KALE [END]

By SiskaWdr10

47.7K 3.1K 365

[Series stories F.1 familly] ⚠️Bisa dibaca terpisah⚠️ Tamat☑️ [Start: 19:07:20] [Finish: 26:11:20] Luka ter... More

01.Tersayang
02.Lingkungan Kale
03.Stempel pemilik
04.Kejadian silam
05.Si datar candu
06.Dua hama
07.Karangan Salsabila
08.The power of love
09.Kale keliru
10.Putri hujan
11.Bule peduli
12.Gugur
13.Pelukan hangat
14.Bundadari
15.Ancaman
16.Psycho
17.Sebuah rasa
18.Tersangka
19.Celah keuntungan
20.Duri manis
21.Momen
22.Cinta ke benci
23.Bekas luka
24.fired
26.Kacung
27.Tupperware
28.Wanke
29.Sekolah robot
30.Tumbuh
31.Pecah
32.Macan tidur
33.Bertahan
34.Sampah
35.first kiss
36.Air dan minyak
37.Jealous
38.Mabuk
39.Alasan
40.Over posesif
41.Marah besar
42.Badut
43.Omes
44.Hampa
45.Mainan
46.Roti dan susu
47.Jawaban
48.New thing
49.No LGBT
50.Story night
51.Program Gapara
52.Labil
53.Tugas
54.Taktik
55.Bertingkah again
56.Perangkap
57.Kesibukan
58.Permintaan
59.Tidak baik
60.Menjauh
61.Kado
62.Lolipop
63.Terbongkar
64.Double kill
65.Berakhir
66.Terbiasa sepi
67.Selamat lulus
68.About Tapasya
69.Kebenaran
70.Pada akhirnya
71.Milik ku [END]
hiii

25.Puncak masalah

484 36 2
By SiskaWdr10

Makan melon sambil ngopi.

                               ******

Epot keluar terlebih dulu, sedangkan tangan Jawa ditahan oleh Bule. Jawa menoleh pada wajah Bule. "Apaan?"

"Kale pasti kaget banget sama masalah ini, gue mohon banget sama lo tahan dia kalau mau nyakitin atau ninggalin Anya saat keadaan Anya kaya gitu." Ucap Bule tulus.

Kening Jawa berkerut. "Nggak mungkin lah Kale gitu."

"Takutnya." Jawab Bule.

Keesokan harinya mereka bertiga kembali lagi kesekolah. Kale sendiri hari ini memilih untuk membawa salah satu mobil milik Febrianto kesekolah, ia masih capek untuk menunggu kopaja. Sebelum Kale pergi ia mengobrol sebentar dengan Ica.

Kale berjongkok dan memegang tangan Ica. "Jangan lupa makannya dihabisin." Ucap Kale.

Bi Isma yang sedang memegang kursi roda Ica tersenyum hangat mendengar ucapan Kale. Ica hanya membalas dengan anggukan kecil. "Abang."

"Iya?"

Ica seperti berpikir saat ingin mengucapkan sesuatu. "Nanti kalau Ica udah sembuh kita jadi kan ke Papua?"

Pertanyaan yang membuat Kale bingung sekaligus sedih, ia tersenyum sedih. "Sembuh aja dulu, siapa tahu nanti kita keliling dunia."

"Hahaha, bener ya?" tanya Ica dengan sisa tawanya.

"Iya, nanti pake uang Ayah." Jawab Kale.

Febrianto yang baru saja datang mendengar ucapan putranya itu. "Enak aja kamu Azil, kerja."

"Iya aku sama Ica kerjanya ngabisin duit Ayah, fifty-fifty aja si ya." Jawab Kale.

Risa juga ikut terkekeh kecil mendengar itu. "Pinter banget dua anak Bunda ini, sana gih berangkat." Ucap Risa pada Kale dan Febrianto.

Kale telah sampai di sekolah, ia banyak mendapat ucapan selamat dari berbagai pihak, senyum tipis saja sudah cukup membalas ucapan selamat dari mereka. Tapi tak hanya kata selamat yang ia dapat tapi tentang bisikan gosip yang sama sekali tidak Kale ketahui.

Kale masuk ke kelasnya dan bertanya pada kedua temannya yang berpura-pura tak tahu. "Gosip apaan?"

