moonshadow [pjm x myg]

By PenjagaKasur

43.8K 6.7K 3.1K

(SUDAH DIBUKUKAN) Mulanya Yoongi pikir, selama dia bersama Jimin, semuanya akan baik-baik saja. Namun suatu... More

Bab 01: SANG BULAN DAN SANG BAYANG
Bab 02: LELAKI YANG MENARIK PERHATIAN
Bab 03: KEPULANGAN SAHABAT LAMA
Bab 04: PERAASAAN BURUK
Bab 05: HUJAN DAN KEGAMANGAN
Bab 06: BERUSAHA UNTUK BERDAYA
Bab 07: SATU LANGKAH MAJU
filler: MASA LALU SANG RAJA
Bab 08: KAU DIINTAI
Bab 09: TERJEBAK DALAM ARUS
Bab 10: MIMPI TENTANG SEEKOR KIJANG
Bab 11: SEBUAH PERINGATAN
Bab 12: MEMBURU MANGSA
Bab 13: PERJANJIAN
Bab 14: BAYANG
Bab 15: KESAKITAN SANG RAJA
Bab 17: MEREGUK AIR YANG KERUH
Bab 18: KECANTIKAN, KEJAYAAN, DAN KUASANYA
Bab 19: KASIH YANG TERPENDAM
Bab 20: KEMUNCULAN SANG KIJANG
Bab 21 (final): MENITIPKAN MUSIM SEMI
OPEN PRE ORDER FANBOOK & MERCH

Bab 16: MENGHAMBURKAN RINDU

1.7K 256 87
By PenjagaKasur


Pagi tiba. Yoongi dibangunkan oleh Hoseok yang membuka kelambunya dan mengatakan bahwa ia telah mengetahui di mana Jimin disembunyikan.

Hari itu Raja dikabarkan jatuh sakit sampai tidak dapat bangun dari tempat tidur. Semua kegiatannya dibatalkan, tapi persiapan pesta tetap dilanjut meski tanpa pantauannya. Kesempatan ini Hoseok gunakan untuk membawa Yoongi pergi ke kediaman Yoongsun; untuk mengantarnya menemui Jimin dengan dalih menjenguk Raja yang sakit. Hoseok telah melihat celah, dan Yoongi hanya perlu memercayakan itu padanya.

"Aku menduga kalau dia ada di sebuah ruang di bawah perpustakaan pribadi Raja. Kau bisa masuk ke sana dengan membuka sebuah pintu yang tersembunyi di balik celah rak buku yang paling ujung. Aku akan menitah empat orang pengawal untuk ikut bersamamu. Biar mereka lindungi kau dari orang-orang yang berjaga di bawah sana."

Yoongi tercenung.

"Yoongi?" Hoseok menegur dia yang jatuh dalam lamunan.

"Bagaimana kau bisa begitu yakin kalau dia ada di sana?"

Pangeran itu tersenyum sedikit. "Kau hanya perlu menggunakan telinga dan matamu untuk mengamati sekitar secara lebih jeli."

Karena tak paham, Yoongi jadi ragu.

"Aku akan berjaga di kamar Yoongsun dan mengawasinya. Ingat kataku, kau kubiarkan pergi menemui Jimin bukan untuk membawanya kabur dari tempat itu. Ada saatnya aku akan mengeluarkannya dari sana tapi tidak sekarang. Kau mengerti?"

"Ya, Tuan."

Yoongi mengangguk pelan-pelan. Ia tidak menyangkal kalau ia sangat tak sabar, tapi juga takut. Ia sangat menantikan momen ini tapi juga tak siap. Yang bisa dia lakukan hanyalah memantapkan hatinya. Hoseok sudah memberinya jalan dan dia tak boleh mengacaukan itu.

Keduanya lalu datang ke kediaman Raja menjelang siang, dan meski sempat dihadang, tapi pada akhirnya mereka diizinkan masuk setelah Yoongi mengeluarkan perintah. Para penjaga kelewat takut melihatnya. Mereka tahu kalau kedudukannya yang begitu tinggi membuat titahnya tidak bisa dibantah. Jika ia ingin masuk, maka mereka tidak bisa melarang, meski tidak ada persetujuan Raja saat itu.

