My Brothers | ENHYPEN✓

By _sheyiu

1M 172K 95.7K

Choi Sheya terbangun di rumah sakit seusai koma. Saat pertama kali membuka mata, beberapa cowok dengan wajah... More

Z;E;R;O > Prolog
T;W;O > Come Back Home
T;H;R;E;E > Deeper
F;O;U;R > Hope Not
F;I;V;E > Done For Me
S;I;X > Destiny
S;E;V;E;N > Attention
E;I;G;H;T > Cinnamons
N;I;N;E > Flame On
T;E;N > Innocent
t;r;a;i;l;e;r
E;L;E;V;E;N > Singularity
T;W;E;L;V;E > Misfit
T;H;I;R;Teen > Hellevator
F;O;U;R;Teen > Levanter
F;I;V;E;Teen > Utopia
S;I;X;Teen > Labyrinth
S;E;V;E;N;Teen > Halloween
E;I;G;H;T;Teen > Save Me
N;I;N;E;Teen > Eclipse
T;W;E;N;T;Y > Butterfly
Twenty;O;N;E > Fronting
Twenty;T;W;O > So Am I
Twenty;T;H;R;E;E > Euphoria
Twenty;F;O;U;R > Thunder
c;h;a;t
Twenty;F;I;V;E > Birthday
Twenty;S;I;X > Whiplash
QnA
Twenty;S;E;V;E;N > Mercy
Twenty;E;I;G;H;T > Valkyrie
Twenty;N;I;N;E > Paradise
T;H;I;R;T;Y > Twilight
Thirty;O;N:E > Rainbow
Thirty;T;W;O > Tarot Cards
Thirty;T;H;R;E;E > Flicker
Thirty;F;O;U;R > Pied Piper
Thirty;F;I;V;E > Wonderland
Thirty;S;I;X > Dandelions
Thirty;S;E;V;E;N > Sunrise
Thirty;E;I;G;H;T > Mikrokosmos
Thirty;N;I;N;E > Epiphany
F;O;U;R;T;Y > Run Away
Fourty;O;N;E > Take Off
Fourty;T;W;O > Lost Dream
Fourty;T;H;R;E;E > Galaxy
Fourty;F;O;U;R > Navillera
Fourty;F;I;V;E> Miracle
ver ultah shella
Fourty;S;I;X > Kict It
Fourty;S;E;V;E;N > Shine
Fourty;E;I;G;H;T > U Got It
Fourty;N;I;N;E > Little Prince
F;I;F;T;Y > Still With You
E;N;D > Ending Scene
Dark Creatures
info
cover
OPEN PO PERTAMA
OPEN PO KEDUA
MASIH ADA DI LIBRARY KALIAN?!
Are You My Brothers?
OPEN PO KETIGA
OPEN PO KEEMPAT
OPEN PO KELIMA + AYMB
Terbit Lagi
OPEN PO

O;N;E > My Brothers

50.6K 5.6K 1K
By _sheyiu

"Sheya!"

Pintu tiba-tiba terbuka, menampilkan sesosok yang tersenyum lebar seraya membawakan kresek putih besar.

Aku membuang muka.

"Liat, gue bawa apa?"

Aku tidak menggubris, atau lebih tepatnya tidak mau merespon?

"Sheya."

"Shey, liat gue."

"Shey!"

Dia berteriak nyaring, membuat telingaku kembali berdengung, sakit.

"Gue minta maaf."

Minta maaf?

"Gue akuin gue salah."

Sa-lah?

"Gue nggak anterin lo ke terminal kemaren."

Terminal apa?

"Shey!" Dia kembali berseru. Aku memilih membuang muka.

"Lo kok berubah sih belakangan ini?"

Berubah belakangan ini?

Entah kenapa kalimat itu terasa sensitif di telingaku.

Pintu kembali terbuka, masuklah beberapa cowok asing yang sama sekali tidak kukenal.

"Udah gue bilang, Sheya ngambek sama lo. Lo sih, nggak mau nganterin dia ke terminal kemaren."

Cowok putih yang tadi mengacauku mendelik kesal. "Diem deh lo! Sheya tuh cuma mogok bicara, iya kan Shey?" Dia menatapku seolah meminta pendapat. Namun aku tidak perduli dan mengalihkan tatapan.

"Tuh kan! Sheya marah sama lo."

"Dih, berisik banget sih lo. Kalau emang Sheya marah sama gue ya udah, nanti bisa gue imingin donat."

Aku masih diam, tidak berniat berbicara apalagi meresponi mereka.

"Shey," panggil salah satu dari mereka sambil berjalan ke arahku. Aku berusaha tidak terkecoh, namun entah mengapa aku tidak bisa bila tidak menatapnya.

Hingga akhirnya tindakanku berbanding terbalik dengan hatiku, aku melirik ke arah dia.

