[COMPLETE] EVARIA - Memihak D...

By Desmesta

71.3K 11.2K 824

Evaria membangun benteng berduri dan sangat tinggi agar tidak ada yang bisa menyentuhnya. Di dalam benteng ta... More

Prolog | Evaria Dona
Bagian 01 | Pemeran Utama
Bagian 02 | Antagonis
Bagian 03 | Penjahat yang Mengaku Jahat
Bagian 04 | Semesta Mengelilingi Erina
Bagian 05 | Evaria Ingin Kalian Mendengar Ini
Bagian 06 | Satu dari Sepuluh
Bagian 07 | Progatagonis
Bagian 08 | Memihak Diri Sendiri
Bagian 09 | Apa Kabar, Va?
Bagian 10 | Kesempatan Kedua
Bagian 11 | Kemenangan Tapi Kehilangan
Bagian 12 | Yang (Tak) Bisa Dipercaya
Bagian 13 | Laki-laki Tanpa Sikap
Bagian 14 | Dikenal dan Dikenang Sebagai
Bagian 15 | Ditinggalkan dan Meninggalkan
Bagian 16 | Jaga Musuh Dari Dekat
Bagian 17 | Cerita ini Bukan Hanya Milik Evaria
Bagian 18 | Nanti Sembuh
Bagian 19 | Artinya Tak Berjodoh
Bagian 20 | Pesta Kejutan
Bagian 21 | Menjadi Seperti Evaria
Bagian 22 | Jalan yang Dipilih Evaria
Bagian 23 | Sikap Menyesuaikan Tujuan
Bagian 24 | Tak Ingin Melepaskan
Bagian 25 | Menyesal Tidak Boleh Dua Kali
Bagian 26 | Menjegal Sebelum Masuk Arena
Bagian 27 | Menangis Sendiri
Bagian 28 | Bahagia Sebentar Saja
Bagian 29 | Pagi Hari Menjelang Badai
Bagian 30 | Malam yang Kembali Dingin
Bagian 31 | Terperangkap Jebakan Masa Lalu
Bagian 33 | Saling Melindungi
Bagian 34 | Melepaskan Beban
Bagian 35 | Pelukan Terbaik
Epilog

Bagian 32 | Benteng Runtuh, Pertahanan Lumpuh

1.6K 326 42
By Desmesta

Jika aku hancur, aku harus hancur sendiri

Tentu saja Mira datang ke rumah Eva bukan tanpa alasan. Alasannya lebih dari sekadar tidak memiliki tempat tujuan lain, Mira masih punya dua teman yang mau ia repoti. Dan alasannya adalah Erina.

Mira menghabiskan cukup banyak waktu untuk mencari-cari kesalahan Eva, salah satu yang getol Mira ingin ungkap adalah rumor hubungan gelap antara Eva dengan Rizal Chandra. Setiap kali Mira membicarakan itu, Erina akan mengiringnya ke pembicaraan lain. Seolah tak ingin tahu dan percaya bahwa itu sepenuhnya rumor palsu.

Namun, saat terakhir kali Erina tiba-tiba mengajaknya bertemu, Erina mengaku memiliki bukti kebenaran rumor itu dan mengajak Mira untuk mengungkapnya. Tentu saja Mira bingung, setan jahat dari lembah mana yang telah merasuki jiwa suci Erina.

"Bukti yang kamu cari-cari itu dipegang Eva dan Rizal Chandra. Aku bisa mendapatkannya untukmu, bagaimana? Bukankah kamu mau balas dendam?"

"Kamu tahu dari mana?" tanya Mira tak lantas menyetujui begitu saja. Ia memang tidak menyukai arogansi dan cara Eva memulai karirnya, tetapi penilaiannya sedikit berubah selama menjalani proses persidangan.

"Salah satu orang terdekatnya memberitahuku, katanya dia juga sudah muak dengan kelakuan Eva."

"Siapa?"

"Ada pokoknya. Kalau kamu mau, kita bisa atur bagaimana caranya."