Lalu Yoongi dan Hoseok pun diantarkan oleh para pelayan ke kamar Yoongsun. Di situ Yoongi melihat saudara kembarnya yang tergolek lemah tak berdaya. Hoseok mendekati ranjang Yoongsun, lalu memandangnya dari situ tanpa berniat membangunkan atau apapun, sementara Yoongi terpaku di tempatnya berdiri. Dadanya berat. Dia tidak tahu kalau akan ada rasa kasihan yang timbul ketika dia melihat saudaranya seperti ini. Sisa-sisa kesedihan semalam seolah menampakkan diri, membiarkannya merasakan kembali penderitaan itu.

Kenapa? Padahal aku membencinya. Yoongi membatin.

Hoseok melirik, dan Yoongi menangkap tatapan itu. Kemudian Yoongi menyuruh para pelayan keluar dari kamar. Mereka mematuhi perintahnya tanpa bantahan. Ketiganya ditinggal dalam privasi. Lantas karena tak ada lagi yang melihat apa yang akan mereka lakukan di dalam sana, Hoseok pun meminta Yoongi untuk segera pergi lewat sebuah pintu kecil yang terdapat di kamar itu.

Tanpa banyak basa-basi, Yoongi mengambil kesempatan. Dia berhasil keluar dari kamar Raja dengan kawalan di depan dan di belakang. Mereka lalu dihadapkan pada lorong-lorong yang saling menyambung. Jalan itu kosong tapi ada kemungkinan pelayan atau juga penjaga lewat di sana, maka dari itu para pengawal yang bersamanya bersikap awas, mengambil celah dalam penjagaan yang tak terpusat selain di sekitar kamar sang raja, sampai akhirnya mereka berhasil masuk ke perpustakaan pribadi yang tak dijaga.

Yoongi memerintahkan pengawalnya untuk mencari pintu yang Hoseok sebut. Lalu setelah menemukannya, mereka mendobrak. Dua orang pengawal masuk terlebih dulu, disusul Yoongi dan sisa pengawal lainnya. Mereka menuruni tangga yang diterangi lentera yang menempel di dinding kanan dan kirinya. Lalu seperti yang telah diduga, di ujung tangga mereka dihadang oleh prajurit bersenjata.

"Katakan siapa kalian dan kenapa kalian bisa masuk kemari?!"

Yoongi sebetulnya takut, tapi dia sadar kalau ia harus membuang rasa takut itu, karena kalau tidak, ia tak akan pernah mendapatkan apa yang ia inginkan. Lalu dengan sedikit keberanian yang terkumpul, ia pun mengeraskan wajahnya dan sedikit mengangkat dagu, memberikan tatapan angkuh pada para prajurit itu.

"Aku diberi izin untuk masuk ke tempat ini oleh Raja. Berikan jalan, tak usah menghalangi."

"Siapa kau?"

Dia tersenyum miring, "Kalian tidak tahu aku siapa? Harusnya kalian bersujud padaku alih-alih menodongku dengan senjata."

"Katakan siapa kau!"

"Bersujud kepada Yang Mulia! Beliau adalah Pangeran Agung saudara kembar Raja!"

Seorang pengawal Yoongi membentak, membuat para prajurit itu terkejut bukan main. Mereka bergidik ngeri, senjata pun diturunkan. Buru-buru mereka bersujud di hadapan Yoongi dengan ketakutan.

"Ampuni kami, Mama! Kami pantas mati!"

Saat itu dada Yoongi berdegup kencang. Adrenalinnya terpacu. Ia tak pernah merasa begini hebat. Dalam hati ia bertanya, apa benar bahwa dengan kekuasaan dia bisa mendapatkan segalanya?

Yoongi menyuruh para prajurit itu bangun, dan dia minta ditunjukkan di mana Jimin disembunyikan. Dia diantar oleh para prajurit ke tempat itu kemudian. Setelah melewati lorong yang sempit dan gelap, Yoongi sampai di sebuah titik di mana ada sebuah pintu besar yang kelihatannya begitu kokoh nan tebal. Pintu itu dirantai dan digembok. Dia bertanya lagi para prajurit untuk memastikan apakah benar ruangan ini yang mereka maksud. Mereka menjawab iya.

