Crusher [SUDAH TERBIT]

By nayltae

389K 68.3K 12.2K

Jay cuma kesepian yang butuh perhatian. More

crusher : 00
crusher : 02
crusher : 03
crusher : 04
crusher : 05
crusher : 06
crusher : 07
crusher : 08
crusher : 09
crusher : 10
crusher : 11
crusher : 12
crusher : 13
crusher : 14
crusher : 15
crusher : 16
crusher : 17
crusher : 18
crusher : 19
crusher : 20
crusher : 21
crusher : 22
crusher : 23
crusher : 24
crusher : 25
crusher : 26
crusher : 27
crusher : 28
crusher : 29
crusher : 30
crusher : 31
crusher : 32
crusher : 33
crusher : 34
crusher : 35
crusher : 36
crusher : end
hiraeth
VOTE COVER
OPEN PRE-ORDER

crusher : 01

15.6K 2.2K 240
By nayltae

"Arin, mata lo bengkak lagi, begadang ya?"

Langkah mereka terangkat ringan. Pagi masih lumayan dingin, tapi seperti biasa, mereka milih buat datang ke sekolah lebih awal dari waktu normal. Satu tahun terakhir kerasa beda buat Arin, berubah drastis, semenjak dia pindah ke kelas unggulan yang isinya anak-anak pinter plus kaya raya.

Arin yang lagi menunduk cuma bisa ngulas senyum kecil. Lagipula sejak kapan dia bisa tidur nyenyak setiap malamnya?

"Rin, lo denger gue nggak sih?"

"Denger, Won."

"Kalo denger jawab."

Arin ngangkat kepalanya buat noleh ke arah Jungwon, mereka masih dalam posisi jalan, tapi karena hari masih pagi, jalanan masih lumayan sepi. Rasanya bebas bisa jalan di jalanan yang masih lengang.

"Gue ngerjain tugas semaleman, banyak banget." Jawabnya jujur. Well, ngerjain empat tugas sekaligus wajar kan, kalau dibilang banyak?

"Berapa tugas lagi sih, yang lo tunggak?"

Pandangan Arin menerawang ke atas, ke arah langit yang mulai terang, biru dan cerah. "Um, nggak tau deh, udah nggak keitung. Kerja paruh waktu bikin gue keteteran buat ngerjain tugas."

Bohong. Sesibuk apapun kegiatannya di luar sekolah, dia sama sekali nggak pernah absen buat ngerjain tugas. Bahkan dia selalu bawa semua buku tugasnya ke tempat kerja, buat dikerjain kalau ada waktu luang.

"Makanya, kalo gue nawarin buat ngerjain bareng itu terima. Kan bisa cepet selesai kalo dikerjain barengan."

"Males ah, yang ada lo ngerepotin gue gara-gara minta ajarin ini itu."

Jungwon melotot, nggak terima. Tapi kalimat Arin nggak sepenuhnya salah, sih. Menurut Jungwom, itu benefit berteman sama anak pinter, ngerjain tugas bisa lebih gampang karena ada yang ngajarin.

Langkah terus bergulir, dan mereka udah sampai di halte bus. Jadwal keberangkatan bus pertama bakal tiba sekitar lima menit lagi. Selagi duduk dan nunggu bus datang, Arin meriksa isi tasnya, mastiin kalau semua buku udah dibawa. Bisa gawat kalau sampai ada buku yang ketinggalan. Masalahnya, hari ini Arin capek banget, jadi sebisa mungkin dia nggak cari perkara sama tiga cowo sialan itu.

"Oh iya Rin, lo udah urus beasiswa kuliah yang dikasih kepala sekolah itu?"

Arin makai lagi tasnya setelah dirasa isinya aman. "Belum, gue belum bilang sama Mama. Mama lagi sibuk banget kerja, nggak ada waktu."

Kepala Jungwon terangguk konstan. Dia paham gimana keadaan keluarga Arin. Hidup cuma berdua dengan keadaan ekonomi yang seadanya, dan masing-masing sibuk kerja demi dapat uang buat biaya hidup dan pendidikan. Tapi beruntungnya Arin lahir dengan otak yang cemerlang.

