Dosenku Suamiku (TAMAT)...

By kepojanganberlebihan

55.9M 3.3M 873K

Telah terbit di Penerbit Romancious. Cerita ini tidak di revisi, jadi masih berantakan. Kalau mau baca yang l... More

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
DS
55
56
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
79
80
81
82
86
Plagiat
EXTRA-PART
Info Novel DS
Novel DS
info lagiiiii!
GIVEAWAY NOVEL DS!
VOTE CAST
PO NOVEL DS MAKIN DEKAT!
PAKET & BONUS NOVEL DS
VOTE COVER!
CARA BELI NOVEL DS
GIVEAWAY LAGII
DOORPRIZE DS!
H-3 PO NOVEL DS
BESOK PRE-ORDER DS!
PO KEDUA SUDAH DIBUKA!
Info cerita Dosenku Suamiku 2!
DOSENKU SUAMIKU 2!
DOSENKU SUAMIKU 2 SUDAH PUBLISH!
DS!

78

721K 47.4K 22.1K
By kepojanganberlebihan

HAIHAIHAIII!🖤
APA KABAAAAR?
JANGAN LUPA VOTE AND COMMENT!

MAKASI BANYAK ATAS SUPPORTNYAA!!

Yang part sebelumnya maksud Author bukan ga vulgar, maksudnya ga Author jelasin sampe selesai karena mengingat banyak pembaca di bawah umur. Amjay.

Tapi lumayan bagus ya, part kemarin bikin banyak orang berdosa sambil istighfar☺️.

HAPPY BIRTHDAY!!

HAPPY READING!

06.15 wib.
      Dira mulai membuka matanya, terlihat seseorang dengan wajah tampan di hadapannya masih tertidur dengan nyenyak.

Rey terlihat begitu tenang dalam tidurnya, satu tangannya melingkar di pinggang Dira.

Dira menggenggam lengan Rey dengan pelan agar Rey tak terbangun, ia kemudian menjauhkan tangan Rey dari tubuhnya.

Perlahan Dira menyibakkan selimutnya, mengambil kemeja Rey untuk menutupi tubuhnya dan mulai turun dari kasur.

"Akh.. hm," Dira langsung menutup mulutnya menggunakan telapak tangannya.

Bagian 'barang berharga' Dira terasa cukup nyeri.

Dira kemudian melangkahkan kakinya dengan perlahan menuju kamar mandi.

Skip..

Mobil, 07.05 wib.
      Dira duduk di kursi sebelah pengemudi sembari menatap keluar jendela, sedangkan Rey fokus menyetir.

Sedari tadi tak ada yang berbicara.

Rey kemudian melirik ke arah Dira sekilas, pagi ini Dira tidak ada berbicara sepatah kata pun.

"Ekhem," dehem Rey berharap Dira mengalihkan pandangannya dari jendela mobil.

Namun, tidak berhasil. Dira masih setia menatap keluar jendela mobil dengan wajah datar.

Mungkin Dira sedang berpikir?

"Hari ini saya ga ke kantor," ucap Rey memberitahu.

Dira melirik ke arah Rey, ia kemudian menganggukan kepalanya. "Hm," gumamnya sembari mengalihkan pandangannya.

Rey menaikkan sebelah alisnya. "Kalo ada apa-apa kabarin aja," ucapnya lagi.

"Iya," Dira kemudian menatap layar handphonenya.

Rey mengetuk-ngetukkan jarinya di setir mobil sembari berpikir. Apakah Dira malu?

Setelah sampai di depan gedung kantor, Rey menghentikan mobilnya.

Dira menoleh ke arah Rey, ia kemudian mengulurkan tangan kanannya.

Rey membalas uluran tangan Dira, kemudian Dira mencium punggung tangannya.

Setelah selesai, Rey menggenggam tangan Dira dengan erat hingga membuat Dira mengerutkan dahinya.