Jantungnya serasa lolos. Ia menahan tubuh yang hampir tumbang dengan berpegangan pada rantai-rantai besar itu. Ia tidak percaya Yoongsun menyembunyikan Jimin di tempat yang seperti ini.

"Mama."

Panggilan dari salah seorang pengawal menyadarkannya. Ia menelan ludah, kemudian mencengkram rantai itu sebelum mundur dan menghempaskannya.

"Bukakan pintu ini untukku. Bukakan, cepat!"

Para prajurit membuka pintu dengan terburu-buru segera setelah Yoongi berteriak. Bunyi rantai yang ditarik dan jatuh ke tanah begitu nyaring. Pintu berderit kencang ketika didorong.

Setelah pintu itu benar-benar terbuka, Yoongi tak langsung masuk. Dia terdiam di tempatnya berdiri, nanap, gemetar, melihat punggung seseorang yang berbaring di tengah-tengah sana, sendirian, dalam kegelapan.

"Jimin..."

Nama itu terucap tanpa perlu ia berpikir lagi. Kemudian dia pun melangkah dengan keragu-raguan yang teramat besar. Ia masih tidak percaya dengan apa yang sedang dilihatnya saat itu. Tapi tidak mungkin ia salah mengira, karena ia kenal betul bagaimana figur Jimin. Bertahun-tahun hidup bersama membuatnya hafal bagaimana punggung itu berbentuk. Ia tahu. Hatinya tahu. Sesak di dada tak lagi tertahan. Air matanya meleleh basahi pipi.

"J-jim... Jimin," ucapnya gagu. "Jimin..."

Jimin bergerak, meringkuk lalu dengan nada yang dingin dia berkata, "Mau apa lagi kau kemari?"

Yoongi menggigit bibir. Sekian lama tak mendengar suara itu, kata-kata seketus inilah yang keluar dari mulut lelakinya. Lalu dia berjalan lagi, dengan langkah yang kecil, juga tangan yang sedikit terangkat; sebuah gestur ingin menggapai.

"Ini aku Jimin, ini aku..."

"Berisik..."

Jimin tidak mau mendengarkan, malah semakin meringkuk dan terlihat memeluk dirinya sendiri. Kemudian Yoongi jatuh terduduk setelah berada dekat dengannya. Tangannya merangkul, dari belakang dia menarik lelaki itu ke dalam pelukan.

"YOONGSUN!"

Jimin membentak dan melawan sampai pelukan itu terlepas. Sikunya mengenai tulang pipi Yoongi. Ketika dia membalik badan, barulah ia menyadari bahwa siapa yang sedang memegangi pipi itu bukanlah orang yang sama seperti yang ia kira.

"Jimin, ini aku..."

Jimin terbelalak, kaget sekaligus takut. Dia diam lama memandangi Yoongi yang menangis di situ.

"Tidak... tidak... bukan," katanya frustrasi. Dia memegangi kepalanya sendiri sembari menggeleng-geleng. "Aku pasti sudah gila. Aku pasti sudah gila!"

"Ini aku, Jimin! Aku! Yoongi!"

"Aku sudah gila..."

"Jimin!"

Yoongi kembali menariknya ke dalam pelukan, kali ini dengan paksaan. Ia melilit tubuh Jimin dengan begitu eratnya. Tangannya meremat kain pakaian sang suami kuat-kuat. Ia sudah tak tahan lagi untuk menahan rindu. Seluruh tubuhnya terasa sakit.

"Ini aku! Ini aku, Jimin! Ini aku, istrimu!"

"...Yoon... gi?"

"Ya ini aku, Jimin.... Ini aku..."

"Yoongi...?"

"Iya..."

"Yoongi...?"

Dia merasakan tangan Jimin di punggung dan belakang kepalanya. Perlahan lelaki itu balas memeluk, sembari meraba-raba, seperti masih tak percaya bahwa Yoongi-nya adalah nyata.

