Semoga Suka^^
•••
Nayyara berjinjit-jinjit, ia membuka almari tempat menyimpan bahan-bahan makanan. Menghela napas lemah, ketika mendapati lemari itu kosong. Ia segera mengambil dompetnya yang ada di kamar, lalu ia bergegas ke warung untuk membeli bahan-bahan pokok.
Nolan belum juga pulang, entah ke mana lelaki itu pergi. Padahal sudah hampir 1 jam lebih. Tak mau memikirkan Nolan lagi, Nayyara bergegas berjalan menuju warung yang letaknya cukup jauh dari aprtmen nya.
Nayyara memilih ke warung dibandingkan supermarket, alhasil ia jalan kaki seorang diri. Ia memakai maskernya dahulu sembari jalan kaki. Lama perjalanan hampir 20 menit, akhirnya Nayyara sampai di warung yang cukup besar itu.
Tetapi di sana banyak laki-laki, apalagi ketika ia datang ia menjadi bahan sorotan. Nayyara mencoba tidak mempedulikan tatapan mereka, mungkin jika cewek lain saat ke warung dan di sana banyak laki-laki maka mereka akan kembali pulang. Tapi tidak untuk Nayyara.
"Permisi, beli."
Tak ada sahutan dari dalam. Mendengus sebal, padahal nayyara ingin segera pulang. Jujur ia sangat risih, apalagi ia hanya memakai habitual girl corrie berwarna abu-abu.
Ia tidak tahu jika di sini banyak cowok, tapi Nayyara mencoba tidak mempedulikan hal itu. Ia kembali berteriak memanggil si penjaga warung, namun tetap nihil hasilnya.
"Orangnya lagi shalat, dek," sahut salah satu lelaki dengan menghisap rokoknya.
Nayyara mengangguk sembari tersenyum tipis, ia hendak pergi namun di tahan oleh salah seorang lelaki bersemir ungu.
"Tunggu aja dulu, sini ikut duduk sama kita-kita."
Lelaki itu hendak menarik Nayyara untuk duduk, namun seseorang menahannya. Nayyara menoleh menatap lelaki itu.
"Jangan gangguin cewek gue!"
Nayyara melotot mendengar penuturan lelaki yang barusan menolongnya, begitupun semua orang di sana yang terkejut dan langsung kicep. Nayyara langsung di bawa pergi oleh lelaki itu.
Diam, Nayyara tetap diam sepanjang perjalanan. Ia mencoba mencerna perkataan lelaki itu. Menoleh, bersamaan dengan lelaki itu yang menoleh ke arahnya.
"Kita langsung ke apartment lo?"
Nayyara mengangguk, mereka kembali berjalan menuju aprtmen dengan keheningan. Sampai mereka tiba di apartment, keduanya lalu masuk dan duduk bersandingan di sofa.
"Mau minum?"
"Nggak usah," jawabnya sembari bermain ponsel.
Nayyara meneguk ludahnya sejenak, "lo kenapa tadi bilang gue cewek lo, tan?"
Nathan menoleh, ia tersenyum tipis lalu memasukkan ponselnya ke dalam saku. Ia menatap Nayyara dengan senyumnya.
"Nggak boleh emang?"
Nayyara mengerjapkan matanya beberapa kali, "Nathan, gue ... gue kan udah punya suami."
"Tapi dulu lo suka gue kan?"
"Itu dulu. Jangan gini, than."
"Santai aja sih, gue cuma mau--"
Tok tok tok!
Suara ketukan pintu itu membuat ucapan Nathan terhenti, Nayyara lantas berdiri dan membuka pintu. Ternyata itu Narendra. Nayyara dan Narendra lantas masuk dan duduk bersama Nathan.
Nayyara merasa tidak nyaman dengan posisi seperti ini. Di mana Nayyara berada di tengah-tengah lelaki itu. Bagaimana jika Nolan pulang?
"Lo ngapain ke sini?" tanya Nathan pada Narendra.
"Lo juga ngapain ke sini?"
"Anterin Nayyara pulang."
"Sama, gue juga anterin anak-anaknya Nayyara pulang," ujar Narendra lalu meletakkan sebuah plastik besar yang di dalamnya berisikan anak ayam warna-warni.
Nayyara menerimanya dengan senang hati, apalagi Narendra membelikannya lebih dari sepuluh ekor, yaitu 15 ekor anak ayam.
"Makasih banyak, Ren."
"Yoi," jawab Narendra singkat.
Ini adalah permintaan Nayyara, akibat kesal dengan Nolan, Nayyara meminta Narendra untuk membelikannya. Nathan hanya diam, heran jika Nayyara begitu menyukai anak ayam warna-warni seperti itu.
Tak lama suara pintu apartment terbuka, tentu itu Nolan. Betapa terkejutnya Nolan saat baru masuk dan mendapati istrinya tengah bersama dua lelaki lain.
Badannya sudah panas dingin, apalagi saat melihat Nathan. Tangannya terkepal kuat, tapi ia mencoba tenang-tenang saja.
"Ekhem." Nolan berdehem kencang, ia mulai mendekati mereka. "Sayang, ini anak ay--"
"Nggak usah. Nggak jadi."
Nolan mengernyit, "loh? Tapi ini--"
"Rendra udah kasih kok, itu terserah mau kamu apain," jawab Nayyara enteng.
