Dosenku Suamiku (TAMAT)...

By kepojanganberlebihan

55.8M 3.3M 873K

Telah terbit di Penerbit Romancious. Cerita ini tidak di revisi, jadi masih berantakan. Kalau mau baca yang l... More

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
DS
55
56
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
86
Plagiat
EXTRA-PART
Info Novel DS
Novel DS
info lagiiiii!
GIVEAWAY NOVEL DS!
VOTE CAST
PO NOVEL DS MAKIN DEKAT!
PAKET & BONUS NOVEL DS
VOTE COVER!
CARA BELI NOVEL DS
GIVEAWAY LAGII
DOORPRIZE DS!
H-3 PO NOVEL DS
BESOK PRE-ORDER DS!
PO KEDUA SUDAH DIBUKA!
Info cerita Dosenku Suamiku 2!
DOSENKU SUAMIKU 2!
DOSENKU SUAMIKU 2 SUDAH PUBLISH!
DS!

71

610K 44.3K 16.7K
By kepojanganberlebihan

HAIHAIHAIII!🖤
APA KABAAAAR?
JANGAN LUPA VOTE AND COMMENT!

HAPPY BIRTHDAY!

JANGAN LUPA NONTON Q&A TENTANG DS DI YT Imam Thuluz Iklhas ! SELAMAT MENIKMATI!><

TUNGGU Q&A PART 2 NYA YA! MAKASII🖤.

HAPPY READING!

Meja Makan
      Orang tua dan mertua mereka mulai melahap nasi gorengnya masing-masing.

Dira meneguk salivanya, ia melirik ke arah Rey. "Bapak udah nyobain tadi?" bisiknya dengan khawatir.

Rey melirik ke arah Dira, ia kemudian menggelengkan kepalanya. "Belum," bisiknya.

"Innalillahi," gumam Dira sembari mengalihkan pandangannya.

Rey ikut mengalihkan pandangannya, ia meneguk salivanya.

"Ehm.. gimana? Enakkan?" ucap Dira sembari tersenyum, berusaha percaya diri.

Bunda menatap Dira sembari mengerutkan dahinya. "Kamu cobain deh," ucapnya.

Dira mengerjapkan matanya, perasaannya tidak enak.

"Ayo cobain, Dira." ucap Mama.

Dira menganggukan kepalanya sembari tersenyum. "Eheh.. iya, Dira cobain dulu." ucapnya sembari melirik ke arah Rey sekilas.

Dira kemudian memasukkan satu sendok nasi goreng ke dalam mulutnya, sedangkan Rey melirik ke arah Dira sembari menunggu tanggapan sang istri.

Tiba-tiba mata Dira berbinar-binar, ia kemudian mengunyah nasi di dalam mulutnya. "Hm," gumam Dira sembari mengangguk-anggukan kepalanya.

"Enak ini, siapa yang masak?" ucap Bunda memberikan pujian.

Dira menelan makanan di dalam mulutnya, ia kemudian mengacungkan tangannya. "Dira dong," ucapnya dengan bangga.

Rey melirik ke arah Dira, ia mengerutkan dahinya. Tidak adil.

Dira tersenyum saat melihat tanggapan Rey atas ucapannya barusan.

"Dira udah pinter masak sekarang," puji Mama sembari tersenyum.

"Ntar masakin lagi buat kita," ucap Ayah ikut tersenyum.

Dira terkekeh mendengar ucapan orang tua dan mertuanya.

"Rey ga bantuin masak dong," ucap Papa meledek Rey.

Dira menganggukan kepalanya. "Kayanya gitu sih, Pa." ucapnya sembari melirik ke arah Rey.

Rey hanya tersenyum kikuk, ia lebih memilih melanjutkan makannya.

"Ini kalo buat pemula kaya Dira udah lumayan bagus sih masakannya," komentar Bunda.

"Lumayan buat pemula doang, Bun?" ucap Dira sembari mengerutkan dahinya.

Bunda menganggukan kepalanya. "Iya, itung-itung lumayan bagus."

Dira kemudian mengangguk-anggukan kepalanya sembari tersenyum. "Oh, lumayan buat pemula. Padahal Pak Rey yang bantuin masak," ucapnya sembari menoleh ke arah Rey.

