Ini hal tergila yang pernah Kirana lakuin semasa hidupnya selama enam belas tahun. Adrian diam melihat lurus wanita itu dengan penuh tanya. Seluruh warga sekolah yang berada di ruangan itu diam, menatap ke arah Adrian lihat. Dela dan teman-temannya kaget melihat Kirana yang berdiri. Wanita itu berjalan menghampiri Adrian.
Astaga, ada apa dengan gua? – Kirana.
"Kirana ngapain?" Tanya Gilang bingung.
"Bukan Adrian yang gila, tapi Kirana yang gila," Dela menggeleng, tersenyum tak menyangka.
Tadi wanita itu dengan jelas menolak, tapi ternyata Kirana akan menembak Adrian tepat di penutupan Masa Orientasi Sekolah.
Kaki Kirana melangkah menaiki tangga. Pandangan Adrian tidak putus. Wanita itu menghela napas panjang, ia meyakinkan dirinya sediri.
Di tepi ruangan, Eza menatap wanita itu tidak percaya. Wah. Kejutan yang sangat mengejutkan. Fix. Wanita ini menarik.
"Ngapain tuh?" tanya Vina penasaran.
"Engga tau," jawab Adam yang juga memperhatikan podium.
"Bakal rame ni," sahut Exel tertawa.
Lalu,
"Ka," Kirana menatap Adrian lurus. "Mau engga jadi pacar saya?"
Deg.
Semua orang berisik. Benarkah kata-kata itu terucap di bibir Kirana?
Eza tersenyum puas. Wanita itu memenangkan taruhannya.
Satu ruangan meneriaki mereka. Tidak akan menyangka kejadian ini akan terjadi saat ketua OSIS sambutan. Adrian pun tidak pernah membayangkan akan di tembak oleh adik kelas yang masih berpakaian cupu di tengah orang banyak.
"Terima," beberapa orang menyahut. Bahkan guru-guru menatap aneh dan takjub oleh keberanian wanita itu.
Adrian memajukan wajah untuk mendekat ke mic. Dengan tegas, ia bilang, "Engga,"
Deg. Ditolak.
Nyes. Kirana menutup mata.
Beberapa orang tertawa. Eza sudah tau pasti Adrian akan menolak mentah-mentah dengan satu kata yang sangat menyakitkan orang yang mendengar. Apakah benar wanita unik ini akan melakukan apapun demi keinginannya? Sebegitu inginkah Kirana untuk masuk OSIS?
"Balik ke tempat," kata Adrian lagi.
Malu. Malu. Malu. Setengah mati. Kirana menghela napas berat. Semua warga sekolah tau betapa terinjaknya harga diri Kirana. Bukan. Tapi Kirana menginjak harga dirinya sendiri.
Wajah Adrian datar, tapi dalam hati menyimpan tanda tanya. Tidak mungkin wanita itu melakukan ini tanpa alasan, pasti ada sesuatu sampai akhirnya Kirana berani meminta menjadi pacarnya padahal Adrian sudah berulang kali bersikap kasar.
"Maaf semuanya, saya lanjutkan lagi,"
---
Kirana menepuk kepala berulang kali. Sudah kesekian kalinya ia menyalahkan dan menyesali segala hal yang ia lakukan.
"Ahh," decak kesal Kirana. "Bodoh banget si lu Kirana, Kenapa mau aja ngelakuin itu," Ia menghempaskan tubuhnya ke kasur.
Mengguling ke kanan, mengguling ke kiri berharap bisa amnesia sejenak.
Tok..tok..tok..
Mama masuk ke kamar.
"Gimana tadi hari terakhir MOS?" Mama duduk di sisi kasur. Kirana duduk dengan wajah frustasi.
"Bilang sama Kirana sekarang, kalau Kirana udah gila," rambutnya sudah berantakan berkat kepalanya yang tidak bisa diam.
"Ada apa si? Mama engga ngerti," Tanya mama bingung. Kirana membenamkan kepalanya lagi ke bantal.
"Ahhh..," teriaknya lagi.
"Kamu kenapa? Ada masalah? Kamu dikerjain atau gimana?" Tanya mama penasaran. Kirana duduk menghadap mama.
"Tadi," wanita itu menelan ludah. "Kirana," wanita itu menggantungkan bicaranya. "Nembak ketua OSIS," Mama kaget. Hening. Lalu. Tertawa. Kirana mencibirkan bibirnya sedih.
"Terus diterima? Udah pasti ditolak mentah-mentah kan?"
"Ih, Mama," Kirana merengek. Mama tertawa lagi.
"Lagian kamu ada-ada aja segala nembak ketua OSIS," Kirana malu, sangat, ia memeluk mamanya, tangan wanita paruh baya itu menepuk punggung anaknya yang pasti sangat amat tidak percaya melakukan itu, "Pasti disurug kakak kelas ya?" Kirana mengangguk memelas. "Dimana kamu nembaknya?" Tanya mama lagi.
"Di depan aula, pas dia sambutan penutupan MOS," Mama speechless. Tidak menyangka anaknya akan seberani ini.