"Pak," tegur Dira sembari menatap Rey dengan tajam.

"Kamu kenapa?"

"Saya ga kenapa-napa, udah lepasin."

Rey mengerutkan dahinya, "kamu malu sama saya?"

Dira menaikkan sebelah alisnya, ia kemudian menggelengkan kepalanya. "Engga," ucapnya.

"Trus, kenapa kamu diem?"

"Terserah saya dong kalo saya mau diem ato enggak," balas Dira.

Ekspresi wajah Rey langsung berubah menjadi datar. "Kalo saya ada salah kasi tau, ga usah tiba-tiba kaya gini."

Dira terdiam, ia kemudian mengalihkan pandangannya.

Rey melepaskan genggamannya pada telapak tangan Dira.

"Ehm.. saya duluan," Dira kemudian membuka pintu dan keluar dari mobil.

Rey menghela nafasnya dengan kasar.

Dira langsung melangkahkan kakinya memasuki kantor, dan Rey kembali menjalankan mobilnya menuju kampus.

-

Dira duduk di kursinya, ia kemudian mengacak-acak rambutnya dengan kesal.

"Akh, gue kenapa sih?!" Dira menghela nafasnya dengan kasar, "gue juga gatau kenapa gue tiba-tiba gini!"

"Pagi, Dira." sapa Uni sembari membawa segelas kopi.

Dira melirik ke arah Uni, ia menganggukan kepalanya. "Ehm, pagi."

Orang kantor mulai ramai berdatangan.

Dira meletakkan kedua tangannya di atas meja, masih memikirkan masalah yang baru saja terjadi.

Tiba-tiba mata mengerjap, ia kemudian mengambil handphonenya dan membuka aplikasi google.

Dira mulai mengetik hal yang ingin ia cari.

Apa yang di alami perempuan setelah melakukan malam pertama?

Searching..

Cewek bakalan mengalami ini setelah malam pertama nanti.

Klik..

Kali pertama berhubungan ***, cewek mana pun akan menangis.

Dira mengangguk-anggukan kepalanya, "bener nih."

Dira kembali meng-scroll halaman Google.

Seperti merasa bersalah dan ketakutan, cewek memilih untuk menyendiri setelah melakukan hubungan badan.

Dira mengerutkan dahinya, ia kemudian menegakkan tubuhnya. Dira mulai membaca informasi tersebut.

"Mungkin ini yang dinamakan naluri. Ya, emang nggak semua cewek akan memilih untuk menyendiri setelah melakukan hubungan s*ks. Tetapi alangkah baiknya, jika mereka memilih meninggalkan pasangannya untuk beberapa saat." Dira membacanya dengan pelan.

"Menurut S*ksolog, Isadora Alman, cewek menyendiri setelah bercinta karena dia pengen mengembalikan ‘jati dirinya’ yang sempat hilang. Shock pasti ada, tapi cewek nggak pernah menyesali perbuatannya untuk kali pertama berhubungan. Makanya, cewek lebih milih menyendiri setelah bercinta." Dira kemudian mengangguk-anggukan kepalanya.

"Oh.. ternyata emang ada yang gini," gumam Dira. "Jadi, gue lagi pengen ngembaliin jati diri gue aja."

Dira perlahan bersandar, ia menggelengkan kepalanya. "Berarti jati diri gue lagi ilang nih," gumamnya dengan dramatis.

"Anak magang tolong ke sini," ucap Sasa dengan cukup keras.

Hampir semua orang menatap ke arah Sasa, sedangkan Dira masih terfokus dengan handphonenya.

"Anak magang buruan bantu saya," teriak Sasa sembari melirik ke arah Dira dengan tajam.

"Dira," panggil Uni.

Dira langsung mengalihkan pandangannya ke arah sumber suara, "kenapa?"

"Di panggil mbak Sasa," ucap Uni dengan pelan.

Dira mengerutkan dahinya, "perasaan dia ga ada manggil nama gue?"