Rey melirik ke arah Dira, ia kembali mengerutkan dahinya. "Kenapa?" ucapnya dengan pelan.

"Kata bunda masakannya lumayan bagus, sayang." ucap Dira sambil berusaha menahan tawa.

Rey terdiam, berusaha tetap pada ekspresi datarnya.

Orang tua mereka tersenyum melihat tingkah mereka, sepertinya anak dan menantunya sudah cocok dan akur.

-

Setelah selesai makan malam, Bunda dan Mama membantu Dira membereskan dapur. Sedangkan Rey, Ayah, dan Papa berada di ruang tamu sembari mengobrol.

Dira mencuci piring, Bunda membilas, dan Mama membereskan meja.

"Dira," ucap Mama.

Dira menoleh ke arah Mama. "Iya, Ma?" ucapnya dengan ramah.

"Mama rasa, walau pun kamu sama Rey di jodohin, tapi kayanya kalian udah cocok. Udah mulai akur, mulai terbuka juga kan?" ucap Mama.

Dira tersenyum canggung, ia kemudian menganggukan kepalanya dengan ragu-ragu. "Ehm, iya.."

"Kalian kan juga udah lumayan lama nikah, kenapa belum honeymoon?" ucap Mama sembari tersenyum.

Dira mengerjapkan matanya. "E.. masih belum ada waktu, Ma. Kan masih sama-sama sibuk juga, Pak Rey juga kan masih sibuk di kampus dan di kantor. Dira juga baru magang," ucapnya dan kembali mencuci piring.

Bunda menoleh ke arah Dira, ia mengerutkan dahinya. "Masalah kamu yang kemarin udah selesai?"

Dira membelalakkan kedua bola matanya, ia langsung menoleh ke arah Bunda. "Bunda.." ucapnya dengan pelan.

Mama mengerutkan dahinya. "Masalah? Masalah apa?" ucapnya dengan bingung.

Dira beralih menoleh ke arah Mama, ia kemudian menggelengkan kepalanya. "Ehm.. masalah kecil doang kok, Ma."

"Masalah kecil gimana? Mama ga ngerti, tolong jelasin." ucap Mama.

Dira terdiam, ia menundukkan kepalanya sembari meneguk salivanya.

Bunda menoleh ke arah Mama. "Itu.. masalah Rey sama Dira," ucapnya dengan tak enak hati.

Mama terkejut mendengar ucapan Bunda. "Masalah Rey sama Dira? Rey ada bikin Dira nangis?" ucapnya dengan khawatir.

Dira kembali menegakkan kepalanya. "Eng.. enggak kok Ma," ucapnya dengan terbata-bata.

"Bilang aja, Dira." ucap Mama.

"Ehm.. Pak Rey ga sengaja kok," ucap Dira.

Mama menghela nafasnya, ia kemudian menggelengkan kepalanya. Tak habis pikir dengan apa yang terjadi.

"Dira.. kamu kalo ada apa-apa bisa kasi tau Mama, biar Mama tegur dia." ucap Mama dengan lembut.

Bunda tersenyum sembari menatap Dira.

"Ehm.. gapapa kok, Ma." ucap Dira sembari tersenyum.

"Jadi, gara-gara itu kalian belum honeymoon ?" ucap Mama, kembali mengungkit pembahasan tadi.

Dira menggelengkan kepalanya. "Ehm.. bukan, Ma."

"Trus apa?" ucap Bunda ikut penasaran.

Dira beralih menoleh ke arah Bunda, ia perlahan menundukkan kepalanya. "E.. Dira.. Dira belum siap," ucapnya dengan pelan.

Bunda dan Mama mengerutkan dahinya, mereka bingung.

"Belum siap kenapa?" ucap Bunda dengan lembut.

"Hm.. Dira masih kuliah, belum kepikiran sampe situ juga." ucap Dira masih menunduk.

"Maksudnya, Dira mau nyelesein kuliah dulu?" ucap Mama.

Dira menegakkan kepalanya, ia kemudian mengangguk. "Ehm.. iya," ucapnya dengan pelan.

"Yakin? Ga ada alasan lain?" ucap Bunda.

