doyoung memijat dahinya sendiri karena pusing melihat acara main skateboard ini jadi berakhir dengan pertengkaran antara Jihoon dan Jaehyuk.

"Aww..." Suara nyaring tersebut membuat ketiganya menoleh ke sumber suara yang ternyata berasal dari Jeongwoo.

"Eh, kenapa tuh?" Jaehyuk yang baru saja ingin menghampiri Jeongwoo mendadak berhenti ketika suara Doyoung terdengar, "Gue aja. Lo selesaiin dulu sana belajar skate nya sama Jihoon,"

Dengan begitu Doyoung langsung menghampiri Jeongwoo. "Ken—" Raut wajah Doyoung mendadak berubah jadi panik ketika melihat lutut Jeongwoo berdarah. "Woo?"

Jeongwoo meringis kecil. Namun, sedetik kemudian tawa kecil yang terdengar di telinga Doyoung. "Gue dicakar sama adek lo." kata Jeongwoo.

Doyoung membulatkan kedua matanya. "Coco? Astaga.. terus sekarang dia mana?" tanyanya.

Jeongwoo mengangkat bahunya, pertanda kalau ia tidak tahu. "Tadi ke dalem kayaknya deh." Jawabnya.

Jihoon diam-diam melirik ke Doyoung dan Jeongwoo lantas ia menghela nafas. Apa yang lo harapin? Dari dulu dia emang nggak pernah liat lo, Jihoon. So, your decision is right.

Jaehyuk menepuk pundak Jihoon dengan tiba-tiba. "Woy! Bengong aja lo. Ayo ajarin gue lagi sensei."

"Sebentar ya." Doyoung yang ingin masuk ke dalam rumah merasa kalau tiba-tiba Jeongwoo menggenggam pergelangan tangannya sehingga menahan ruang geraknya. "Do, lo ada P3K nggak?" tanya Jeongwoo.

"Ada. Ayo masuk ke dalem, sekalian gue ngambil P3K."

Dengan begitu Doyoung dan Jeongwoo segera masuk ke dalam rumah. "Tunggu sebentar ya.." Jeongwoo mengangguk kemudian ia duduk di sofa ruang tamu rumah Doyoung. Lelaki itu menatap lututnya yang luka hingga mengeluarkan darah akibat cakaran dari Choco.

"Sini kaki lo lurusin jangan ditekuk." kata Doyoung dengan lembut ketika ia sudah kembali dengan kotak P3K yang ia bawa.

Jeongwoo merasa seperti familiar dengan kejadian saat ini ketika lututnya terluka dan mendengar Doyoung berucap begitu. Mendadak ingatannya kembali pada saat dimana sewaktu di sekolah ia juga pernah terluka di pinggir lapangan. Suara berat itu kembali terngiang di kepalanya seperti kaset rusak. "Lo tuh bego banget sih. Kalo kayak gini jangan ditekuk kakinya.."

"Woo?" Jeongwoo kembali tersadar dari lamunannya. Ia menahan Doyoung yang baru saja ingin berlutut di depannya untuk mengobati lukanya. "Nggak usah. Gue aja gapapa," Tolaknya.

Doyoung menggeleng pelan sambil tersenyum. "Gue aja ya?" Izinnya yang tidak direspon oleh Jeongwoo.

Doyoung dengan hati-hati membersihkan luka Jeongwoo dan mengobatinya. "Gini gini gue juga bisa kok kalo ngobatin luka kayak gini mah. Jadi lo tenang aja.."

Jeongwoo terdiam sambil memperhatikan Doyoung yang sedang mengobati lukanya. Hatinya mencelos mengingat kalau keadaan sekarang sama seperti dulu. Hanya saja bedanya sekarang yaitu yang mengobati lukanya adalah Doyoung, bukan Haruto.

"Lagian lo suka banget sih pake ripped jeans. Makanya langsung luka gini dengkul lo dicakar Coco." Doyoung berucap sambil meneteskan obat merah pada lutut Jeongwoo.

Jeongwoo tidak berucap apapun, melainkan ia hanya terdiam memperhatikan Doyoung. Lelaki itu tenggelam dalam lamunannya sendiri sampai akhirnya sebuah plester telah menempel sempurna di lututnya bersamaan dengan suara. "Selesai. Feel better, right?"

Pikiran Jeongwoo yang masih terbayang dengan kejadian dulu otomatis ia spontan menjawab. "Iya, Haru." Doyoung yang mendongak menatap Jeongwoo otomatis terdiam. Senyum yang semula tergambar di wajahnya kini menghilang.