"Yoongi, ini benar kau?" Jimin mengulum bibir, terpejam dan membiarkan rinai jatuh dari pelupuk matanya. "Ini benar kau? Aku tak sedang bermimpi, kan?"

Yoongi tidak menjawab. Ia sudah tenggelam dalam emosi, menangis sejadi-jadinya. Air mata Jimin berderai. Ia mengubur wajahnya di leher Yoongi dan menangis dalam diam.

"Aku sangat merindukanmu," kata Yoongi.

Jimin hanya mengangguk, kemudian membalas ucapan itu dengan pelukan yang lebih ketat.

Mereka berbagi rindu dalam dekapan, berbagi haru dalam tangisan. Keluh-kesah itu tersalur lewat rematan tangan. Mereka sudah bertahan terlalu lama tanpa satu sama lainnya. Kini ketika akhirnya bertemu, perasaan cinta mereka membual begitu banyak.

"Aku sangat merindukanmu, Jimin..."

"Aku juga..."

Yoongilah yang pertama melepaskan pelukan. Dia lakukan itu untuk membelai rambut Jimin dan mencium keningnya. Yoongi menangkup wajah sang suami, dan melihat bahwa Jimin tidak seperti Jimin yang ia kenal. Ulu hatinya serasa tertusuk nyeri ketika ia menyadari betapa mengenaskannya keadaan Jimin saat itu. Tubuhnya penuh lebam, tangannya terluka. Hoseok bilang Yoongsun memelihara Jimin dalam naungannya, tapi apa yang sedang Yoongi lihat adalah sungguh kebalikan dari ekspektasi yang selama ini ada di benaknya.

Dia tidak bisa membayangkan apa saja yang sudah saudaranya lakukan sehingga Jimin menjadi seperti ini. Imaji yang mengerikan itu membuat hatinya terkoyak. Jika benar Yoongsun mengiginkan Jimin karena asalan cinta, mengapa lelaki ini terlihat sebegini kurus dan menyedihkan?

Ia mencengkram lengan baju suaminya, melampiaskan dendam yang pecah dalam tangis beserta kerit gigi. Ia tak tahan lagi. Jimin harus keluar dari neraka ini. Persetan dengan Yoongsun. Persetan apa kata Hoseok.

"Jimin..."

Yoongi yang semula menunduk dalam kemudian mengangkat kepalanya. Ia menarik sedikit tangan Jimin agar bisa menaruh pipi di telapak yang kasar berbalut perban itu. Yoongi mengelim senyum yang simpul sembari menatap Jimin lekat-lekat. Lalu ia mencium buku-buku jari sang suami yang kasar dan keras karena luka. Tangan Jimin ditaruh di atas perutnya. Dia membiarkan Jimin merasakan bahwa sedang ada kehidupan yang tumbuh di dalam sana.

"Y-yoongi, kau—"

Ucapan Jimin disela anggukan yang sedih. Yoongi berkata, "Ayo kita pergi dari sini. Ayo kabur."

Mendengar itu, seperti ada pendar asa yang terpancar dari mata Jimin. Namun cahaya itu hanya muncul sebentar, karena setelahnya keputusasaan kembali datang. Dengan geragapan dia menyelipkan tangan di ketiak Yoongi untuk kemudian memeluk. Napasnya memberat, detak jantungnya menjadi cepat tak terkendali. Dia ketakutan.

"Yoongsun, Yoongsun akan... Yoongsun—"

Yoongi mendorong Jimin, hanya untuk melihat bagaimana bibir itu bergetar hebat ketika menyebut nama sang raja. Dia memejamkan mata dan menggeram, marah karena saudaranya telah memberi Jimin trauma yang begini dalam.

Dengan semangat yang muncul dari dendam, dia bangkit, kemudian menarik tangan Jimin dan menggengamnya.

"Ayo. Ayo lari denganku sekarang juga."

Dia meminta Jimin bangun. Lalu Jimin pun bangun. Yoongi membalik badan, berjalan tanpa ragu ke arah pintu sembari menggandeng sang suami. Di belakangnya, Jimin memandang takjub pada Yoongi yang begini berani. Tapi ketakjuban itu setara dengan ketakutannya. Setengah mati ia mencoba meredam itu, tapi ia betul tidak tahu apa-apa, sehingga sulit rasanya untuk yakin.

