GALARA [END] ✔️

By Diitar

353K 18.3K 5.5K

⚠️ JANGAN PLAGIAT! ••• Siapa yang tak mengenal Gara Elang Rajawali? Hampir semuanya mengetahui nama itu. Bahk... More

01. Rosas Negras
02. Masalah nama
03. Ramalan Gilfa
04. Kecupan dari Gara
05. Dijodohkan?
06. Kamu, Lo!!
07. Fitting baju
08. Raganda menyerang
09. Si pengkhianat
10. Sah!
11. Ditolak terus
12. Di adu domba lagi
13. Gara celaka
14. Kertas kosong
15. Teka teki
16. Leon
17. Senyum misterius
18. Ngetes doang padahal
19. Singa betina marah
20. Hari bersejarah untuk Gilfa
21. Mencoba
22. Cukup menunggu
23. Ada apa dengan Leon?
24. Gak ada Leon gak seru
25. Mimpi dan penyesalan
26. Mengingat lagi
27. Malam yang terkutuk
28. Gara salah paham
29. Terumbar
30. Malam yang menyakitkan
31. Antara iya dan tidak
32. Ada apa dengan Gilfa?
33. Mengetahui, rencana, dan kebahagiaan
34. Anniversary dan tawuran
35. Sampai jumpa
36. Sebuah aib
37. Satu kesalahan yang berdampak
38. Memulai lagi dari awal
39. Thanks
40. Basi!
41. Seperti mati lampu
42. Gara mesum
43. Tidak sesuai ekspektasi
45. Surat
46. Janji
47. Kembali, tapi bukan sekarang
48. Prom night dan pesan misterius
49. Penentu takdir
50. the end of everything
EXTRA CHAPTER
CERITA BARU

44. Pamit

6.8K 248 70
By Diitar

🏁Kasih saran jika ada salah
🏁Jejaknya sangat dibutuhkan
🏁HAPPY READING 🖤

🏍️🏍️🏍️

"Ke mana aja lo?" tanya Juki ketika mendapati Leon yang baru saja datang.

Wajah Leon berbeda dari sebelumnya. Dan mereka yang melihat pun cukup penasaran.

"Gimana kumpul sama bokap nyokap? Asik 'kan? Pasti lo baru di manja-manja dulu tadi, pantes gak datang ke basecamp," timpal Jiwa.

Mana ada manja-manja yang ada Leon sakit hati. Leon tak menghiraukan nada rayuan dari teman se-gengnya. Leon berjalan memasuki basecamp, lalu merebahkan diri di sofa yang berukuran cukup besar. Menjadikan tangannya sebagai bantalan, matanya menatap langit-langit basecamp dengan intens. Pikirannya kalut.

Kenapa hidup gue gini-gini banget? Batinnya bersuara.

Pedih.

Rapuh.

Namun masih bisa menampilkan senyum dengan tulus.

Keluarga yang dulu ia bangga-banggakan kini malah mengkhianati dirinya sendiri. Bolehkah Leon menyerah saja sampai di sini? Rasanya percuma saja, percuma ia hidup jika tidak di beri perhatian dari kedua orang tuanya.

Puk

"Lo kenapa?" Gara bertanya pelan.

Leon bangkit dari tidurnya. Dan Gara ikutan duduk di sebelah Leon. "Lo ada masalah, Le? Raut lo beda."

"Kelihatan banget?"

"Jejak air mata juga bisa gue lihat."

"Ck!" decak nya.

"Ikut gue." perintah Gara pada Leon.

Kini mereka berdua sedang berada di lantai dua basecamp. Tepatnya di balkon yang menghadap pegunungan dan hutan-hutan lebat.

"Leon si ceria sekarang jadi Leon si pendiam," kata Gara. "Lo kalau ada masalah bisa cerita sama gue. Gak usah dipendam-pendam kayak cewe aja."

"Lo juga kalau ada masalah gak pernah tuh kasih tahu gue!"

Skakmat.

Gara malah tertawa. "Ya itu beda lagi."

"Kandungan si Gilfa berapa bulan lagi?"

Gara mengernyitkan dahinya. Kenapa malah bertanya tentang Gilfa. "Ini 'kan lagi bahas tentang lo, kok malah bahas bini gue."

"Pengen tahu aja gue."

Gara menepuk pundak temannya. "Lo aneh ah!"

"Aneh darimana nya? Gue 'kan cuma tanya."

