Uninterrupted Dream (A Perfec...

By Alqishthi

70.6K 8.4K 1K

"Terkadang mereka yang tak menangis bukan karna mereka tak susah atau tak terluka. Tetapi karna mereka sadar... More

Prolog
Satu
Dua
Tiga
Empat
Lima
Enam
Tujuh
Delapan
Sembilan
Sepuluh
Sebelas
Dua belas
Tiga belas
Empat belas
Lima belas
Enam belas
Tujuh belas
Delapan belas
Sembilan belas
Dua puluh
Dua puluh satu
Dua puluh dua
Dua puluh tiga
Dua puluh empat
Dua puluh lima
Dua Puluh Enam
Dua puluh tujuh
Dua puluh delapan
Dua puluh sembilan
Tiga Puluh
Tiga puluh satu
Tiga puluh tiga
Tiga Puluh empat
Tiga puluh lima
Tiga Puluh Enam
Tiga Puluh Tujuh
Info
Tiga Puluh Delapan
Tiga puluh Sembilan
Empat Puluh
Empat Puluh Satu
Empat Puluh Dua
Empat puluh tiga
Empat puluh empat
Empat Puluh Lima
Empat Puluh Enam
Empat Puluh Tujuh
Empat Puluh Delapan
Empat Puluh Sembilan
Lima Puluh
Lima puluh satu
Lima puluh dua
Lima puluh tiga
Lima puluh empat
Lima puluh lima
Lima puluh enam
Lima Puluh Tujuh
Epilog

Tiga puluh dua

935 138 9
By Alqishthi

Beberapa dokter dengan sigap menangani Woo Jin yang meskipun masih sadar namun tekanan darahnya sudah mulai menurun begitupun dengan saturasi pernapasannya. Ji hwa tak bisa melakukan apapun, ia juga tak bisa memikirkan apapun.

"Dokter Han.. Dokter Song harus segera mendapatkan operasi"

"Lakukan saja kalau gitu...lakukan saja secepatnya" ucap Ji hwa

Dokter yang mengabarkan hal itu pun terdiam sesaat.

"Lukanya mengenai limpa dokter song.  Kemungkinan limpa dokter song harus di angkat."

"Iya.. Aku bilang lakukan saja.  Lakukan apapun untuk menyelamatkannya."

"Dia sedang mengatakan bahwa harus anda yang melakukannya" ucap Jae hoon yang juga ada di sana. 

"Aku? "

"Kami hanya punya 5 dokter bedah senior,prof bae, dokter song,dokter choi,dokter Kim dan anda dokter han.  Dokter Kim sedang melakukan operasi tidak akan sempat jika harus menunggunya." ucap Jae hoon

Ji hwa kehilangan kata-kata, bagaimana caranya dia melakukan operasi itu?  Jika saat ini saja ia tak bisa memikirkan apapun. 

"Hubungi dokter manapun..  Tolong hubungi dokter manapun. " ucap Ji hwa dengan suara panik yang bergetar

"Dokter han.. " ucap Jae hoon

"Aku tidak bisa melakukannya..  Tolong hubungi siapapun.  Tolong selamatkan Woo Jin..  " ucap Ji hwa semakin histeris.  Jelas sekali bahwa Ji hwa nampak sangat ketakutan melihat bagaimana tubuh ji hwa bergetar saat ini. 

"Dokter Han.. Tenang lah."

"Aku tidak bisa melakukannya Jae hoon..  Aku tidak bisa mengoperasinya..  Aku bahkan tidak sanggup masuk ke ruang operasi.  Jae hoon tolong aku.. " ucap Ji hwa dan saat ini menggenggam kedua tangan Woo Jin. 

"Dokter Han.. "

"Aku bukan dokter han yang kamu kenal..  Aku tidak bisa melakukannya..  Aku tidak bisa.. " ucap Ji hwa lagi

"Han Ji hwa noona! " bentak Jae hoon yang tak tahan lagi melihat kakaknya seperti itu. 

