Lacuna [hajeongwoo] || TELAH...

By outersxneils

123K 16.8K 11K

Sequel of Arunica [hajeongwoo] "a blank space, a missing part." Apa yang pertama kali muncul di benak setiap... More

Prologue
Chapter 1: How can?
Chapter 2: What's Wrong?
Chapter 3: Favorite Notification
💌
Chapter 4: Wait For Me
Chapter 5: Care
Chapter 6: Be Honest Please
Chapter 7: He's Weird
Chapter 8: Worth The Distance
Chapter 9: Help Me
Chapter 10: I Miss You
Chapter 11: Badmood?
Chapter 12: Who Is He?
Chapter 13: Trust Me
Chapter 15: Disappointed
Chapter 16: Let's Meet Again
Chapter 17: The Act of Neglect
Chapter 18: Way Back Home
Chapter 19: Best View
Chapter 20: Let You Go
Chapter 21: Love, But It Hurts
Chapter 22: Lose Him
Chapter 23: It's Not Fair
Chapter 24: You Deserve To Be Loved
Chapter 25: Should I Go?
Chapter 26: Don't Leave Me
Chapter 27: I Want You
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32: Choose Me
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36: Unknown Feeling
Chapter 37: Before You Go
Chapter 38
Epilogue
💬
Bonus Chapter
Author Note
Fukuoka
Osaka
Tokyo
Complete
❣️
Tanggal Terbit Pre-Order Novel "Lacuna; a blank space"
Pre-Order Novel "Lacuna; a Blank Space"
Pre-Order Ketiga Novel Lacuna

Chapter 14: Spend A Day

1.8K 319 147
By outersxneils

In different ways to spend the day...

"Proposalnya udah di bikin?"

Haruto yang baru saja kembali dari dapur untuk mengambil minum lantas hanya menggeleng pelan. Melihat jawaban Haruto membuat laki-laki yang duduk di sofa ruang tamu menghela nafas lelah.

"Kok belum sih? Kan kita mesti cepet ajuin proposal ke dekan buat minta cairin dana—"

"Gue belum ada waktu." Potongnya. Haruto yang memakai kaos polos abu-abu muda dengan celana bahan selutut tersebut berjalan mendekat lalu mendudukkan dirinya di kursi yang berbeda dari temannya. "Kuliah gue lagi padet banget belakangan ini."

"Loh, gue nggak mau tau ya. Udah jadi konsekuensi lo kalo masuk organisasi. Lo pikir cuma kuliah lo doang yang lagi hectic? Gue juga."

Haruto yang baru saja menenggak colanya hanya berdecak. "Ck, iya iya sorry. Nanti gue kerjain deh.."

"Lagian lo tau sendiri gimana fakultas lama banget kalo nyairin dana buat lembaga lembaga. Makanya gue minta cepet bikin proposal supaya cepet diproses. Kalo nggak turun itu dana, gimana mau ngadain kegiatan coba?"

Haruto menyandarkan tubuhnya seraya menghela nafas lelah mendengar ocehan dari teman seorganisasinya. Laki-laki yang lebih tua darinya tersebut memutar bola matanya ketika melihat gestur dari temannya. "Haruto, lo denger gue gak sih?" tanyanya tidak sabaran.

Haruto melirik ke arahnya. Ia memijat pelipisnya lalu menjawab, "Iya denger."

"Yaudah. Mumpung gue ada disini, kerjain sekarang ayo biar cepet selesai." Ajaknya yang disambut helaan nafas dari Haruto.

"Nanti dulu kenapa sih, Jun? Masih pagi juga. Lagian lo pagi pagi dateng kesini cuma buat nanyain proposal?"

Junkyu mengernyit mendengar pertanyaan dari Haruto. "Yaiyalah. Emangnya buat apaan lagi gue nyamperin lo?!" sahutnya bingung.

Ya apaan kek gue bosen

Haruto membenarkan posisi duduknya. Ia menaruh kaleng sodanya di meja lalu pandangannya kembali beralih pada Junkyu yang masih sabar menunggu Haruto untuk mengambil laptopnya.

"Gue lagi pusing belakangan ini asal lo tau." Haruto menyatukan jari-jarinya sendiri. "Kuliah, BEM, Jeongwoo."