Dira meneguk salivanya. "Dira.. ehm," ucapnya dengan terbata-bata.

"Sini, duduk dulu." ucap Mama sembari duduk di kursi meja makan.

Dira terdiam, ia masih canggung untuk membahasnya.

"Ayo Dira," ucap Bunda.

Dira kemudian mencuci tangannya dan bergegas duduk di kursi meja makan.

"Kenapa?" ucap Mama masih penasaran.

Dira melirik ke arah Mama dan Bunda secara bergilir, ia kemudian menghela nafasnya dengan tenang.

"Hm.. masalahnya, Dira.. Dira masih belum berani ngelakuinnya, dan.. Dira takut resikonya nanti pas hamil," ucap Dira dan langsung menundukkan kepalanya.

Mama dan Bunda menggelengkan kepalanya saat mendengar ucapan Dira.

"Jadi, kamu belum pernah ngelakuinnya?" ucap Bunda.

Dira menganggukan kepalanya dengan pelan. "Dira.. takut," ucapnya dengan pelan.

Bunda menghela nafasnya, ia kemudian memegang bahu sebelah kiri Dira sambil tersenyum simpul. "Kamu ga usah takut, jalanin aja dulu. Jangan terlalu mikirin resikonya," ucapnya dengan lembut.

Dira menegakkan kepalanya, ia menatap Bunda dengan sayu. "Tapi, Dira masih belum yakin, Bun."

Mama tersenyum, ia kemudian memegang bahu sebelah kanan Dira. "Tenang aja, ga usah terlalu di pikirin. Inget, itu juga kewajiban kamu sebagai istri."

Dira beralih menatap Mama, ia mengerutkan dahinya. "Kewajiban?"

"Iya, kamu harus menuhin kewajiban kamu sebagai istri. Rey juga perlu haknya," ucap Mama sembari tersenyum.

Dira mengerjapkan matanya. "Berarti.. kalo di tolak dosa?"

"Iya dosa," ucap Bunda.

Dira beralih menatap Bunda, ia membelalakkan kedua bola matanya.

"Mampus," gumam Dira.

"Heh, mulutnya Dira." tegur Bunda.

"Ehm.. heheh, maaf Bun." ucap Dira sembari terkekeh.

Bunda menepuk-nepuk bahu Dira.

"Berarti kamu pernah nolak Rey dong," ucap Mama menebak.

Dira menatap ke arah Mama, ia kemudian meneguk salivanya. "Itu.. ehm.. gapapa, Ma." ucapnya mengalihkan pembicaraan.

Mama dan Bunda menggelengkan kepalanya sembari terkekeh mendengar ucapan Dira. Mereka kemudian melepaskan genggamannya pada bahu Dira.

Dira mulai merasa tidak enak.

Selang beberapa detik terlihat Rey, Ayah, dan Papa berjalan menuju dapur.

"Seneng banget kayanya, lagi ngomongin apa?" ucap Ayah.

"Dih.. Ayah kepo," ucap Dira meledek sang Ayah.

"Soalnya mukanya pada bikin curiga," ucap Ayah meledek balik.

Mereka terkekeh mendengar ucapan Ayah Dira.

"Ya udah, ayo pulang. Ini udah jam sembilan, ga enak juga gangguin mereka sampe malem." ucap Papa sembari tersenyum.

"Gapapa, tenang aja Pa." ucap Dira dengan ramah.

"Hm.. ya udah, kita pulang dulu." ucap Bunda sembari tersenyum, ia kemudian beranjak dari duduknya diikuti Mama dan Dira.

Dira menganggukan kepalanya, ia kemudian mencium tangan orang tuanya. "Iya Bun," ucapnya.

Mama ikut tersenyum saat Dira bergilir mencium tangannya. "Inget yang Mama sama Bunda bilang," bisiknya menggoda sang menantu.

Dira tersenyum canggung saat mendengar bisikan sang mertua. "Ehm.. iya, Ma."

Rey melirik ke arah Dira dengan tajam.

Setelah Rey dan Dira selesai menyalimi tangan orang tuanya, orang tua mereka mulai melangkahkan kakinya menuju pintu utama.

Ayah dan Papa lebih dulu masuk ke dalam mobilnya masing-masing, sedangkan Mama dan Bunda masih berbicara dengan Rey dan Dira.