Ji hwa terhenyak di bentak oleh adiknya. 

"Tenang dan lihat aku.." ucap Jae hoon

Ji hwa menggeleng air matanya terus berjatuhan.
"Aku tidak bisa Jae hoon.. Aku akan membunuhnya jika aku yang melakukan"

"Noona akan menyelamatkannya jika noona yang melakukannya. Ini operasi yang sederhana untuk mu"

Ji hwa menggelengkan kepalanya. "Aku ngga bisa.."

"Noona..kamu akan membiarkan woo jin hyung di tangani oleh dokter lain? Di saat noona bisa melakukannya lebih baik?"

"Dok.. Dokter song kehilangan kesadaran , tekanan daranya terus turun"

"Noona.. " ucap Jae hoon

Ji hwa masih menggelengkan kepalanya.

"Apa kau akan tetap membiarkannya?"

"Aku harus bagaimana?!" bentak Ji hwa balik

"Lakukan operasi ini. Aku akan menjadi asisten dokter mu..hmm?"

Ji hwa memejamkan matanya. Ia tak tau harus apa. Ia tidak bisa memikirkan apapun saat ini.

"Noona.."

"Ayo lakukan.." ucap Ji hwa

Jae hoon mengangguk. Ia pun memerintahkan perawat untuk persiapan operasi.

...
...

Jae hoon menatap Ji hwa yang duduk dengan tegang menunggu persiapan operasi.  Ia mendekat dan duduk di samping kakaknya. 

"Everything gonna be ok" ucap Jae hoon dan memegang tangan Ji hwa

Ji hwa menoleh pada Jae hoon.  Ia tak tau harus mengatakan apa pada saat ini.  Ia ingin sekali pergi dari tempat itu namun kali ini pasien yang di dalam sana adalah Woo Jin. 

"Aku takut sekali"

"Kau adalah Dokter Han.. Kau pasti bisa melakukannya.."

"Bagaimana jika aku tidak bisa menyelamatkannya..?"

"Kau bisa.. Woo jin hyung akan lebih kuat bertahan karna tau noona yang mengoperasinya hmm.. ?"

Ji hwa menundukan kepalanya. Jae hoon mendekat dan memeluk Ji hwa.

"Aku percaya padamu noona..woo jin hyung juga. Tolong lakukanlah yang terbaik.." ucap Jae hoon

...
...

Ji hwa sudah masuk ke dalam ruang operasi. Ia dapat melihat Woo Jin yang berada di atas meja operasi. Jantungnya saat ini berdegup dengan cepat.

"Anda sudah biaa melakukannya dokter han" ucap dokter anastesi.

Namun Ji hwa masih terdiam di tempatnya. Ia tau apa yang harus Ia lakukan hanya saja tak punya keberanian untuk itu.

"Dokter Han.. " panggil sang dokter anastesi lagi.

Ji hwa masih bergeming menatap tubuh woo jin di sana. Ia tau semua itu tak nyata, tapi tetap saja itu adalah tubuh seorang manusia dan manusia itu adalah suaminya.

"Noona.." panggil Jae hoon

"Mess.. " pinta Ji hwa dengan suara yang bergetar. Sang perawat pun memberikan Ji hwa pisau bedah. Ji hwa tak langsung membeda Woo Jin. Ia masih hanya memegangi Pisau bedahnya dengan kuat.

"Noona.." panggil Jae hoon lagi.

Ji hwa pun mengarahkan pisau bedahnya pada bagian yang ingin Ia bedah. Tangannya seakan mengingat bagaimana cara melakukannya. Susah payah Ji hwa menahan diri untuk tak menangis.

Namun tetap saja air matanya mengalir.

