PLAYING BY THE FATE | Dramion...

By Mountaztaz

101K 7.3K 1.2K

Draco berusaha keras untuk mempertahankan Hermione agar tetap disisinya, apakah Lucius dan Narcissa akan ikut... More

Bab 1 - Head Boy and Head Girl
Bab 2 - Falling in Love
Bab 3 - Friendship Zone
Bab 4 - When Slytherin makes woo
Bab 5 - Hurtful Truth
Bab 6 - Stay
Bab 8 - Magic Three Word
Bab 9 - Stealing the Moment
Bab 10 - I Wish....
Bab 11 - When The Party is Over
Bab 12 - Walk Out
Bab 13 - Slytherin Charms
Bab 14 - Together Again
Bab 15 - The Proposal
Bab 16 - Malfoy's Wedding
Bab 17 - Malfoy Heirs
Bab 18 - Death Eaters Curse
Bab 19 - Malfoy Dark Secret
Bab 20 - Newborn Baby
Bab 21 - EPILOG : What Malfoy wants then Malfoy gets

Bab 7 - Slytherin Princess

4.5K 355 51
By Mountaztaz


Ujian NEWT telah berakhir, para siswa kelas tujuh—termasuk Hermione dan Draco, merasa sangat lega sekarang. Beban ujian yang menggayut di keduanya kini terangkat sudah.

Tinggal menunggu hasil ujian keluar dan pengumuman nilai ujian akan keluar dalam 2 minggu setelah ujian berlangsung.

Hermione masih tetap gelisah—cemas bila hasil ujiannya buruk. Sementara Draco terlihat santai dan relaks, baginya ujian tersebut memang melelahkan—menghabiskan waktu berminggu minggu untuk belajar bersama Hermione.

Hubungannya dengan Astoria sama sekali tak berubah bahkan tak ada kemajuan, walau mereka akan melangsungkan pernikahan tapi Draco seolah mengabaikan keberadaan gadis itu.

Draco lebih sering menghabiskan waktunya dengan Hermione—dengan alasan bahwa dia harus konsentrasi dengan belajarnya dan tidak mau diganggu.

Agaknya Astoria tidak punya pilihan untuk memprotesnya, walaupun Astoria sempat curiga akan kedekatan calon suaminya dan Hermione tapi teman seasramanya—Pansy selalu mengatakan, bahwa Astoria hanya termakan perasaannya saja dan toh akhirnya Astoria akan mendapatkan Draco, jadi kenapa Astoria harus gusar.

Astoria percaya dengan omongan Pansy—tidak ada mencurigakan, putusnya.

Pansy berusaha mendekatkan diri dengan Astoria dan Daphnee agar kedua kakak adik ini tidak ikut campur atas kedekatan Draco dan Hermione.

Pansy selalu membela Draco—bukan tanpa alasan, selain Pansy menyayangi Draco tapi karena Pansy merasa lelah dengan permasalahan menjaga kemurnian pureblood ini.

Dia merasa dunia yang dibentuk para pureblood sangat tak adil. Mereka menentukan nasib seseorang tanpa memperhatikan hak untuk berbahagia. Ia sudah sering menyaksikan berapa banyak pasangan yang menikah tapi tak bahagia karena dijodohkan.

Para anak-anak pureblood hanya mampu menerima keputusan keluarga tanpa bisa protes. Dia juga merasa muak dengan sikap gadis-gadis pureblood yang tipikal, mereka bersikap bagai barang yang siap dijual oleh orang tuanya.

Tak perlu otak yang pintar dan sekolah hanya dijadikan formalitas, toh mereka hanya berakhir jadi istri, melahirkan keturunan dan menghabiskan uang suaminya. Jika mereka tidak bahagia dengan pasangannya, mereka tinggal berselingkuh dengan siapapun yang mereka mau.

Jadi apa nilai positif dari perjodohannya itu?, bila pada akhirnya mereka tak setia satu sama lain. Banyak hal yang membuat Pansy berubah jadi feminis dan anti pureblood society.

