Our Destiny |Tower Of God Fan...

By peachyybee00

33K 6.2K 1.8K

Tak pernah terpikir kan saat ia mendaki menara ini. Bingung, Risau, memilih eksistensi yang mau di sisinya. R... More

biodata reader
Prolog ✨
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
(-)
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
The Last Chapter of S1
Chapter 1 [S2]
»» Season 2 ¦ Chapter 2
»» Season 2 ¦ Chapter 3
»» Season 2 ¦ Chapter 4
»» Season 2 ¦ Chapter 5
»» Season 2 ¦ Chapter 7
»» Season 2 ¦ Chapter 8
»» Season 2 ¦ Chapter 9
»» Season 2 ¦ Chapter 10
»» Season 2 ¦ Chapter 11
»» Season 2 | Chapter 12
Chapter 13
Season 2 | chapter 14
Season 2 | Chapter 15
Note

»» Season 2 ¦ Chapter 6

859 169 49
By peachyybee00

Lisa tymdack like demngan sekolah onlen.y//

Hati-hati Chapter ini membuat pusing kepala yang membacanya.:^

Jangan lupa untuk memutar lagu yang ada diatas. ^^

¦¦¦¦¦¦¦¦¦¦¦¦¦¦¦¦¦¦¦¦¦¦¦¦¦¦¦

[Name] terbangun dari tidurnya, manik tersebut tampak sayu dan redup saat ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan. Bangkit dari tidurnya, lekas duduk ditepi kasur. Mengumpulkan semua kesadarannya.

Eksistensi Khun kini tak terlihat di panca penglihatannya. Menghela nafas, kini ia sendiri diruangan ini.

Berjalan sedikit terhuyung, hanya ingin menatap pantulan bingkai kelabu disana. Kali saja gadis itu sudah mati, jiwa yang lain kini telah mati. Separuh jiwa lain hidup berdampingan dalam satu raga. Ia bukanlah diri [Name] yang sepenuhnya.

Menyentuh bayangan dirinya, menatap wajahnya sendiri, pun ia memang benar-benar seperti zombie. Kantung mata hitam, wajah pucat pasi bak mayat yang  membeku kini hidup kembali dialam arunika kehampaan kekosongan jiwa.

"Ukh.."

Hendak berniat ke bingkai batasan luar. Namun sebuah tangan menariknya untuk tetap berada disini. Gadis itu menatap, berusaha menyembunyikan keterkejutan dengan raut wajah datarnya. Kenapa bayangan ini hidup?!!

Sekilas bayangan serupa itu kini berubah. Wujud didalam cermin itu mengerikan, siapapun yang melihatnya pasti akan dihantui mimpi buruk yang abadi—tidak sebagian oleh orang-orang yang bisa melupakannya. Seluruh badan menghitam, kilatan merah di kedua matanya seakan ingin membunuhmu saat itu juga.

Tangan yang digenggam oleh buruk rupa itu kini gemetaran, keringat dingin hampir membasahi dirinya. Kini ia dihadapkan sesosok yang konon katanya iblis berwujud diri. Ya! Ia sama sekali tak pernah melihat sosok itu. Sosok yang telah lama tanam tumbuh didalam raga yang sebagai wadah dirinya, yang kini telah disegel oleh kekuatan dewi.

"Lama aku tak berjumpa denganmu." Suara buruk rupa itu seperti nenek penyihir, sekejap bayangan buruk rupa itu keluar dari cermin dan membentuk serupa dengan eksistensi [Name].

"Kau pasti bertanya-tanya kan siapa diriku? Ah— tidak! Kau pasti mengenal kembaran mu ini."

Tidak, mau sampai kapanpun [Name] tak akan pernah mengakui buruk rupa ini sebagai kembarannya. Tidak.

"Aku tercipta dari segala emosimu, aku bayanganmu, aku adalah dirimu."

