KALE [END]

By SiskaWdr10

47.7K 3.1K 365

[Series stories F.1 familly] ⚠️Bisa dibaca terpisah⚠️ Tamat☑️ [Start: 19:07:20] [Finish: 26:11:20] Luka ter... More

01.Tersayang
02.Lingkungan Kale
03.Stempel pemilik
04.Kejadian silam
05.Si datar candu
06.Dua hama
07.Karangan Salsabila
08.The power of love
09.Kale keliru
10.Putri hujan
11.Bule peduli
12.Gugur
13.Pelukan hangat
14.Bundadari
15.Ancaman
16.Psycho
17.Sebuah rasa
18.Tersangka
19.Celah keuntungan
20.Duri manis
21.Momen
22.Cinta ke benci
23.Bekas luka
24.fired
25.Puncak masalah
26.Kacung
27.Tupperware
28.Wanke
29.Sekolah robot
30.Tumbuh
31.Pecah
32.Macan tidur
33.Bertahan
34.Sampah
36.Air dan minyak
37.Jealous
38.Mabuk
39.Alasan
40.Over posesif
41.Marah besar
42.Badut
43.Omes
44.Hampa
45.Mainan
46.Roti dan susu
47.Jawaban
48.New thing
49.No LGBT
50.Story night
51.Program Gapara
52.Labil
53.Tugas
54.Taktik
55.Bertingkah again
56.Perangkap
57.Kesibukan
58.Permintaan
59.Tidak baik
60.Menjauh
61.Kado
62.Lolipop
63.Terbongkar
64.Double kill
65.Berakhir
66.Terbiasa sepi
67.Selamat lulus
68.About Tapasya
69.Kebenaran
70.Pada akhirnya
71.Milik ku [END]
hiii

35.first kiss

647 37 3
By SiskaWdr10

Mencintaimu, lalu membuatmu layaknya sampah adalah tujuanku hari ini. -Kale-

                             *******

Anya langsung menoleh pada sumber suara seraya terisak. "Galang?"

Bukan, bukan ucapan Galang yang membuat Anya panik tapi hidung Galang yang mengeluarkan darah. Anya mengambil sapu tangan miliknya lalu mengusap pelan darah di hidung Galang. "Sejak kapan Galang sering mimisan?" tanya Anya sambil terus mengusap hidung Galang.

Galang sendiri baru tersadar kalau tiba-tiba hidungnya mengeluarkan darah, ia mengambil alih pekerjaan Anya. "Berdarah? baru sekarang." Kilah Galang agar Anya tidak banyak bertanya.

"Sekarang?" tanya Anya, pasalnya ia sempat melihat tissue darah Galang hari itu.

"Kenapa belum pulang?" tanya Galang mengalihkan pembicaraan.

Anya menunduk, ia malu kalau harus menceritakannya pada Galang, lagi pula Galang ini orang baru bagi Anya. "Anya lagi sedih, pernah nggak Galang ngerasain sedih sampe ngerasa di dunia ini cuma Galang orang tersedih?"

"Gue nggak pernah sesedih itu." Kilah Galang memberi semangat.

Anya menoleh tak menyangka. "Beruntung."

Galang merubah posisi duduknya menjadi lebih santai. "Tapi terkadang kalau gue sedih suka banget ngerasa nggak berguna kaya sampah, mungkin bukan cuma gue tapi banyak, termasuk lo kan?" tanya Galang yang tahu penyebab kesedihan Anya.

"Anya bukan ngerasa jadi sampah, tapi Anya emang sampah." Jawab Anya membuat Galang terkekeh kecil.

"Kalau gitu lo harus dibuang, gimana kalau dibuangnya di tempat sampah punya gue, supaya lo bisa gue daur ulang?" tanya Galang sambil tersenyum tipis.

"Tapi tetep aja sampah." Balas Anya seraya mengerutkan bibirnya.