"Hm. Kandungan si Gilfa mau jalan enam bulan, tiga bulan lagi lahiran. Lo harus kasih kado tuh sama anak gue."

"Gak kerasa ya? Waktu emang cepet banget berputar. Tahu-tahunya nanti lo udah jadi bapak."

"Nanti lo nyusul ya," ujar Gara lalu terkekeh.

Leon hanya tersenyum tipis. Lalu lelaki itu mengeluarkan kotak yang sedari tadi di simpan di sakunya. "Nih, kado buat anak lo. Gue gak tahu anaknya cewek atau cowok, jadi seadanya aja."

"Lo bisa kasih nanti ajalah udah lahiran. Oh gue tahu, lo mau jadi orang pertama kasih kado buat anak gue."

"Mumpung gue masih ada," ujar Leon tanpa menatap netra temannya.

Cukup mengagetkan untuk di dengar. Gara pun sampai diam beberapa saat. "Lo jangan ngomong gitu lah. Lo gak mau gitu lihat anak gue, lihat gue jadi bapak beneran, apa lo gak mau gendong anak gue? Mulut lo perlu di sekolahin lagi, ngomongnya sembarangan."

"Gue serius. Gue harap kalau gue udah gak ada, Rosas Negras harus selalu jaya, jangan ada kata bubar di antara kalian. Dan gue pengen, lo satu-satunya orang yang jadi panutan buat orang lain," kata Leon. "Satu lagi, cepet temuin pelaku yang udah buat kesalahpahaman di antara anggota maupun geng lain."

"Oh ya, titip salam buat si Gilfa. Bilang, gue sayang dia sebagai teman, gue harap dia bahagia sama lo. Lo juga harus bahagia, 'kan bentar lagi jadi bapak. Satu lagi deh, lo jangan pernah bikin sakit hati lagi si Gilfa, lo harus berubah, Ga. Gue harap lo semakin dewasa untuk ke depannya, gue sayang sama  lo dan yang lain."

"LE LO NGOMONG APA SIH?? JANGAN GINI AH!"

"Gue bangga punya ketua kayak lo. Punya sahabat yang selalu ada di saat gue sendirian, gue bangga masuk Rosas Negras. Gue bangga!!"

"Maaf kalau gue banyak salah. Gue pamit," ucap Leon lalu pergi dari hadapan Gara.

"LE! ANJING LO MAU KE MANA?!!" Gara tak dapat membendung rasa haru ketika mendengar setiap kata itu.

"Woy semuanya! Gue mau pamit dulu. Jaga-jaga kesehatan lo semua, jangan pernah berantem gara-gara masalah sepele. Rosas Negras harus tetap jaya pokoknya, biar nanti di atas sana gue bahagia."

"Lo ngomong apaan, Le? Berasa mau mati aja," ucap Zian.

"Ya emang gue mau pergi."

"Pergi ke mana lo?" sambung Dewa penasaran.

"Ya ke rumah lah bego!" jawabnya lalu terkekeh.

Samuel yang sedari tadi diam dan menatap Leon dengan seksama seperti merasakan ada yang tidak beres. Gelagat Leon seperti mencurigakan. Dari awal lelaki itu berbicara yang tidak-tidak sampai melihat Leon berpelukan dengan teman-teman lainnya.

"Sam, tetap jadi anak yang pintar. Jangan mau ikut-ikutan gila kayak si Juki sama si Zian. Sukses selalu, Bro," Leon dengan senyum khasnya. "Oh ya, karena lo orang yang paling gue percaya. Titip surat ini, nanti lo kasih ke Gara, kalian juga harus baca di saat waktu yang tepat nanti," ujarnya lalu memeluk tubuh tegap Samuel dengan erat.

Setelahnya, Leon berbalik menatap semua anggota Rosas Negras. Lelaki itu sampai menitikkan air matanya. Dan anggota yang lain termasuk teman dekat Leon yaitu, Zian dan Juki sampai ikutan menangis.

"G-gue pamit. Jaga terus ke kompakan kalian. Gue mau lihat kalian bahagia, jangan nangisin gue kalau udah gak ada. Bye!" Di akhir katanya. Leon menyempatkan untuk tersenyum selebar mungkin. Dan mereka, tak mampu untuk mengejar Leon yang sudah keluar dari basecamp.

Dengan tiba-tiba teman satunya itu mengucapkan kata yang tidak sepantasnya. Karena ajal menjemput sudah ditentukan oleh Sang Maha Kuasa.

"Ku cari tahu tentang mu."