Salah satu alasan terkuat adalah karena tewasnya ayah Pansy di tangan Voldemort—yang kemudian diketahui Pansy, bahwa ayahnya menjadi korban dari hasutan para petinggi Pureblood Society—korban dari kotornya politik perkumpulan itu.

Demi menjaga nyawa mereka tetap utuh dari kemarahan Voldemort akhirnya mereka mengkhianati rekannya sendiri—membuat ayah Pansy menjadi kambing hitam dan dibunuh oleh Voldemort.

Kasus ini membuat Pansy semakin membuka mata dan membenci obsesi para tetua pureblood sangat absurd dan cenderung memaksakan. Kepercayaan atas doktrin pureblood ini telah runtuh di pikiran Pansy.

Draco juga memberikan pengaruh besar agar Pansy mau membuka diri bahwa dirinya seorang yang merdeka dan bebas menentukan pilihan, tidak terkungkung oleh peraturan mengekang Pureblood.

"Everyone have right to choose for their own happiness, Pans" perkataan Draco terngiang di pikirannya.

Namun sungguh ironis dikala Draco berapi-api mengutuk semua ambisi pureblood tapi dia sendiri malah terjebak dengan perjanjian tersebut.

Ia sering berdiskusi mengenai hal ini dengan Blaise, Theo juga Draco sejak sebelum Hogwarts dibuka kembali, membicarakan masalah perang dan sesudahnya.

Banyak hal yang dia pelajari yang mampu membuka pikirannya menjadi demokratis—itulah sebabnya Pansy berubah.

Dia lebih terbuka dengan semua orang, bersikap ramah, mengobrol riang dengan gadis-gadis anggota asrama lain selain Slytherin tentunya.

Perubahan Pansy ini membuat dirinya menjadi lebih populer, mereka sekarang menjuluki Pansy—Slytherin Princess. Para pria berlomba mengencaninya dan Pansy menikmatinya, Pansy tetaplah Pansy—Pria, Popularitas dan Penampilan adalah kehidupannya.

Pansy Parkinson

"Ouuchh...Sorry" Pansy mengaduh dan meminta maaf kala dia menyadari bahunya menyenggol siswi lain di koridor, sehingga membuat siswi itu terjatuh dan buku-buku yang dipegangnya berantakan.

"Weasley? Maaf—aku tak sengaja. Sini biar aku bantu membereskan bukumu" tawar Pansy ikut berjongkok membantu Ginny membereskan beberapa buku dan majalah yang bertebaran di lantai koridor.

"It's ok" balas Ginny tersenyum kecil. Ginny pun tahu Pansy yang sekarang tidak menyebalkan lagi. Walaupun Ginny sama sekali belum pernah ada kesempatan untuk mengobrol dengan gadis itu.

"Apa ini?" Pansy bertanya ketika melihat sebuah majalah berhalaman tebal dengan cover wanita muggle yang berpakaian sangat modis—Majalah Harper Bazaar.

"Majalah fashion muggle" jawab Ginny. Ginny melihat ketertarikan Pansy di matanya kala Pansy membuka lembaran majalah tersebut.

"Wow" reaksi Pansy dengan mata berbinar. Pansy terus membuka-buka halaman demi halaman dengan pandangan sangat antusias.

Ginny membiarkannya, buku yang berantakan tadi sudah rapih tersusun di tangannya.

"Mereka sangat fashionable ya?, bajunya bagus-bagus dan indah" Pansy menoleh ke arah Ginny dengan pandangan sangat tertarik.

"Yap, aku selalu menyukai gaya muggle berpakaian, bahkan Hermione sendiri banyak memberi pengaruh padaku" ujar Ginny.

"Oh..ya. Mereka—muggle, sangat kreatif. Kau banyak memiliki majalah seperti ini?"

"Aku punya sekoper di kamarku"

"Aku mau melihat yang lain, apakah boleh?" mata Pansy berbinar.

"Tentu saja. Kau tertarik?"

"Tentu saja. Kau tahu aku bercita-cita jadi fashion designer nantinya. Gadis dan fashion adalah dunia yang tak terpisahkan" Pansy tertawa renyah.