"Setidaknya bisa jadi berguna kembali." Kata Galang. "Ketika gue ngerasa sampah selalu ada orang yang tepat datang ke gue dan yakinin gue kalau gue itu bener-bener berguna dan paling keren, alhasil gue nggak jatoh dan terbuang jadi sampah. Lo bisa ikutin jejek gue."

Mendengar ucapan Galang membuat air mata Anya mengalir. "Anya cuma lagi capek aja, Anya pulang duluan ya." Balas Anya yang tak mau terus-menerus bercerita pada Galang, karena Galang pasti punya kesedihan sendiri.

Setelah perginya Anya Galang tersenyum simpul, mengapa ia harus jatuh cinta pada Gadis yang mencintai orang lain, Anya banyak berkorban untuk Kale yang sekarang sudah jadi brengsek.

"Tapasya-tapasya." Ucap Galang sambil memperhatikan sapu tangan berwarna hijau milik Anya.

Salsabila mendengus kesal saat Gladis berjalan ke arah parkiran bersama Kale, ia tak ada waktu sedikitpun dengan Kale.

Kale dan Gladis sudah ada di dalam mobil. "Jawa sama lo udah baikan?"

"Emang gue bocah banget ya, ada musuhannya?" tanya Kale. Gladis bertanya seperti itu karena Jawa selalu berpisah dengan Kale.

"Lagian kenapa jauh-jauhan terus?" tanya Gladis penasaran.

"Dia udah punya gebetan, lo masih mau?" tanya Kale yang tahu kalau Gladis menyukai Jawa.

Gladis mengangguk. "Apa salahnya, baru gebetan."

Ternyata Kale mengajak Gladis ke warung Mang Dadung, sesungguhnya Mang Dadung sedikit kecewa karena Kale datang dengan gadis lain, bukan dengan Anya. Sudah lama sekali Mang Dadung tak melihat kedua sejoli itu.

"Temen Kale mang." Ucap Kale, Mang Dadung tersenyum simpul.

Ia tahu masalah Anya dan Kale dari Kevin, hari itu Kevin memberitahu Mang Dadung tapi tidak memberi tahu kalau ia ada dalam masalah itu.

"Oh iya, mau pesan dua?" tanya Mang Dadung. Kale mengangguk.

"Tempat apaan ini, Le?" tanya Gladis sambil memperhatikan tempat ini. Mungkin dia tidak terbiasa jajan di tempat seperti ini.

"Ini tempat mahal." Balas Kale sambil terkekeh kecil.

Mang Dadung memberikan es Doger pada mereka dua, sekali Gladis mencoba ia langsung menyukainya.

"Enak." Ucap Gladis.

Kale mengangguk sambil kembali megaduk es miliknya. "Dari dulu nggak pernah beda rasanya."

Ucapan Kale membuat Gladis langsung terheran-heran, berarti bukan sekali atau dua kali Kale kesini, tapi sudah sering. "Dulu lo keseini sama siapa?"

Spontan Kale langsung tersedak. "Ya-kenapa?"

"Nggak." Jawab Gladis.

Salsabila yang ada di dalam mobil mengepal tangannya kuat-kuat, sedari tadi ia mengintili mobil Kale hingga kesini. "Ganggu banget si tu cewek satu." Ucap Salsabila muak.

Kali ini Anya membersihkan kamar Ica, kamarnya masih rapi jadi Anya tak terlalu banyak mengeluarkan tenaga untuk dapat membersihkannya. Ada satu cicak yang merapap ke dalam rak buku Ica, Anya pun dengan cepat membukanya dan mencari cicak itu, yang ia dapat bukan cicak malaikan foto Ica bersama Randy.

"Ica awalnya sahabatan sama Randy?" tanya Anya pada dirinya sendiri. "Terus pacaran, atau nggak, sih?" tanya Anya sambil memperhatikan foto kedua orang yang sedang tersenyum manis itu.

"Anya." Panggil Bi Isma, dengan cepat Anya langsung mengembalikan foto tersebut pada tempatnya.

"Apa, Bi?" tanya Anya panik.

"Udah selesai beresihin kamar, Ica Nya?" tanya balik Bi Isma.

"Udah."