"Hati-hati di jalan," ucap Dira sembari tersenyum.

"Kalian hati-hati juga di rumah," ucap Bunda.

Dira dan Rey menganggukan kepalanya sembari tersenyum. "Iya, Bun." ucap mereka.

Mama menatap Rey dengan tajam, membuat Rey mengerutkan dahinya.

"Kamu jangan macem-macem lagi sama Dira, jangan di bikin nangis. Awas aja ya," ucap Mama memperingati sang anak.

Rey terkejut, Mama tau?

"Dengerkan?" ucap Mama.

Rey menganggukan kepalanya. "Hm.. iya, Ma."

Dira langsung mengalihkan pandangannya.

"Ya udah, kita pulang dulu." ucap Mama.

Selang beberapa menit, orang tua mereka pulang.

Rey melirik ke arah Dira dengan tajam, sedangkan Dira langsung masuk ke dalam rumah tanpa menghiraukan Rey.

Rey kemudian menutup pintu rumah, ia mulai melangkahkan kakinya mengikuti Dira ke dapur.

Terlihat Dira mencuci sisa piring yang masih kotor.

"Dira," ucap Rey yang berdiri di sebelah Dira.

"Hm," gumam Dira tanpa menoleh ke arah Rey.

Rey mengerutkan dahinya. "Jadi, kamu ngasi tau masalah kita?"

Dira menganggukan kepalanya. "Tadi mama nanya," ucapnya.

"Kenapa mama tiba-tiba nanyain masalah kita? Dia tau dari mana?" ucap Rey.

"Mama ga sengaja denger pas Bunda nanya ke Dira," ucap Dira sambil membilas piring.

"Emang sebelumnya kalian bahas apa?" ucap Rey keheranan.

Dira melirik ke arah Rey sekilas, ia kemudian menggelengkan kepalanya.

"Bahas apa?" ucap Rey penasaran.

"Ehm.. ga penting," ucap Dira dengan pelan.

Rey menaikkan sebelah alisnya. "Dira," ucapnya.

"Udahlah, ga penting kok." ucap Dira dengan cepat.

Rey terkejut, tak biasanya Dira seperti ini.

Apa karena Dira sedang datang bulan? Hingga membuat mood nya berubah-ubah?

"Kamu kenapa?" ucap Rey.

Dira menggelengkan kepalanya. "Gapapa," ucapnya.

Rey mengerutkan dahinya. "Sini saya bantu," ucapnya menawarkan bantuan.

Dira kembali menggelengkan kepalanya. "Ga usah, bapak ke dalem aja."

"Kamu kenapa, Anindira?" ucap Rey keheranan.

"Saya gapapa," ucap Dira tanpa mengalihkan pandangannya dari cuciannya.

Rey menghela nafasnya, ia kemudian melangkahkan kakinya menuju ruang TV.

Setelah Rey pergi, Dira langsung membilas piringnya dengan cepat dan perasaan kesal.

"Lo kenapa sih, Dir!" gumam Dira dengan kesal. "Jangan terlalu di pikirin, Pak Rey juga marah kan? Lo ga usah ngerasa bersalah," lanjutnya dengan geram.

Setelah selesai, Dira duduk di kursi meja makan sembari menelungkupkan wajahnya di atas meja.

"Hah.. sekarang gue bad mood," ucapnya dengan kesal.

Dira memukul-mukul meja dengan kesal, ia kemudian menegakkan kepalanya. "Gue pengen martabak, gue pengen donat, gue pengen coklat, gue pengen eskrim!"

Dira kemudian mengacak-acak rambutnya dengan kesal. "Mana gue lagi musuhin Pak Rey, nyusahin idup emang!"

"Hah.. Pak Rey, I need you!" ucap Dira dengan pelan.

"Kenapa gue jadi bego si ah!"

Dira segera beranjak dari duduknya dan langsung melangkahkan kakinya dengan cepat menuju ruang TV.

Terlihat Rey berbaring di sofa sembari menonton berita di TV.

"Pak Rey!" ucap Dira dengan sedikit keras.

Rey membelalakkan kedua bola matanya, ia kemudian menoleh ke arah sang istri.