Dia tampak memasang air muka tajam. Tangannya juga ia silangkan di dada. Semula aku ingin mengabaikan dia, tetapi apa yang ia lakukan membuatku cengo.

Dia menyentil keningku menggunakan wajah datar.

"Lo tau apa yang udah lo perbuat?"

"...."

"Lo bikin kita semua khawatir! Udah gue bilang jangan pergi, tapi lo keras kepala."

Aku membatu, merasa terintimidasi dengan nada suara itu. Terlebih nuansa berubah hening melengang.

Aku termenung, merasakan raut datarnya tertuju ke arahku.

"Sekarang cepet minta maaf ke kita semua."

Aku masih terdiam, tidak sanggup mengeluarkan sepatah-katapun.

"Shey." Nada suaranya berubah seperti menahan geram.

Tanpa kusadari aku meneguk saliva sulit, aku berubah panik. Apalagi menyadari empat cowok tengah menatapku dengan tatapan penuh selidik.

Aku merasa tidak pernah mengalami ini.

"Shey, jangan biarin gue ngehukum lo."

"Ngehukum?" batinku.

"Shey."

"Oke, Jay stop. Lo bikin dia ketakutan."

Tiga cowok lainnya mendekat dan mengerubungiku. Hingga aku dikelilingi keempat cowok yang menurutku wajahnya di atas standar.

Namun sungguh, aku sama sekali tidak mengenal mereka.

"Gue bawain lo donat loh. Tadinya gue pikir lo bakal seneng," ucap cowok paling putih yang tidak kuketahui namanya. Ralat, nama mereka semua tidak kuketahui, kecuali cowok berhoodie hitam yang tadi menyentil keningku. Tadi aku mendengar salah satu dari mereka menyebut nama 'Jay'.

"Gimana keadaan lo? Masih ngerasa sakit?"

Aku menoleh, melirik cowok berkenakan topi merah yang barusan mengajakku berbicara.

"Kalau masih sakit emangnya lo mau ngapain?"

Dia duduk di sebelahku, bertopang dagu sembari memperhatikanku dengan intens. "Gue rindu princess gue."

Sang cowok putih berdengus. "Jake, Jake .... Alay banget, jijik gue."

Cowok yang sepertinya bernama Jake itu memutar bola mata malas.

"Yang diambekin mending diem. Lo ratapin aja kesalahan lo apa."

Jake kembali melirik ke arahku. Dia tersenyum manis. "Sheya gue yang manis, nanti kalau udah sembuh kita jalan-jalan, ya? Gue bakal beliin semua yang lo mau. Atau pergi main? Iya, gue bakal ajak lo nongkrong lagi."

Aku terpaku menyaksikan senyum itu, benar-benar definisi termanis yang pernah kulihat. Atau bisa dibilang lebih manis dari senyum cowok yang pertama kali kulihat semalam?

Dia menyengir. "Kayaknya lo masih syok. Jadi istirahat yang bagus. Biar cepet sembuh."

Aku hanya bergeming, atau bibirku terasa berat untuk digerakkan? Intinya aku tidak tau harus merespon seperti apa.

"Lo belum bisa makan ya?" Cowok paling putih yang bagiku menyebalkan itu bertanya. Siapa sih namanya?

"Belum. Lo nggak denger dokter bilang apa?" jawab cowok yang kuyakini bernama Jay, nada suaranya terdengar sinis. Auranya juga mengatakan bahwa ia berbeda dari yang lain.

"Kasian," ujar satu cowok lagi berkenakan hoodie biru. Tak sengaja kulihat ia berdengus. Apa maksudnya itu? Apa ia tengah mengejekku?

"Donatnya buat gue aja." Jake bersiap mengambil kresek berisi donat mahal yang dibawa cowok putih tadi. Namun langsung disembunyikan oleh si-empu pembawa.

"Enak aja. Ini tuh donat buat Sheya. Seenak lo aja. Kalau mau ya beli!"

Jake membola malas. "Pelit amat, kalau gue nggak lagi kelaperan juga ogah makan punya lo."

"Nggak!"

"Gue laper."

"Beli sendiri."

"Oh? Oke." Dia tertawa. "Kim Sunoo, gue larang lo duduk di sebelah Sheya pas makan siang di kantin."

Ah! Sepertinya sekarang aku mengetahui nama cowok putih itu, Kim Sunoo.

Suno menyipitkan mata tak suka. "Enak banget lo ngatur-ngatur. Serah gue lah." Dia bangkit sambil membawa kresek berisikan donat miliknya lalu beranjak keluar ruangan.

Kuakui cowok putih itu begitu manis. Bahkan tanpa tersenyum dia sudah terlihat manis, tetapi tingkahnya....

Jake tersenyum miring. Sejurus kemudian ia berdiri lalu menarik lengan cowok berhoodie biru yang tadi mengejekku. Bersamaan keduanya keluar dari ruangan.

Sebelum benar-benar menghilang, Jake menoleh. "Honey, kita pergi bentar. Entar malem gue bakal jengukin lo lagi. Bye."