Uni menaikkan kedua alisnya. "Kamu kan anak magang," ucapnya.

Dira menaikkan sebelah alisnya. "Iya juga sih, tapi kan bisa panggil nama. Ga usah pake anak magang segala, ribet banget."

"Udah buruan," Uni memberikan kode kepada Dira.

Dira kemudian beranjak dari duduknya dan mulai melangkahkan kakinya menuju meja kerja Sasa.

"Permisi, kenapa mbak?"

Sasa langsung memberikan setumpuk berkas kepada Dira. "Fotokopi in semuanya, jangan ada yang ketinggalan. Udah sana," perintahnya.

Dira mengerutkan dahinya. "Kok saya?"

"Emangnya kenapa?"

"Sebanyak ini?"

"Kamu ga mau bantu?"

"Kalo dikit bisa saya bantu, tapi kalau ini.." Dira menatap berkas-berkas di tangannya.

"Ga mau?"

"Ya ga mau lah, saya kan bukan tukang fotokopi." Dira langsung meletakkan berkas-berkasnya di atas meja Sasa.

Sasa mengerutkan dahinya. "Kan kamu anak magang disini," ucapnya.

"Trus kenapa kalo saya anak magang? Harus jadi tukang fotokopi juga kalo magang disini?"

Sasa menatap Dira dengan tajam. "Ini perintah senior kamu loh," ucapnya.

Dira menaikkan sebelah alisnya. "Eh? Mohon maaf nih, saya disini buat urusan kuliah saya. Bukan buat urusan fotokopi mbak Sasa," ucapnya.

"Lagian, mbak Sasa mau pake sistem senioritas disini? Udah ga jaman mbak, atau mbak masih mau ketinggalan jaman?"

"Mulut kamu lumayan juga ya," ucap Sasa.

"Mbak mau? Tapi ga bisa di bagi dua," Dira menampilkan senyumnya.

Sasa memelototi Dira, berani-beraninya Dira bercanda dengannya.

"Ga usah di pelototin juga, mbak." Dira kembali tersenyum. "By the way, kalo mbak Sasa lagi ada masalah itu di ceritain atau di selesein. Bukannya malah nyusahin anak magang kaya saya."

"Dan juga, kalo mbak Sasa lagi badmood, saya ga bisa bantu balikin mood nya. Soalnya saya lagi sibuk," Dira menaikkan kedua alisnya.

"Sibuk apa kamu?"

"Saya lagi sibuk ngembaliin jati diri saya," Dira menatap Sasa dengan serius.

Sasa menaikkan kedua alisnya, "hah?"

Dira menggelengkan kepalanya. "Mbak Sasa ga perlu paham, karna ini masalah saya. Mbak Sasa selesein masalah mbak Sasa aja sana, saya balik ke meja saya dulu."

Dira melangkahkan kakinya menuju meja kerjanya.

4 jam berlalu..

Jam kini menunjukkan pukul 11.00 wib, 30 menit lagi saatnya jam istirahat.

Dira berada di sebelah meja Uni, dengan Uni yang sedang menjelaskan beberapa hal yang tidak diketahui oleh Dira.

"Dira," panggil salah satu karyawati yang bernama Rara.

Dira menoleh ke arah sumber suara. "Iya, kenapa?"

"Sibuk gak?"

"Ehm.. lumayan, kenapa?"

"Bisa bikinin kopi gak? Saya lagi sibuk banget nih," ucap Rara.

Dira mengerutkan dahinya, "kopi?"

Rara menganggukan kepalanya. "Saya tunggu sepuluh menit ya," ucapnya dan kembali menatap komputernya.

Dira menaikkan sebelah alisnya, keheranan. Padahal ia belum mengiyakan ucapan Rara.

Dira menghela nafasnya, ia kemudian menyetujui permintaan Rara. "Gue bikin kopi dulu," ucapnya.