Kesibukan Haruto selain kuliah memang mengurusi urusan organisasi. Kebetulan Haruto dan Junkyu berada di bidang yang sama, sehingga sehari-hari jika berurusan dengan organisasi maka Haruto selalu lebih sering menghabiskan waktu dengan Junkyu—tentunya juga dengan anggota bidang mereka lainnya.

Junkyu memajukan kepalanya seolah tertarik dengan topik yang Haruto lontarkan beberapa saat yang lalu. "Jeongwoo? Kenapa sama dia?"

"Lo tau gue paling gak suka sama orang yang cheating? Bahkan gue sampe sekarang masih nggak suka ya sama mantan lo." Haruto menekankan ucapannya pada kata 'mantan lo'.

Mungkin minggu lalu Haruto dan Jeongwoo sudah baik-baik saja setelah percakapan mereka melalui video call. Tetapi sebenarnya jauh di dalam lubuk hati Haruto, dia masih was-was.

Junkyu memejamkan kedua matanya sesaat sebelum ia kembali membuka matanya. "Maksud lo, Jeongwoo selingkuh gitu?" tanya Junkyu hati-hati. Tapi sebenarnya dia merasa tidak mungkin Jeongwoo begitu.

"Gue gak bisa bilang iya atau enggak."

"Terus?"

Haruto menatap Junkyu lurus-lurus. Sejujurnya dia bingung apakah dia harus menceritakan soal itu atau tidak pada teman sekaligus kakak tingkatnya tersebut. Junkyu yang ditatap otomatis menggerakan telapak tangannya di depan wajah Haruto. "Haru! Woy!"

Haruto mengerjap beberapa kali sebelum ia mendengar Junkyu kembali bersuara. "Kok malah bengong? Gue beneran nanya. Kalo lo ragu gitu, terus kenapa tadi lo bawa bawa soal itu?" tanyanya lagi.

Haruto berdeham. "Enggak. Cuma ya gitu deh..." Balasnya ambigu.

"Lo ngomong yang bener kek. Gue bingung, cuma ya gitu apaan?"

Junkyu benar-benar tidak mengerti dengan arah ucapan Haruto. Kalau dilihat dari raut wajah temannya tersebut sepertinya ada yang sedang dipikirkan dan dia tahu itu pasti soal hubungannya dengan Jeongwoo. Bagaimanapun dia paham betul kalau menjalani hubungan jarak jauh pasti tidak mudah. Namun, dia tidak akan bisa memaksa Haruto untuk bercerita padanya. Toh, hal itu sifatnya privacy.

Haruto yang menunduk otomatis mengangkat kepalanya ketika merasakan kalau tangan Junkyu berada di bahunya. "Gapapa kalo lo gak mau cerita. Tapi kapanpun lo butuh, gue selalu ada buat lo." Junkyu tersenyum.

"Semangat! Gue tau LDR nggak gampang." Lanjutnya.

Haruto menarik senyum tipis di wajahnya. "Thanks."

Junkyu menarik kembali tangannya lalu mengangguk. "Santai. Yaudah ayo buruan ambil laptop kerjain proposalnya!" Ucapnya memerintah.

"Iya, sabar. Gue sekalian mandi dulu deh, lo tunggu disini." Ujar Haruto yang lalu beringsut menuju kamar tidurnya untuk mengambil laptop miliknya. Berarti hari ini hanya akan dia habiskan untuk mengerjakan proposal BEM dengan Junkyu di apartemennya.

Junkyu menatap punggung Haruto yang berjalan sampai menghilang di balik pintu kamar. Ia tersenyum sekilas sebelum kedua netranya menangkap sebuah pigura kecil yang berada di meja kecil sudut ruangan. Junkyu menyipitkan matanya berusaha memfokuskan pandangannya karena sebenarnya penglihatannya tidak terlalu baik jika untuk melihat jarak jauh.

Setelah merasa bahwa pandangannya masih buram, otomatis ia bangkit dan mendekat ke meja kecil tersebut. Salah satu tangannya mengambil pigura tersebut yang ternyata berisikan foto Haruto dan Jeongwoo. Foto tersebut diambil tepat beberapa hari sebelum keberangkatan Jeongwoo ke Australia.