"Mama, berhenti di situ!"

Mereka dihadang oleh penjaga sebelum sampai ke ambang pintu.

"Ke mana Anda hendak membawanya pergi?"

"Itu bukan urusan kalian. Mundur dan berikan aku jalan."

Saat itu dia melihat anak buah Hoseok bergabung dengan para penjaga, ikut-ikutan menghadangnya bahkan berdiri paling depan. Mata Yoongi berkedut, tak kira juga akan seperti ini. Tapi ia juga tak terlalu terkejut mengingat Hoseok tidak akan membiarkannya keluar dari situ dengan menyertakan Jimin.

"Kembalikan dia ke kurungan, Mama! Anda tidak bisa membawanya pergi!"

Mereka tidak ragu untuk mengacungkan senjata padanya. Dia tidak bisa lari dengan mudah jika dihadang begini. Yoongi mendesahkan lelahnya, lalu teringat kalau dia punya apa yang disebut kuasa. Maka dalam situasi seperti ini, Yoongi merasa perlu untuk memanfaatkan itu.

Dia mengambil langkah, walau tahu mata senjata tajam itu semakin dekat dengan dirinya.

"Mundur! Mundur kataku, apa kalian tak dengar?!"

"Pangeran memerintahkan kami untuk melumpuhkan Anda jika Anda berani berbuat macam-macam! Kembalikan tawanan ini ke kurungan jika Anda ingin selamat!"

"Lukai saja aku! Tusuk aku dengan pedang-pedang itu sampai aku mati! Lakukan kalau kalian berani! Lakukan kalau itu yang tuan kalian minta!"

"Yoongi... tidak usah mengamuk dan berteriak..."

Mereka semua menoleh ke arah di mana suara itu berasal. Langkah kaki terdengar pijaki tanah, terang cahaya kuning kemerahan meluas, kemudian sosok seorang lelaki muncul dari kegelapan.

"Itu tidak ada gunanya. Lagipula kau sudah terlalu lama berada di sini. Sudah waktunya kau kembali."

Hoseok datang dengan sebuah lentera di tangan. Walau wajahnya tidak begitu kelihatan, amarahnya terasa dari nada bicaranya yang dingin dan dalam.

Yoongi mundur, sampai punggungnya membentur dada Jimin. Saat itu Jimin sadar kalau mereka dalam bahaya. Lantas buru-buru ia menarik Yoongi ke belakangnya sementara dia ambil langkah untuk maju. Sebelah tangan Jimin terkepal, sementara sebelahnya lagi memegangi pergelangan tangan Yoongi kuat-kuat.

Hoseok melepas kekeh. "Apa itu, Jimin? Kau sudah ingat siapa dia?"

Jimin tidak menjawab, sedang, Yoongi memandang suaminya dengan tanda tanya. Ia tidak mengerti apa maksud Hoseok barusan. Apa yang sebenarnya terjadi selama Jimin berada di istana?

"Apa yang kau inginkan?" Jimin bertanya dan Hoseok merengus kasar.

"Kau tak perlu menanyakan hal itu padaku."

"Apa yang kau inginkan dari kami?!"

"Kau mana paham! Orang miskin sepertimu mana paham!" salak Hoseok. "Di belakangmu berdiri seorang anak Seondawang. Dia adalah saudara kembar Raja. Coba pikir, apa yang dia miliki sebagai seseorang yang derajatnya begitu tinggi? Apa yang bisa dia perbuat dengan pengaruhnya yang begitu hebat di istana?"

Kerongkongan Jimin terasa kering. Kata-kata Hoseok merasuk ke benaknya secara spontan. Lewat ekor matanya ia melirik Yoongi yang ternyata sedang berpaling muka.

Selama ini Yoongi tak pernah katakan apapun tentang itu. Selama ini tak pernah sekalipun ia bercerita soal dirinya yang memliki darah tulang suci keturunan langsung dari Seondawang. Jimin ingat Yoongsun pernah menyebutkan tentang Yoongi yang merupakan saudara kembarnya. Tapi Jimin juga tak percaya itu. Dia tidak percaya.