"Sekarang siram bunga yang ada di taman belakang, gih." Perintah Bi Isma, perlu kalian ketahui Bi Isma bila memberi perintah pada Anya selalu yang mudah-mudah padahal sekarang Anya juga pembantu di sini. "Oh iya, tadi ponsel mu berdering beberapa kali."

Anya mengangguk sambil tersenyum tipis sebagai balasan. Ia pun berjalan ke kamarnya, siapa lagi jika bukan Galang yang menggangu Anya.

Pesan dari Galang membuat Anya menghela nafas untuk beberapa kali, ia banyak sekali menyuruh Anya belajar dan berlatih soal, padahal waktu ia belajar hanyalah sedikit.

Anya:
Oke, malem Anya belajar.

Mendapat balasan dari Anya membuat senyum Galang terukir sangat lebar. Ia saat ini sedang bersama Sifa di rooftop rumah Galang.

"Pasti seru banget deh kalau satu kelas sama calon." Ucap Galang seraya membayangkan wajah Anya.

Sifa yang sedang memakan ciki langsung memandang sinis pada sepupu resenya ini, jujur Sifa sudah lama sekali sendiri tak ada laki-laki yang mau padanya akibat gayanya yang sedikit tomboy.

"Dia itu bukan Tapasya, Lang!" kata Sifa seraya melemparkan ciki.

"Buang-buang duit aja lo!" omel Galang lalu menarik ciki di tangan Sifa.

"Ishhh, punya gue!" balas Sifa.

"Ciki ini dibelinya pake duit, artinya ciki ini duit, lo buang ciki sama aja buang duit." Ucap Galang sambil mengunyah ciki tersebut.

Sifa menyomot ciki itu. "Udah kaya emak-emak lo kalau ngomong."

"Gue anaknya pinter sendiri suka meresapi ucapan orang tua, berguna juga ya lo punya saudara sepinter gue ini Sif." Jawab Galang yang sangat percaya diri itu.

Sifa tertawa hambar seraya berdecih. "Dengerin gue ya Lang, Anya itu bukan cewek pinter. Lemot banget deh otaknya, dia nggak mungkin masuk kelas unggulan, dia juga sempet cerita ke gue, selama bertahun-tahun sekolah cuma empat atau lima kali aja pernah masuk sepuluh besar itu juga urutan terakhir."

Mendengar cerita Sifa Galang malah tertawa renyah. "Sifa gue yakin dia bisa, cuma anaknya emang pemales aja. Dia itu pemikirannya masih bocah harus di beri hal-hal yang bikin semangat dulu biar nggak males."

"Terus lo mau ngejanjiiin dia kesuksesan hidup gitu? jangan deh, bahaya." Balas Sifa.

"Kayanya sekarang nggak perlu dijanjin juga dia bakalan mau Fa, orang keadaan dia sekarang lagi kaya gitu." Kata Galang, Sifa mengangguk. Benar juga, Anya pasti ingin sukses dan bertemu Ayah Ibunya kembali.

"Gini aja deh, gimana kalau kita taruhan. Anya bisa atau nggak masuk kelas unggulan, gimana?" tanya Sifa.

Galang berpikir terlebih dulu, mungkin sulit mengajari Anya dalam waktu singkat, tapi dulu juga Galang belajar dalam waktu singkat langsung bisa, tipe orang berbeda tapi siapa tahu Anya dan Galang sama. "Ogah dosa." Balas Galang.

Sifa menyikut lengan Galang. "Yhaaa, takut lo ya?"

Tak mau kalah, Galang pun berdehem untuk menjawab pertanyaan Sifa. "Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. (QS. Al Maidah: 90)." Jawab Galang meniru gaya Ustaz berbicara.

Kening Sifa berkerut lalu tersenyum kiri. "Kalau mau ceramah di masjid." Kata Sifa.

"Orang-orang di masjid udah sering denger ceramah, kan kalau lo jarang." Balas Galang. Berdebat dengan Galang memang sulit kalah

"Ah, berisik lo!" ujar Sifa geram. "Gini deh, lima puluh-lima puluh lah kita."