Junkyu menatap foto tersebut. Ia lihat senyum Haruto merekah sampai memperlihatkan deretan giginya, sedangkan Jeongwoo hanya tersenyum simpul tapi tidak mengurangi rasa bahagia yang terpancar dari wajahnya. Mereka berdua terlihat bahagia memiliki satu sama lain, meski setelah itu hanya ada kesedihan dari perpisahan yang terjadi diantara mereka berdua karena Jeongwoo memilih untuk melanjutkan studinya di luar Negeri.

Apa yang Junkyu lakukan sekarang tiba-tiba terinterupsi dengan suara berat Haruto. "Lo ngapain?!"

Mendengar suara Haruto membuat Junkyu segera menaruh kembali pigura tersebut ke tempatnya semula. Lelaki itu lantas menoleh, ia mendapati Haruto yang memegang laptopnya tengah menatapnya lurus dengan tatapan datar.

Junkyu dengan cepat menggeleng sambil tersenyum tipis, "Enggak. Cuma ngeliat foto itu. You look so happy with him, right?"

Haruto menghela nafas. "I was so happy with him." in the past. Junkyu sejujurnya bingung dengan balasan Haruto, was? What does he means?

Haruto tidak memperdulikan. Ia kembali melangkah menuju meja ruang tamu. Lelaki itu menaruh laptopnya di atas meja lalu beralih kembali pada Junkyu yang masih setia berdiri di tempatnya. "Ngapain masih disitu? Sini!"

"Hah? O-oh, iya." Junkyu akhirnya kembali ke tempatnya semula. Haruto sudah lebih dulu duduk disana seraya membuka laptop. "Katanya lo mau sekalian mandi?" Pertanyaan Junkyu membuat Haruto yang fokus pada laptop kini jadi melirik ke arahnya.

"Iya, emang mau mandi. Ini gue nyalain dulu laptopnya, biar lo bisa duluan kerjain sambil nunggu gue selesai mandi."

"Kok jadi gue—"

Haruto memutar bola matanya. "Don't waste our time, Kim Junkyu." Ujarnya.

Setelah laptopnya menyala, Haruto kembali berucap. "Ini duluan aja. Gue mandi dulu ya!" Haruto terkekeh melihat raut wajah sebal dari Junkyu. Laki-laki itu langsung pergi untuk mandi sesuai dengan niatnya tadi.

***

Yoonbin menghela nafas ketika menatap ke sekitar. Sesekali ia bergerutu karena bus yang ditunggu sejak tadi belum terlihat. Ia melipat kedua tangannya di depan dada. Tatapannya lalu beralih pada lelaki yang sedang duduk di kursi tunggu halte. "Jeongwoo." Panggilnya.

Jeongwoo yang memejamkan kedua mata dengan earphone yang menggantung di kedua telinganya tentu tidak mendengar kalau Yoonbin baru saja memanggilnya. Hal tersebut membuat Yoonbin menghela nafas lagi.

Sial amat sih gue mesti berangkat sama ini orang satu

Sejak tadi memang Yoonbin yang celingak-celinguk menunggu kedatangan bus yang akan membawa mereka ke suatu tempat. Itu mengapa Yoonbin sejak tadi memilih untuk berdiri dibandingkan harus duduk bersebelahan dengan Jeongwoo di kursi tunggu halte.

"Jeongwoo, lo tidur ya?"

Yoonbin berdecak. "Ck, bolot banget."

Merasa tidak ada respon dari Jeongwoo otomatis membuat lelaki itu menghampiri Jeongwoo. Ia duduk di samping Jeongwoo seraya memperhatikan lelaki tersebut dari samping selama beberapa saat.

Wah kaco nih anak jangan jangan tidur lagi? Nyusahin aja bisanya

Tangan Yoonbin terulur ke bahu kiri Jeongwoo. Ia mengguncangkan bahu Jeongwoo dengan tempo yang tidak santai, "Bangun lo!" Serunya.

