Mask | Jeno βœ”οΈ

By blue_5ha

120K 12.8K 2.4K

[END] Bukan tentang rasa yang muncul tiba-tiba, tetapi tentang obsesi yang berubah jadi cinta. "Sakit, Jen... More

[1] Prolog
Cast
[2] Bali
[3] Roti Sobek Pagi Hari
[4] Pernyataan Cinta Dini Hari
[5] Pecinta Semangka
[6] Kakak Cogan
[7] Hyunjin
[8] Hilangnya Ponsel Sultan
[9] Feeling Buruk
[10] Lo Berubah, Jen
[11] Berduaan
[12] Jedor
[13] Obsesi ⚠
[14] Dia Kembali
[15] Ketahuan?
[16] Heejin
[17] Apel Sabtu
[18] Gara-Gara Miauw
[19] Rekaman
[20] H-1
[21] D-Day
[22] Basi Gombalan Lo
[23] Sepertinya Bertahan Adalah Pilihan
[24] Hello, My Future
[25] Berulah lagi ⚠
[26] Titik Terang
[27] Akhir Dari Segalanya ?
[28] Behind The Mask
[29] Childhood
[30] Beautiful Smile
[31] Difficult Choice
[32] Kenyataannya (1)
[33] Kenyataannya (2)
[34] Kecelakaan
[35] Trauma
[36] Kembali Lagi
[37] Hello, My Ex Boy Friend
[38] Kisah Hari ini
[39] Maaf?
[40] Kembali?
[41] Mimpi
[42] Perasaan apa ini
[43] Usapan Kecil Berefek Nyaman
[45] Mengukir Kenangan ⚠️
[46] Mundur
[47] Hari Terakhir
[48] Perpisahan dan Air Mata
[49] Apologize
[50] Perut Karet
[51] Salju Pertama di Bulan Desember
[52] Welcome Back
[53] Coma
[54] Punch ⚠️
[55] Memory
[56] Salah Paham
[57] EX
[58] Epilog
[Extra Chapter] #1
[Extra Chapter] #2 Sekilas Kisah 20 Tahun Mendatang

[44] Perasaan Lama

911 124 23
By blue_5ha

"Kita sebagai cowok bukannya gak peka. Tapi kita tahu, siapa yang harus dikasih perhatian, siapa yang nggak" - Zhong Chenle



Agustus 2018

Sebuah ruangan yang sangat ricuh dengan suara siswi yang saling berdebat memperebutkan seorang laki-laki untuk masuk ke dalam kelompoknya serta suara seorang wanita tua yang mencoba mengondisikan kelas ini.

Kelas XII IPA 2, bukan kelas yang didominasi oleh siswa pintar ataupun teladan. Kelas ini campuran dari anak famous, anak bobrok, anak pintar dan anak telmi serta siswa yang fanatik dengan sebuah girl group dari negeri ginseng.

"Sudah sudah, kita lanjutkan materinya!" tengah Bu Ridi yang masih tidak dipedulikan oleh dua gadis yang duduk sederet.

"Ndak bisa bu, Jeno satu kelompok sama saya. Ya kan Jen?" ujar seorang gadis dengan rambut yang diikat apel.

"Gak bisa gitu woi! Gue udah ngajak Jeno duluan," sahut gadis yang lain dengan kepalanya yang menengok ke belakang seraya menunjuk sang laki-laki yang menjadi topik perdebatan mereka.

"Zahra, Zoya! Sudah, kok malah rebutan Jeno." Zahra tersenyum malu ke arah Jeno dan memundurkan kursinya ke belakang hingga membuat Zoya mengumpat pelan karena tempat duduknya semakin sempit.

"Maaf bu," ujar Zahra dengan senyum semanis mungkin.

Pelajaran kembali dilanjutkan, hingga lonceng pertanda istirahat berbunyi Zahra merapikan alat tulis dan bukunya ke dalam tas dan meraih tumblr di samping backpack nya.

"Kantin?"tanya Jeje, gadis bertubuh tinggi dan berkulit putih yang sudah tiga tahun ini menjadi sahabat dekatnya.

"Nggak deh." Jeje mengangguk dan berjalan keluar mengejar Zoya yang akan menuju kantin, tapi panggilan dari Zahra membuat langkahnya berhenti.