Uni menganggukan kepalanya sembari tersenyum, "oke."

"Saya satu," celetuk Tina.

Dira hanya menganggukan kepalanya dan mulai melangkahkan kakinya menuju Pantry.

Beberapa orang tampak menatap Dira dengan sinis, membuat Dira keheranan.

5 menit berlalu..

Dira mengaduk kopinya. "Orang-orang kenapa pada aneh si? Baru sekarang loh mereka nyuruh gue kek gini, natep gue serem gitu, mereka kesambet apa gimana?"

Dira kemudian menuangkan kopi ke dalam dua gelas, dan membawanya menuju meja Rara dan Tina.

"Ini," Dira meletakkan kopinya di atas meja mereka.

"Makasih," ucap mereka sembari fokus dengan komputernya.

Dira menganggukan kepalanya, "iya."

"Eh, Dira. Bisa ambilin barang saya di bawah?"

Dira mengerutkan dahinya, "perlu banget ya?"

Tina menganggukan kepalanya. "Iya, tolong banget ya. Soalnya saya sekarang bener-bener lagi sibuk, kalo nggak saya ambil sendiri kok."

Dira mengalihkan pandangannya, ia kemudian menganggukan kepalanya dan mulai melangkahkan kakinya menuju lift.

-

"Mau ngambil barangnya mbak Tina," ucap Dira kepada resepsionis.

"Tina? Bentar.." sang resepsionis mencari barangnya. "Oh, ini mbak."

Dira menerimanya sembari tersenyum sejenak. "Hm.. makasih."

"Sama-sama."

Dira kembali melangkahkan kakinya menuju lift.

Dira menekan tombol, dan menunggu lift terbuka sembari memeluk barangnya.

Mata Dira menatap barang tersebut sejenak, sepertinya Tina mendapatkan kado spesial dari pacarnya?

"So sweet nih," gumam Dira.

Ting!

Lift terbuka, Dira langsung melangkahkan kakinya masuk ke dalan lift.

Dira berbalik, seketika matanya terbelalak.

Rey ikut masuk ke dalam lift, dan berdiri di sebelah Dira dengan tatapan lurus ke depan.

Di dalam lift hanya ada keheningan. Tak ada yang berbicara.

Dira meneguk salivanya, katanya hari ini ga ke kantor.

Tanpa Dira tau, Rey melirik sekilas ke arah barang yang berada di pelukan sang istri.

Dira mendapatkan kado dari siapa?

Ting!

Lift terbuka, mereka kemudian melangkahkan kakinya keluar.

"Siang, Pak Rey."

"Siang," balas Rey dengan datar dan langsung masuk ke dalam ruangannya.

Dira kemudian meletakkan barangnya di atas meja Tina, "ini."

Tina tersenyum, "makasih ya."

"Iya," ucap Dira dan melangkahkan kakinya menuju mejanya.

Tiba-tiba seseorang yang berjalan dari hadapan Dira menyenggol bahu Dira menggunakan bahunya dengan cukup keras.

"Akh," gumam Dira sembari memegang bahunya.

Dira menoleh ke arah orang tersebut, ternyata Sasa.

"Sebentar, perhatian semuanya! Kata Pak Rey, abis istirahat ada rapat penting. Tolong semuanya dipersiapkan," Tyas kemudian kembali ke mejanya.

"Rapat lagi," celetuk salah satu karyawan.

-Istirahat
       Dira menikmati nasi gorengnya sembari mendengarkan keluhan Rio dan Uni karna rapat yang akan di laksanakan setelah istirahat.

"Pak Rey sering banget rapat mendadak," Rio kembali melahap nasi goreng sembari menatap laptopnya.

"Iya.. ga tau apa, gue kalo liat mukanya pas rapat itu bawaannya tegang mulu. Ganteng sih iya, serem juga iya. Gimana ntar kalo dah nikah, istrinya kuat ngadepinnya ga ya? Taunya lima menit natep langsung pingsan," Uni terkekeh.