"Kenapa tiba-tiba kamu ingin membalas Eva?"

"Karena Eva yang sudah membuat persahabatan kita hancur. Setelah membuatku bersaksi untuk dia, bukannya berterima kasih, dia malah menuduhku yang bukan-bukan."

Ah, Mira mengerti sekarang.

Bisa menghancurkan karir dan nama besar seorang Evaria Dona sepertinya keren, tapi Mira memutuskan mengatakan 'tidak' untuk ajakan keren itu. Sebagai orang yang pernah ditusuk dari belakang oleh orang terdekat-Erina, Mira tidak mau memposisikan diri sebagai pelaku.

Kasusnya dengan Eva memberinya banyak pelajaran berharga, ia juga menyadari betapa naif alasannya. Mira mempertaruhkan semua yang dimilikinya hanya untuk membalas rasa sakit hatinya. Alih-alih melakukannya dengan cara benar, Mira malah menggali lubangnya sendiri lewat serangkaian kebohongan.

Maka Mira mengembalikan kesempatan kedua yang ditawarkan Eva, padahal sesungguhnya jauh sebelum itu, barangkali tanpa Eva sadari, Eva sudah memberi kesempatan kedua itu lewat membantu Pak Syarif, kurir yang Mira peralat.

Mira mencari Pak Syarif yang kabarnya mengalami kesulitan ekonomi, dan menemukan Pak Syarif sudah hidup dengan berkecukupan setelah mengelola warung yang dimodali Eva. Eva mungkin melakukan itu atas kehendaknya sendiri tanpa ada sangkut pautnya dengan Mira, tetapi itu sangat melegakan batin Mira yang dihantui rasa bersalah terhadap Pak Syarif.

Berhubung ia tahu Eva tidak memiliki banyak orang dekat, jadi Mira simpulkan orang yang dimaksud Erina, kalau bukan manager ya asisten pribadi Eva. Untuk bisa tahu itu, Mira tentu harus masuk ke rumah Eva.

Mira mengamati tingkah Lala dan Prita setiap ada kesempatan. Sewaktu Eva liburan selama seminggu, Lala keluar masuk kamar pribadi Eva. Suatu hari Lala juga pernah mengajak Erina masuk ke rumah Eva. Erina terkejut melihat Mira ada di sana. Mira memperhatikan dari jauh, Lala memperlakukan Erina sangat baik dan tiap Lala bicara, Erina selalu memperhatikan penuh perhatian. Semua makin terang ketika Erina diumumkan menjalin tanda tangan kontrak dengan agensi yang sama dengan Eva.

Mira sudah mencoba memberitahu agar Erina jangan mau dipengaruhi siapapun. Kapaupun mau membalas dendam, lakukan sendiri dengan cara sendiri.

"Apa yang Eva janjikan ke kamu sampai kamu menjilat kakinya seperti sekarang? Nggak ingat dulu kamu setengah mati membencinya? Disaat ada orang lain yang mau membongkar kebusukan dia, seharusnya kamu mendukung."

Hanya sekali itu dan Mira tahu Erina melaju terlalu cepat dan rasanya mustahil dihentikan.

Mira belum berani memberitahu semua itu pada Eva sebelum menemukan bukti tak terelakkan karena Eva tidak akan percaya hanya dengan kata-kata. Sampai akhirnya tadi ia tak sengaja mendengar Lala berbicara dengan seseorang lewat telepon.

"Hahaha apa kataku? Satu-satunya kelemahan Evaria ya cuma foto telanjang dia. Aku jadi ingin lihat gimana ekspresi ketakutannya."

"Kamu tunggu saja di rumah, Rizal Chandra itu predator yang selalu mengincar Evaria. Mereka akan saling memancing masuk perangkap dengan sendirinya. Polisi nanti akan tiba di hotel Elfatta jam satu, akan ada reporter yang ikut, jadi seluruh Indonesia bisa melihat wajah murahan Evaria waktu digiring polisi.