Epot menggelengkan kepalanya begitupun Jawa. Bel masuk berbunyi mereka dengan cepat membuka buku pelajaran.

Selama jam pelajaran itu hati Jawa dan Epot benar-benar tidak tenang. Bukan tidak mau memberi tahu tapi mereka tidak enak.

Jam pertama sampai jam ke empat selesai, anak-anak diberikan waktu untuk beristirahat. Epot dan Jawa memilih diam di kelas agar Kale juga diam saja di kelas, di luar sangat berbahaya.

Jawa memanggil salah satu siswa berkaca mata untuk ia suruh membeli makanan, tapi pasti Jawa kasih upah. "Gue mie ayam sama lemon tea satu." Kata Jawa sambil memberikan uang.

"Eh nitip-nitip, Magnum satu." Tandas Epot. Jawa langsung memandang sinis pada Epot, tidak dibenarkan jika di dalam kelas merokok.

"Ma-maksud gue ice cream het, soujon aja lo pada." Ralat Epot gelapan.

Kale memandang bingung pada kedua temannya itu, mengapa tidak di tempat biasa saja?

Jawa yang berada di sebelah Kale berpura-pura menulis agar tidak dicurigai. "Nggak jelas." Ucap Kale lalu bangkit dari duduknya.

Epot dengan cepat menahan lengan Kale. "Nggak kangen makan ice cream berdua sama gue?"

Alis Kale terangkat satu. "Kapan gue pernah makan ice cream sama lo?"

"Suer lo yang ngomong gue yang malu." Tandas Jawa.

Kale melepaskan tangan Epot dari lengannya dan melanjutkan perjalanan menuju ruangan anak pecinta alam untuk memastikan kalau barang-barang yang kemarin dibawa tak ada yang tertinggal.

Setelah perginya Kale si anak yang Jawa suruh datang membawa permintaan Jawa dan Epot. "Thank you." Ucap Jawa.

Mereka berdua menikmati jajanannya. Tak lama Salsabila datang ke kelas. "Kale mana?"

"Nggak tau." Jawab Jawa.

"Serius? padahal gue mau ngajak dia gosip." Kata Salsabila.

Epot berdiri dari duduknya dan mendekati Salsabila. "Bergosip sama gue aja, gosip apaan?"

Salsabila berdecak. "Ah pasti kalian udah tahu kan?"

Kini Jawa yang menoleh. "Apaan?"

Bola mata Salsabila berputar malas, sok-sok an tidak tahu. "Masalah Anya."

Bruk....

Jawa menarik Salsabila untuk duduk disebelahnya. "Jangan kasih tahu Kale, biarin dia tahu sendiri." Ujar Bule.

Mata Salsabila langsung memandang kedua orang itu secara bergantian. "Lah kenapa? Kale harus tahu ini."

"Ya, biar lo bisa langsung mepet dia kan?" tanya Jawa dengan mata tajamnya.

Epot langsung menyikut Jawa. "Jangan udah, bil. Lagian itu bukan urusan lo."

Aura mulai tidak enak, Salsabila pun bangkit dari duduknya. "Nggak jelas lo, wa." Kata Salsabila lalu pergi meninggalkan kedua orang itu.

"Gatel-gatel, pengen gue garuk aja tu cewek." Jawab Jawa geram.

Hidup memang tidak selalu mengalir seperti apa yang kita mau, kadang alurnya sangat tidak terduga-duga. Sebagai manusia kita hanya harus percaya kalau indah itu pasti akan datang pada waktunya.

Seperti Anya yang sekarang terus meyakinkan dirinya kalau ini hanyalah mimpi buruk yang akan cepat berlalu, berkali-kali ia menepuk pipinya agar bangun dari mimpi buruk ini. Rumah Sifa mungkin akan menjadi tempat tinggal Anya untuk beberapa hari, Sifa sangat tidak keberatan ia malah senang jadi punya teman dikala malam sepi mendatanginya.

Anya makan siang dengan makanan yang sudah tersedia di meja makan Sifa, bahkan satu suap sendok saja bisa sampai dua jam ia telan. Kebanyakan hanya melamun dan menangis.

"Anya harus apa?" tanya Anya pada dirinya sendiri.

Jam pelajaran terakhir telah berbunyi, ketua kelas Kale mengatakan bahwa Guru di jam terakhir tidak bisa hadir lantaran anaknya sakit. Mereka hanya diperintahkan untuk merangkum bab terakhir pelajaran ekonomi.