"Haru?" Ulangnya. Doyoung tidak salah dengar kalau Jeongwoo baru saja menyebut nama Haru.

Doyoung menepuk punggung tangan Jeongwoo pelan. "Hey?" Jeongwoo yang tersadar segera menatap Doyoung dengan bingung. "Kenapa?"

"Lo ngelamun lagi." Ucap Doyoung lalu membereskan kotak P3K.

Lelaki itu bangkit dari posisinya, Jeongwoo mendongak menatap ke Doyoung. Beberapa detik mereka saling menatap satu sama lain, "Itu udah gue obatin. Semoga bekas cakarannya cepet sembuh ya, Woo."

Doyoung menghela nafas, "Btw gue Dobby bukan Haru." katanya pelan lalu berlalu pergi meninggalkan Jeongwoo yang sekarang justru menatap punggung Doyoung dengan perasaan bersalah setelah menyadari kalau ia tadi salah menyebut nama.

Doyoung yang baru saja menaruh kotak P3K tersebut jadi terdiam sambil berpikir. "It's hard to forget him after so much pain that he gave to you, Woo?" Monolognya. Detik berikutnya ia menggeleng, "Dobby inget tujuan lo apa. Lo udah janji sama diri lo sendiri.."

"Move on." Doyoung menghela nafas lelah. Padahal selama Jeongwoo pergi, ia sudah belajar untuk melupakan perasaannya. Tapi, setelah Jeongwoo kembali dengan penuh luka yang diberikan oleh Haruto—ia jadi merasakan sakit yang sama ketika melihat Jeongwoo terluka hatinya. Doyoung menarik nafas, "Lupain perasaan lo, Kim Doyoung. Karena sampe kapanpun status lo cuma temennya dia, sahabat nggak lebih."

Di ruang tamu, kini pandangan Jeongwoo beralih pada lututnya yang sudah diobati oleh Doyoung. Jujur ia tidak bermaksud tidak menganggap kehadiran Doyoung. Namun, apa yang terjadi tadi benar-benar membuatnya kembali teringat akan moment nya dengan Haruto waktu SMA dulu.

"Maaf.." Lirihnya. Lelaki itu kemudian menghela nafas sambil merutuki dirinya sendiri dalam hati.

Jeongwoo lo bego banget. Ngapain masih kebayang Haruto coba? Yang di depan lo tuh Dobby, bukan dia.

***

Langit sudah tampak gelap. Tidak ada percakapan yang terjadi di dalam mobil Doyoung. Baik Doyoung, Jeongwoo maupun Jaehyuk hanya terdiam satu sama lain. Sebenarnya Jaehyuk tidak mengerti kenapa kedua anak laki-laki itu jadi saling terdiam. Padahal mereka baik-baik saja sewaktu berangkat tadi sampai mereka bermain bersama di rumah Doyoung, lalu sebenarnya apa yang terjadi dengan keduanya?

Jeongwoo sejak tadi hanya menatap ke luar jendela sementara Doyoung fokus menyetir. Jaehyuk berdeham berusaha mencairkan suasana hening yang tercipta sepanjang perjalanan pulang.

"Lo berdua kenapa deh?"

"Kenapa apanya?" tanya Doyoung tanpa memindahkan pandangannya dari jalanan di depan.

Jaehyuk yang duduk di jok belakang menghela nafas. "Dari tadi kayak diem dieman. Perasaan tadi baik baik aja?" Ucapnya dengan heran.

"Perasaan lo aja kali, Kak."

Jaehyuk menaikkan alisnya. "Masa sih?" Jeongwoo menarik nafas lalu menoleh ke belakang. "Nggak usah aneh aneh deh lo, Jae. Gue sama Dobby nggak kenapa kenapa.."

Ucapan yang keluar dari bibir Jeongwoo membuat Doyoung jadi melirik sekilas ke arahnya. "Oh, yaudah oke. Santai aja. Gue 'kan cuma nanya kali!" Jaehyuk terkekeh.

Setelahnya tidak ada percakapan lagi di dalam mobil sampai akhirnya Doyoung membelokkan mobilnya memasuki area komplek Jeongwoo dan Jaehyuk. Benda mati itu menyusuri jalanan komplek sampai akhirnya berhenti tepat di depan rumah Jeongwoo.

"Akhirnya sampe. Thanks Doy," Suara Jaehyuk terdengar membuat Doyoung mengangguk sambil tersenyum. "Gue duluan ya, Woo." Jaehyuk menepuk pundak Jeongwoo sebelum akhirnya keluar dari mobil Doyoung.