"Yakali," Rio ikut terkekeh.

Uhuk-uhuk..

Rio dan Uni langsung menoleh ke arah Dira yang tersedak.

"Eh, Dir? Minum dulu," Uni langsung memberikan segelas es teh.

Dira menerimanya dan langsung meminumnya, setelah selesai ia memegangi hidungnya.

"Kenapa lagi, Dir?" Rio tampak kebingungan.

"Nasinya masuk ke idung, aa sakit." keluh Dira.

Uni mengerutkan dahinya, tangannya langsung mengangkat dagu Dira.

"Coba nganga," saran Uni.

Dira mengikuti saran Uni, setelah beberapa lama nasinya keluar dan Dira langsung membuangnya.

"Hah.. lega idung gue," gumam Dira.

"Alhamdulillah," ucap Uni dan Rio dengan serentak.

Dira kembali meminum es teh.

"By the way, Dir. Gue liat-liat hari ini lo beda deh," ucap Rio.

Dira mengerutkan dahinya, "beda gimana?"

"Ih bener, hari ini lo jalannya aneh. Kek orang abis sunat," celetuk Uni.

Dira mengerjapkan matanya.

"Engga kek orang abis sunat juga, cuma emang aneh si. Lo kenapa?"

Dira meneguk salivanya. "E.. itu, kemaren.. e.. paha gue lecet, jadi.. jalannya agak social distancing biar ga perih."

Uni mengerutkan dahinya, "lecet kenapa?"

"Ya.. apa itu.." Dira menggaruk tengkuknya. "Ehm, lupa. Soalnya udah dari hari sabtu."

"Coba inget-inget," ucap Rio.

"E.."

"Dira, boleh minta tolong?" Tyas berdiri di sebelah meja mereka.

Alhamdulillah..

Dira menoleh ke arah Tyas. "Iya, kenapa?"

Tyas memberikan satu bungkus roti dan minuman kepada Dira. "Tolong anter ke ruangan Pak Rey ya, saya ada urusan bentar di depan."

Dira mengerjapkan matanya, mampus.

Ini sih keluar kandang macan, masuk kandang singa.

"Boleh ya, makasih." Tyas langsung melangkahkan kakinya meninggalkan Dira dan kedua temannya.

Dira menatap roti dan minuman di tangannya.

"Buruan anterin sana," ucap Uni dan Rio.

Dira menoleh ke arah Uni dan Rio, is kemudian menganggukan kepalanya dengan ragu-ragu. "Gue duluan," ucapnya.

Dira mulai melangkahkan kakinya menuju ruangan Rey.

-

Tok Tok Tok

"Permisi," ucap Dira dari luar.

"Masuk."

Dira mengatur nafasnya, ia kemudian membuka pintu ruangan Rey.

Ceklek..

Dira menutup pintu dan langsung berjalan menuju meja Rey, ia kemudian meletakkan makanan dan minumannya di atas meja.

"Ini, Pak."

Rey yang tadi menatap berkas-berkasnya kini menegakkan kepalanya, ia perlahan mengerutkan dahinya. "Tyas mana?"

"Ehm.. Tyas lagi ada urusan di depan, jadi dia minta tolong sama saya."

Rey tak menggubris ucapan Dira.

"Saya permisi," Dira menundukkan kepalanya.

"Tadi dari siapa?"

Dira membatalkan langkahnya, ia mengerutkan dahinya. "Dari Tyas," ucapnya.

"Bukan itu," ucap Rey.

"Trus yang mana?"

Rey menatap Dira dengan datar. "Kado dari siapa?"

Dira menaikkan sebelah alisnya, "ya mana saya tau."

"Kayanya dari orang spesial?"

"Bisa jadi," Dira menganggukan kepalanya.

Rey menatap Dira dengan tajam. "Saya serius," ucapnya.