Ketiga orang itu memilih untuk ke tempat biasa dan menikmati setiap sebatan rokoknya. Cukup sepi karena anak kelas lain sedang KBM.

"Ingin sekali punya cewek." Teriak Epot muak.

Mendengar kata cewek Kale jadi teringat Anya, dari kemarin Kale tak mendapat kabar dari Anya, semua telpon dan chat dari Kale pun tak pernah Anya angkat atau balas. Anya sendiri sengaja mematikan ponselnya, ketenangannya semakin terganggu bila membuka sosial media.

"Gue bawa oleh-oleh buat Bule." Kata Kale.

Jawa dan Epot langsung menoleh pada Kale. "Bule dan siapa?"

"Bule doang." Jawab Kale.

Epot memasang wajah datar. "Pilih kasih lo."

"Sama Jawa." Lanjut Kale. Jawa tersenyum lebar.

"Gue nggak?" tanya Epot. Kale menggeleng.

"Lupa punya temen kaya lo." Jawab Kale bergurau.

Epot berdecak kesal. "Lo tahu nggak le?" tanya Epot. Kale menggeleng.

"Ada tiga hal sederhana ya gue suka, kopi, rokok dan kamu eh tapi kamunya pikun, nggak jadi dah." Balas Epot. Jawa terkekeh kecil mendengar Epot.

Kale duduk dekat Jawa. "Apapun yang orang katakan tentang kita, usahakan tetap jadi orang baik."

"Wah, kesempatan dong dapet oleh-oleh?" tanya Epot.

"Tapi di dunia ini nggak ada yang gratis." Balas Kale.

Jawa bertepuk tangan mendengar perdebatan keduanya. "Ada masanya kita harus mengalah walaupun kita bener." Ucap Epot.

"Gengsi amat bilang nggak punya duit." Jawab Jawa menyidir Epot.

Ternyata berdebat kecil membuat Epot lelah, ia pun mulai mengambil rokok lalu menyebatnya.

Mengobrol seputar hal-hal kecil membuat mereka tertawa lepas, kurang Bule sebenarnya. Kale melihat jam di tangannya.

"Sabi uga tuh jam." Ucap Jawa.

Hadiah dari Salsabila, tak mungkin Kale mengatakan hal itu, bisa-bisa Jawa mengamuk. "Gue ke kelas duluan, bentar lagi balik." Jawab Kale.

Ia pun bangkit dan berjalan menuju kelas, langkah Kale terhenti saat tubuhnya menabrak Salsabila yang baru saja keluar dari kamar mandi perempuan.

"Dari mana lo nggak keliatan?" tanya Salsabila.

"Betapa di gua." Jawab Kale nyeleneh. "Lo nyariin gue?"

Salsabila mengangguk. "Bukan gue si, tapi Kak Uje, dia bilang tolong liatin barang-barang takut ada yang ketinggalan."

Tugas itu istirahat sudah Kale lakukan. "Telat." Ucap Kale. Lalu melanjutkan langkahnya.

Kembali Kale lanjutkan langkahnya. "Kale."

Dengan cepat Kale membalikan badannya, Salsabila mendekati Kale. "Tentang gosip itu."

Alis Kale terangkat satu. "Apa?"

"Lo nggak tahu?" tanya Salsabila. Kale menggeleng polos.

"Temen-temen lo nggak kasih tahu?" lagi-lagi Kale menggeleng. "Padahal mereka tahu lho." Lanjutnya, Salsabila sengaja mengatakan ini karena ia kesal pada Jawa.

Jujur Kale semakin bingung. "Apaan emang?"

Salsabila langsung gugup sendiri untuk mengatakannya, ia takut respon Kale tak sesuai dengan keinginannya. "Humm, itu." Pandangan Kale langsung malas bila banyak bertele-tele. "Anya hamil."

Deg!

Kale langsung membeku di tempat. "Gue serius, Kevin sendiri yang bilang."

Kaki Kale langsung berlari menuju tempat biasa, diwaktu yang bersamaan pula bel pulang bunyi berbunyi.

Epot maupun Jawa terdiam melihat wajah Kale yang memerah akibat emosinya memuncak. "Lo pada bohong kan anjing?!"