Doyoung menatap ke Jeongwoo yang sekarang sedang melepaskan kaitan seatbelt. Jeongwoo menatap ke Doyoung dengan sedikit menurunkan pandangannya, "Makasih ya. Btw sorry buat yang tadi." ucapnya.

Doyoung mengangguk. "It's okay." Balasnya. Jeongwoo yang merasa jadi canggung spontan menggaruk tengkuknya. "Yaudah gue masuk ya. Thanks Dobby," Ia langsung keluar dari mobil Doyoung.

Tiba-tiba kaca mobil terbuka membuat Jeongwoo sedikit menunduk menatap Doyoung yang berada di dalam, "Kenapa?"

"Good night. Istirahat ya!" Doyoung tersenyum ke arahnya. Jeongwoo yang bingung ingin merespon bagaimana spontan hanya mengangguk sambil balas tersenyum tipis ke Doyoung. Detik berikutnya kaca mobil tersebut kembali tertutup. Doyoung membunyikan klaksonnya sekali sebelum akhirnya melaju pergi.

Baru saja Jeongwoo ingin membuka pintu pagar. Namun, suara mesin mobil justru terdengar di telinganya. Jeongwoo pikir Doyoung kelupaan sesuatu tetapi ketika ia berbalik, pandangannya justru menangkap mobil yang tidak asing baginya.

Jeongwoo tidak berpindah tempat. Ia hanya terdiam menatap lurus pada mobil yang sekarang berhenti tepat di depan rumahnya. Sesaat kemudian memunculkan sosok laki-laki yang belakangan ini ia hindari.

"Haruto?"

Haruto tersenyum sambil menenteng kantung plastik. "Ngapain?" tanya Jeongwoo lagi. Haruto mengangkat kantung plastiknya ke depan wajah Jeongwoo, "Aku beli bubur kacang ijo buat kamu. Udah lama 'kan nggak makan ini? Terakhir makan sama aku pas sebelum kamu ke Aussie 'kan?"

Jeongwoo terdiam menatap kantung plastik tersebut lalu beralih kembali pada Haruto. "Makan bareng mau ya? Aku sengaja beli dua," ucapnya.

"Yuk, buka pintunya."

Jeongwoo menahan dada Haruto yang baru saja ingin berjalan. "Siapa yang minta kamu dateng kesini?" Suara Jeongwoo terdengar dingin di telinga Haruto. Tentu dia benci mendengar nada suara Jeongwoo seperti itu.

Haruto menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Ya—ya nggak ada sih. Aku inisiatif kesini karna emang mau beliin kamu ini. Pasti kamu kangen makan ini 'kan? Mumpung kamu ada di Indo makanya aku beliin, Woo."

Suara tawa Jeongwoo terdengar memenuhi keheningan malam. Haruto menaikkan sebelah alisnya tanpa memindahkan tatapannya. Jeongwoo menatapnya lurus seraya membalas dengan dingin, "Nggak usah sotoy."

"Woo?"

"Kamu pulang aja. Aku nggak laper dan nggak mau makan itu, Haruto."

Haruto menghela nafas. "Yaudah kamu maunya apa?"

"Kamu pulang aja." Ulang Jeongwoo.

Mendengar itu membuat hati Haruto terasa sakit. Sudah kesekian kalinya Jeongwoo menolak kehadirannya setelah mereka resmi berpisah. Haruto menghela nafas sambil menurunkan kantung plastik yang ia bawa. Tatapannya tertuju pada Jeongwoo terang-terangan. Jeongwoo balik menatapnya, ia bahkan dapat melihat sorot mata kecewa dari Haruto. Tapi, ia pikir apa yang ia lakukan merupakan hal yang paling benar untuk saat ini.

Angin berhembus cukup kencang bersamaan dengan tetes air yang mulai jatuh sedikit demi sedikit. Jeongwoo menatap ke langit lalu kembali beralih menatap Haruto yang hanya memakai kaos polos hitam lengan pendek dengan celana jeans. Dia menarik nafas sebelum berucap pada Haruto, "Udah gerimis. Bentar lagi hujan kayaknya. Pulang, Haru!"

Haruto justru menggeleng. Lelaki itu bersikeras tidak ingin pulang sekarang. Rintik hujan semakin banyak yang turun sampai salah satu tangan Jeongwoo mendorong dada Haruto pelan. "Sana pulang! Keburu hujannya gede." Ujarnya.