"Nggak." Balas Galang sambil memakan ciki.

Sifa memutar malas bola matanya, sejujurnya Sifa hanya ingin mendapat keuntungan dari sepupunya yang tajir ini. "Seratus-seratus deh." Kata Sifa.

"Ogah."

"Lima ratus-lima ratus, deal?" tanya Sifa.

Mata Galang menoleh pada Sifa. "Naikin dikit." Jawab Galang, ah ternyata Galang juga samanya dengan Sifa.

"Lima ratus lima puluh ribu?" tanya Sifa.

"Lagi." Balas Galang.

Menyebalkan sekali, Sifa menghela nafas panjang. "Yaudah deh tujuh ratus."

"Deal!" balas Galang cepat.

Lihat, keduanya sama-sama suka dengan uang. Sifa menarik ciki di tangan Galang lalu memakannya.

"Sonya!" panggil Gladis pada Anya yang sedang menyiram bunga.

Anya menoleh pada orang yang memanggilnya. "Iya?"

Bukan menjawab Gladis malah mengulurkan tangannya pada Anya. "Nama gue Gladis, gapapakan kalau gue-lo bahasanya?"

Anya menjabat tangan Gladis. "Nggak papa kok, panggil Anya aja." Balas Anya.

"Oke ... btw lo kerja disini udah berapa lama?" tanya Gladis penasaran.

"Baru sebentar kok." Balas Anya. Gladis mengangguk-ngangguk.

"Lo masih sekolah, nggak? kalau iya kelas berapa?"

"Masih, kelas sepuluh." Jawab Anya.

"Oh bawahan gue ya." Kata Gladis. Anya langsung terkejut ia kira Gladis dengan dirinya seumuran.

"Iya, Kak." Balas Anya sopan.

Mendengar kata Kak Gladis jadi semakin yakin kalau Anya orang baik. "Santai aja kali, sekolah dimana?"

"Gapara."

Terdengar sangat asing di telinga Gladis, karena ia pendatang baru di Jakarta. "Deket sekolah Jailen?"

"Nggak, agak jauh sedikit." Balas Anya.

Kale datang dan menatap bingung pada kedua orang itu. "Ngapain di sini? Bunda nyariin." Ucap Kale pada Gladis.

Gladis mengangguk. "Oke, di atas?" tanya Gladis. Kale mengangguk.

Setelah perginya Gladis, mata Kale menatap tajam pada Anya. "Ngapain lo tadi sama Gladis?"

"Ngobrol." Jawab Anya sambil menunduk.

"Bahas apa?" tanya Kale.

"Nggak yang macem-macem kok." Jawab Anya yang tahu maksud Kale.

Alis Gladis bertautan saat menguping cara Kale berbicara pada Anya dan Anya terlihat ketakutan. "Ada apa?"

                                🐟🐟🐟

Malam harinya Anya memasak sambil menghafal rumus fisika. Bi Isma tertawa kecil melihat Anya.  "Minta garamnya dong, Nya tolong."

Anya mengambil garam lalu ia berikan pada Bi Isma. "Bibi kerja di sini udah lama?" tanya Anya sambil memperhatikan Bi Isma memaksakan sayur sop.

"Hooh, udah hampir empat belas tahun bibi kerja di sini. Kenapa atuh?" tanya Bi Isma.

"Dulu Kale sama Ica deket banget ya, Bi?"

Bi Isma mengangguk. "Bukan deket lagi atuh, akur banget. Kalau Ica main sama temen-temen ceweknya waktu kecil pasti Kale ikut dia doang anak cowoknya, lucu ya. Semua anak cewek main barbie Kale mah ikut weh." Ucap Bi Isma lalu tertawa kecil.

"Hahaha, sayang banget dong ya Bi. Kale pernah marah besar sama Ica?" tanya Anya.