Kedua orang yang Kale bentak itu langsung bertatapan takut. "Soal apa, Le?" tanya Jawa.

Kale menarik nafas dalam-dalam. "Anya."

Seketika wajah Epot dan Jawa pucat, Epot mematikan rokoknya. "Kita cuma mau lo tau sendiri, Le."

Dengan keras tangan Kale meninju dinding dekat Epot, semarah-marahnya Kale, ia tak bodoh untuk meluapkan emosi pada orang lain.

"Maafpin kita, Le." Kata Epot.

Mata tajam Kale menatap pada kedua orang itu lagi. "Sekarang Anya di mana?"

"Sumpah nggak tahu kita, yang jelas dia diusir dari rumah." Jawab Jawa gelagapan.

"Bohong lagi?" tanya Kale kurang yakin.

Jawa bangkit dari duduknya. "Potong jempol gue kalau gue bohong." Jawab Jawa. Kale langsung percaya. Ia duduk dan mencari nomer Anya untuk di telpon.

Beberapa kali telpon ternyata tidak mendapatkan jawaban, Kale yang cerdas itu menelpon teman deket Anya yaitu Sifa.

Sifa yang baru saja sampai rumah langsung mengangkat telpon Kale. Sejujurnya Sifa gemetaran saat mengangkat telpon.

"Anya sama lo?" tanya Kale langsung ke inti.

"I-i-iya." Jawab Sifa gugup.

Pip....

Telpon itu Kale masukan pada saku bajunya, ia berlari mengambil tas di kelasnya. Epot dan Jawa ikut berlari, kerumah Sifa, anak-anak yang sedang berjalan mereka terobos.

Salsabila menatap bingung pada ketiga anak laki-laki yang berlari tersebut. "Ngapain dah?"

Untung hari ini Kale membawa mobil sendiri jadi ia bisa dengan cepat meluncur menuju rumah Sifa.

Jawa dan Epot yang membawa motor mengikuti dari belakang. Mereka takut Kale melakukan hal yang tidak-tidak.

Membutuhkan waktu lima belas menit untuk Kale sampai di rumah Sifa karena mungkin Kale juga mengemudi dengan kecepatan penuh.

Diketuknya dengan kencang pintu rumah Sifa yang berukuran cukup besar tersebut. Epot dan Jawa berdiri di belakang Kale.

"Ka-le?"

"Mana Anya?" tanya Kale.

"Masuk dulu." Balas Sifa. Ketiga orang itu memasuki rumah Sifa dan duduk di ruang tamu. Saat Sifa ingin mengambilkan air dengan cepat Kale larang.

"Panggilan aja Anya, gue nggak mau minum." Kata Kale dengan wajah dingin.

Sial, padahal Epot dan Jawa sangat kehausan. Sifa menelan saliva di mulutnya, seram juga kalau seoarang Kale sudah marah.

Anya tengah melamun di balkon kamar sampai tak sadar Sifa mendekatinya. "Anya turun yuk, ada Kale di bawah."

Tanpa Sifa ketahui Anya mengusap air matanya. "Kale?" tanya Anya, Sifa mengangguk.

Demi apapun Anya senang, pasti Kale akan membuat keresahan hati Anya ini hilang. Ia pun turun dengan senyum manisnya dan dengan mata sembab akibat banyak menangis.

Ketiga laki-laki itu sangat terkejut melihat kondisi Anya, terlebih lagi Kale. Anya sangat kacau.

"Tinggalin kita berdua." Ucap Kale yang tak henti-hentinya memandang benci pada Anya.

Dengan cepat Epot, Jawa dan Sifa pergi ke dekat dapur. Tapi mereka masih mengintip.

"Woi, gue takut sumpah." Ucap Epot panik sendiri melihat wajah Kale yang sangat tidak bersahabat.

Raut wajah Anyapun langsung datar saat melihat Kale memandangnya benci. Mereka berdua terdiam untuk beberapa saat.

"Ayahnya siapa?" tanya Kale terlebih dulu dengan mata memerah.

Anya menunduk mendapat pertanyaan yang membuat air matanya kembali turun. "Aku nggak nyuruh kamu nangis." Lanjut Kale.

"Kale Anya minta maaf." Jawab Anya memohon.

"Siapa Ayahnya?" tanya Kale untuk kedua kalinya. Masih tak ada jawaban. "Siapa Ayahnya?!" bentak Kale menggema keseluruh penjuru rumah.

