Karena dunia tidak menciptakan aku untuk dia.
Hany menguncikan dirinya di kamar mandi seorang diri. Sesungguhnya dia benar benar membenci dirinya saat ini, siapa yang suka membohongi dirinya sendiri dengan melakukan hal yang di luar kendali?
Dia bukannya tidak sadar jika masa kelamnya begitu rumit dan memalukan.
Tidak sampai saat ini, saat dia pertama kali bertemu dengan seorang lelaki yang menjadi pelanggan restaurant saat itu.
Fakta yang harus dia akui, dia lebih tertarik saat mendengar jika pria yang ada di salah satu foto keluarganya adalah kakak kandungnya Jefry. Hany lebih tergiur akan keberadaan Doyoung yang sampai saat itu tak dia dengar lagi kabar beritanya.
Mendendam adalah hasrat yang masih dia simpan jauh sebelum dia mengenal Kejora. Dia berpikir jika Doyoung yang mencampakannya, padahal Doyoung sudah tau semua baik buruknya wanita itu. Makanya dia menjauh dan mencari masa depannya yang lain, jauh dari jangkauan wanita picik itu.
Masih tidak terima dengan sebuah kenyataan yang menunjukan bahwa 'dialah' monsternya.
Bahkan saat ini dirinya sendiri mengakui perihal itu.
Dia menyesal mencintai Jefry hingga terlanjur membuatnya lupa akan apa yang menjadi tujuannya. Dia menyesal membuat Jefry menginginkannya. Menginginkan seorang wanita cantik dengan monster yang ada di dalam jiwanya.
Hatinya sudah binasa saat itu. Semua dendamnya mengisi kekosongan sang jiwa yang sudah di ambang batas layaknya 'hidup segan mati tak mau'.
Hany bertahan karena semua rasa sakitnya yang harus terbayarkan. Dia tidak mau menjadi korban satu satunya. Dia tidak terima jika Doyoung sudah tidak menerimanya lagi saat itu, disaat rasa cinta itu tumbuh semakin menjalar.
Bisa dikatakan itu semua adalah taktiknya untuk bisa menarik lagi Doyoung dan mendekat dalam jangkauannya. Dia mengenalkan seorang gadis kepada Doyoung dan saat itu, dia merasa jauh lebih bersalah .. disaat Doyoung mencintai wanita itu sepenuh hati.
Hany merasa jatuh dan tersingkirkan.
Ketidakterimaanya itu membuat jiwanya lebih besar untuk membenci dan menghancurkan. Semua upaya rasanya sia sia.
Sampai saat dia melihat Kejora berlumuran darah di depan matanya, dia pergi .. tanpa rasa bersalah.
Kucuran air shower menambah gemericik bunyi yang semakin deras. Ditambah lagi genangan air merah yang memuat seluruh permukaan pergelangan tangannya terekspos begitu kentara. Mengeluarkan satu satu percikan hangat yang pekat warnanya.
Dia mengusap air matanya dengan sisa darah yang dihasilkan dari luka di sekujur pergelangan tangan kirinya. Dia mengusaknya ke bagian mata sembari menyundutkan seluruh tubuhnya pada bathub yang ada di belakangnya.
Semuanya hanya menyisakan tangis dan air mata. Hatinya sakit saat mengetahui kejahatan dirinya kini telah diketahui Jefry. Yang sudah terlanjur dia cintai tanpa memandang Doyoung sebagai rasa balas dendam yang belum selesai.
Dia kecewa dan hanya berharap besok pagi dirinya sudah pergi bebas menjauh dari lelaki itu. Ekspektasinya terlalu tinggi rupanya untuk bisa bersama Jefry. Yang ada di pikirannya saat ini adalah .. sebuah kenyataan tentang seberapa bencinya Jefry kepadanya.
Belum tuntas penyesalan itu dia habiskan sendiri, Jefry sudah diambang pintu dan mematikan kucuran itu lebih lama bergulir.
Jefry mengangkat tubuh ringkih Hany dan membawanya ke atas ranjang. Dia menggantikan pakaian wanita itu keseluruhan, dan memanggilkan dokter untuk memeriksanya.
Hany belum kunjung tersadar selama kejadian semalam yang membuatnya harus mengakhiri hidupnya lebih cepat. Jefry menatap wajah pucat pasi tanpa ekspresi dengan air mukanya yang ikut menyendu. Dia sedih, kecewa dan cukup terpuruk pada semua keadaan.
Doyoung mungkin bisa dia tidak percayai, tapi .. Kejora?