"Je, udah ngomong ke Jeno masalah kelompok?" tanyanya.

"Belum, nanti aja setelah dari kantin, laper gue." Zahra mengangguk dan menenggak air di dalam tumblr nya begitu juga Jeje yang melanjutkan langkahnya menuju kantin.

Suasana kelas terbilang cukup tenang, hanya beberapa siswa yang masih setia berada di kelas, salah satunya Jeno. Laki-laki itu memilih berkumpul dengan teman laki-lakinya yang tak lain adalah Renjun dan Chenle di pojok kelas.

Sudah bisa kalian tebak mereka sedang apa dengan ponsel yang mereka posisikan landscape.

Zahra yang tidak ada minat sama sekali untuk ke kantin memilih keluar kelas dan duduk di kursi depan koridor, seraya memainkan ponselnya, hingga Jeje kembali dengan sekantung plastik berisikan roti abon dan sekotak susu pisang.

"Tumbenan lo ngasih gue begini?" ujar Zahra yang sudah meraih plastik itu dan membuka isinya.

"Soalnya bukan duit gue," jawab Jeje.

"Lah terus ngapain dikasih ke gue?" Zahra kembali menatap sahabatnya itu penasaran.

"Ntah, ada cowok nitip katanya buat lo."

Zahra memilih tak ambil pusing selagi itu halal. Ia mulai menghabiskan makanan dan minuman itu sebelum bel masuk berbunyi.

"Lo suka sama Jeno?" Pertanyaan Jeje sukses membuat Zahra tersedak minumannya. Gadis itu berlari menuju wastafel terdekat dan terbatuk di sana, diikuti suara tawa Jeje yang semakin mendekat dan tangan gadis itu yang menepuk punggungnya.

"Sialan Je!" umpat Zahra. Mereka kembali duduk di kursi awal dengan Zahra yang menghadap ke arah lain.

"Jangan salting gitu ah! Gue tau, gak mungkin seorang Zahra, kesayangan guru, memperebutkan Jeno Razka sebegitunya di depan guru," ucap Jeje dengan gerlingan nakal.

"Jangan sebar ke siapa-siapa," ucap Zahra pelan.

"Cielah jadi bener nih sama Jeno nih," goda Jeje.

Zahra hanya menepuk paha Jeje keras membuat Jeje kembali tertawa. Tak sengaja Jeje mendapati laki-laki yang menjadi topik perbincangan mereka keluar dari kelas dengan tangan menggenggam botol minuman kosong.

"Jeno!" teriak Jeje saat Jeno menuju tong sampah di samping pintu.

Zahra yang mendengar teriakan itu menepuk paha Jeje keras.

"Apa sih?" tanya Jeje.

Zahra sudah melotot ke arah Jeje sedangkan Jeje hanya mengangkat bahu santai.

"Kenapa?" Jeno mendekat dan duduk tepat di samping Zahra mengambil susu kotak gadis itu dan menenggaknya.

"He! Punya gue!" pekik Zahra. Jeno mengembalikan kotak susu yang sudah berkurang isinya.

"Jadi sekelompok sama siapa?" tanya Jeje.

"Emang kenapa?" Jeno membalikkan pertanyaan.

"Zahra butuh kepastian." Zahra yang mendengar ujaran Jeje kembali menepuk paha gadis itu keras. "Sakit Ra!" marah Jeje.

Jeno yang melihat tingkah aneh dua gadis di depannya hanya mengangkat sebelah alisnya.

"Gue masuk kelompok Renjun."

"Oh ya udah, thanks ya." Zahra berdiri membuang sampahnya dan kembali masuk dengan wajah malunya.

Siapa yang tidak malu, sudah debat memperebutkan seorang laki-laki di depan guru dan pada akhirnya tidak mendapatkannya.

"Kenapa dia?" tanya Jeno kepada Jeje.

"Benar-benar ya cowok tuh gak ada yang peka!"

"Gak jelas lu Je." Jeno berdiri dan meninggalkan Jeje yang mengumpat karena Jeno yang masih saja tidak peka dengan sikap Zahra barusan.










Lima bulan kemudian tepat dimana ujian telah berakhir. Jeje meminta waktu kepada Zahra untuk berbicara empat mata. Mereka memilih bertemu di belakang sekolah tepat di ruangan serba guna yang memiliki kolam ikan di sampingnya.