"Cepet kasih tau Mama lo sebelum terlambat. Biar kita bisa kuliah bareng." Jungwon nepuk atas kepala Arin pelan, dengan senyum yang terkembang hangat.

Pun Arin nggak bisa nahan bibirnya buat balas senyuman Jungwon. Bersyukur, dia selalu bersyukur punya Jungwon sebagai sahabatnya. "Iya, makasih lo masih mau bareng sama gue sampe sekarang."

"Kenapa nggak? Temen gue yang pinter cuma lo, mana mungkin gue tinggalin."

Arin berdecak, buru-buru nepis tangan Jungwon dari atas kepalanya. Selalu gitu, otaknya selalu dimanfaatin sama Jungwon, walaupun dia nggak sepenuhnya keberatan. Pertemanan mereka lebih berharga dari ribuan materi yang udah Arin ajarin secara cuma-cuma buat Jungwon.

"Kalo gue goblok, lo nggak mau temenan sama gue, gitu?"

Jungwon refleks ngangguk. "Iya lah, ngapain temenan sama lo kalo nggak pinter."

Oke, Arin sakit hati sekarang. "Serius, Won?"

Tawa Jungwon pecah, kepalanya noleh ke arah Arin. "Bercanda, Rin. Jangan nangis gitu lah."

"Gue nggak nangis." Elak Arin cuek. Serius, kenapa dia bisa betah berteman sama Jungwon yanh jahil luar biasa gini?

Beberapa saat nunggu, aakhirnya bus yang mereka tunggu tiba. Buru-buru Arin naik, diikuti Jungwon di belakang. Bus pagi ini nggak seberapa ramai. Arin bisa pilih bebas kursinya buat ditempatin.

"Kok lo ngikutin gue?" Sarkas Arin begitu Jungwon duduk di sebelahnya.

Jungwon angkat bahunya acuh. "Musik, biar kuping gue nggak sepi."

Arin cuma gelengin kepala nggak habis pikir, tetep ngeluarin earphone dari dalam tasnya. Dia memang terbiasa nikmatin perjalanan ke sekolah sambil dengerin beberapa lagu. Naruh sebelah earphone-nya di kuping Jungwon, dan mulai mutar musik kesukaannya.

Dan mereka mulai larut, sampai beberapa saat perjalanan yang nggak mereka tau.

"Lo suka lagu yang nge-beat gini, ya?"

Ara ngangguk pelan, matanya masih lurus ke depan. "Ballad bikin ngantuk."

"Bukannya enak? Lo bisa jadi gampang tidur kalo dengerin ballad."

"Tidur buang-buang waktu. Masih banyak yang harus gue kerjain daripada tidur." Tugas-tugas punya anak-anak itu, misalnya.

Jungwon nggak ngasih jawaban apapun. Semua pertanyaan ringannya selalu dijawab serius sama Arin. Kadang, Jungwon nggak nyaman sama setiap jawaban Arin yang terkesan kaku dan flat, tapi dia berusaha paham. Arin memang begitu, pikirnya.

Bus berhenti di halte dekat sekolah. Ada beberapa murid yang udah dateng ke sekolah walaupun nggak seberapa ramai. Biasanya murid-murid yang punya tugas piket atau ngejar waktu buat nyalin tugas temen ke bukunya.

Buat ngisi keheningan, Jungwon dan Arin ngobrol ringan selama perjalanan menuju kelas sampai akhirnya mereka pisah di pertigaan lorong. Di tingkat akhir ini, kelas mereka memang beda. Satu-satunya hal yang paling Arin sayangkan. Padahal sebelumnya, di tingkat satu dan dua mereka ada di satu kelas.

Sesuai sama perkiraannya, kelas masih bener-bener sepi pagi ini. Cuma ada Arin sendiri. Dan dia bersyukur karena bisa nikmatin waktu heningnya sendiri di kelas walaupun cuma beberapa menit. Waktunya dimanfaatkan buar ngerjain beberapa catetan yang kurang sambil dengerin lagu favoritnya. Begitu larut, dan udah nggak keitung berapa lagu yang udah dia denger.