"Sekarang kamu tidak perlu melakukan apa-apa lagi. Tidak akan ada yang menghalagi karirmu setelah ini, atau memperlakukan kamu seperti pembunuh. Untuk selanjutnya tunggu saja telepon dariku, kamu..." Lala berhenti bicara karena kini matanya bertubrukan dengan mata Mira.

Terlanjur sudah ketahuan, Mira keluar dari balik dinding. "Wah, jadi ternyata benar orang yang paling berbahaya adalah orang yang selama ini selalu baik di depan kita."

"Tidak usah menyindirku, bukankah kamu juga menginginkan Eva hancur?" balas Lala, tak menunjukkan kekhawatiran rencananya diketahui orang luar. "Hubungan gelap Evaria dengan Rizal yang ingin kamu ungkap, sebentar lagi semua orang akan mengetahuinya juga. Kamu harusnya menjadi yang paling senang."

"Kenapa kamu melakukan itu? Selama ini Eva baik padamu."

"Baik?" pekik Lala diiringi tawa sumbang. "Manusia egois seperti Eva bukan orang baik. Demi kepentingannya sendiri, dia bisa melakukan apa pun tanpa peduli orang lain yang melakukan usaha lebih banyak daripada dia."

"Meski begitu, kamu nggak boleh menjebak dia. Ungkapkan saja hubungan gelapnya dengan Rizal, tapi menuduhnya melakukan prostitusi? Itu berlebihan, Lala."

"Halah, tidak perlu munafik. Kamu sendiri mengarang kebohongan untuk menjebak dia."

Tentu saja, siapa yang mau mendengarkan ocehan pembohong nasional seperti Mira. Buru-buru Mira mengeluarkan ponsel dari kantong celananya, bermaksud menghubungi Eva. Namun sebelum Eva menjawab teleponnya, Lala merebut ponsel Mira dan membuangnya ke kolam renang. Kedua kelopak mata Mira terbelalak.

"Jangan coba-coba ikut campur dan mengacaukan rencanaku! Kenapa kamu tiba-tiba peduli dengan Eva? Itu tidak ada gunanya, karena Evaria sudah tamat." Lala mendorong dada Mira.

Mira balas mendorong Eva, satu-satunya di pikirannya saat ini hanya secepat mungkin mencegah Eva datang ke hotel. Mira melihat kunci mobil Eva yang baru dipakai Lala tergeletak di meja, ia meraihnya dan membawanya lari. Semoga Eva masih ada di tempat Saga.

Eva sudah meninggalkan restoran Saga saat Mira tiba di sana, Saga berkata Eva langsung pergi setelah mendapat pesan dari Rizal. Setelah Mira memberitahu rencana Lala, Saga seketika panik, apalagi Eva sama sekali tidak bisa dihubungi. Sehingga mereka memutuskan untuk langsung ke hotel.

Dan akhirnya Mira dan Saga bisa membawa Eva pergi tepat waktu.

***

Eva masih belum mengatakan apa-apa, Mira tidak bisa memastikan apa Eva mendengarkan ceritanya karena pandangan Eva benar-benar kosong.

Tentu saja, Lala sudah tidak punya alasan lagi untuk tinggal di rumah Eva. Kedoknya sudah terbongkar, mau tak mau dia harus membuka topeng. Eva langsung mengurung diri di kamar, entah sadar atau tidak ponselnya tertinggal di mobil.

Eva menutup tirai jendelanya, membiarkan kamarnya telap total. Tubuh Eva merosot duduk bersandar di dinding, seolah tulang punggungnya tak mampu lagi menopang bobot tubuhnya.

Hari ini, pada akhirnya tetap tiba tak peduli sekeras apa usaha Eva untuk mencegahnya.

Harga diri yang sudah Eva jatuhkan, nurani yang ia singkirkan, rasa bersalah yang ia tutupi dengan dalih dunia memang kejam. Eva sudah mempertaruhkan segala yang ia miliki, dalam sekejap semuanya lenyap. Kini hanya tersisa dirinya dan masa lalu gelap saja.