"Kenapa?" Zahra memulai obrolan mereka karena sedari tadi Jeje hanya diam dengan pandangan yang menatap ke arah lain.

"Lo berubah semenjak deket sama Jeno," ujar Jeje.

"Maksud lo?"

Jeje mendengus, gadis itu berdiri dan menatap ke arah Zahra. "Bisa nggak lo bersikap biasa aja ke Jeno, keliatan banget kalau lo ngebet jadi pacar Jeno."

Zahra merasakan keanehan dari ucapan Jeje. Zahra merasakan ada rasa kesal dan ... marah?

"Kan udah gue bilang, gue udah gak suka sana Jeno. Dia terlalu baik, bahkan keliatan kalau Jeno nganggep gue sebagai adik nggak lebih."

Jeje memutar bola matanya malas, gadis itu memandang ke arah lain seraya mendengus kesal.

"Gue ngerasa lo bukan Zahra yang dulu."

"Ngomong yang jelas, gue gak paham maksud lo, Je!"

"Udah lah percuma Ra, lo gak akan paham. Lo udah berubah, lo murah banget ke mereka apalagi ke Jeno."

Emosi Zahra memuncak tatkala Jeje menyebutnya sebagai gadis murahan. Rasanya sakit saat teman tiga tahun kita tiba-tiba mengatakan hal yang bahkan tak pernah kita bayangkan akan terucap.

Zahra berdiri dan melangkah mendekat ke arah Jeje. "Sorry aja nih, kayaknya yang berubah itu lo. Gue gak pernah kepikiran lo bakalan ngatain gue kayak gini tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi. Makasih udah nunjukin diri lo yang sebenarnya."

Zahra berbalik meninggalkan Jeje yang menatapnya marah. Setetes air menetes membasahi pipi Zahra. Gadis itu dengan cepat menghapus air mata itu.

"Kenapa?" tanya Jaemin.

Zahra hanya menatap Jaemin dengan alisnya yang terangkat.

"Gak usah akting. Lo habis nangis kan?" ujar Jaemin.

"Nggak..."

"Asal lo tahu, Ra, cowok itu sebenarnya lebih peka sama kondisi cewek, cuma kita sebagai cowok tahu siapa yang harus di perhatiin siapa yang nggak." Ucapan Chenle membuat Zahra menunduk.

Air matanya kembali menetes dan ia segera ia menghapusnya tapi air mata itu kembali turun.

Kenapa Zahra selemah ini?

Tadi malam tepat dimana Ayahnya kembali memarahinya dan membandingkannya dengan Hendry bahkan gadis itu sudah akan di pindahkan ke London untuk tinggal dengan kakaknya dan pagi tadi Jeje menyebutnya sebagai gadis murahan. Ia lelah dan sangat ingin menangis, ia ingin menceritakan semuanya kepada seseorang tapi ia tidak tahu siapa yang harus dipercaya.

Ia dahulu sangat percaya sekali dengan Hendery tapi ... kepercayaan itu hilang seiring dengan Hendery yang selalu menjadi kebanggaan sang ayah dan dirinya dianggap sebelah mata oleh kedua orangtuanya.

"Hei cerita." Usapan lembut di bahu kanannya membuat air matanya semakin deras. Jeno meraih dagu gadis itu dan menghadapkan ke arahnya.

"Kenapa?"

Sikap lembut dan perhatian yang Jeno tunjukan semakin membuat Zahra meneteskan air mata. Jeno meraih pundaknnya, memeluk dan mengusap rambut gadis itu berniat menenangkan.

Sudah menjadi kebiasaan bagi mereka melihat interaksi antara Jeno dan Zahra, karena mereka tahu bahwa dua anak itu tidak mungkin memiliki perasaan lebih.

Pada posisi ini, Zahra semakin yakin dengan dirinya sendiri bahwa ia harus memendam rasa sukanya pada Jeno. Karena ia merasa bahwa Jeno menganggapnya sebagai adik bukan seorang gadis pada umumnya.

"Papa ancam bakal pindahin gue ke London," ucap Zahra setelah berhasil meredakan tangisnya.

"Kenapa begitu?" Kini Renjun yang berbicara.