Mendengarkan penuturan itu saja hatinya sudah melemah. Seberapa kejinya wanita yang sedang bersamanya itu, yang masih terlelap di dalam selimut hangat dan juga mengandung seorang anak manusia yang mana itu adalah darah daging milik Jefry.
Semuanya terasa mengusik ketenangan jiwanya kala itu. Membuatnya goyah untuk segera menikahi Hany. Menyakitkan dan Jefry hampir tak mau menerima semua kenyataan yang dia pikir ini hanyalah perasaan semu semata.
***
"Hany"
Kepalanya terasa berat, matanya masih sembab. Hany membuka kelopak matanya pelan. Perasaanya mengawang dan berbayang, rasanya semacam berada dalam suatu mimpi yang jauh.
Dia menemukan Jefry yang tersenyum di sebelahnya.
Oh rasanya seperti ini berada di surga? Kenapa Tuhan berbaik hati sekali?
Hany tersenyum, saat dia merasakan perutnya berguncang sedikit, dia menjatuhkan pandangannya. Jefry mengelus perutnya.
"Tolong jangan lakukan itu lagi, itu anak aku. Jangan sakitin anak aku, Han"
Hany belum mampu menguraikan kalimat, dia masih belum sepenuhnya bangun.
Hany menangis saat Jefry memeluk perut yang sudah mencetak ukuran yang lebih besar dari pada sebelumnya. Rupanya ini nyata, dan Jefry masih melekukan tubuhnya di seluruh pergerakan Hany.
"Izinin aku buat bertanggung jawab, jangan biarkan dia pergi sama kamu"
Bahkan disaat seperti ini Jefry masih mau bertanggung jawab untuknya, atas segala perbuatannya. Tanpa membahas segala rasa penyesalannya yang dia simpan rapat rapat. Bagaimanapun, jahatnya seorang wanita menunjukan seberapa rapuh dirinya hingga mengupayakan segala cara agar rasa sakitnya bisa terbayarakan.
Jefry mengangguk saat Hany dengan tulus dan menyesal mengungkapkan semua permintaan maaf sebesar besarnya. Bahkan Hany mengatakan, jika Jefry boleh memiliki anaknya dan Hany akan pergi setelah itu. Rasa benci untuk dirinya sendiri bahkan terlalu besar. Dia merasa tidak akan menjadi seorang Ibu yang layak suatu hari nanti untuk anaknya kelak.
Untuk saat ini, Jefry dan Hany masih tinggal bersama, dan Jefry akan bertanggung jawab untuk semuanya. Sampai saat anak mereka lahir, itu saja.
Sampai saat waktu menggiring mereka begitu cepat, rasa itu timbul sebegitu alaminya. Hany menjadi lebih cepat akrab dengan sang jabang bayi dan Jefry mengajarkannya bagaimana cara mengajak bicara janin yang ada di perutnya. Dia berkata bahwa anak itu bisa mendengarkan Ayah Ibunya berbicara.
Hatinya sedikit terenyuh dan lirih dikala kehadiran calon malaikat kecil Jefry menendang perutnya dan memberikan reaksi atas apa yang dilakukan Hany kepadanya.
Dia rasa dunia masih menciptakan sedikit lorong waktu terbaik untuknya, yaitu saat ini.
Hany tersenyum dan menitikan air mata saat obrolannya direspon tanpa henti. Anak itu begitu aktif dan lincah. Bahkan sampai sekarang Hany tak henti hentinya memanjakan sang anak.
Dunia tidak seburuk itu saat dia mulai melakukan hal yang baik akhir akhir ini. Dia merasa kehidupannya baik baik saja saat Jefry bersamanya menemani wanita itu dan membelikan salah satu camilan favoritnya di tengah malam.
Jefry
Mau piscok nggak?
Hany
Iya mau.
Mereka menikmati malam malam itu bersama. Saling menikmati satu sama lain dengan hati yang tenang tanpa sebuah kehampaan yang menggerogoti rongga dadanya masa itu. Hidupnya sedikit berwarna, saat Jefry menggoreskan tinta kehidupan untuknya. Jefry tidak semudah itu bisa melupakan perlakuan Hany pada Kejora di masa lalu, dia hanya berusaha mengubah sedikit demi sedikit kepribadian Hany yang jauh dari kata baik. Tanpa sadar, semua kasih sayang sang calon Ayah kepada anaknya itu sampai dan terima dengan baik. Tidak hanya untuk anaknya, Ibunya pula merasakan itu.