"Tenang, aku hanya hantu. Tidak akan pernah mencampakkan wadahnya sebelum air itu benar-benar penuh."

"Tapi, sepertinya tuanku harus membutuhkan waktu yang lama untuk memanen buahnya. Karena wadahnya ini hanya bersandiwara tak berdaya— ups!"

"Selemah apapun dirimu selalu saja bersinar layaknya cahaya dimanapun dan kapanpun, [Name]." [Name] tak berani mendekat, ia hanya menyeringai yang tentu mempunyai seribu satu kebusukan dari raut wajahnya. Yang [Name] lihat dari gadis dihadapannya adalah, kegelapan yang diselimuti oleh ketakutan abadi.

"Tapi sayang, walupun kau bersinar. Wajahmu itu tampak menjijikan." [Name] berkata sarkas, memandang lemah wadahnya.

"Kau tak ada bedanya dengan wanita pirang itu. Kalian sama-sama busuk."

"Itu bukan urusanmu!" ucap [Name] dingin nan tajam. Ketakutan itu telah lenyap hanya karena mendengar perkataan buruk rupa itu menyamakan dengan sampah dimenara. Ayolah siapa sudi yang mau disamakan dengan beban?

"Hahahahaha!!!! Apa kau tidak merasakan dosa? Aku baru tau kandidat suci ini telah menumpuk dosa. Bagaimana jika si biru tampan mengetahui kebusukanmu, huh?!!" Tak seinchipun [Name] bergerak. Mencoba mengompori gadis itu.

"Sebelum aku benar-benar muak denganmu, alangkah baiknya kau pergi dari sini!" Tegas [Name] sekali lagi, menatap buruk rupa itu dengan wajah arogan miliknya.

[Name] menyeringai, berkata sarkastik. "Bagaimanapun aku takan pergi dan kau tak akan bisa lari dariku. Karena sejak lama aku sudah mengambil setengah bagian tubuhmu. Jika kau hancur berkeping-keping, maka aku akan mengalir dan hilang lenyap di dunia ini."

[Name] melangkah menjauhi mahluk serupa dengannya.

Ia membuka kenop pintu sebelum pergi ia menatap [Name] dan menyeringai. "Kalau begitu, maka bersiaplah, dan ucapkanlah selamat tinggal pada dunia ini."

Perkataan kandidat itu berhasil membuat [Name] bungkam seribu bahasa.

.
.
.
.
.
.

Firasat memang tak pernah salah, terkadang juga salah untuk diduga. Kerap kali sering tak mengenakan hati, kini batinnya juga ikut merasakan khawatir.

Memang tak ayal jika Khun sering merasakannya, ia bukan pengidap masalah kejiwaan yang bertubi-tubi menimpanya. Hanya saja, sedari siang ia merasakan kegelisahan yang kentara.

Setelah rapat bersama beberapa rekan setimnya tadi untuk melanjuti menaiki menara. Khun sedikit merasa lega, semua tak perlu yang ia harus sembunyikan. Hanya tinggal menunggu kepercayaan dan tanggung jawab dari semua rekan setimnya.

Langit lembayung kini tampak indah dipandang. Khun setuju dengan rumor orang bahwa senja lebih nyaman ditatap—beberapa dari mereka mengatakan akan terasa lebih indah dan nyaman jika bersama orang terkasih.

Maka dari itu pemuda bersurai langit berinsiatif mengajak [Name] untuk melihat sunset dihari ini.

Ia segera melangkah keluar dan menuju dimana tempat [Name] berada. Sampai di tempat pintu ia berhenti sejenak, menerka-nerka bagaimana jika gadis itu hanya ingin memilih berdiam sendiri. Tangannya terangkat ragu hanya untuk mengetuk pintu.

Ia mengambil nafas sejenak, menghilangkan gugup dan rasa resahnya. Jari-jari mengepal, bunyi ketika pintu terdengar.