Saking larutnya, Arin sampai nggak sadar kalau sekarang suasana kelas udah berubah ramai. Mendadak, sebelah earphone-nya ditarik, bikin Arin spontan angkat kepala.

"Buku gue?" Suara dingin itu bikin nyali Arin pelan-pelan mulai hilang.

Tanpa ngucap sepatah katapun, Arin langsung ngeluarin tiga buku sekaligus. Dia ngga pernah mau buang-buang waktu buat berurusan sama salah satu dari mereka.

"Gue bilang buku gue aja."

Arin meringis dalam hati, gelisah. Jangan lagi. Arin nggak mau ketemu mereka bertiga sekaligus hari ini.

"Boleh nggak, kalo gue titip punya Jay sama Jake ke lo?" Tanyanya hati-hati.

Sunghoon cuma berdecak kecil sambil muter bola matanya muak. "Nggak. Buku gue."

Kalau boleh mohon, Arin mau aja mohon sama cowok ini demi bisa bantu dia kali ini aja. Tapi ini bukan waktunya buat keras kepala apalagi ngelawan. Lagipula mana pernah sih, Arin berani buat ngelawan?

Akhirnya, Arin cuma nyerahin buku milik Sunghoon. Anehnya, setelah nerima buku itu Sunghoon nggak buru-buru pergi dan ninggalin tempat. Matanya natap lurus buat nelisik hasil yang Arin kerjain di tugasnya.

Sedang Arin masih terus nunggu dalam gelisah, senyum miring Sunghoon tertarik, matanya beralih natap Arin rendah. Dan Arin selalu benci tatapan itu. "Lo harus belajar niru tulisan gue lebih bagus lagi. Ini beda, guru bisa aja curiga."

Kepala Arin serasa dijatuhi beton. Kesalnya tertahan. "Tangan gue cuma satu, dan gue harus niruin tiga gaya tulisan yang beda sekaligus." Balasnya setengah kesal.

Sedangkan cowok di depannya ketawa remeh. "Berani ngelawan lo? Apa mau gue bilangin ke Jay biar nanti lo di hajar lagi?"

Arin sukses dibuat nggak bersuara. Jay lagi. Dia nggak akan bisa lupa siapa yang paling hitler di antara mereka bertiga. Bahkan buat natap cowok itu aja Arin nggak berani. Bayangan soal Jay yang pernah mukulin dia berkali-kali bikin Arin urung buat ngelawan.

"Lain kali bakal gue miripin lagi. Maaf." Finalnya, lagi-lagi harus mengalah.

Sunghoon ngasih tepukan di kepala Arin dengan bukunya, lumayan kuat. "Nah gitu. Anak baru harusnya nurut."

Dan setelah itu Sunghoon bener-bener ninggalin bangkunya. Tapi Arin jelas belum bisa bernapas lega seenggaknya buat hari ini. Masih ada dua orang lagi yang harus dia hadapin. []

Asikk cerita baru lagi ini ueue.
Dari awal tuh aku gatel banget mau bikin cerita yang castnya jasuke, tapi ngga nemu ide, mentok-mentok di status yang momen jasukenya dikit. Nah, ini akhirnya nemu ide buat bikin cerita yang main castnya jasuke 💅

Please support me and my story.
Votes dan comments dari kalian itu penting banget buat penulis, biar semangat. Jangan lupa follow akunku juga ya!

Ini memang baru banget dibuat pas iland part 2 hehe ><

Enjoy readers!!

Continue Reading

You'll Also Like

3.5K 695 35
[SEQUEL OF GHOST OR GHOST HUNTER] "Welcome back Choi Sena." Gadis itu terpaksa 'kembali' lagi demi membayar karma yang ia tanggung. Sebelum membaca a...
4.9K 498 25
[ ft. 박성훈 ] Seseorang bisa saja berubah. Berubah sikap maupun sifat, entah itu baik atau buruk. Atau bahkan, dia sedang menunjukkan 'dirinya' yang s...
1.8K 229 7
"Geng kita bukan sembarang geng. Kita ini kumpulan orang-orang bucin. Ciaaahahayyuk"
18.8K 3.4K 20
Jihan ft. Jungwon "Seperti ini, aku akan jatuh cinta lagi padamu."