Ginny tidak pernah menyangka Pansy se-menyenangkan ini. Pasca perang telah membuat gadis ini yang asalnya selalu nyinyir dan selalu memasang wajah mencela jadi berubah ramah.

"Aku selalu tertarik dengan dunia fashion walaupun aku lebih memilih Quidditch, tapi kau benar, Parkinson. Gadis dan fashion adalah satu paket"

"Well...Weasley kita harus banyak mengobrol kalau begitu. Kukira kau tahu banyak tentang dunia fashion muggle. Boleh kupinjam majalahmu?"

"Ambil saja itu edisi dua bulan yang lalu"

"Kapan edisi terbarunya terbit"

"Nanti ku kabari"

"Great. Fascinating" Pansy mengulurkan tangan untuk berjabat dengan Ginny, Ginny merasa heran tapi pandangan Pansy seolah mengiba agar Ginny menerima uluran tangannya.

"Pansy" ucap Pansy. "Panggil aku, Pansy"

Ginny tersenyum lebar dan menjabat tangan Pansy "Panggil aku, Ginny"

Dan keduanya tertawa kecil.

"Ginny!" panggil yang seseorang yang berada di belakang Pansy. Pansy menoleh ke belakang dan melihat Harry beserta Ron ke arah mereka berdua.

"Harry! kau datang?" Ginny melonjak senang segera menyambut Harry dengan pelukan penuh kerinduan. "Ron, kau juga?"

"Parkinson?" sapa Harry melihat Pansy masih berdiri canggung di antara mereka.

"Oh..kami sedang mengobrol ketika kalian datang" terang Ginny.

"Mengobrol dengan Parkinson?" tanya Ron heran, berjengit seolah itu adalah hal yang menyakitkan.

"Yap, aku dan Pansy sedang membahas masalah fashion—kau tahu, girls and it's stuff" Ginny mengedipkan matanya ke arah Pansy, berusaha agar gadis itu tidak merasa canggung.

"Well, banyak hal berubah ya, Hogwarts jadi lebih friendly" kata Harry.

"Jadi dia tidak bermulut pedas lagi?" tanya Ron sambil matanya menatap tajam Pansy.

"Ron!" seru Ginny, mengetok kepala Ron dengan buku, dan memberinya pandangan membunuh.

"Uh..oh...aku permisi. Ada kelas. See you Ginny" Pansy berkata gugup sambil melangkah menjauhi mereka.

"Hei...Pansy, majalah yang lain akan ku bawa ke aula besar saat makan malam, ok?" seru Ginny.

"Ok, Gin. Terima kasih. Aku pamit" Pansy mengangguk ke arah mereka bertiga dengan tatapan canggung.

Harry membalasnya, Ginny tersenyum dan melambaikan tangan, tapi Ron hanya melengos.

Sayup sayup Pansy mendengar suara Ginny memarahi Ron "hargai sikap orang Ron. Penghuni Slytherin jadi berubah menyenangkan, mereka mencoba berbaur dan kita harus menerimanya. Jangan memalukan Gryffindor dengan sikap menyebalkanmu itu!"

Pansy menghela nafas panjang dan kembali berjalan.

.

.

Kembali ke trio Gryffindor...

"Omong-omong ada apa kalian ke Hogwarts?" tanya Ginny.

"Aku rindu padamu, Gin. Masa tidak boleh" goda Harry.

"Oh, Mr. Potter. bukannya kita baru saja bertemu 2 hari yang lalu di Hogsmeade?" kekeh Ginny, Harry nyengir.

"Baiklah—selain aku rindu padamu Miss Weasley-ku. Kita datang untuk menemui Hermione. Kau tahu sudah lama kita tidak saling bertemu. Aku mengecek kabarnya dan ingin melihatnya—sekalian mengucapkan selamat atas ujian NEWT-nya"

"Ya...ya...aku juga jarang mengobrol dengannya. Dia tampak stress menghadapi ujian, menghabiskan waktu di asrama ketua murid untuk belajar, hampir tak pernah kulihat dia berjalan tanpa membawa buku"

"Sangat Hermione" ujar Ron

"Dan Malfoy selalu berkeliaran di sampingnya, bersikap sama—belajar" tambah Ginny.