Yang sedang menguping langsung terkejut, Kale membentak Anya sampai urat di lehernya terlihat, itu artinya Kale sudah sangat marah.

Bukan menjawab Anya malah terisak. "Ka-le."

"Aku kesini bukan buat lihat kamu nangis, sumpah." Jawab Kale. Karena kesal Kale langsung saja menarik tangan Anya. "Kita cari Ayahnya."

Genggaman tangan Kale sangat kuat hingga menyebabkan pergelangan tangan Anya memerah. Dengan sisa tenaganya Anya menepis tangan Kale. "Lepas!" pinta Anya.

Kale merauk pipi Anya dan menatapnya tajam. "Bilang sama aku siapa Ayahnya!"

Tak pernah sedikitpun mengira Kale akan seperti ini pada masalah yang tengah Anya hadapi. Anya terisak tak mampu untuk menjawabnya, semakin Anya lama menjawab semakin kencang cekalan tangan Kale. "Ahsss." ringis Anya.

Jawa yang melihat itu ingin sekali meninju Kale tapi Epot dan Sifa tahan, itu masalah mereka berdua.

"Siapa?" tanya Kale untuk yang terakhir kalinya.

"Kevin." Jawab Anya dengan mata terpejam.

Mendengar jawaban Anya membuat Kale benci dan lebih kencang merauk pipi Anya. "Lepss-"

Kale melaspakan Anya, ia kembali duduk dan mengepal tangannya kuat-kuat, Kale sangat ingin meledak sekarang. Akhirnya Kale meninju-ninju sofa Sifa sambil berkata. "Bodoh, bodoh, bodoh."

Sifa kasihan pada keduanya, ia tahu lebih dulu Ayah dari anak Anya, Kale pasti sakit hati memdengarnya dan Anya juga sedih karena ini bukan kemauannya.

"Maafin aku." Ucap Anya.

Epot dan Jawa bingung siapa sebenarnya pelakunya. "Ayahnya siapa si?" tanya Epot.

"Gatau, minta gedein suaranya." Jawab Jawa.

Dengan mata kosong yang menatap pada Anya, Sifa menjawab. "Kevin."

"Gak mungkin." Kata Jawa terkejut.

"Dia brengsek, mungkin aja." Balas Epot yang juga terkejut mendengarnya. Epot dan Jawa terdiam, mungkin iya Kevin pelakunya karena jawaban Anya membuat Kale jadi semarah itu.

"Anya!" panggil Kale membentak. Anya menoleh.

"Aku kan udah sering bilang sama kamu, jauhin dia Anya." Suara Kale terdengar serak. "Sebelum kamu yang jadi korbannya, ada cewek malang yang minta bantuan ke aku dia bilang, dia juga korban Kevin dan besok malamnya aku datang peluk kamu karena aku nggak mau kamu ngalamin hal yang sama dengan gadis itu, aku takut, banget Anya." Tutur Kale menahan emosinya.

Penjelasan Kale rasanya sudah sangat sia-sia bagi Anya. "Aku juga nggak mau kaya gini."

Kale malah tertawa hambar. "Tetap aja kalian salah. Kalau kecewa punya level mungkin kecewa aku ke kamu nggak masuk ke level itu, sekalipun itu level tertinggi. Aku nggak baik-baik aja, aku marah, kecewa, lebih dari yang kamu kira." Ucap Kale membuat Anya semakin takut.

"Aku juga nggak baik-baik aja, ini bukan kamu Le. Kamu nggak gini." Balas Anya.

Senyum kiri terukir dari bibir Kale. "Bertahun-tehan kita pacaran, ternyata kamu masih belum kenal aku? setiap orang punya sisi gelap, ini sisi gelap aku. Aku nggak bisa nerima manusia serendah kamu dihidup ku." Kata Kale.

Semua yang mendengar itu langsung membelalak, sebenarnya Kale juga tak tega mengatakan hal itu.

"Tapi aku nggak punya siapa-siapa lagi kalau bukan kamu, Le." Ujar Anya membuat yang menguping berkaca-kaca. "Ini kesalahan tersebar aku, tapi apa harus kamu pergi disaat aku lagi bener-bener butuh kamu?"

"Kamu harap aku kasihan?" tanya Kale dengan senyum kirinya.