"Jef .. anterin aku?" Hany menepuk bahunya pelan dan kini mereka saling melempar pandangan.
"Kamu mau kemana?" Tanya Jefry, dia menyamakan kedudukan Hany.
"Mau minta maaf sama Kejora."
Jefry sedikit tergagu, dia percaya Hany sudah berubah. Dia senang mendengarkan penuturan itu. Tapi dia berpikir tentang bagaimana respon Doyoung dan Kejora nanti.
***
Doyoung
Acaranya udah selesai sayang.
Kejora
Pulang Mas.. dedek kangen banget. Aku udah susah buat gerak.
Doyoung
Loh? Mamah sama Haechan Renjun belum dateng?
Kejora
Udah Mas, ini si Haechan berisik banget di ruang tengah lagi pasang musik dangdut. Kalau lama kelamaan dibiarin anak kamu bisa bisa brojol duluan Mas 😭
Doyoung
Yaudah yaudah ini mau otw pulang kok, tungguin ya. Mau oleh oleh apa Mima?
Kejora
NGGAK MAS, MAUNYA KAMU PULANG SEKARANG!
Astaga, gara gara bini hamil tua jadi takut sama istri sendiri. Pikir Doyoung.
Doyoung langsung bergegas pulang, dia juga memesankan beberapa makanan enak untuk Haechan dan Renjun serta Mama mertuanya yang ada di rumah mereka sekarang.
Kelahiran anak mereka tinggal menghitung hari, maka dari itu sang Mamah diminta untuk datang dan menemani Kejora agar bisa melalui persalinan pertamanya.
Doyoung masuk perlahan dari pintu utama, ruang tamu masih dipenuhi oleh Haechan yang berdendang kesana kemari melantunkan lagu kopi dangdut yang sedang trending-trendingnya di aplikasi tok tok. Sedangkan Renjun masih berkutat dengan handphoneya sambil mengembangkan senyumnya berkala.
"EH KAKAK IPAR!" Ujar Haechan dengan suara microphone yang tak kalah cemprengnya dengan suara aslinya.
"Sssttt, udah mau malem ini tuh chan" tegur Doyoung.
"Ngga apa apa kak, kan jarang jarang Haechan main kesini."
"Tapi kakak kamu ngerasa berisik, ayok besok dilanjut lagi, sekarang makan dulu."
Doyoung menyuguhkan Pizza besar yang dia pesan lewat aplikasi dan juga martabak keju yang masih hangat hangatnya untuk mereka santap.
"MAKAN!" lantang Haechan, dia amat bahagia saat menemukan banyak makanan di atas meja.
"Renjun, kamu nggak makan?" Tanya Doyoung. Renjun masih senyum senyum menatap layar handphonenya saat Doyoung bertanya.
"Lagi pacaran kak, jangan diganggu." Bisik Haechan. Doyoung mengangguk dan membasuh tubuhnya sebelum menyapa Kejora di dalam kamar.
"Doy? Udah dateng?" Tanya sang Mamah mertuanya, mereka berdua masih asik mengobrol di kamar Kejora.
"Tuh suami kamu udah sampe. Jangan rewel lagi Ra." Imbuh sang Mama, Doyoung hanya terkikik saat melihat interaksi mereka.
"Istri kamu manja banget lagi hamil ya Doy" ujar sang Mama.
"Ya gitulah Ma, hamil pertama kan masa masa keemasan nih, kayaknya dia memanfaatkan itu deh" bisik Doyoung ke Mamah mertuanya. Kejora terlonjak dan merasa ada pengkhianatan disini, dia tak terima kalau dirinya tidak diberitau tentang yang dibicarakan Mamah mertuanya dengan sang menantu.
"Mas sama Mamah bisik bisik apa sih?!?!"
Kejora menyibirkan bibirnya lucu. Sang Mamah keluar dari kamar sambil menertawakan interaksi Kejora dan suaminya.
Doyoung memeluk tubuhnya dari belakang. Kejora masih merajuk padanya.
"Jangan ngambek, katanya ada yang kangen?" Ucap Doyoung, dia menciumi pundak istrinya dengan lembut.
"Yang kangen dedek, bukan aku!" Tutur Kejora. Dia masih kesal karena Doyoung pulang begitu lama. Acara seminar lumayan menyita waktunya. Untung saja acara itu tidak memakan waktu panjangnya agar bisa bersama dengan sang istri tercinta.
"Yaudah Mas mau kangenan sama dedek aja."
Doyoung lagi lagi menggodanya, dia merapatkan perut besar istrinya dan memeluknya erat. Mencumbui sang calon anak penuh sayang.