"Dengan Malfoy lagi?" seru Ron dengan nada tinggi.

"Still jealous brother?" Ginny memicingkan matanya. "Bukankah kau yang memutuskan hubunganmu dengan Hermione"

"Hei, itu bukan keputusan sepihakku. Itu keputusan terbijaksana yang pernah kubuat"

"Lalu kenapa kau bertingkah seperti membenci Malfoy jika dia berada dekat dengan Hermione?"

"Karena ia seorang Malfoy" balas Ron

"Jadi mereka 'dekat'?" tanya Harry sambil memberi tanda petik dengan tangannya.

"Dekat—iya. Tapi kurasa bukan 'dekat' seperti itu. Kedekatan mereka karena satu passion—belajar. Mungkin. I dont know. I'm not sure" Ginny menjawab dengan raut berpikir mencoba berspekulasi.

Tapi ia enggan berasumsi lebih jauh karena Ron selalu berprasangka buruk pada Malfoy. Ginny hanya tidak ingin asrama Gryffindor dan Slytherin bersitegang lagi karena masalah pribadi.

Selama hampir satu tahun ini, kondisi antar asrama sangat rukun dan akur, dan Ginny tak mau merusaknya.

.

.

"Hello, Hermione" sapa Harry ketika melihat Hermione sedang melangkah masuk ke ruangan rapat prefek. Ron dan Harry melihat Draco disampingnya, sedang membawakan tas Hermione.

"Harry! Ron! Oh My Merlin. I miss you guys so much" sambut Hermione dengan tertawa gembira. "Ada angin apa calon auror hebat datang kamari?" tanya Hermione disela pelukan antar teman mereka.

"Menemuimu tentunya" jawab Harry.

"Uhm..oh..sayang sekali, aku ada rapat prefek sekarang membahas tentang pesta kelulusan. Kalian mau menunggu?"

Harry dan Ron berdecak protes dan menatap Hermione dengan pandangan memohon.

"Pergilah, Hermione. Biar rapat ini aku yang meng-handle-nya" Draco menepuk ringan pundak Hermione.

"Thanks, Draco" Hermione tersenyum kecil ke arah Draco. Hampir saja Hermione kelepasan bergerak ingin mencium pipi Draco tapi segera disentakkan badannya, mengingat Harry dan Ron berada disana.

"Hmm.." Draco melangkah masuk ruangan tanpa menoleh lagi ke arah mereka bertiga.

.

.

"Draco? Hermione? Kalian saling memanggil nama depan?" tanya Ron tak percaya.

"Oh..come on, Ron. Dia kan rekan tugasku—kami hanya berusaha akrab. Kau tahu tak enak berkerja sama kalau ada kecanggungan" elak Hermione.

Hermione berjalan di depan bersama Ron berdampingan, kemudian berceloteh "Bagaimana kabar kalian? Apa saja yang kalian lakukan disana? Ceritakan padaku. Oh...aku sungguh lega ujian ini selesai, kepalaku serasa meledak. Mau lollipop menempel di lidah? Aku punya dua? Dan kau tahu Proff. Ambrose dan Proff. Bresscomb ternyata pacaran"

Harry memandang punggung mereka kala berjalan mengikuti mereka dari belakang. Harry memandang intens Hermione, pemandangan baru di leher Hermione lebih menarik perhatiannya. Hermione mengikat rambutnya asal-asalan sehingga tidak sadar mempertontonkan beberapa 'hickey' di tengah dan sisi tengkuknya.

Harry bertanya-tanya siapa yang memberikan hickey itu? Apa Hermione punya pacar?

Menurut Ginny hanya Malfoy yang berkeliaran di dekatnya? Harry menggelengkan kepala berusaha menepis bahwa Malfoy-lah yang mencapnya disana.

'Nanti akan kutanyakan, secara pribadi?' tegas Harry dalam hati—penasaran.

.

.

Harry membawa paksa Hermione ke tepi hutan terlarang, disini dia akan bicara aman tanpa gangguan siapapun.