"Aku nggak minta dikasihani, aku yakin kamu sayang aku dan nggak akan biarin aku kaya gini terus-terusan." Jawab Anya.

Kale merubah posisi duduknya menghadap Anya dengan tatapan serius. "Asing menjadi dekat, dekat menjadi asing semua itu hanya soal waktu kan? gimana kalau kita mulai itu sekarang. Aku nggak bisa lanjut, maaf." Kata Kale lalu bangkit dari posisi duduknya.

Anya dengan cepat menahan Kale dengan memegang pergelangan tangan Kale. "Kale nggak boleh gitu sama Anya." Pinta Anya merengek.

"Lepas atau aku dorong!" bentak Kale.

"Kale plis." Balas Anya.

Bruk...

Kale mendorong Anya dengan cukup kuat sampai Anya tersungkar ke sofa. Setelah itu Kale keluar rumah Sifa meninggalkan Anya yang semakin kacau.

Ketiga orang yang menguping itu mendekati Anya dan memastikan kondisi Anya, Jawa berlari mengejar Kale sebelum Kale semakin jauh.

"Lo nggak seharsunya kaya tadi, Le." Ucap Jawa membentak Kale. Jawa sudah muak dengan sikap kasar Kale pada Anya.

Kale  yang tengah membuka pintu mobil membalikan badannya. "Urusan lo?" tanya Kale dengan wajah datarnya, Kale kembali memasuki mobilnya tanpa memedulikan Jawa.

Jawa berdecak kesal. "Masa kalah sama Bule, dia sampai bunuh orang demi Nisah Le. Gue pikir lo nggak akan sepecik itu."

Ucapan yang keluar dari mulut Jawa membuat emosi Kale terpancing, ia keluar dari mobilnya dan menatap tajam pada Kale. "Terus apa harus gue jadi Ayah dari anak orang yang gue benci?" tanya Kale dengan nada meninggi.

"Apa pantes disebut cowok saat ninggalin cewek dikeadaan yang udah kacau gini?" tanya balik Jawa.

Kale menahan diri untuk tidak memukul wajah Jawa. "Lo nggak akan paham, wa." Jawab Kale lalu kembali masuk pada mobilnya. Perlahan mobil Kale pergi meninggalkan pekarangan rumah Sifa.

"Pengecut!" teriak Jawa kesal sendiri. Kale bisa mendengar itu. Ia juga tak mau mengambil keputusan semacam ini tapi demi Ica apapun Kale lakukan.

Sifa memeluk Anya dengan erat, seluruh tubuh Anya bergetar ia takut, harapannya sekarang telah pupus.

"Balik." Ucap Jawa pada Epot yang sudah sangat kesal.

Mereka berdua memutuskan untuk ke sel dan membicarakan itu dengan Bule. "Anjing setan banget tu cowok, nggak puas-puas!" kata Bule memaki Kevin.

"Napa si nggak kita bunuh aja." Tandas Jawa.

"Orang jahat nyawanya ada delapan." Balas Epot.

Sesampainya di rumah, Kale mengurung diri di kamar. Malang sekali nasib Anya Kale jadikan tumbal akibat salah Ayahnya.

Kale duduk dipojokan kamarnya lalu memeluk kakinya. "Maafin aku, Nya." Ucap Kale.

Sama halnya dengan Kevin yang sedang galau akibat Anya. Permainannya dengan Kale cukup kelewat batas, ya Kale bersekongkol dengan Kevin untuk melakukan itu semua pada Anya. Hari itu saat mereka mengobrol di depan minimarket, mereka membahas tentang rencana busuk ini, dan pada hari itu keduanya sama-sama terbawa emosi.

Malam kembali datang, Kale keluar kamar untuk makan malam. Risa dan Febrianto sudah mengetahui kasus Anya. Wajah Kale telah menjawab pertanyaan Risa dan Febrianto mengenai tahu atau tidaknya Kale tentang kasus itu.

Terjadi hening di meja makan, Ica sendiri tak ikut makan malam karena sudah tertidur. Selesai makan Kale beranjak menuju kamar Ica. "Ica tidur." Kata Risa tanpa manoleh kebelakang.

Sepertinya sudah menjadi kebiasaan Kale selesai makan harus bertemu Ica dan memastikannya baik-baik saja. Kale memutuskan untuk kembali ke kamarnya dengan wajah datar.