"Kenapa?"

Dira menghentikan langkahnya tepat di dekat Rey, ia kemudian menarik kedua lengan Rey dengan kuat.

Rey mengerutkan dahinya, ia menatap Dira dengan tajam. "Kenapa, Dira?" ucapnya dengan bingung.

"Bangun dulu," ucap Dira sembari menarik lengan Rey.

Rey kemudian berdiri di hadapan Dira sembari menatap Dira dengan tajam. "Kenapa?"

Dira mencebikkan bibirnya, kedua tangannya beralih memeluk tubuh Rey.

Rey terkejut, ada apa dengan Dira?

"Dira," ucap Rey sembari menundukkan kepalanya menatap wajah Dira yang menempel di dadanya.

Dira memeluk tubuh Rey sembari memejamkan matanya. "Kita beli martabak ya," ucapnya dengan lembut.

Rey menaikkan sebelah alisnya. "Martabak?" ucapnya memastikan.

Dira menganggukan kepalanya. "Iya.. abis itu beli donat sama coklat."

"Hah? Ga kebanyakan?" ucap Rey tak percaya.

Dira menggelengkan kepalanya, ia kemudian membuka matanya dan menengadah menatap wajah Rey. "Pulangnya kita beli eskrim," ucapnya.

Rey mengerutkan dahinya. "Serius?" ucapnya dengan terkejut.

"Ga mau beliin?" ucap Dira.

Rey menggelengkan kepalanya. "Bukan.. maksudnya, kamu makan semuanya?"

"Kalo ga mau beliin gapapa," ucap Dira dengan cepat.

"Ehm.. Ayo," ucap Rey dengan cepat.

Dira mengerutkan dahinya. "Aku ga maksa kok," ucapnya.

Rey menaikkan sebelah alisnya. "Aku?" ucapnya.

"Ga boleh? Yaudah, saya ga maksa." ucap Dira dan melepaskan pelukannya.

Kedua tangan Rey langsung menarik tubuh Dira ke pelukannya. "Kenapa istri saya jadi ambekan?"

Dira memutar kedua bola matanya. "Dih," gumamnya.

"Ayo, mau martabak, donat, coklat, sama eskrim kan?" ucap Rey sembari tersenyum simpul.

"Hm.. susu kotak tiga," ucap Dira.

"Tiga?" ucap Rey.

Dira menganggukan kepalanya. "Iya.. Dira dua kotak, bapak satu kotak aja."

Rey mengerutkan dahinya. "Saya ga minum susu kotak," ucapnya menolak.

"Pokoknya bapak satu, ga boleh nolak!" ucap Dira.

Rey menghela nafasnya, ia kemudian menganggukan kepalanya. "Iya," ucapnya mengalah.

Dira tersenyum simpul. "Ayo," ucapnya.

"Gimana manggilnya?" ucap Rey menjahili sang istri.

Dira mengerutkan dahinya. "Itu mulu," ucapnya.

"Biar terbiasa," ucap Rey sembari tersenyum.

Dira menutup rapat bibirnya sembari menggelengkan kepalanya.

"Buruan," ucap Rey.

"Dih.. maksa," ucap Dira sembari mencebikkan bibirnya.

"Sa.."

"Tu," ucap Dira diakhiri kekehannya.

Rey mengerutkan dahinya, ia kemudian menggelitiki perut Dira.

"Hahahahah, iya.. iya!" ucap Dira sembari tertawa pecah.

Rey menghentikan jari-jarinya yang menggelitik perut Dira. "Gimana?"

"Hahahahah.. iya, sayang!" ucap Dira sedikit berteriak.

"Ga pake teriak," ucap Rey.

"Sayang!" pekik Dira, membuat Rey menutup kedua telinganya.

"Mau di gelitik lagi?" ancam Rey sembari terkekeh.

"Iya, iya!" ucap Dira sembari menahan tawa.

"Gimana?" ucap Rey menunggu ucapan Dira.

Dira tersenyum, ia kemudian menggelengkan kepalanya.

"Itungan tiga, satu.."

Dira menggelengkan kepalanya sembari menahan tawa.

"Dua.."

"Hfftt.." Dira menahan tawanya.

"Ti.." Rey menggantung ucapannya.