Ron sudah pulang beberapa saat yang lalu. Agar Ron tak curiga, Harry beralasan bahwa dia akan menemui Ginny dulu, Ron mengerti dan memandang nakal pada Harry dengan tatapan bahwa Harry akan menyalurkan rasa rindunya dengan adiknya.

Sementara Hermione dipaksa ikut dengan alasan kalau Harry membutuhkan pendapat Hermione mengenai Ginny—secara Hermione adalah wanita.

Hermione tersenyum simpul mengerti—mungkin Harry butuh bantuan memilih cincin untuk melamar Ginny, pikir Hermione.

"Oke, katakan padaku, siapa pria itu?" tanya Harry tanda tedeng aling membuat Hermione mengerutkan keningnya.

"Pria apa?" tanya Hermione.

Harry menjulurkan tangannya menyibak rambut Hermione dan membuka paksa jaket yang tengah dikenakan Hermione sehingga jaket itu mengekspos dada atasnya, hickey tampak bertebaran disana.

"Harry! what are y—"

"That!" tunjuk Harry pada beberapa hickey yang tertera disana.

Hermione mengumpat pelan, "Shit! damn you" gumam Hermione yang ditujukan kepada pembuat hickey.

"So...who?" tuntut Harry memicingkan matanya.

"I—I—Itu karena serangga, digigit serangga. Ya—serangga" jawab Hermione gugup.

"Oh ya...Mione? Kau pikir aku bodoh apa? Aku tahu persis, aku dan Ginny—bentuknya, bekasnya. Jangan paksa aku menggunakan legillimens"

Hermione bergidik ngeri jika Harry menggunakan legillimens. Ia akan tahu memori erotisnya bersama Draco.

Hermione tidak mau Harry memasuki memorinya kemudian menemukan dia dan Draco sedang... seperti menonton blue film.

Hermione mengigit bibirnya.

"Aku dan Draco" jawab Hermione menunduk.

"Draco? Draco Malfoy?"

"Tentu saja Draco Malfoy, memang ada berapa Malfoy di Hogwarts"

Harry mendengus "Sudah kuduga"

"Apanya yang sudah kau duga?"

"Gestur tubuhmu dan cara tatapanmu padanya. Juga cara Malfoy memandangmu"

"Oh...Harry yang dulunya gugup saat bersama Cho, sekarang sudah mampu menilai bahasa tubuh. Luar biasa" sindir Hermione.

"Jangan mengejekku,Mione. Latihan auror bukan hanya sekedar latihan duel mantra, tapi aku harus mempelajari psikologis orang-orang, bahasa tubuh, cara bicara—yah, kau tahu. Banyak yang suka menutupi sesuatu" jawab Harry datar.

"Jadi benar, Malfoy?" nada suara Harry kembali tegas.

Hermione mengangguk pelan-pelan.

"Shit, Mione? Malfoy akan menikah dengan Astoria Greengrass—aku pernah membacanya di koran"

"Aku tahu"

Harry mengernyitkan keningnya lalu menghela nafas. "Kalian? Sejak kapan?"

Hermione menerawang kemudian menatap Harry. "Kami mulai saling menyukai saat aku masih bersama Ron dan akhirnya setelah aku putus dengan Ron, kami menjadi lebih dekat. Tapi tidak ada yang tahu tentang kami, kecuali sahabat Draco di Slytherin"

"Siapa bilang tidak ada yang tahu. Ginny tahu, dia curiga padamu, dia sering menceritakan kedekatanmu dengan Malfoy sejak kau masih bersama Ron. Itulah sebabnya aku terus mempengaruhi Ron agar kalian tetap jadi sahabat. Akan sangat parah akibatnya bila Ron tahu, kau mengkhianatinya"

Hermione membelakkan matanya tak percaya—apa mereka sejelas itu, sebening kaca?

"Ginny tahu?"

Harry mengganguk, "Ginny baru menduganya, karena kalian belum tertangkap basah"

Hermione mengigit bibirnya kembali.

"Pada saat natal kemarin, kau tidak ke Perancis kan? Kau bersama Malfoy? Kemana?" mata Harry menyipit. Kemampuannya untuk menganalisa keadaan makin terasah akibat feeling auror-nya.