"Ayah mau bicara sama kamu Azil." Kata Febrianto sambil mengupas jeruk.

"Aku capek-"

"Abang." Panggil Risa lalu meneguk air minumnya.

Dengan berat hati Kale berjalan dan duduk di depan Febrianto. Kale menunduk akibat tak mau menunjukan wajah kacaunya.

Risa dan Febrianto saling bertatapan. "Kamu." Kata Risa pada Febrianto.

"Kamu aja lah." Jawab Febrainto.

"Yaudah, tidur di luar ya." Ucap Risa. Sepasang suami istri itu takut untuk membicarakan masalah ini pada Kale yang tengah berubah jadi macan.

Febrianto menghela nafas panjang. "Kamu hamilin anak orang?"

Kale sudah tahu pasti kedua orang tuanya itu akan bertanya kasus Anya. "Gak."

"Jawab sambil liatin Bunda, Abang!" pinta Risa.

Giliran Kale yang menghela nafas, lalu memandang kedua orang tuanya itu. "Bukan, aku tau batasan."

Jawaban Kale terdengar sangat jujur. "Kalau bukan kamu, siapa?"

"Nggak tau, Bunda sama Ayah jangan bahas-bahaa dia lagi, Kale udah nggak mau berurusan sama dia." Balas Kale.

Febrinto maupun Risa tercengang mendengarnya, mengapa anaknya bisa setega itu meninggalkan Anya. "Bunda juga denger dia diusir, kalau Abang udah nggak ada rasa sama dia setidaknya Abang masih punya hati buat kasihan." Ucap Risa lembut.

Febrianto menyetujui ucapan istrinya itu. "Kamu boleh udahan sama Anya, tapi jangan berhenti buat kasih dia support dia bisa aja stres dan bunuh diri. Disaat seperti itu banyak yang ngelakuin hal-hal nekat, Zil." Lanjut Febrianto menasehati putranya.

"Jadi kalian nyuruh aku buat nikahin, Anya?" tanya Kale.

Risa memutar bola matanya kesal. "Aiisssh, bukan begitu Abang, maksud Bunda sama Ayah itu kamu jangan benci atau ninggalin Anya. Bagaimanapun kalian pernah saling sayang."

"Aku capek banget hari ini, aku tidur ya?" kilah Kale yang tak ingin membahas masalah ini.

Ia pun bangkit dari duduknya dan berjalan menuju kamar. Sebenarnya Kale meresapi apa yang kedua orang tuanya katakan, dan tak ada salahnya Kale memulai permainan baru. Lagi pula ada rasa yang terseludup di dalam sana untuk Anya, mungkin bisa dibilang, cinta.

Kale menelpon Kevin untuk membuat rencana baru, tapi Kevin menolak karena ini sajah sudah sangat fatal.

"Yaudah, gue punya rencana sendiri." Kata Kale.

"Lo nggak kasihan sama dia?" tanya Kevin. "Rasanya gue aja yang belum disayang dia nggak tega ngelakuin yang lebih parah, tapi lo-"

"Apa lagi alasan gue kalau bukan Ica, kalau ngomongin soal kasihan, gue lebih dari kasihan." Balas Kale. Lalu mematikan sambungan sepihak.

Kale menyusun rencananya agar ia bisa kembali membuat Anya menderita di tangannya.

                               ******

1.Kale

2.Kevin


Continue Reading

You'll Also Like

145K 21.2K 21
"Mulai hari ini, lo jadi babu gue di Sekolah!" ucap Arga dengan sorot mata menajam kepada Raya.
ALRES By ⛓️

Teen Fiction

333K 19.3K 29
❗DI JAMIN ALUR CERITA GAK AKAN KETEBAK ❗ ___________________________________________ -Antara Aku, Kamu, dan Sandiwara- Tentang Alres Anibrata, cowok...
1.1K 133 35
[Ditulis hingga tamat sebelum dipublish] Mungkin bisa disebut dengan sebuah karma. Sepan yang selalu membully Tiana, berbalik mencintainya. Kata ora...
658K 25.8K 37
Herida dalam bahasa spanyol artinya luka. Sama seperti yang dijalani gadis tangguh bernama Kiara Velovi, bukan hanya menghadapi sikap acuh dari kelua...