"Kenapa kau membohongiku...?" bisiknya sedih.

Yoongi melihat padanya dengan rasa bersalah yang begitu besar. "Jimin..."

"Sekarang berkacalah dan lihat siapa dirimu. Tentu saja kau tidak ada apa-apanya dibandingkan dia, Jimin. Kau bukan siapa-siapa. Sadarilah bahwa sesungguhnya Yoongi adalah milik kami. Di sini tempat di mana dia seharusnya berada. Dia telah mendapat kesempatan untuk kembali ke istana, setelah pejalanan panjang yang melelahkan di tanah yang kotor di luar sana. Tak lama lagi dia akan dinobatkan menjadi Pangeran Agung. Gelarnya akan tercatat secara resmi dalam sejarah. Tidakkah itu luar biasa? Tidakkah kau mau mendukungnya untuk berdiri di puncak?"

Hoseok mendekat. Saat itu para prajurit memberinya spasi. Dia berhenti tepat di hadapan Jimin. Matanya memindai lelaki yang tubuhnya ringkih itu dari ujung kepala sampai ke ujung kaki. Hoseok menyeringai sembari menyentuh pipi Jimin dengan punggung tangan, yang otomatis ditepis oleh lelaki itu.

"Apa kau tak mau membantu... sekuncup bunga yang kecil dan lemah ini untuk kemudian tumbuh menjadi kuat dan mekar dengan indah di tempat terbaik baginya?"

Jimin terdiam, tak dapat menjawab. Dia merasa kecil, benar-benar seperti sesuatu yang tak berarti. Kini dia merasa kalau dirinya mungkin tak ada nilai di mata Yoongi.

Diam-diam Hoseok tersenyum. Ia senang melihat keraguan yang mengental di wajah itu. Ia senang melihat cahayanya padam. Lain dengan Yoongi yang darahnya serasa bergolak karena Hoseok seperti sedang mencoba mengadu-dombakan dirinya dengan sang suami.

"Bunga berharga ini harus mekar sempurna, Jimin."

"Jimin, jangan dengarkan dia. Tolong jangan dengarkan dia!" Yoongi membalik badan Jimin padanya, kemudian memegangi pundak lelaki itu dan berteriak lagi. "Aku datang kemari hanya demi kau, tidak ada yang lain! Hanya demi kau! Aku ingin membawamu pulang ke desa, ke rumah kita! Aku tidak peduli dengan istana! Aku telah membuang identitasku sejak lama karena itu tak ada artinya pula bagiku!"

"Jimin, apa kau percaya itu?"

"Cukup, Tuan! Kau berjanji padaku untuk melepaskan Jimin! Kau berjanji padaku untuk melepaskannya dari cengkraman Yoongsun! Kau dengar sendiri bahwa aku hanya menginginkan itu! Aku bahkan telah begitu bodohnya mengiyakan permintaanmu untuk menyerahkan bayiku sebagai bayaran. Tapi aku tak mau, Tuan. Aku tak bisa melakukannya. Karena kau begitu jahat. Kau jahat..."

Suaranya melemah, air matanya tumpah. Yoongi membuat Hoseok jengah. Kemudian Hoseok menarik lengannya dengan paksa dan memisahkannya dari Jimin. Di saat yang bersamaan Jimin dipegangi oleh para prajurit dari kanan dan kiri sehingga ia tidak bisa bergerak.

"Tidak!! Yoongi!! Yoongi!!"

"Jimin!!"

"Yoongi!!"

"Masukkan dia kembali ke kurungan! Kunjungan telah selesai!" titah Hoseok final.

"Yoongi!!"

"Lepaskan aku, Tuan! Lepaskan!"

Jimin diseret mundur, sementara Yoongi dibawa pergi oleh Hoseok. Di suatu titik di lorong itu, Hoseok berhenti berjalan dan dengan sengaja membuat Yoongi berbalik ke belakang, membiarkan ia melihat bagaimana Jimin ditendang masuk ke dalam ruangannya sampai ia jatuh tersungkur.