"Ayo, saya- hfft"

Rey langsung mencium bibir Dira sejenak, membuat Dira membelalakkan kedua bola matanya.

Cup..

Rey kemudian melepaskan ciumannya.

"Gimana, sayang?" ucap Rey sembari tersenyum.

Dira mengerutkan dahinya, ia kemudian memukul lengan Rey dengan sedikit keras.

Bug!

"Akh!" pekik Rey.

"Mesum!" pekik Dira.

Rey terkekeh mendengar ucapan sang istri.

"Ketawa lagi," ucap Dira dengan kesal.

"Berarti kamu juga mesum," ucap Rey dan kembali terkekeh.

Dira membelalakkan kedua bola matanya. "Mana ada!"

"Yang tadi?" ucap Rey sembari tersenyum.

"Ish!" gumam Dira dengan kesal. "Susu kotaknya lima belas, saya tujuh bapak lapan!" lanjutnya.

Rey menganggukan kepalanya sembari tersenyum menahan tawa. "Nanti juga yang abisin kamu," ucapnya.

"Dih.. ga ada ya," ucap Dira mengelak.

Rey hanya tersenyum melihat ekspresi Dira, ia kemudian menarik lengan Dira menuju pintu utama. "Ayo, ntar kemaleman."

Dira langsung mengikuti langkah Rey. "Ga usah tarik-tarik juga," ucapnya.

Rey menghentikan langkahnya, membuat Dira ikut menghentikan langkahnya.

"Kenapa lagi sih," ucap Dira keheranan.

Rey langsung menggendong tubuh Dira dengan gaya bridal, membuat Dira membelalakkan kedua bola matanya.

"Pak Rey!" pekik Dira dengan terkejut.

"Saya udah ga narik loh," ucap Rey.

"Ga di gendong juga, Pak!" pekik Dira.

"Udah diem, ntar jatuh." ucap Rey memperingatkan Dira, ia mulai melangkahkan kakinya.

"PAK ABRAHAM MUJIDIN REYNAND!"

"Kenapa Anindira Maheswari?"

"TURUNIN!"

"Apa, sayang?"

"SAYA TAMPOL NIH," ancam Dira.

"Hahahahah," Rey tertawa sembari menggendong tubuh Dira menuju garasi.

HAIHAIHAIII!
JANGAN LUPA VOTE AND COMMENT!

GIMANA PART INI?

SEMOGA MEMUASKAN:).

INI UDAH 2300+ WORDS GAIIS.

Author rencananya mau bikin cerita baru, menurut kalian bagusnya tentang anak SMA atau pernikahan? Tapi bukan perjodohan lagi, bikinnya.. ada deh, gimana? Mohon tanggapannya ya akhi/ughteaaaa sekalian. Makasiii:).

JANGAN LUPA NONTON Q&A NOVEL DS DI YT Imam Thuluz Iklhas !

TUNGGUIN PART 2 YAAA!>< TRIMAKASII.

ADA SARAN BUAT KONTEN? SILAHKAN KOMEN!

Oiya, jangan lupa ss tag rahma_niida di ig! Makasiii🖤.

JANGAN LUPA BACA JUGA MHIME 1 & 2!><

JANGAN BOSEN, YA!

SEE U!

Continue Reading

You'll Also Like

16.3M 516K 69
APA JADINYA SEORANG MURID NIKAH DENGAN KEPALA SEKOLAHNYA? SEKALIGUS YANG MEMPUNYAI YAYASAN Amel Putri Pratama -----> Wanita SMA yg bersekolah di SMA...
20.9M 1.8M 91
[CHAPTER MASIH LENGKAP, EXTRA CHAPTER TERSEDIA DI KARYAKARSA] Sembari menunggu jadwal wisuda, Sabrina memutuskan menerima tawaran bekerja sementara d...
165K 12K 28
BACA WARNING OI! *** β€ŒDi Neocity Highschool kelas IPA dan IPS itu musuhan. XII IPA 1 yang berisi antek-antek sekolah dengan segudang prestasi dan an...
1.2K 105 30
Menceritakan kisah cinta seorang Ale Alexandra yang dihadapkan dua pilihan antara masa lalu dan masa depan..