"Bapak kira saya lagi becanda?"

"Emang dari siapa?"

"Ya Allah.. di bilang saya ga tau," ucap Dira dengan kesal.

"Bohong. Kalo kamu ga tau, kenapa kamu terima?"

Dira mengerutkan dahinya, "itu bukan punya saya!"

"Alasan," ucap Rey.

"Itu punya mbak Tina, bukan punya saya!"

Rey menaikkan sebelah alisnya, masih tak percaya. "Memang sejak kapan kamu bisa di suruh-suruh ngambil barang?"

"Sejak tadi siang! Kenapa? Bapak mau nyuruh saya fotokopi berkas, nyuruh saya bikin kopi, nyuruh saya ngambil barang juga?!"

Rey perlahan meneguk salivanya. "Ngapain mereka nyuruh kamu?"

"Saya ga tau!" bentak Dira.

Rey terdiam, dirinya cukup terkejut dengan bentakan istrinya.

"Jangankan sikap mereka sekarang, perasaan saya sendiri aja saya ga tau! Saya ga tau saya sekarang pengen marah, pengen nangis, atau pengen ketawa, saya ga tau!" Dira menghela nafasnya.

"Saya bukannya sengaja ga ngasi tau kenapa saya diemin bapak tadi pagi, tapi emang saya sendiri ga tau saya kenapa! Dan sekarang.. saya harus mikirin kenapa orang kantor tiba-tiba sinisin saya, sengaja nyuruh-nyuruh saya walau pun saya ga mau, dan lagi mbak Sasa yang sengaja nabrak saya. Saya ga tau, saya cape overthinking!"

"Bukannya saya berlebihan, tapi saya mudah kepikiran. Dan akhirnya saya cape sendiri," Dira meneguk salivanya.

Dira kemudian melangkahkan kakinya keluar dari ruangan Rey, ia melanjutkan langkahnya menuju toilet.

Setelah sampai, Dira menutup pintu toilet dengan air mata yang mulai mengalir.

"Hiks.."

Dira tak mengerti dengan perasaannya, tapi yang ia tau sekarang.. ia lelah dan hanya ingin menangis.

Ia lelah memikirkan hal-hal yang terjadi hari ini, ia lelah dengan perlakuan orang kantor terhadapanya.

Dan bagian tersedihnya, ia menghadapi semua masalahnya sekarang sendiri. Benar-benar hanya sendiri.

Ia tidak tau letak kesalahannya dimana.

HAIHAIHAIII!
JANGAN LUPA VOTE AND COMMENT!

GIMANA PART INI?

LAGI RAJIN UP, PART INI 2300+WORDS.

PEMBACA DS LAGI PADA HEBOH DI TIKTOK WKWKKW UDAH NEMUIN DIREY DI RL NIH+GIBAH DI KOLOM KOMENTARNYA. NGAKU LU PADA🤣

Jangan lupa ss, tag ig rahma_niida ! Makasii🖤

JANGAN LUPA BACA JUGA MHIME!

JANGAN BOSEN, YA!

SEE U!

Continue Reading

You'll Also Like

146K 3.5K 20
Menceritakan perjuangan Aqila mendapatkan perhatian dan cinta dari CEO kejam
4M 114K 24
tahap revisi CERITA FIKSI Kebiasaan bolos mata pelajaran matematika sudah mendarah daging dan menjadi hobi Fera. Tak disangka guru baru di kelas Fera...
346K 438 1
[FOLLOW DULU BARU BACA] Sedang di unpublish beberapa part!! PROSES REVISI Kisah ini menceritakan tentang seorang Cewek yang di jodohkan di umur 19 ta...
44.8K 3.5K 34
-SEKUEL DARI "Cool Boy VS Ratu Judes"- "Kata stay mungkin sudah terlalu lumrah di telinga kita hingga mungkin kamu merasa bosan dan memilih untuk men...