Ia terus melakukan semua step operasi dengan sangat baik, selayaknya seorang dokter profeaional. Ia bahkan menyebutkan hal-hal yang tidak pernah Ia tau sebelumnya. Meski perawat terus menerus mengeringkan air mata Ji hwa.

"Pendarahan sudah teratasi,  kondisi vitalnya sudah kembali normal." ucap sang dokter anatesi.

Ji hwa menoleh ke arah dokter anetesi lalu beralih pada Jae hoon.

"Selamat dokter Han operasi mu berhasil.. Biar saya yang menyelesaikannya." ucap Jae hoon

Ji hwa mundur satu langkah, Ia menatap Woo Jin sekali lagi sebelum keluar ruangan.

Baru saja Ia keluar dari batas wilayah steril. Ia langsung di sambut oleh keluarganya, keluarga Woo Jin dan Ia juga melihat hyo joon di sana.

"Bagaimana keadaanya?" tanya sang ibu.

Ji hwa terdiam sesaat. Menatap satu persatu orang-orang yang ada di sana.

"Han Ji hwa.. Operasinya berhasil kan?" tanya sang ibu lagi.

Ji hwa mengangguk perlahan dan seketikan saja. Ia mendapatkan pelukan dari sang ibu mertua.

Hyo joon tersenyum pada Ji hwa. Namun Ji hwa hanya menatap datar. Ia masih sangat takut dan terguncang. Hingga memilih untuk meninggalkan tempat itu.

Ji hwa terus berjalan menyusuri lorong ruangan. Hingga tiba-tiba saja Ia terjatuh. Kakinya terlalu lemas untuk menopang dirinya sendiri. Ia mencoba kembali berdiri namun tak sanggup. Kakinya bahkan tak mampu Ia gerakan. Ji hwa menundukan kepalanya air matanya kembali berjatuhan. Perlahan suara sesak dari Ji hwa mulai terdengar, semakin lama terdengar semakin sesak. Ji hwa memukuli dadany sendiri berharap dengan begitu ia bisa bernapas dengan lega, namun justru terasa semakin sesak. Ia begitu merasa ketakutan. Bagaimana jika operasi itu gagal, bagaimana jika woo jin harus meninggal di tangannya? Bagaimana jika tadi ia kembali kabur? Ia juga menyalahkan dirinya sendiri yang kabur saat itu menyebabkan operasi yang woo jin tangani menjadi gagal. Kalau saja dia tidak pergi keluarga dari pasien itu tak perlu kehilangan. Saat itu ji hwa belum mengerti apa itu kehilangan dan seperti apa rasanya. Sebelum Ia merasakannya sendiri. Ia bahkan tak kehilangan namun rasa takut itu saja sudah menyesakkan dadanya.

Ia sungguh ingin meminta maaf pada keluarga dari pasien yang ia tinggalkan, kalau perlu Ia harus berlutut dan meminta ampun karna tak melakukan yang terbaik.

Ia tak tau kalau menjadi dokter akan sesulit ini. Ini bukan hanya tentang menjadi pintar, bukan hanya tentang menghafal, membuat resep obat dan menyembuhkan batin. Tapi lebih dari itu semua, ada tanggung jawab batin yang tak semua orang bisa menerimanya. Seperti dirinya saat ini.

Ji hwa terus memukuli dadanya sendiri dan kini bukan hanya suara sesak yang terdengar melainkan suara tangis yang mulai pecah. Ji hwa tak menahan tangisnnya, Ia membiarkan dirinya menangis, terisak bahkan jika harus meraung. Ia akan melepaskannya.

Hyo joon yang melihat itu hanya membiarkan Ji hwa. Ji hwa memang perlu melampiaskan perasaanya.

***
Keadaan Ji hwa sudah mulai membaik. Setelah merapikan dirinya dan berganti pakaian. Ia pun menemui Woo Jin yang masih berada di ruang ICU untuk pemantauan.