Pintu kamar Eva diketuk dari luar, suara Prita memanggil-manggil namanya.

"Eva, keluarlah kita bahas ini bersama. Aku tidak tahu Lala merencanakan ini dengan Erina. Ada banyak hal yang harus kita bicarakan sekarang, Lala juga menipuku. Percaya sama aku, Va."

Percaya? Setelah semua yang terjadi masih saja ada yang menyebut kata itu untuk didengarnya?

"Va... apa kamu juga tidak ingin tahu kabar Saga?"

Napas Eva tercekat mendengar nama itu. Saga mungkin masih di kantor polisi, mungkin sedang diperiksa pasal tertentu, dan mungkin juga terluka.

Tetapi biarlah semuanya tetap menjadi mungkin. Eva terlalu takut untuk menghadapi kenyataan lain.

Tak kunjung mendapat sahutan dari Eva, lama-lama Prita berhenti mengetuk pintu kamarnya.

Semuanya sudah hancur, Evaria sudah tamat.

***

Ruangan yang semula gelap gulita perlahan dimasuki bias cahaya remang-remang, sering dengan berputarnya jarum jam, suasana kamar mulai terang. Posisi Eva masih belum berubah sejak semalam, hanya tubuhnya yang makin lesu tak bertenaga. Pikiran Eva pun mulai terang kembali sedikit demi sedikit.

Ya, semua sudah hancur. Meskin tidak ada lagi yang bisa diselamatkannya, setidaknya Eva harus membereskan kekacauan yang ditimbulkan agar tidak menjadi beban orang lain.

Usai mengguyur seluruh tubuhnya dengan air dingin dan berganti pakaian, Eva keluar dari kamar. Prita ada di lantai satu tampak serius berbicara dengan seseorang lewat telepon, begitu melihat keberadaan Eva, Prita langsung mengakhiri teleponnya.

Prita terus menatap Eva yang tengah menarik kursi untuk duduk di depannya. "Kamu baik-baik saja?"

"Hmm."

"Lala masih belum terlacak, media sekarang masih gaduh karena polisi belum merilis pernyataan resmi, sejauh ini hanya rumor-rumor yang beredar." Prita langsung menjelaskan apa yang pastinya Eva ingin tahu.

"Foto-fotoku... bagaimana?"

"Seseorang mengunggahnya, tapi masih diselidiki keasliannya."

"Semua foto itu asli," desah Eva kehilangan asa.

"Hanya satu yang beredar, itu pun tidak terlihat natural. Kamu bisa lihat--"

"Tidak," Eva mencegah Prita menunjukkan foto itu padanya, entah asli atau palsu, terlalu memalukan melihatnya.

Perhatian Eva kemudian teralihkan oleh suara televisi yang menyala begitu mendengar kata polisi.

"Semalam kami mendapat laporan adanya dugaan praktik prostitusi yang melibatkan selebritis berinisial ED. Saat tim tiba di lokasi, tim melihat dua orang lelaki berkelahi di dalam sebuah kamar. Mereka adalah RC yang di ketahui sebagai seorang sutradara, dan SE yang mengaku sebagai kekasih ED. Hasil penyelidikan sementara kami menyimpulkan kasus ini dilatarbelakangi masalah asmara, dimana kuat dugaan ED dan RC memiliki hubungan rahasia di belakang pasangan masing-masing. Diketahui juga malam itu ED sempat terlihat di hotel, kemungkinan dia kabur setelah menerima bocoran informasi. Sementara kekasihnya, SE sengaja datang ke lokasi karena cemburu. Sekarang SE masih kami tahan sebagai tersangka penganiayaan terhadap RC, berdasarkan undang-undang pasal 351 KUHP dengan ancaman hukuman paling lama dua tahun depalan bulan kurungan penjara."

"Kenapa jadi Saga yang terpokok? Kalau yang mereka terima laporan prostitusi, harusnya itu yang mereka selidiki." Eva meradang mendengar keterangan polisi yang terkesan menempatkan Rizal sebagai korban.