Lagi-lagi Bi Isma mengangguk seraya mengaduk sayur sopnya. "Pernah, waktu itu beranjak kelas satu SMP, dia deket sama cowok, wajar lah ya Nya kalau jatuh cinta." Anya mengangguk sebagai balasan. "Sama siapa teh ya, nama anak cowoknya. Ra-ra-"

"Randy?" tebak Anya.

"Nah hooh itu, dari awal ge kayanya Kale udah nggak suka sama Randy. Kata Bibi mah mungkin ya Kale udah tahu latar belakang Randy anaknya kaya gimana." Jawab Bi Isma.

"Jadi gara-gara kenal Randy doang marah besarnya, Bi?"

"Bukan, dia marah besar karena Ica nggak mau nurut kalau jangan main terus ke rumah Randy. Namanya cewek ya Nya nggak boleh nyamperin cowok, tapi Ica tetep ngeyel main ke rumah Randy. Hari itu pas tanggal merah, hari apa ya yang hujan deras?" tanya Bi Isma sedikit lupa.

"Tahun baru Imlek?" tanya Anya. Bi Isma mengangguk mantap.

"Nah iya, udah mah lagi hujan deras Ica malah main kerumah Randy. Kale firasatnya kuat, karena nggak enak akhirnya disusul lah kerumah Randy, tepat banget saat Kale datang Ica lagi di paksa buat diperkosa." Ujar Bi Isma. Anya terkejut mendengarnya, ia mengetahui masalah ini tapi tidak begitu detail.

"Randynya dipukul sama Kale pakai kayu sampai dagunya sobek kalau nggak salah sih Abangnya Randy juga ikut niat lecehin Ica, Kale marah banget. Ica ditarik ke mobil terus sampai di rumah diem weh, nggak banyak omong tapi sikapnya teh ngebuktiin kalau dia lagi marah besar." Kata Bi Isma. Anya jadi paham, ini alasan kuat Kale mengapa ia sangat benci Kevin maupun Randy.

"Bi, makannya udah siap?" tanya Risa yang tiba-tiba datang.

"Eh, udah non." Jawab Bi Isma.

Risa tersenyum, sedangkan Anya melamun membayangkan seberapa marahnya Kale waktu itu. "Ayo saya bantu, Bi. Anya kamu kenapa?" tanya Risa.

Anya dengan cepat menggeleng. "Nggak, Bun. Aku aja sini."

Gladis dan Kale duduk berhadapan di meja makan, Anya menyiapkan makanan itu dengan rapi di bantu Risa dan Bi Isma.

Setelahnya Anya memutuskan untuk kembali belajar di kamarnya. Bentakan Desvila membuat semangat belajar Anya menggebu-gebu.

Sedikit demi sedikit Anya mulai hafal dan bisa mengerjakan soal, cara dari Galang mempermudah kesulitan yang Anya tidak mengerti. Apa yang Galang ucapankan hari itu benar, tidak ada yang bodoh hanya saja pemalas.

Tak terasa sudah semakin larut malam Anya belajar, lihat bahkan sudah jam sembila malam. Sedang konsentrasinya belajar perutnya berbunyi, ia pun langsung bangkit untuk menemui Kale.

Mengingat hari dimana ia dipeluk Kale di kasurnya membuat Anya tak mau kembali memasuki kamar Kale. Pucuk dicinta ulam pun tiba, saat Anya pergi ke dapur Kale sudah ada di meja makan.

"Masak mie aja." Ucap Kale lalu pergi begitu saja.

Anya memutar malas bola matanya, malas sebenarnya ia bila harus memasak mie. Sambil memakan mie sambil mendengarkan celotehan dari Galang di telpon.

"Jangan lupa tempelin semua rumus di pintu lemari sama di tembok-tembok kamar lo." Ucap Galang cerewet.

"Hm." Jawab Anya seraya mengunyah mienya.

"Sering ketemu bisa hafal cepet." Kata Galang.

"Iya, Galang. Udah makan Anya mau belajar lagi, Anya tutup ya telponnya." Balas Anya.

"Heh! sopan dikit sama komandan." Balas Galang membentak.