Atas perlakuannya maka ia berhasil membuat seorang Park Jeongwoo mengerjap lalu menoleh menatapnya dengan tatapan bingung. "Bisnya lama banget. Gue pegel nungguinnya," Keluh Yoonbin.

Jeongwoo mengernyit tidak mengerti dengan apa yang baru saja diucapkan oleh temannya tersebut karena sejujurnya ia tidak mendengarnya. Tanpa aba-aba Yoonbin segera mencabut sebelah earphone dari telinga kiri Jeongwoo. "Lo nyetel lagu volumenya berapa sih? Budek amat."

"O-oh, iya bentar." Jeongwoo mengeluarkan handphonenya dari kantung bajunya. Lantas ia mematikan lagu yang terputar.

"Sorry hehehe."

Yoonbin hanya menatapnya malas. Lelaki itu menarik nafas lalu menghembuskannya, "Bisnya nggak dateng dateng. Gue pegel nungguinnya tau nggak?!" Ulangnya.

Kini pandangan Jeongwoo yang semula menatap Yoonbin jadi beralih ke sekitar—mencari keberadaan kendaraan besar tersebut. Yoonbin melirik jam di pergelangan tangan sambil berucap, "Udah setengah jam lebih, Woo, kita disini."

"Lagian lo kenapa sih nggak mau nerima tawaran Bianca aja buat kita kesananya naik mobil dia? Kan jadinya kita gak usah repot repot kayak gini naik bis kesananya."

Jeongwoo menghela nafas. Mungkin Yoonbin memang tidak pernah tahu kalau Haruto—kekasihnya, sempat salah paham dengan Bianca. Haruto juga yang meminta Jeongwoo untuk tidak dekat-dekat dengan Bianca, itu sebabnya Jeongwoo menolak tawaran Bianca untuk pergi dengan mobil perempuan tersebut.

Bukannya memberitahu alasannya, namun Jeongwoo justru membalas pertanyaan Yoonbin, "Sorry ya, Ben, kalo gue bikin lo susah." Jeongwoo menatap Yoonbin dengan tatapan bersalah. Sejujurnya ia jadi tidak enak juga dengan Yoonbin.

Yoonbin menarik nafas lalu menghembuskannya pelan. Kenapa gue jadi ngerasa jahat banget?

Bagaimanapun tanpa sadar perkataan yang meluncur dari bibir Yoonbin tadi secara tidak langsung menyatakan apa yang Jeongwoo bilang, kalau Jeongwoo membuatnya jadi susah begini karena harus repot naik bis.

Yoonbin membuang muka ke sembarang arah. "Sorry.. kalo ucapan gue sedikit kasar tadi." katanya tanpa melihat ke Jeongwoo.

Jeongwoo bahkan baru kali ini mendengar Yoonbin berucap kata maaf, terlebih lagi padanya. Moment langka seorang Ha Yoonbin bilang maaf pada orang lain. Hal tersebut membuat Jeongwoo menarik sudut-sudut bibirnya membentuk lengkung senyum, "Gapapa." Balasnya.

Beberapa detik berikutnya suara transportasi umum yang mereka tunggu sejak tadi akhirnya terdengar. Secara spontan Yoonbin segera bangkit sambil menarik tangan Jeongwoo untuk ikut berdiri.

Jeongwoo yang merasa kaget karena merasa tangannya tiba-tiba ditarik otomatis bertanya. "Apa?!"

Yoonbin melirik ke arahnya. "Itu bisnya dateng!" Tunjukkan ke arah kendaraan besar tersebut yang semakin mendekat. Ia tanpa sadar masih menggenggam tangan Jeongwoo.

"I-iya. Gue bisa bangun sendiri.." Sahut Jeongwoo.

Yoonbin menaikkan sebelah alisnya. Detik berikutnya ia baru menyadari kalau sejak tadi tangannya masih menggenggam tangan Jeongwoo. Otomatis ia segera melepaskan tangannya dari Jeongwoo.

Anjir kok bisa nggak nyadar gue

"Sorry nggak sengaja. Refleks," kata Yoonbin sambil menatap ke arah lain.

Jeongwoo mengangguk. "Iya.."

Setelah bus berhenti sempurna di depan halte. "Ayo cepetan!" Yoonbin langsung berjalan meninggalkan Jeongwoo yang masih berdiri terdiam di tempatnya.