Sesampainya Ia di sana Ia sudah tak melihat keluarganya atau keluarga Woo jin. Hanya ada Jae hoon dan juga Hyo joon di sana.

"Dia belum sadar?" tanya Ji hwa

Jae hoon menggelengkan kepalanya. Sudah 3 jam pasca operasi harusnya Woo Jin sudah bangun.

"Tenanglah aku sudah memeriksa, kondisinya masih stabil. Kamu bisa pulang dulu.." ucap Hyo joon

"Kalian berdua yang pulang.. Biar aku yang jaga" ucap Jae hoon

Ji hwa menggeleng, "aku ingin di sini" jawabnya dan meninggalkan Jae hoon  juga hyo joon untuk bersiap masuk ke dalam ruang rawat woo jin.

Hal yang pertama Ji hwa lakukan saat melihat Woo Jin adalah menyentuh tangan Woo Jin. Tangan yang biasanya mengalirkan rasa hangat itu kini terasa dingin.

Ji hwa menarik napasnya dalam yang menimbulkan rasa sakit pada paru-parunya.

Satu pertanyaan paling menakutkan muncul dalam benaknya. Bagaimana Jika Woo jin tidak bangun lagi?

Dengan berat hati Ji hwa menggelengkan kepalanya. "Tidak.  Kamu akan bangun. Kamu harus bangun." ucap Ji hwa

Ia pun duduk pada kursi di samping kasur Woo Jin Masih dengan menggenggam tangan Woo Jin dan menatap wajah woo Jin.

"Aku tidak benar-benar ingin kamu pergi.. Aku masih ingin melihat mu. Terus melihat mu.. Bangunlah woo jin." ucap Ji hwa dan kini menempelkan tangan Woo Jin pada pipinya.

"Aku harus bagaimana kalau kamu benar-benar pergi..?"

"Woo jin aku takut sekali sekarang..." ucap Ji hwa lagi. Ia meletkan kembali tangan Woo jin ke atas kasur,  Ia masih menggengamnya dan kini meletakan wajahnya di atas tangan Woo Jin lalu kembali menangis. 

"Woo jin aku takut.." isak Ji hwa.

Seakan suara tangisan Ji hwa sampai pada Woo Jin. Dengan perlahan kesadaran Woo jin kembali. Jari-jarinya mulai tergerak dan kelopak matanya pun ikut membuka. Namun Ji hwa yang menangis tak menyadari itu dan terus menangis hingga Ji hwa merasakan usapan di kepalanya.

"Woo jin-a.."

Woo Jin tersenyum tipis melihat Ji hwa. Ia menggerakan tangannya menunjuk pada ventilator yang terpasang padanya. 

Ji hwa yang mengerti pun memanggil dokter jaga dan juga perawat untuk meminta bantuan melepaskan ventilator dan mengganti dengan selang oksigen biasa. 

Tak beberapa lama dokter dan perawat pun masuk dan membantu melepaskan ventilator yang terpasang. 

"Annyeong.." ucap Woo Jin pada Ji hwa saat ventilatornya sudah terlepas.

"Annyeong? Ya! Kau pikir kau baru saja pergi tamasya dan pulang ? Apa itu kata pertama yang bisa kamu ucapkan hah?"

Woo Jin tersenyum lagi,

"Apa kamu akan langsung memarahi pasien mu yang baru saja sadar?" balas Woo Jin

"Terus saja menjawab ku!" rajuk Ji hwa. Dengan suara bergetar karna akan kembali menangis.

Woo Jin mengucapkan terimakasih pada dokter dan perawar yang membantunya. Kemudian dokter dan perawat itu keluar meninggalkan dirinya juga Ji hwa.

"Apa kau menangis lagi? Belakangan ini kamu menjadi lebih cengeng" ucap Woo Jin

"Ya!"

Woo Jin tersenyum dan kini menggapai tangan Ji hwa,

"Gomawo.." ucap Woo Jin mengucapkan terimakasih pada Ji hwa

Ji hwa tak menjawab hanya terus menatap Woo jIn.