"Gapapa. Biasanya juga kalo hujan kamu suruh aku tunggu di dalem."

Jeongwoo tidak habis pikir dengan Haruto. Lelaki itu otomatis menjawab, "Itu dulu, Haru."

Haruto menatap Jeongwoo tidak percaya. Dia tidak akan pergi dari sini, tapi Jeongwoo tidak mungkin 'kan membiarkannya kehujanan di luar? Dulu Jeongwoo selalu memintanya untuk singgah sebentar di rumahnya jika sedang hujan.

"Aku liat tadi mobil itu—kamu dianter pulang Dobby. Kamu juga seharian ini main sama dia 'kan? Aku tau dari Mama Irene. Kamu pergi sama dia, sedangkan aku diusir?"

Jeongwoo tersenyum samar. "Aku pergi sama siapapun itu hak aku."

"Tapi—"

"Kamu nggak berhak larang aku, Haruto. Aku bukan pacar kamu."

Kalimat Jeongwoo seperti menarik Haruto ke kenyataan kalau hubungannya dengan Jeongwoo memang sudah selesai. Haruto menatap Jeongwoo dengan tatapan nanar bersamaan dengan hujan yang semakin turun.

Jeongwoo cepat-cepat membuka pintu pagar rumahnya agar tidak kehujanan. Setelah terbuka maka lelaki itu berbalik untuk berucap sambil menatap lelaki yang dulu selalu menjadi alasannya tersenyum setiap saat, namun sekarang sudah tidak lagi. "Terserah kamu mau tetep disini atau pulang. Good night, Haru."

Dengan begitu Jeongwoo benar-benar masuk dan mengunci pintu pagar rumahnya lalu masuk ke dalam rumah meninggalkan Haruto yang masih terdiam di tempatnya. Haruto menatap pagar rumah Jeongwoo yang sudah tertutup rapat.

He is really....?

Hujan turun dengan deras. Haruto tidak bergeming di tempatnya. Ia hanya berdiri sambil bersandar pada kap mobilnya. Hujan yang turun membuat suhu udara terasa dingin, tapi tidak ada yang lebih dingin bagi Haruto selain sikap Jeongwoo padanya belakangan ini. Perasaan asing menjalar di dadanya. Ini bukan Jeongwoo. Lelaki tadi yang berdiri berhadapan dengannya bukan Jeongwoonya. Jeongwoo tidak pernah sedingin itu padanya. Jeongwoo tidak akan pernah tega meninggalkannya di luar rumah kehujanan seperti ini.

Beberapa lama berada di bawah langit malam Jakarta yang sekarang tengah hujan deras, kini pakaian yang dikenakan oleh Haruto sudah basah kuyup. Lelaki itu benar-benar memilih untuk menunggu di tempatnya sekarang dibanding menunggu di dalam mobil. Haruto mendongak menatap langit sampai matanya terasa sakit karena terkena air hujan yang turun dengan deras. Lantas netra Haruto beralih menatap ke jendela kamar Jeongwoo. Di atas sana masih terlihat cahaya yang artinya bahwa lelaki itu belum tidur. Tapi, Jeongwoo benar-benar menghiraukannya sekarang.

Kenapa sakit banget anjir?

Perlahan ia beringsut jadi terduduk di aspal jalan. Punggungnya bersandar pada bagian depan mobilnya. Haruto menekuk kedua kakinya di depan dada sambil menatap nanar kantung plastik yang masih ia pegang sejak tadi. Akibat rasa sakit yang menjalar di dadanya, tanpa sadar air matanya turun membasahi pipinya yang sudah basah akibat hujan yang belum berhenti sampai sekarang. Malam itu tidak ada yang tahu kalau seorang Haruto menangis dibawah derasnya hujan. Setidaknya sampai decitan suara pagar yang dibuka terdengar.

Haruto yang memejamkan kedua matanya mendadak tidak merasakan kalau air hujan membasahinya lagi. Hal itu membuat ia membuka matanya lalu mendongak mendapati sebuah payung yang melindungi dirinya dari hujan. Netra Haruto berpindah menatap laki-laki yang menatapnya dengan tatapan khawatir. Haruto otomatis bangkit sampai melupakan fakta kalau plastik berisi bubur kacang ijonya sudah jatuh ke aspal. "Jeongwoo?"