Kendaraan tersebut membawa mereka menuju rute ke tepian pantai. Sesuai dengan ajakan Yedam minggu lalu, mereka akhirnya memutuskan untuk pergi ke pantai. Sekadar menikmati hari dengan suara deburan ombak serta angin laut yang membelai rambut mereka.

Beberapa saat berada dalam kendaraan tersebut. Akhirnya Jeongwoo dan Yoonbin sampai di salah satu pantai yang ada di Kota Perth. Ngomong-ngomong alasan mereka hanya pergi berdua adalah Yedam yang harus mengurus beberapa keperluan dulu sehingga lelaki itu bilang bahwa ia akan menyusul, sementara Bianca bilang akan langsung ke pantai dengan mengendarai mobilnya. Maka jadilah Jeongwoo hanya berangkat dengan Yoonbin naik bis ke pantai.

"Coba hubungin Bianca! Tanya dia dimana? Udah sampe atau belum?"

Jeongwoo membulatkan matanya ke Yoonbin. "Kok gue?"

Yoonbin memutar bola matanya malas. "Ya terus gue nyuruh siapa lagi kalo bukan lo?! Kan lo yang deket sama dia." Balas Yoonbin. "Cepet! Gue tunggu di dalem." Lanjutnya lalu berjalan meninggalkan Jeongwoo.

Yoonbin anjim banget lo

Mau tidak mau akhirnya Jeongwoo mencari kontak Bianca di handphonenya lalu dengan perasaan ragu ia mengirimkan pesan singkat ke wanita tersebut untuk menanyakan keberadaannya. Setelah itu ia berjalan menghampiri Yoonbin yang sudah lebih dulu masuk ke area pantai.

"Lautnya bagus 'kan?" tanya Bianca entah pada siapa. Sekarang mereka berempat sudah komplit.

Jeongwoo balik bertanya. "H-hah? Lo nanya ke siapa?" Mendengar pertanyaan dari Jeongwoo membuat Bianca tertawa kecil. "Ya ke elo dong. Siapa lagi emang?" Balasnya.

Benar. Memang hanya ada Jeongwoo di dekatnya sekarang, pasalnya Yoonbin tadi mengajak Yedam pergi sebentar untuk mencari sesuatu. Entah apa itu, Jeongwoo tidak tahu.

Jeongwoo menggaruk tengkuknya dengan perasaan awkward. "Bagus." Ia membalas seadanya.

Bianca tersenyum ke arahnya. "Gue biasanya kesini sama nyokap. Gue seneng bisa kesini lagi—" Bianca menggantungkan kalimatnya. "—dan sekarang bisa kesini sama lo."

Mendengar penuturan dari Bianca membuat suasana canggung semakin terasa diantara mereka berdua. Lebih tepatnya hanya Jeongwoo yang merasakan. Kalau boleh jujur, tentu Jeongwoo tidak nyaman berada dalam obrolan seperti ini.

Ini cewek kenapa?

"Oh iya, makasih ya udah ngajarin gue waktu itu. Dua hari lalu waktu ujian, gue ngerasa bisa ngerjain berkat lo." Ucapan yang meluncur dari bibir Bianca membuat Jeongwoo mengangguk sebagai balasan.

"Thanks, Jeongwoo."

"No need, Bi. Lo bisa ngerjain ujian bukan karena gue, tapi karena usaha lo sendiri buat belajar."

Bianca terkekeh. "Iya juga sih. Tapi, kalo lo nggak jadi tutor gue selama beberapa hari kemarin kayaknya gue nggak ngerti deh beberapa materi."

Jeongwoo hanya mengangguk sekilas. Setelahnya tidak ada percakapan lagi diantara mereka berdua sampai akhirnya Bianca meminta tolong sesuatu pada Jeongwoo, "Woo. Tolong fotoin gue boleh?"

Jeongwoo yang semakin terkurung dalam suasana canggung itu hanya berharap Yedam dan Yoonbin segera kembali. Ia mengangguk, "Boleh."