Sementara di atas sana raut wajah Kejora masih sedikit kesal. Doyoung tidak memberikan kecupan kecupan yang biasanya dia terima ketika suaminya itu pulang bekerja.
"Mas.." panggil Kejora. Dibawah sana Doyoung hanya pura pura memejamkan mata.
"Mas nggak kangen aku apa ih!"
Doyoung tersenyum dalam diamnya, dia gemas melihat sang istri jengkel sendiri akibat ulahnya.
Cup
Doyoung mendaratkan kecupan hangat ke bibir istrinya. Matanya terbuka lebar saat wajah tampan suaminya itu berada tepat di depannya. Kejora mengelus punggung Doyoung yang kemudian turun ke area wajah suaminya. Dia membalas dan ikut menyapu bersih bagian atas dan bawah milik suaminya.
"Kalau kangen tuh kangen aja jangan ngambek, kan susah?" Imbuh Doyoung. Kejora menempatkan kepalanya ke ceruk leher suaminya. Dia sangat merindukan aroma tubuh suaminya yang begitu khas.
"Masnya juga lama banget, seminar doang kan? Beneran?" Tanya Kejora penuh curiga.
"Iya sayang, sama suami sendiri harus percaya."
Kejora mengangguk dan melepaskan kemeja suaminya yang masih bertengger di tubuhnya.
"Ganti baju aja males!"
Kancing bajunya dilepaskan satu satu, Kejora mengambilkan kaos putih kebesaran yang selalu Doyoung andalkan ketika dia hendak tidur.
"Nggak males, emang mau dilayanin sama istri."
Kejora mencebik dan buru buru menyuruh Doyoung agar lekas memakai baju yang sudah dipilihkan istrinya.
"Mas mau makan nggak?" Tanya Kejora, dia mengusap kening Doyoung. Wajah suaminya kelelahan tapi tetap saja raut mukanya bahagia.
"Udah makan tadi disana" mau main sama dedek sekarang, bulan ini kan kita mau ketemu dedek" ujar Doyoung, masih mengagumi bentuk perut istrinya yang menurutnya sudah luar biasa.
"Mas udah siapin biayanya?" Tanya Kejora. Dia mengusap lengan atas suaminya.
"Udah beres sayang, buat anak pertama masa belum persiapin apa apa?" Ujar Doyoung. Kejora menempelkan kepalanya di dada suaminya.
"Tapi nanti buat baju bajunya dede gimana Mas? Kan kita belum beli?"
"Mamah udah bawain tadi, emang nggak bilang sama kamu?"
Kejora merotasi pandangannya mencoba mengingat sesuatu.
"Mamah enggak bilang Mas." Jawabnya dengan pasti.
"Berarti hadiah itu dari Mamah, soalnya Mas dikasihtau sama Mama, jadinya Mas pikir kita bakal perlunya nanti karena Mamah udah siapin."
"Mamah baik banget sih Mas." Kejora merekatkan lagi tubuhnya ke sang suami.
"Semua orang tua itu pasti begitu sayang. Nggak ada orang tua yang nggak sayang sama anaknya." Lanjut Doyoung.
"Ibu sama Ayah kamu kapan kesini Mas?" Tanya Kejora.
"Kemungkinan bulan depan, soalnya mereka lagi di Aussie." Doyoung menyanyikan lantunan lagu tenang setelah itu. Membuat istrinya jatuh lebih lelap di alam tidur. Dia berharap persalinan istrinya akan baik baik saja dan berjalan lancar.
Jefry
Kak, bisa kita ketemu?
Doyoung
Bisa, tapi jangan bawa Hany.
Jefry
Ok
Sir Doyoung 100k+ 🎉
Terima kasih para pembaca setia book ini, karena kalau nggak ada pembaca, book ini gak tau bakal jadi apa.
Aku nggak tau cerita ini sebenernya seru atau enggak tapi karena antusiasnya banyak jadi aku bisa menyimpulkan kalau tulisan aku ini masih pengen dibaca sama temen temen semua.
Terima kasih buat apresiasinya ya, nggak bisa nyebutin satu persatu ke kalian huhu pokoknya mau terima kasih yang banyak sama kalian. Thank u so much ♥️
Guys bapak dosen kita penasaran, kira kira ada yang mau bertanya nggak sih sama beliau?
*ahai asik banget ga tuh
Sesi pertanyaan saya buka. Kalau nggak ada yang mau tanya, saya yang bertanya!
See you next week❤