Tak ada jawaban dari dalam sana. Pemuda itu berpikir bahwa [Name] masih terlelap dengan tidurnya. Ia mengambil kunci cadangan disaku, lalu membuka pintu secara perlahan.

Nihil. Khun sama sekali tak menemukan keberadaan [Name] disini. Mencari di setiap sudut ruangan, gadis itu kini menghilang bak ditelan bumi.

Rasa cemas, khawatir kian membuncah bercampur padu. Berhasil mengobrak-abrik hatinya, Risau kini melandanya. Dengan cepat ia pergi dari ruangan itu keluar dan mencari [Name].

"[NAME]!!!!!!!!"

Teriakan di sana membuat Khun menoleh mencari darimana asal suara itu berada. Ia berlari bak tunggang langgang berkuda, cepat karena terlalu khawatir.

Sampai disana, ia membelalakan matanya. Begitu melihat Rachel yang duduk kesakitan ditanah dengan bercak jejak darah menuju laut.

"Rachel!!!" Khun bergegas menemui Rachel. Peluh hampir membasahi keningnya.

"Khunn!!!" Rachel meringis kesakitan akibat luka yang ia dapat tadi terlalu dalam, hingga mengeluarkan banyak darah. Wajahnya memerah menahan tangis ringis oleh luka.

"Kau— dimana [Name]??!! Jawab aku Rachel??!"

"Hikss.. Khun.. kami ta-tadi diserang oleh regular.. hiks— dan [Name] berusaha menyelamatkanku hiks dia— dia— hiks.." tak mampu berkata lagi Rachel memeluk Khun, menumpahkan semua tangisannya.

Badan Khun gemetar begitu melihat pisau yang tengah berlumuran darah. Menatap jejak darah yang mengarah ke laut. Noda merah terombang-ambing desiran ombak laut. Khun menatap Rachel tak percaya.

"Rachel, katakan padaku.." Khun berusaha setenang mungkin. "Dimana [Name].."

Rachel melepaskan pelukannya, "kami tadi hiks.. diserang.. dan [Name]—"

"KATAKAN PADAKU DIMANA [NAME]??" Khun membentak Rachel keras seraya mengguncangkan bahunya, sigadis pirang itu tersentak. Merasakan sakit dihatinya saat Khun membentaknya.

Rachel menunduk menahan isakannya, tangannya menunjuk laut lepas disana. "Dia hikss.. pergi— meninggalkan kita hiks.. itu keinginannya sendiri."

Khun langsung pergi kelaut, menatap air yang telah ternoda merah darah. Sepotong tangan tiba-tiba muncul di permukaan air.

Maniknya membelalak lebar saat ia memberanikan diri mengambil sepotong tangan tersebut. Tak percaya, tangan ini tangan yang sering ia genggam, jelas sekali simbol yang ia kenal. Tak salah lagi bahwa ini benar-benar tangan orang terkasihnya.

"[NAME]!!!!!!"

.
.
.
.

●●●●●●

Ada yang mau main tebakan di chapter ini?? ;<

Jangan lupa tinggalkan jejak^^

Continue Reading

You'll Also Like

73.4K 6.9K 30
Marsha Ravena baru saja diterima di salah satu perusahaan ternama, ia jelas sangat senang karena memang dari dulu itulah yang ia inginkan. tetapi kes...
91.9K 13K 28
Renjun mengalami sebuah insiden kecelakaan yang membawa raganya terjebak di dalam mobil, terjun bebas ke dalam laut karena kehilangan kendali. Sialny...
810K 84.5K 57
Menceritakan tentang kehidupan 7 Dokter yang bekerja di rumah sakit besar 'Kasih Setia', mulai dari pekerjaan, persahabatan, keluarga, dan hubungan p...
804K 57.7K 47
[Brothership] [Not bl] Tentang Rafa, hidup bersama kedua orang tuanya yang memiliki hidup pas-pasan. Rafa tidak mengeluh akan hidupnya. Bahkan ia de...