Dengan begitu Bianca tersenyum senang seraya memberikan handphonenya pada Jeongwoo. Wanita itu berpose dengan latar belakang laut. Foto selanjutnya secara tidak sengaja Jeongwoo ambil ketika Bianca sedang menghadap ke belakang sehingga menghasilkan foto candid. Setelahnya Bianca kembali menghampiri Jeongwoo,"Thanks ya."

"Iya samasama." Balas Jeongwoo sambil mengembalikan handphone milik wanita itu. Kedua netra Bianca memperhatikan hasil foto-foto yang diambil oleh Jeongwoo. Sebuah senyum terukir di wajahnya.

***

Di lain tempat, beberapa jam kemudian. Haruto merenggangkan tubuhnya yang terasa pegal karena selama beberapa jam hanya dalam posisi yang sama untuk mengerjakan proposal. Ia menatap jam di dinding, ternyata sudah pukul 5 sore.

Seharusnya proposal mereka sudah selesai sejak beberapa waktu yang lalu, tetapi dikarenakan Haruto dan Junkyu lebih banyak santainya dalam mengerjakan proposal mereka sehingga jam segini baru selesai. Haruto melirik ke samping, dimana Junkyu bersandar pada sofa seraya memejamkan matanya dengan kedua tangannya terlipat di depan dada.

Sejak tadi memang Junkyu tertidur mungkin karena memang mengantuk karena tadi dia izin untuk memejamkan matanya sesaat, namun kenyataannya lelaki itu sudah satu jam tertidur—membiarkan Haruto bekerja sendirian untuk menyelesaikan proposal mereka.

Haruto mematikan laptopnya lalu menutupnya pelan. Ia melirik ke laki-laki di sebelahnya, sejujurnya ia jadi teringat dengan Jeongwoo. Dulu semenjak ia berpacaran dengan Jeongwoo, tepat beberapa bulan sebelum Jeongwoo memutuskan untuk pergi ke Australia—sofa itu juga sering jadi tempat dimana Jeongwoo tertidur.

Biasanya Haruto akan membenarkan posisi tidur Jeongwoo dengan memberikannya bantal dan sebagainya, atau kalau Jeongwoo terlihat sangat kelelahan maka Haruto biasanya akan membangunkan Jeongwoo untuk pindah sementara ke kamarnya.

Tapi, sekarang Jeongwoo sudah tidak disini. Bahkan sudah berapa lamanya lelaki itu tidak berkunjung ke apartemennya. Jangan kan ke apartemen Haruto, pulang ke Indonesia saja tidak.

Haruto tersenyum pahit mengingat kenyataan bahwa sebenarnya dia merasa kesepian tanpa Jeongwoo. Terkadang Haruto berpikir, mengapa Jeongwoo terlihat baik-baik saja berada jauh darinya. Tatapan Haruto tidak berpindah dari temannya, sampai tidak sadar ia berucap. "Gue cuma punya lo dan yang lain sekarang disini. Jangan tinggalin gue..." Cicitnya.

Detik berikutnya suara denting yang berasal dari handphone Haruto berhasil mengalihkan perhatiannya. Haruto menaikkan sebelah alisnya ketika mendapat pesan dari seseorang. Dengan penasaran Haruto segera Log In ke akun instagram miliknya, jemarinya mengetik username seseorang disana lalu menemukan sebuah postingan yang baru saja di unggah beberapa menit yang lalu.

Udara di sekitar Haruto tiba-tiba memanas bersamaan dengan dirinya yang tiba-tiba mengumpat. "Bangsat!"

Continue Reading

You'll Also Like

146K 22.7K 41
Ketika terlalu cinta bikin orang jadi bodoh. Yah, namanya juga bulol.
90.4K 10.2K 42
Setelah kepergian jennie yang menghilang begitu saja menyebabkan lisa harus merawat putranya seorang diri... dimanakah jennie berada? Mampukah lisa m...
418K 7.9K 13
Shut, diem-diem aja ya. Frontal & 18/21+ area. Homophobic, sensitif harshwords DNI.
437K 44.5K 37
Menceritakan tentang seorang anak manis yang tinggal dengan papa kesayangannya dan lika-liku kehidupannya. ( Kalau part nya ke acak tolong kalian uru...