"Tanggal dan tahun lahir mu."

"Ku pelajari rasi bintang menebak pribadi mu."

"Tokoh kartun favorit mu."

"Dan warna kegemaran mu."

"Ku telusuri di titik kita 'kan bertemu."

Brum

Brum

Suara Leon yang tengah menyanyi di jalanan besar itu teredam oleh suara bising kendaraan yang berada di belakangnya. Sesantai mungkin Leon menjalankan motornya, sampai-sampai lagu yang ia dengar lewat earphone pun tak mengindahkan peringatan yang mengancam nya.

Motor berbelok ke arah yang sepi. Jalan pintas yang biasa Leon pakai ketika pikirannya sedang suntuk. Katanya, lewat jalan pintas ini salah satu cara agar pikirannya dapat berpikir secara luas, selain berpikir Leon pula dapat memahami segala permasalahan yang sedang ia alami.

Jalan pintas yang membantu segala masalah atau pikiran suntuk Leon. Jaraknya dari rumah lumayan jauh lagi, tapi karena sedang tidak beres keadaan orang tuanya, Leon pun menyarankan dirinya sendiri untuk tinggal di rumah mantan pembantunya.

Bi Sari. Sosok wanita tua yang sudah mengabdi di kediamannya sejak ia kecil. Ketika, Bi Sari berhenti dari pekerjaannya, Leon pun semakin kesepian, walau begitu di rumahnya masih ada pembantu lain, tapi tetap saja Leon sangat senang berada di dekat Bi Sari.

Maka dari itu, Bi Sari pernah berkata: Jika Aden Leon kesepian atau ada masalah, datang aja ke rumah Bibi. Bibi siap jadi orang pertama yang mengetahui permasalahan Den Leon. Bibi juga siap jadi pendengar dan penasihat baik buat Den Leon.

Dari itu, Leon sering datang bahkan sampai menginap berhari-hari di rumah Bi Sari.

Suara motor semakin kencang terdengar. Gerombolan motor itu semakin menambah laju motornya, sampai mereka pun mencegat motor Leon.

Leon kelimpungan melihat para pemotor yang berbadan besar menghadangnya.

"Sia—"

Sebelum berkata apapun. Tubuh Leon sudah terpelanting cukup jauh akibat bogeman keras dari salah satu pemotor itu. Kepala yang di lapisi helmnya cukup menahan rasa sakit, walau begitu tubuhnya serasa remuk akibat bantingan.

"Hajar!" Perintah salah satu orang.

Helm Leon di buka dengan kasar. Lima orang pria berperawakan besar itu kembali melayangkan bogeman.

Bugh

Bugh

Bugh

Rasanya tulang dari badan Leon akan keluar jika harus seperti ini terus. Jalanan yang sepi tidak bisa menjaminkan seseorang untuk menolongnya.

Apa ini firasat yang sejak tadi ia rasa? Walau benar, Leon ikhlas. Karena dirinya juga sudah tenang kala berpamitan dengan teman-temannya.

Bugh

Tendangan dari pria itu mengenai kepala Leon. Darah sudah berceceran di mana-mana. Kepala Leon pun terus mengeluarkan darah. Mata lelaki itu terpejam bibirnya menarik untuk tersenyum walau tipis.

Bugh

"Ma, Pa... Leon pamit. Maaf."

Sebelum kesadarannya terenggut, Leon mengatakan kata itu dari hatinya dengan tulus.

Tenang, Leon belum mati😭

Maaf up nya lama🙏 lagi ngurusin tugas sekolah dulu:(

Continue Reading

You'll Also Like

801K 22.2K 55
Zanna tidak pernah percaya dengan namanya cinta. Dia hanya menganggap bahwa cinta adalah perasaan yang merepotkan dan tidak nyata. Trust issue nya so...
2.1M 98.1K 70
Herida dalam bahasa Spanyol artinya luka. Sama seperti yang dijalani gadis tangguh bernama Kiara Velovi, bukan hanya menghadapi sikap acuh dari kelua...
34.7K 1.2K 42
[sebelum membaca lebih baik di follow dulu☁️💫] [Squel cerita dari 'My Ice Girlfriend'] {Bakal di revisi kalo ada waktu luang} (Emang awal awal cerit...
4.4K 508 30
Bagaimana Duke menghadapi perasaannya? Apakah akhirnya ia terpaksa menikah dengan lady yang dibencinya? atau putri mahkota yang ingin dilindunginya...