"Karena kamu tidak ada di lokasi dan polisi tidak menemukan bukti lain adanya praktik prostitusi selain laporan itu, sedangkan polisi melihat langsung Saga menghajar Rizal. Terlebih Saga tidak terluka sama sekali, sedangkan Rizal sampai harus mendapat perawatan di rumah sakit."

"Tidak, tidak boleh. Ini masalahku. Saga tidak boleh sampai kena getahnya." Eva memukul-mukul kepala sendiri agar otaknya kembali berfungsi. Ia harus memikirkan cara agar Saga jangan sampai dipenjara.

"Va, tenang!" Prita berpindah ke samping Eva, menangkup tangan Eva yang gemetaran, memberinya kekuatan. "Saga sudah didampingi pengacaranya, Rizal tidak akan berani macam-macam karena posisinya juga terjepit."

Persetan dengan Rizal dan Lala, Eva tidak peduli dengan mereka. Bahkan jikapun foto-foto telanjangnya yang asli beredar, Eva sudah tidak peduli lagi.

"Mbak, bukankah mengambil gambar orang tanpa persetujuan juga termasuk pidana?" tanya Eva tiba-tiba, "kalau aku bilang Rizal mengancamku menggunakan foto-foto itu agar bisa meniduriku, bukankah polisi bisa memaklumi kemarahan Saga? Saga hanya ingin melindungi aku."

"Tapi pengakuanmu saja tidak cukup, kamu butuh bukti kalau Rizal melakukan pengancaman itu."

"Rekaman itu. Rekaman yang dicuri Lala, semua jelas di sana."

Prita menghela napas, bertahun-tahun mengenal Eva, baru kali ini Eva tampak sekacau sekarang. "Bagaimana kita akan mendapatkannya? Lala sama sekali tidak bisa dihubungi."

"Kita harus mencarinya. Kalau perlu aku akan memohon agar dia memberikannya." Eva memegang tangan Prita dan menatapnya dengan kantung air mata menggantung. "Mbak, tolong bantu aku."

Sekali kedip, air mata Eva turun berderai. Gengsi dan arogansinya luruh bersama air matanya. "Aku tahu Mbak Prita membenciku. Mbak bisa memiliki semua yang aku punya setelah ini, tapi tolong aku, aku nggak bisa mengatasi ini sendiri.

"Tolong lakukan apapun agar Saga tidak terlibat, kalaupun ada yang harus dihukum, orang itu adalah aku dan Rizal. Aku nggak peduli hubungan gelapku dengan Rizal terbongkar atau foto-foto telanjangku tersebar. Aku nggak peduli soal denda pinalti, aku nggak apa-apa miskin lagi. Tapi tolong, Mbak, Saga tidak boleh menanggung perbuatanku."

Sepertinya Eva tidak akan sanggup melakukan apapun selain menangis.

*****

Bagian ini salah satu bagian kurang sreg dibaca karena otak penulisnya mentok, tapi harus ada.

Maafkan mengecewakan.

Continue Reading

You'll Also Like

70.8K 7.3K 32
Awal pertama melamar kerja Fiolyn memilih untuk berada di urutan tingkatan terendah karyawan, ya.. Bukan sebagai Office Girl juga. Intinya ia tidak...
1M 115K 52
[PRIVATE ACAK! SILAHKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA] "NENEN HIKS.." "Wtf?!!" Tentang kehidupan Nevaniel yang biasa di panggil nevan. Seorang laki-laki yan...
STRANGER By yanjah

General Fiction

289K 33.1K 37
Terendra tak pernah mengira jika diumurnya yang sudah menginjak kepala empat tiba-tiba saja memiliki seorang putra yang datang dari tempat yang tak t...
77.1K 9.8K 80
Dafian Wiranata Dawson (Dafa) membenci saudara tirinya, Darian Wiratama Dawson (Darian) karena telah merebut cinta pertamanya dan membuat hidupnya di...