"Aku tinggal bersamanya di Manor"

Harry sedikit terkejut mendengar jawaban Hermione, "Di Manor? Jadi Narcissa tahu?"

"Dia mendukung kami sejauh ini—perasaanku mengatakan demikian"

"Tapi Malfoy akan menikahi gadis Greengrass nantinya"

"Perjodohan yang bodoh" kutuk Hermione—kembali hatinya sakit.

"Hentikan, Mione! Kau akan terluka"

"Aku tidak tahu, Harry. Draco selalu menempeliku kemana-mana. Dia tidak suka dengan perjodohan ini begitupun Narcissa, ini ulah Lucius. Dan Draco—dia mencintaiku"

"Jangan menjadi bodoh. Kau gadis yang polos" Harry kehilangan akal bagaimana Hermione bisa mengalami ini semua.

"A—Aku tak bisa. Aku mencintainya, aku tak sanggup meninggalkannya"

Harry menghela nafas lalu mengaruk keningnya—Hermione dan Malfoy, sulit dipercaya.

Mereka berdua telah jatuh cinta dan Harry mencoba rasional, cinta tak pernah memandang siapapun. Ia jadi teringat kisah Snape dan ibunya.

"Baiklah. Aku mengerti, perasaan memang tidak bisa dibohongi. Tapi jika Malfoy membuatmu menangis, aku yang akan menghajarnya sampai dia tidak sanggup berjalan" ancam Harry dengan sikap protektifnya.

"Oh..Harry" Hermione menangis menghambur ke pelukan Harry. Bahagia karena sahabatnya mendukungnya, satu kelegaan untuk Hermione. Harry—sahabatnya telah banyak berubah. Lebih dewasa, tidak ada yang lebih membanggakan dari hal itu.

"Lalu bagaimana dengan Ron?" Hermione berubah cemas. Ia takut Ron tak bisa menerimanya.

"Tenanglah, kalau sudah waktunya ketahuan—ya sudah, harus bagaimana lagi? Lagipula kau sudah tidak ada chemistry dengannya kan?"

Hermione menggeleng sambil tersenyum tipis. Dan Harry tersenyum tulus padanya.

Mungkin Dumbledore menitiskan jiwanya di Harry—dia tumbuh menjadi pria yang bijaksana.

.

.

"Kenapa kau senyum-senyum terus seperti orang gila?" tanya Draco ketika melihat Hermione muncul di balik pintu kamarnya. Draco dengan santai duduk di tepi ranjangnya sambil memainkan snitch—lepas—tangkap—lepas—tangkap—lepas—tangkap.

"Aku mau mandi dulu, baru akan ku ceritakan" Hermione mengedipkan matanya sambil tetap tersenyum, menggoda Draco agar penasaran.

"10 menit cukup! atau aku akan menyusulmu ke kamar mandi dan memaksa kau cerita, tak perduli jika kau sedang dipenuhi busa sabun sekalipun" teriak Draco yang didengar Hermione sambil berlalu.

"30 menit! karena aku akan mencukur bulu kakiku dulu" seru Hermione

"5 menit kalau begitu"

"Fuck you, Draco"

Draco terkekeh riang.

.

.

"So... ada apa?" tanya Draco kala Hermione memainkan jarinya di bekas luka-luka Draco yang tertera di dadanya.

Hermione duduk sementara Draco berbaring. Jari Hermione mengoda kulit dada Draco dan naik ke atas menyusuri rahang Draco kemudian berhenti di hidungnya lalu menjepitnya pelan—membuat Draco tak mampu bernafas dari hidung.

Draco menarik tangan Hermione dan menciumi tangannya lalu mengulum jari telunjuk dan jari tengah Hermione.

Mereka sangat menyukai kegiatan cuddling saat malam sebelum pergi tidur, kalaupun nantinya diwarnai dengan kegiatan sex before sleep itu adalah bonus.

Tak perlu setiap saat mendapatkan bonus bukan? Draco menyadari bahwa jika bersama dengan orang yang dicintai, hubungan itu bukan hanya sekedar sex dan saling melampiaskan hasrat, tapi menikmati saat kerbersamaan dengan orang itu.