Anya langsung memasang wajah datar. "Iya-iya, apa lagi yang mau dibicarain?"

"Gue ngambil nasi dulu, temenin gue makan. Jangan ditutup." Balas Galang lalu berlari mengambil nasi dan lauk.

Dari jauh sana Kale melipat tangannya dengan wajah datar saat melihat Anya asik menelpon dengan laki-laki lain. Cemburu itu masih ada.

Sesudah mencuci piring bekas makannya Anya segera berjalan kembali menuju kamarnya, tapi Gladis yang akan segera pulang menghalangi langkah Anya.

"Gue baru beli lipstik revlon lipgloss matte merah muda lho, gue boleh pakein di bibir lo nggak?" tanya Gladis seraya tersenyum lebar.

Aneh sekali mengapa tiba-tiba seperti ini. "Bo-leh." Ucap Anya. Lalu Gladis memakainya pada bibir Anya.

Bibir Anya yang sudah merah alami malah semakin merah, ia mencium bau strawberry. "Cantik, biar nggak keliatan pucet." Balas Gladis, Anya hanya tersenyum kikuk. "Gue boleh temenan nggak sama lo?"

Mata Anya langsung membulat. "Boleh kok." Jawab Anya sambil tersenyum tipis.

"Gladis, papi mu udah datang." Ucap Risa berteriak.

"Iya, Bun." Jawab Gladis yang juga berteriak. "Gue pulang duluan ya, bye."

"Bye." Kata Anya sambil melambaikan tangannya.

Lipstik revlon lipgloss matte merah muda itu melekat ke bibir Anya, lalu ia kembali ke kamarnya untuk kembali belajar, Kale sendiri di kamarnya tengah berjalan kesana-kemari untuk menghilangkan rasa cemburunya.

"Siapa cowoknya?" tanya Kale pada dirinya sendiri.

"Temen baru? atau Sifa?" tanya Kale. "Nggak mungkin suaranya tadi cowok!"

Buku-buku tebal itu kembali Anya baca, tak lupa Anya mengambil kertas origami lalu menulis semua rumus fisika dan ia tempelkan di lemari dan dinding kamarnya.

"Galang juga gini?" tanya Anya, lalu tersenyum tipis.

Anya sibuk belajar, Kale sibuk meninju samsak sambil menahan api cemburu.

"Gue harus kasih pelajaran sama tu cewek." Ucap Kale lalu berjalan menuju kamar Anya, ia mengenakan kaos oblong warna abu-abu dan kolor hitam.

"Anya." Panggil Kale saat pintu sudah terbuka.

Anya yang sedang menulis langsung menoleh. "Apa?"

"Yang sopan dikit sama, Tuan." Balas Kale, menggangu saja. Anya langsung turun dari kasurnya dan berdiri di hadapan Kale.

Kale tertegun saat melihat Anya dari dekat, bukan. Bukan wajahnya, bibir Anya yang sangat merah muda membuat Kale terangsang, Kale mendekati wajah Anya dan memperhatikan bibirnya.

"Apa?" tanya Anya bingung sendiri, ia lupa kalau tadi Gladis memakaikannya lipstik revlon lipgloss matte merah muda.

Kale menggeleng dengan cepat. "Gak, gue ada tugas buat lo, kalau nolak kena denda." Ucap Kale lalu berjalan menuju kembali ke tempat khusus olahraganya.

Dengan gerakan super cepat Anya mengambil satu buku pelajaran dan mengikuti Kale. "Temenin gue olahraga malem." Kata Kale. "Duduk di situ."

Mata Anya membulat, ini sangat tidak penting lebih baik ia belajar saja. Ia duduk di tempat yang Kale perintahkan. "Udah itu?"

Pertanyaan dari Anya membuat Kale bingung. "Apa?"

"Udah nemenin?" tanya Anya.

"Lo banyak nanya banget, mau gue jadiin samsak?" tanya balik Kale, Anya langsung menggeleng dan kembali membaca buku.