Sepergian mereka tubuhku menegang. Betapa tidak? Cowok beraura menyeramkan bernama Jay itu berada tepat di sampingku. Dan kami hanya berduaan di ruangan ini.

Aku merasakan deru napasku berubah kacau. Jangan sampai dia menyadari ketakutanku. Jika sadar, maka habislah riwayat, kalau sebenarnya aku tidak mengenal mereka. Sebelum itu terjadi, maka sebaiknya aku berpura-pura tidur.

Memejamkan mata, aku berusaha tetap tenang. Namun—

"Nggak usah pura-pura tidur," serunya tiba-tiba, memecah keheningan.

Aku tersentak, terkejut mendengar celetukan mendadak tersebut.

"Buka mata lo."

Aku tidak menurut, tepatnya tidak ingin.

"Cepet buka."

Rasa-rasanya aku ingin menggeleng dan berteriak keras bahwa aku tidak mau, tetapi itu sungguh tidak mungkin, kan?

"Shey...? Belakangan ini lo sering ngebantah gue."

Aku masih memejamkan mata, bersikeras pura-pura tidur.

"Kenapa lo---"

"Jay? Kenapa? Suasananya canggung?"

Suara lain tiba-tiba terdengar, sontak aku membuka mata sebab mengenal suara ini, pintu inap terbuka, menampilkan sesosok yang kulihat pertama kali semalam.

Terdengar helaan napas, berasal dari Jay.

"Bukan apa-apa." Ia bangkit berdiri, menimbulkan decitan kursi yang memenuhi ruangan dalam beberapa detik, selanjutnya ia berbalik dan beranjak pergi.

Aku melirik kepergiannya tanpa memasang ekspresi apapun.

"Halo, Choi Sheya," sapa cowok yang baru datang itu saat Jay telah pergi seutuhnya. Seperti semalam, senyum menawannya masih terpatri manis. Ia berjalan mendekat, meletakkan sebuah botol ke atas nakas lalu merapikan anak rambutku.

"Choi Sheya, udah ngerasa lebih baik?"

Dia terus memanggilku Choi Sheya. Apa itu namaku? Mengapa aku tidak mengenali diriku sendiri?

"Udah ngerasa lebih baik?" ulangnya, ramah.

Kali ini, entah mengapa aku mengangguk sebagai respon. Padahal sedari semalam aku hanya diam dan bersikap acuh, tidak ingin merespon apapun tetapi kini malah sebaliknya.

Dia tersenyum lebar. "Karena kamu belum bisa makan, Abang bawain kamu cokelat panas."

Cokelat panas? Bingung apakah harus senang atau takut. Di satu sisi aku lapar, di lain sisi aku tidak mengenal mereka. Bagaimana jika mereka orang jahat? Aku takut.

"Coba duduk. Sini, Abang bantu." Dia menggenggam lenganku dengan erat, sebelah tangannya yang lain menopang bahuku, sekuat mungkin aku bangkit hingga akhirnya posisiku berubah menjadi duduk.

Memastikan aku sudah bersandar dengan baik, ia menyerahkan sebuah botol—tutupnya telah dibuka—berisi cokelat panas. Karena tidak punya pilihan, aku menerimanya.

"Itu buatan Abang, pasti enak."

Bibirku menyunggingkan senyum paksa. Tanganku mulai tergerak mendekatkan bibir botol ke bibirku.

Aku merasa ragu, tetapi melihat senyum cowok itu ... aku menjadi yakin.

Saat cokelat panas menyapa bibir ranumku, aku merasa lebih baik sekarang.

"Enak?"

Senyum tipisku terbentuk sambil mengangguk kecil. Oh, tunggu! Apa aku benar tersenyum? Bahkan tersenyum sambil mengangguk? Mengapa aku melakukan itu?

Cowok di hadapanku terkekeh, ia kembali merapikan rambutku yang acak-acakan.

Melihatnya, aku merasa lebih baik. Kehadirannya membuatku menjadi lebih baik. Rasa hampa yang menghinggap di hatiku sejak semalaman seketika menghilang kala menyaksikan senyum itu.

♤♤♤♤♤♤♤♤♤♤♤♤♤♤

Continue Reading

You'll Also Like

168K 26.4K 48
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...
440K 65K 49
Park Sunghoon, cowok berandalan yang tidak pernah membiarkan siapa pun mendekatinya. Cowok berhati es yang paling badass di sekolahnya. Sunghoon tida...
35.1K 2K 38
Rasa ini nyata, bukan opini Rasa ini cinta, bukan obsesi Jika kau, Lebih bahagia bersama dia Aku pergi - baby azel denanda ....... Baca cerita selen...
236K 20.7K 33
"I think ... I like you." - Kathrina. "You make me hate you the most." - Gita. Pernahkah kalian membayangkan kehidupan kalian yang mulanya sederhana...