Jeongwoo menghela nafas sebelum berusaha memberikan tatapan dinginnya pada Haruto. Ia lihat tubuh Haruto menggigil karena terlalu lama berada di bawah hujan. "Kamu keras kepala, Haru. Aku udah bilang kamu pul—" Belum sempat Jeongwoo menyelesaikan ucapannya. Namun, Haruto lebih dulu menarik Jeongwoo ke dalam pelukannya. Pelukan yang Jeongwoo rindukan sebenarnya.

Jeongwoo tentu terkejut. Satu tangannya memegang payung, tapi satunya lagi tidak ia gunakan untuk membalas pelukan Haruto. Tubuh Haruto yang basah kuyup tentu membuat Jeongwoo ikut basah. Haruto memeluk tubuh Jeongwoo dengan erat dengan menaruh dagunya di bahu Jeongwoo sambil memejamkan kedua mata. "D-Dingin, Woo..." Suara Haruto bergetar karena kedinginan. Jeongwoo bahkan bisa merasakan tubuh Haruto menggigil.

Jeongwoo memejam sesaat ketika mendengar Haruto berucap. Ah, sebenarnya jauh di dalam lubuk hatinya. Ia tidak tega melihat Haruto seperti ini. Namun, semua tangisnya karena Haruto selama ini mungkin tidak akan pernah sebanding dengan keadaan Haruto sekarang. Di satu sisi Jeongwoo ingin mendekap Haruto lebih lama lagi, tapi di satu sisi Jeongwoo merasa kalau memang seharusnya ia melepaskan Haruto. Lagi pula bukannya Haruto sendiri yang bilang kalau ia bosan dengan hubungannya dan Jeongwoo?

"D-don't do t-this to me, Woo. I-it's really h-hurt me a l-lot.." Suara Haruto bergetar. Hatinya terasa sakit untuk kesekian kalinya ketika merasakan kalau Jeongwoo tidak bergeming sama sekali. Lelaki itu bahkan tidak membalas pelukannya sama seperti pertemuan mereka kembali di apartemen Haruto waktu itu.

Detik berikutnya Haruto merasakan kalau Jeongwoo justru sedikit mendorong tubuhnya untuk menjauh sehingga pelukannya pada Jeongwoo jadi terlepas. Di bawah payung yang sama, Haruto menatap Jeongwoo dengan sorot mata penuh luka. Kedua mata Haruto yang sembab serta air matanya yang menyatu dengan air hujan di wajahnya sebenarnya membuat perasaan campur aduk di hati Jeongwoo. Lelaki itu menarik nafas sambil meyakinkan diri, sebelum akhirnya ia berucap..

"It's over, Haru. I just let you go as you wish, right?" Jeongwoo terdiam sesaat sambil menunduk. Lantas ia kembali menatap lelaki di depannya, "My wounds always bleeding everytime I see you. So, please don't come again and let go of me." ucap Jeongwoo lalu memberikan gagang payung tersebut untuk Haruto genggam.

Kalimat yang meluncur dari bibir Jeongwoo membuat air mata kembali turun membasahi pipi Haruto. Dulu ketika Haruto meminta Jeongwoo untuk menjadi kekasihnya, sikap Jeongwoo terlalu abu-abu padanya. Namun, Haruto pernah berjanji pada dirinya sendiri kalau dia tidak akan menyerah kecuali Jeongwoo sendiri yang memintanya untuk pergi. Lalu sekarang? Jeongwoo kini memintanya untuk benar-benar pergi dari hidupnya. So, should I go?

"Take care of yourself, Haruto."

---

3500 words++ khusus dalam rangka treasure roty. congrats boys! <3

Continue Reading

You'll Also Like

40.2K 5K 17
kerapiti? kerapit? keripik? kerupuk? kerapu? Warn ‼️ ☞ BxB ,homopobic gausah baca ( ͡° ͜ʖ ͡°) ☞ kerandoman cogan ☞ receh garing krenyes krenyes ☞ hum...
58.1K 1.2K 24
Berisi kumpulan cerita one shoot Lee Donghae X Everyone Kemungkinan besar akan berisi CERITA BERAT, NC, 18+ BUKAN RECEH Genre : Angst, romance, gore...
Dreams By ARI

Fanfiction

35.4K 5.9K 25
Hajeongwoo area. Book kedua untuk kisah Harraz dan Jian yang belum selesai, atau bahkan belum dimulai sama sekali. Kalau kata Jendra, mimpi itu kebal...
379K 39.3K 35
Menceritakan tentang seorang anak manis yang tinggal dengan papa kesayangannya dan lika-liku kehidupannya. ° hanya karangan semata, jangan melibatkan...