Zahra mulai menceritakan penyebab awal ayahnya bersikap tidak adil padanya. Ketujuh laki-laki di depannya mendengarkan dengan seksama curahan hati gadis itu. Walau dalam benak mereka masing-masing ingin sekali untuk memarahi Tuan Aldercy tapi sayang nyali mereka tidak cukup untuk seberani itu.

"Singkat cerita, papa gue sebenarnya gak terlalu menginginkan anak perempuan. Waktu gue lahir, papa awalnya gak bisa terima, beliau menginginkan anak laki-laki lagi selain Kak Dery. Selain itu, keluarga papa juga lebih mementingkan anak laki-laki daripada perempuan, bagi mereka anak laki-laki bisa menjadi penerus daripada anak perempuan."

"Lama-lama papa bisa terima gue, gue masih inget waktu itu gue umur 10 tahun dan papa sayang banget bahkan beliau mau beliin gue boneka mipan yang waktu itu mahal banget dan belum ada di Indonesia."

"Tapi waktu gue lulus SD, tepat Kak Dery masih SMA, gue gak sengaja tumpahin minuman ke laptop kakak dan ya ... Kalian tahu disitu papa marah karena Kak Dery gak bisa ikut OSN karena semua file yang ada di laptop gak bisa di selamatin."

"Mulai dari situ, Kak Dery berusaha dengan berbagai macam cara supaya tetep ikut OSN dan akhirnya dia jadi juara satu nasional. Papa bangga dan mulai bandingin aku sama kak Dery."

Zahra memasang senyumannya kembali dan menatap ketujuh temannya, ia merasa beruntung bisa berbagi kisah dengan teman-temannya walau dalam lubuk hati yang paling dalam, ia khawatir apakah ia bisa terus percaya dengan teman-temannya itu.

"Thanks kalian udah denger cerita gue."

"Sans aja, kita malah seneng, lo udah bisa sedikit reda kan dengan cerita semua ke kita?" tanya Haechan.

"Ngomong-ngomong nih kita gak ada sebutan gitu?"

"Maksudnya?"

Mark beranjak dari duduknya dan melangkah ke tengah-tengah. Ia memandang satu persatu teman-temannya.

"Kita kan udah deket gini, kayaknya bakal seru kalau kita punya sebutan. Kayak geng gitu," jelasnya.

"Gue gak suka geng gengan," celetuk Chenle.

"Ya udah. Gimana kalau kita buat nama persahabatan kita?" tanya Mark lagi.

"Emang sejak kapan lo sahabat kita?" Celetukan Haechan membuat Mark melemparkan bungkus permennya ke arah laki-laki itu.

"Gimana kalau One Dreams?" ujar Renjun.

"Filosofinya apa tuh?"

"Jadi gini, kita punya mimpi masing-masing kan? Maka dari itu gue milih nama One Dreams, dimana kita akan berjuang bersama menuju mimpi yang kita miliki dan gak akan pernah meninggalkan satu sama lain. Baik senang atau sedih kita harus bersama."

Penjelasan Renjun membuat Jisung dan Jaemin saling bertatapan. Begitu juga dengan yang lainnya.

"Gue setuju," ujar Jeno.

"One Dreams, nama yang bagus dan gak alay. Untung aja bukan Echan yang buat nama," celetuk Zahra.

"Gelut yok, Ra."

Continue Reading

You'll Also Like

484 53 9
"gougouuuu nyebelin banget sih lo" "jangan bilang gitu terus bisa gak?ganti kata nyebelin nya jadi kata ngangenin" "ogah banget gw kangen sama cowok...
24.9K 1.4K 23
Shinyoung kembali ke kampung halamannya untuk mengubur segala kesialan yang datang padanya. Namun sepertinya kesialan itu mendatanginya lagi. -High...
157 63 3
➳ Tidak banyak kata untuk mendeskripsikan cerita ini, intinya cerita ini menceritakan tentang ࿐ ΰΏ”*ο½₯οΎŸβ†“ β•­β”ˆβ”€β”€β”€β”€β”€β”€β”€ ೄྀ࿐ ˊˎ- β•°β”ˆβ”€βž€ Seorang atma yang sedang...
486K 44.8K 67
Toxic | Mark ver. (complete) Highest rank: #1 in mark at 20 August, 2021 #1 in fanficindo at 20 August, 2021 #2 in marklee at 18 September, 2021 #1 i...