"Terimakasih karna menyelamatkan ku."

"Kamu harusnya meminta maaf.. Bukan mengucapkan terimakasih!" jawab Ji hwa

"Maaf?"

"Ya.. Kamu harus minta maaf padaku karna berani terluka di hadapan ku!"

Woo Jin tersenyum dan menganggukan kepalanya.

"Aku minta maaf, aku tidak akan terluka lagi di hadapan mu" ucap Woo Jin

"Kamu tidak boleh terluka baik di hadapan ku ataupun tidak. Kamu tidak boleh luka sedikit pun.."

Mata Woo Jin hanya membentuk satu garis ketika Ia tersenyum mendengar ucapan Ji hwa.

"Jangan senyum! Aku serius! Berjanji padaku" ucap Ji hwa

"Ya..ya.. Baiklah. Aku tidak akan terluka lagi baik di hadapan mu ataupun tidak" jawab Woo Jin.

"Aishh...! Kalau kamu sampai terluka lagi aku tidak akan menolong mu! Aku tidak akan mau menemui mu!"

Woo Jin hanya menganggukan kepalanya.

Dari luar ruangan, jae hoon dan hyo joon hanya dapat melihat keduanya tanpa mendengar apa yang mereka bicarakan. Meski begitu mereka berdua tau kalau kondisi woo jin baik-baik saja. Dan bagi Hyo joon ini adalah jawaban dari pilihan yang Ia berikan pada Ji hwa.

Ia benar-benar harus melepaskan Ji hwa mulai dari saat ini.

"Ayo pulang..biarkan saja mereka" ucap Hyo joon.

Jae hoon menatap pada Hyo joon entah dengan tatapan apa.

"Kenapa? Kau takut aku akan mengganggu mereka? Aku tidak pernah memiliki niat sedikit pun merusak hubungan orang lain" ucap Hyo joon

Jae hoon menganggukan kepalanya. "Aku percaya padamu. Terimakasih sudah menjaga Ji hwa noona selama ini" ucap Jae hoon.

Hyo joon tersenyum lebar. Lalu mengusap kepala Jae hoon.

"Sepertinya kamu sudah bertumbuh dewasa. Wah.. Waktu benar-benar berlalu dengan cepat" ucap Hyo joon

Jae hoon tak mengatakan apapun.

"Aku pulang dulu." ucap Hyo joon dan meninggalkan Jae hoon.

Jae hoon menyusul, hyo joon. "Mau aku temani minum hyung?"

Hyo joob menggeleng. "Aku baik-baik saja. Lagi pula sepertinya untuk beberapa bulan ini aku tidak bisa minum-minum. Aku harus siap untuk pasien pun kapan pun. Tapi terimakasih untuk tawaran mu.. Pulanglah, manfaatkan waktu istirahat mu selagi bisa" ucap Hyo joon.

***
Xoxo...😘

Continue Reading

You'll Also Like

564K 39.8K 33
"Hanara, will you marry me?" Sebuah kalimat yang akan menjungkir balikkan kehidupan seorang Hanara. Raditya, sahabat yang dicintainya selama bertahun...
1.6K 496 5
Seperti rasa makaroni yang asin, pedas, dan gurih, seperti itu pula pertemuan kembali Stella dan Bima. Bertemu Stella seperti rasa pedis makaroni ya...
37.1K 3.5K 33
Hanara Kay Zoe wanita cantik yang tidak percaya dengan cinta. Suatu hari memutuskan untuk ikut tour keliling korea Selatan. Ia pikir tour kali ini ak...
2.2M 124K 72
❝Diam menjadi misterius, bergerak menjadi serius.❞ -Liona Hazel Elnara Genre: 1. Drama Psikologis 2. Thriller / Suspense 3. Action 4. Romance 5. Crim...