Kale terus meninju-ninju samsak, Anya malah sibuk dengan urusannya sendiri. "Ica udah makan?" tanya Kale basa-basi padahal ia sendiri yang sudah menyupi Ica makan.

"Lho, bukannya tadi Kale yang nyuapin?" tanya Anya.

Terciduk sudah Kale hanya basa-basi. "Nggak usah nyebut gue Kale!" jawab Kale membentak, mengerikan. Anya kembali membaca buku. Sebenarnya Kale sudah sangat gatal ingin menanyakan laki-laki yang tadi menelpon Anya tapi gengsinya itu sungguh besar.

Jam sudah menunjukan pukul sepuluh malam, sudah satu jam lebih Anya menemani Kale meninju samsak, lihat tangan Kale sampai memerah.

Kale juga merasakan lelah, ia membuka kaosnya yang sudah sangat basah akibat keringat, ia mengelap keringat di mukanya menggukan kaos miliknya sendiri. Menjijikan. Lalu ia mengambil handhpone dan jarinya mulai mencari aplikasi waktu. Sesekali mata Kale melihat pada Anya yang masih fokus membaca buku dengan mata yang mengangtuk. Kale tersenyum kiri melihat itu.

Disimpannya kaos berisi keringat itu lalu Kale berjalan ke belakang badan Anya. Anya benar-benar sangat fokus pada bukunya sampai tak menyadari Kale ada di belakangnya, dengan perlahan Kale menyimpan kepalanya di bahu sebelah kanan Anya, sedangkan tangan kirinya ia gunakan untuk mengambil buku Anya.

"Kale." Ucap Anya terkejut saat bukunya diambil, Anya masih tak sadar di mana letak kepala Kale.

"Anya." Panggil Kale dan saat Anya menoleh kesebelah kanan.

Cup....

Bibir mereka menyatu, Anya langsung membeku di tempat sedangkan Kale melumat bibir Anya dengan lembut, Anya mengedipkan matanya berulang-ulang saat Kale terus melumat bibirnya, bau strawberry dari lipstik revlon lipgloss matte merah muda Gladis yang menempel di bibir Anya membuat Kale semakin betah.

Anya ingin melepaskan penyatuan itu tapi tangan kiri Kale menahannya, alhasil Kale masih bermain di bibir Anya tanpa balasan dari Anya yang sedang menahan nafasnya.

"Leps-"

Tak peduli Anya mau mengatakan apa, sungguh Kale sangat menikmatinya, ini kali pertama ia mencium bibir Anya, begitupun Anya. Hilang sudah first kissnya oleh mantan sendiri.

Nafas Anya hampir habis, dengan sisa tenaganya ia mendorong tangan Kale, Kale pun melepaskannya Anya mengambil nafas banyak-banyak sereya mengumpulkan kesadarannya. Mereka bertatapan seolah tak percaya dengan apa yang baru saja terjadi, tapi sepertinya Kale biasa saja, berbeda dengan wajah Anya yang sangat memarah bagai kepiting rebus.

"Kale kamu- ashh-"

Cup....

Kale mengecup bibir Anya tapi kali ini hanya sekejap, lalu Kale meletakan ponsel miliknya di paha Anya, ia bangkit dari duduknya untuk mendekati samsaknya kembali dengan wajah datarnya.

"Biar nggak ngantuk." Ucap Kale enteng, Anya masih diam rasanya sangat berkecamuk. "Bilang stop kalau udah sepuluh menit, fokus. Liatin waktu di handhpone gue, kalau baca buku gue sobek buku lo." Lanjut Kale.

Anya mengangguk sambil mengambil handhpone di pahanya, Kalepun melanjutkan meninju samsaknya dengan hati yang berbunga-bunga. Cemburunya malah mengarah ke nafsu! lagi pula Anya yang memulai mengapa ia memakai lipstik revlon lipgloss matte merah muda yang membuat bibirnya jadi terlihat seksi?

Bukan hanya kesal, Anya pun takut atas perbuatan yang tadi Kale lakukan. Ini di rumahnya, bagaimana jika ada orang yang tahu? Anya melihat kebelakang kedepan dan kesamping dengan wajah paniknya.