Yoongi menangis lagi. Dadanya benar-benar sakit setelah dipisahkan dengan suaminya dengan cara seperti itu. Hoseok tidak berlama-lama membiarkan Yoongi tenggelam dalam emosi. Dia segera menarik tangan itu lagi dan melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti.

Mereka keluar dari ruang bawah tanah, lalu melewati jalan yang sama seperti sebelumnya. Hoseok tidak mau ada jejak yang terlihat, jadi mereka harus keluar dari pintu yang sama seperti ketika mereka masuk ke tempat itu. Ancaman terbesar yaitu Yoongsun sedang sakit dan tidak akan bisa berbuat banyak saat ini. Tapi esok, siapa yang tahu.

Hoseok berniat kembali ke kamar sang raja untuk menutupi jejaknya secara utuh, tapi rencanaya gagal karena di lorong semi-terbuka bertiang merah menuju kamar yang dia tuju, orang yang dia hindari justru menampakkan diri.

"Apa yang tikus-tikus ini lakukan di kediamanku...?"

Yoongsun muncul dengan rambut terurai berantakan, wajah dan telinga yang merah serta pakaian tidur yang kusut. Dia memegang sebilah pedang dan berjalan kepada mereka walau badannya tak tegap. Dia sakit dan marah. Kombinasi dari itu adalah yang terburuk.

Hoseok sudah tidak bisa berbohong. Yoongi ada di belakangnya dan dia jelas-jelas menjadi bukti bahwa mereka memang telah menyelinap masuk ke ruang bawah tanah tempat persembunyian Jimin tanpa adanya persetujuan dari Yoongsun sama sekali.

"Yoongsun, jatuhkan senjatamu," kata Hoseok.

Yoongsun terkikik. "Hihihi. Diam kau, keparat..."

Jalannya sempoyongan, sempat dia hampir tersandung kakinya sendiri, tapi itu tak menghentikannya untuk mendekat pada satu orang yang betul-betul membuatnya marah saat itu.

"Minggir... aku punya urusan dengan tikus kotor yang menjijikkan ini..."

Ujung pedang Yoongsun yang teracung tinggi tepat ke dada Hoseok memaksa lelaki itu untuk menyingkir. Setelah Hoseok mundur, pedang itu diarahkan ke dada Yoongi, pada titik di mana jantungnya berada.

"Kau berani sekali, ya? Padahal jadi hebat saja belum, tapi sudah kepengin mati duluan..."

Sepasang saudara kembar itu saling bersitatap. Yoongi tidak mengatakan apa-apa tapi pikirannya tergambar di manik kelamnya, yang tentu saja terbaca dengan jelas oleh Yoongsun. Raja berambut pirang itu tertawa remeh. Baginya Yoongi sangat lucu, karena memilih untuk bergeming dan tidak memperlihatkan rasa takutnya sama sekali.

"Kau benar-benar ingin mati?"

"Dasar biadab..."

"Jimin adalah milikku!"

"Kau masih bisa menyebutnya milikmu meski kau telah menyiksanya dan membuatnya menderita?!"

"ERRGH!!"

"Yoongsun!"

Hoseok berteriak karena tanpa bisa ia cegah, ujung pedang Yoongsun menusuk dada Yoongi. Segera saja ia menyambar tangan itu dan memukul Yoongsun dengan keras sampai pedangnya terlempar, lepas dari genggaman.

Darah segar merembes ke pakaian Yoongi yang berwarna cerah. Dia memegangi dadanya yang basah dan perlahan kehilangan keseimbangan. Napasnya tercekat. Matanya terbelalak lebar. Nyerinya menjalar dengan cepat.

Hoseok buru-buru menangkap Yoongi sebelum tubuh itu membentur tanah. Yoongi jatuh tak sadarkan diri. Tanpa pikir panjang, Hoseok membawanya pergi untuk cepat-cepat mendapat pertolongan.

Yoongsun yang ditinggal pun mengamuk dengan berteriak sekencang-kencangnya. Para pelayan dan prajurit yang kebetulan melihat kejadian itu hanya bisa memandangnya dengan ngeri. Mereka tidak berani mendekat pada rajanya yang sedang murka.

.

moonshadow

.