Narendra yang peka akan situasi lantas berdiri, ia tidak mau kena dampak dari permasalahan rumah tangga ini.
"Nay, anak ayamnya kan udah. Gue pamit ya?"
"Loh, ndra? Sini aja dulu, baru juga sebentar." Nayyara mencekal tangan Narendra, tapi lelaki itu melepaskannya perlahan.
Nolan mendecak, "tahan aja terosss. Jangan biarin pulang dua-duanya," sinis lelaki itu lalu berjalan menuju kamar dan menutup pintu dengan kencang.
Narendra menggeleng lirih, ia hendak keluar pintu tapi langkahnya tertahan ketika melihat Nathan masih duduk sembari bermain ponsel. Narendra langsung menghampiri Nathan dan merebut ponsel lelaki itu.
"Ayo pulang!" ajak Narendra.
"Dih! Sono pulang sendiri, ngapain ngajakin gue heh?!"
Narendra sudah tidak sabaran, ia segera menarik Nathan untuk keluar. Lelaki ini tidak bisa memahami situasi dalam rumah tangga. Setelah kedua lelaki itu pergi, Nayyara masuk kamar dengan membawa anak-anak ayam itu.
Melirik Nolan sejenak, suaminya itu tengah bersender di ranjang sembari menatapnya. Nayyara menjulur tangannya, meraih plastik yang berisikan anak ayam yang dibeli Nolan.
Tentu Nolan kaget, ia kira Nayyara akan membujuknya tapi malah lebih mementingkan anak ayam itu. Sebelum gadisnya itu pergi, Nolan segera menarik lengan Nayyara hingga jatuh terduduk di ranjang.
"Kenapa sih?!" sewot Nayyara kesal.
"Kamu yang kenapa, kenapa bawa lelaki lain ke sini? Dua lagi, nggak ada aku lagi."
Nayyara terkekeh sinis, "masih mending, aku kalau mau selingkuh langsung di depan kamu. Nggak kayak kamu mainnya di belakang."
Nolan menautkan satu alisnya, ia peka dan ia tahu perkataan Nayyara itu menyindir dirinya.
"Maksud kamu apa ngomong gitu?" nada bicara Nolan sedikit tinggi, tapi ia berusaha untuk tetap tenang.
"Pikir aja sendiri." Nayyara lantas berdiri dan menatap Nolan tajam. "Apa iya beli anak ayam aja bisa dua jam an? Dan sejak kapan anak ayam itu ada di supermarket?"
Nolan mengerjapkan matanya beberapa kali, ia sekarang paham arah pembicaraan ini. Pasti Nayyara salah paham karena melihat ia dan Natasha, bahkan pegangan tangan.
Nolan berdiri, ia memegang pundak Nayyara. Istrinya itu memalingkan wajah darinya.
"Siapa yang kasih tahu kamu kalau aku di supermarket sama Natasha hem?"
"Gatau," jawab Nayyara menahan kesalnya.
"Dengerin dulu. Tadi aku sama Natasha nggak ngapa-ngapain kok. Sekadar bincang-bincang aja. Pegangan tangan itu cuma ... Natasha aja yang iseng."
Nayyara menoleh, menatap Nolan dalam. Akibat terlalu kesal dadanya sesak.
"Ini ceritanya istri aku cemburu gitu?" Nolan menatap wajah Nayyara dekat, senyumnya mengembang. Tapi Nayyara mendorong tubuhnya hingga tersungkur di kasur.
"Ora sudi!" jawab Nayyara dengan logat bahasa jawa. Nolan terkekeh pelan.
"Kamu orang Jawa ya?"
"Bukan," jawab Nayyara ketus.
"Pantesan, kamu itu Jawa-ban atas doa-doa ku eaa." Nolan mencolek dagu Nayyara, membuat gadis itu memalingkan wajahnya karena tersipu dengan gombalan receh suaminya itu.
"Apaan coba orang tadi aku jawabnya bukan wle!"
Nayyara menjulurkan lidahnya mengejek Nolan.
"Ciee yang cemburu tapi gengsi," ucap Nolan sembari berjalan mendekat Nayyara.
"Ish! Nolan!"
"Ngaku dulu kalau cemburu."
Nayyara hendak pergi, tapi tangannya di tahan oleh Nolan. Mendongak, mendapati Nolan tengah tersenyum lebar. Nayyara langsung memeluk Nolan cepat.
Nayyara memukul-mukul pundak Nolan, melampiaskan kekesalannya.
"Aku sebel ... kamu jahat! Nakal kamu!"
Mata Nayyara mulai berkaca-kaca, ia terlanjur cemburu hingga dadanya sesak dan berujung menangis. Selama dua jam tadi pikirannya sudah ke mana-mana.
"Jadi, cemburu nih?"
"IYA AKU CEMBURUU!!"
Nolan tersenyum senang, ia membalas pelukan istrinya itu dengan lembut dan hangat. Ia lebih suka jika Nayyara jujur daripada gengsi seperti itu.
"Aku juga cemburu. Jangan deket-deket cowok lain lagi ya?" Nayyara mengangguk patuh, tak lama ia merasakan kecupan hangat di pucuk kepalanya.
•••
Jangan lupa pencet bintang sebelah kiri^^
Nayyara
Nolan