Bibir Kale membentuk senyum manis melihat ketakutan Anya, ia juga sadar ini di rumahnya tapi sudah malam begini orang-orang rumah mana ada yang berkeliaran keluar kamar.

Ingin sekali rasanya marah-marah pada Kale, tapi pasti Kale akan lebih marah. Tapi jika seperti ini rasanya Anya sedang dijajah, diperlakukan seenaknya saja. "Udah sepuluh menit." Ucap Anya dengan wajah datar.

"Itung lagi, kalau udah lima belas menit kasih tahu gue." Jawab Kale.

Sebagai balasan lagi-lagi Anya hanya mengangguk. Anya melihat sekilas pada Kale, ia baru sadar saat tadi Kale mencium bibirnya ia juga tidak mengenakan baju. Ya Tuhan, Anya malu sekali.

"Udah lima belas menit." Kata Anya.

Kale mengatur nafas lalu kembali mendekati Anya, repleks Anya yang takut langsung menggeser tubuhnya. "Gue bukan setan." Jawab Kale sambil mengambil ponselnya.

"Udah?" tanya Anya.

"Mau lagi?" tanya balik Kale membuat pikiran Anya berkelana.

"Apa?" tanya Anya takut ia salah menebak.

Kale tersenyum kiri. Ia bangkit dari duduknya. "Oh, mau yang tadi lagi?" tanya Kale sambil mendekati Anya.

"Nggak-nggak!" balas Anya panik. Kenapa otak Kale sekarang kotor. Kale kembali duduk di dekat Anya.

"Anya boleh ke kamar aja?" tanya Anya.

Kale mengangguk sebagai balasan, Anya pun berdiri dari duduknya. "Tegang banget lo, kaya baru pertama kali aja." Ucap Kale saat Anya baru satu kali melangkah.

Anya baru ingat kalau ia dulu pernah diperkosa oleh Kevin, tak mungkin Kevin tidak bermain dengan bibirnya. Anya mendengus kesal lalu pergi ke kamarnya.

"Emang baru pertama, gue lagi yang dapetinnya. Yhaaa." Ucap Kale ketika Anya sudah tak ada di hadapannya. Kale benar, ingat waktu itu Kevin hanya akting saja.

Sesampainya di kamar Anya mengacak-ngacak rambutnya kesal, sepanjang jalan menuju kamar juga ia terus saja memberi umpatan pada Kale. "Nyebelin!"

Anya duduk di kursi dandan melihat wajah dirinya yang memerah lalu kejadian tadi kembali terlintas di otak Anya, rasanya semua hafalan Anya lupa hanya karena dua ciuman dari bibir Kale, Anya memegang bibirnya sendiri. "Aishhh ... Kale labil banget si!" kesal Anya. "Kemarin-kemarin marahin Anya, maki-maki Anya sampah, galakin Anya, sekarang malah cium bibir Anya? dikira perasaan Anya udah mati gitu?"

Memang yang Anya ucapan benar, Kale labil. Dirinya sendiri saja tidak bisa membedakan antara dendam dan cinta, jadi seperti ini lah hasilnya. Orang menyebalkan itu sekarang tengah terbaring di kasurnya dengan tangan yang ia jadikan bantal.

"Manis." Kata Kale mengingat perbuatan yang telah ia lakukan pada Anya.

                                *******

1.Kale

2.Anya

3.Galang (yang kanan!)


Continue Reading

You'll Also Like

1.1K 133 35
[Ditulis hingga tamat sebelum dipublish] Mungkin bisa disebut dengan sebuah karma. Sepan yang selalu membully Tiana, berbalik mencintainya. Kata ora...
3.4K 379 55
Kecemburuan yang membawaku masuk dalam sebuah permainan ••• Gamma Alteriano Roushter, ketua geng Aexprea, geng paling terkenal di sekolahnya, Haylan...
MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

1.9M 91.5K 40
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
1.1M 17.7K 28
Klik lalu scroolllll baca. 18+ 21+