"Geser sedikit lagi, maka Yang Mulia Pangeran bisa mati saat itu juga. Tapi keberuntungan masih berpihak padanya karena tusukan itu tidak tepat mengenai arteri. Lukanya tidak terlalu dalam, tapi tetap butuh perawatan khusus."

Hoseok mendesah, walau kabar yang cukup baik itu telah disampaikan oleh dokter kepercayaannya, tapi ia tidak lantas bisa tenang karena mulai dari situ, ancaman pada Yoongi semakin besar. Ia takut kalau nantinya Yoongsun akan semakin tak terkendali.

"Sebisa mungkin beliau harus dijauhkan dari tekanan berlebihan, Daegam. Hamba khawatir dengan keselamatannya bila beliau bertemu dengan masalah serius seperti ini lagi. Terlalu berbahaya baginya yang sedang mengandung. Ini terkait dengan nyawa bayinya juga."

Sambil memijat kening, Hoseok berpikir. Ucapan sang dokter memang benar. Situasi seperti ini terlalu berbahaya bagi Yoongi. Sebentar lagi pesta penobatan akan digelar, dan tidak boleh ada kekacauan sampai saat itu tiba. Tapi tidak bisa, ketegangan antara mereka tidak bisa dimusnahkan begitu saja. Jadi mau tak mau dia harus memikirkan cara lain agar bisa lebih kencang memegang kekang kembar bersaudara itu.

"Aku mau melihatnya."

Dia yang sedari tadi menunggu di luar selama Yoongi ditangani, kemudian masuk ke kamar diikuti oleh dokternya dari belakang. Saat Hoseok datang Yoongi telah membuka matanya meski tidak penuh. Dia baru saja sadar dari pingsan.

"Aku masih hidup...?" tanyanya lemah. Suaranya benar-benar kecil dan pelan hampir seperti bisikan.

"Ya."

Ketika Yoongi melenguhkan sakit, Hoseok tidak bereaksi apa-apa. Ekspresinya datar-datar saja. Ia malah heran mengapa sepupunya ini mau merasakan sakit itu demi cinta. Yoongsun juga. Mereka benar-benar aneh.

"Setelah ditusuk begitu, apa kau masih ingin membawa kabur suamimu?"

"Tentu saja."

"Sungguh tekad yang kuat," puji Hoseok. "Tapi ada baiknya kau lebih banyak bersabar. Kalau kau membuat Yoongsun murka, bukan suamimu yang akan kau dapat, melainkan kematian. Sia-sia saja perjuanganmu selama ini kalau nantinya kau terbunuh oleh kebodohanmu sendiri."

Yoongi memandang langit-langit kamar, dengan setetes air asin yang keluar dari sudut matanya. Saat itu dia merasa kalau Hoseok benar. Ya, Hoseok benar.

.

.

.

moonshadow

Part 16: END



Saya update lebih cepet karena besok bakal sibuk pindahan. WFH is over, saya balik ke kantor lagi ueueue TTwTT

Dan ke depannya saya nggak tahu apakah bisa update rutin atau nggak. Karena WFH-nya udah selesai, jadi rutinitas balik seperti dulu dan kesantuy-santuyan yang saya dapet sekarang bakal ndak ada lagi.

Ya kita lihat saja nanti lah. Semoga saja masih lancar sampai tamat.

Btw makasih ya buat yang udah baca sampai sini. Semoga ndak bosen. Nanti ada saatnya cerita ini keluar dari fase depresif kok.

Continue Reading

You'll Also Like

148K 12.7K 75
"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar...
104K 11.1K 47
FREEN G!P/FUTA • peringatan, banyak mengandung unsur dewasa (21+) harap bijak dalam memilih bacaan. Becky Armstrong, wanita berusia 23 tahun bekerja...
485K 32.1K 34
Delissa Lois adalah seorang gadis cantik yang terkenal barbar, suka mencari perhatian para abang kelas, centil, dan orangnya kepo. tapi meskipun begi...
26.7K 1.9K 13
Seorang Aktor Park Jimin sedang mengalami karir yang tidak baik,tidak ada yang ingin menawarinya bermain drama dan film. Seorang CEO Kim Taehyung ,se...