Hermione menyebutnya—Couple Quality Time. Entah istilah apa itu—Draco tak mempersalahkannya, tapi dia setuju dengan Hermione. CQT mereka, hal sepele mengasikkan yang sedang di alami oleh pasangan kasmaran ini.

"Harry tahu tentang kita" jawab Hermione sambil mengaduh pelan karena Draco mengigit kecil jarinya yang sedang dikulum Draco.

"...hhmm...kau mengatakannya?" Draco kini menciumi pengelangan tangan Hermione.

"Pada awalnya dia hanya menebak. Anyway...Thanks to your hickey all over my neck and upper chest, damn you Draco. Stop drawing your lips over my body" protes Hermione menarik tangannya lepas dari genggaman Draco.

"Hey...you like it, kau bahkan mendesah saat aku membuatnya" kini Draco bangkit dan mendorong Hermione yang sedang duduk agar berebah dan kini Hermione sudah berada di bawah perangkapnya.

Hermione memandang pasrah pada mata abu dingin yang berada di atasnya. "Dia mendesakku untuk mengakuinya, lalu kukatakan yang sebenarnya"

"Lalu Potter mendukung kan?" tanya Draco bibirnya kini mengecup hidung Hermione.

"Dari mana kau tahu?" Hermione mengelus kepala Draco dan meremas rambutnya.

"Kau senyum-senyum terus dari tadi, silly. Kau jelas sedang senang hati. Salah satu bodyguard kesayanganmu mendukungmu, tidak ada lagi yang kau risaukan...mmhh..." Draco kini mengecup leher Hermione dan kembali membuat hickey.

"Ehm..Draco, bagaimana kalau orang lain selain Harry yang jeli memperhatikan hasil hickeymu"

"Hickey yang mana? Yang ini?" Draco kemudian menghisap kuat kulit di atas buah dada Hermione, jarinya memelintir nipple-nya, membuat Hermione mengerang.

"Oh..kau, stop it. Kau akan membuatku dalam posisi sulit, apa kata orang-orang"

"Calm down, sweetheart. I dont give a damn with people's mind" kini jari Draco mengelus ringan kewanitaan Hermione, secara refleks Hermione membuka lebar kakinya seolah meminta Draco berbuat lebih.

"Yeah right, asal jangan ketahuan Astoria" sindir Hermione.

Draco menghentikan aksinya dan menatap tajam Hermione. Hermione selalu ngeri kalau Draco tiba-tiba berubah jadi dingin seperti itu. Draco selalu sensitif jika membahas tentang Astoria.

"Even she's know, I dont care. She should know that I don't want her" desis Draco dengan wajah memerah. "Kau membuat moodku buruk" ketusnya.

Hermione tahu sebentar lagi Draco akan merajuk marah. Hermione mendorong Draco dan membalikkan posisinya di atas—memerangkap Draco

"Ok. Whatever you say. Now, are you still behave like childish manner or be a man to satisfied this naked girl, hhmm?" goda Hermione, meraih dagu Draco dan menariknya dalam ciuman panas.

Draco tak menolak, dia membalasnya. Draco tak pernah menolak Hermione, Hermione selalu punya cara menenangkan Draco, membuat mood buruknya membaik, dan meningkatkan gairahnya kembali.

Hermione—Hermione, bagaimana aku tidak semakin jatuh cinta padamu? hati Draco membatin.

.

.

Continue Reading

You'll Also Like

279K 21.9K 41
"lebih baik aku membunuhmu, dari pada harus menerima fakta jika kau hidup bebas tanpa diriku" . "Kau tidak akan pernah tau Aland, betapa aku mengingi...
63.3K 4.9K 31
Pertemuan kita hanyalah sebuah pertemuan biasa seperti pada umumnya. Seiring berjalannya waktu, kita saling mengenal hingga akhirnya kau bilang padak...
244K 36.7K 67
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...
317K 30.7K 22
Diseret paksa oleh teman satu asrama membuat Sakura harus menjadi gelandangan di salah satu klub malam. Mabuk, kehabisan uang, dan ditinggal sendiria...