"Beneran?" Tanya mama melotot. Kirana mengangguk.
"Berani banget kamu," Kirana mendekap kepalanya lagi ke kasur.
"Gimana dong mah, Kirana malu setengah mati," Mama tertawa melihat tingkah lucu Kirana.
"Iya, kamu memang gila," kata mama.
"Mama," Kirana memasang wajah tidak senang.
"Tadi kan kamu yang nyuruh mama untuk bilang kalo kamu gila, ya mama akuin kamu memang gila," Mama termehek, membayangkan kejadian itu memang benar-benar menimpah Kirana.
---
Kirana memegang sendok dan garpu tidak semangat.
"Kenapa si ko makannya engga semangat?" Tanya papa. Kirana menghela napas panjang dan menyuap nasi goreng buatan mama.
"Itu pah, kemarin Kirana dikerjain sama kakak kelasnya," goda mama.
"Dikerjain apaan?" Sambung Gilang penasaran.
"Disuruh nembak ketua OSIS," kata mama lagi. Ya sudahlah Kirana sudah tidak peduli, meskipun ia menyuruh mama nya untuk menutup mulut, pasti tidak akan dilakukan, pasti bocor.
"Pphhtt," Gilang menahan tawa. Kirana menatap sinis.
"Mau aja dah lu," Wanita itu mencibirkan bibir. "Gua baru inget, lu kan bodoh, jadi mau aja dibodoh-bodohin,"
"Ih, kakak," Mood nya hari ini benar-benar tidak bagus.
Kirana meletakan sendok garpu.
"Mah, pah, Kirana berangkat, Ayo cepetan," Kirana menyalimi kedua orang tua lalu pergi berlalu.
"Kakak kamu belum selesai makan," teriak mama.
"Kirana tunggu depan," sahut Kirana dari kejauhan.
"Ambilin susu buat adik kamu nanti,"
Gilang mengangguk sembari tertawa kecil melihat tingkah Kirana
---
Kirana menghela napas.
"Pasti langsung viral ni satu sekolah," ledek ka Gilang. Kirana memukul bahu orang itu.
"Apaan si," Lelaki itu sangat senang membuat Kirana tidak merajuk.
"Ni, jangan sampe engga diminum," Gilang memberikan susu titipan mama. Kirana mengambil dengan kasar.
"Udah sana pergi," Kirana meninggalkan Gilang.
Kirana sangat malu untuk bertatapan dengan warga sekolah.
Semoga orang-orang seketika amnesia, dan menganggap kejadian memalukan kemarin tidak ada. - Kirana
Langkah demi langkah ia lewati. Sekarang jam 06.10 WIB. Masih terbilang pagi dan tidak terlalu banyak orang. Kirana memasuki kelas X MIA 2. Disana hanya sepuluh orang yang baru datang. Ia mengambil tempat duduk di barisan ke empat di pojok, seperti tempat orientasi kemarin. Ia sudah janjian dengan Dela untuk menjadikanya chairmate.
Lirik depan. Lirik kiri. Lirik Kanan. Aman.
Huft
Ia mengeluarkan handphone. Menyetel mode silent.
"Kirana," panggil Dela. Wanita itu menoleh.
"Sini,sini," Kirana mengajak Dela untuk datang.
"Pagi banget lu dateng nya," kata Dela. Kirana tersenyum kecil. "Takut ketemu sama ka Adrian ya?" goda Dela menunjuk Kirana penasaran. Kirana mendorong pelan pundak Dela.
"Engga, ngapain takut," Kirana mengalihkan matanya gugup, Dela tertawa. "Kita duduk disini engga papa ya?" Tanya Kirana mengalihkan.
"Iya, gua juga males kalo duduk di depan," sahut Dela. "Kalo di belakang kan bisa sambil makan dan dengerin lagu," kata Dela tersenyum licik.
"Bener banget," Kirana setuju.
"Eh, kantin yuk, gua mau jajan ni," kata Dela.
"Emang tadi lu engga sarapan?" Tanya Kirana.
"Sarapan, cuman gua mau beli minum sama jajanan buat persiapan nanti," Tangannya seolah menyuap seseuatu ke mulut. Dela berdiri, mengambil tangan Kirana. "Ayo, temenin gua,"
"Iya iya," Mereka ke kantin.
---
"Mas, jadi berapa?" Tanya Dela ke penjaga warung. Kirana mengamati sisi kiri. Ada beberapa orang yang melihatnya sambil berbisik. Mengamati sisi kanan. Ada yang terang-terangan menatap. Wanita itu menghela napas panjang dan memejamkan mata. Ternyata kejadian kemarin membuatnya menjadi bahan ghibah.
"Udah belom jajannya? Lama banget,"
"Bentar, ini lagi nunggu kembalian," kata Dela.
Fix.
Ia sudah menjadi cewe viral di SMA Samudra. Berkat Adrian. Ketua OSIS yang ditembaknya. Dalam hati ia sangat mengutuk Eza yang mendorong wanita itu melakukan hal sangat gila.
---