GALARA [END] ✔️

By Diitar

327K 17.7K 5.5K

⚠️ JANGAN PLAGIAT! ••• Siapa yang tak mengenal Gara Elang Rajawali? Hampir semuanya mengetahui nama itu. Bahk... More

01. Rosas Negras
02. Masalah nama
03. Ramalan Gilfa
04. Kecupan dari Gara
05. Dijodohkan?
06. Kamu, Lo!!
07. Fitting baju
08. Raganda menyerang
09. Si pengkhianat
10. Sah!
11. Ditolak terus
12. Di adu domba lagi
13. Gara celaka
14. Kertas kosong
15. Teka teki
16. Leon
17. Senyum misterius
18. Ngetes doang padahal
19. Singa betina marah
20. Hari bersejarah untuk Gilfa
21. Mencoba
22. Cukup menunggu
23. Ada apa dengan Leon?
24. Gak ada Leon gak seru
25. Mimpi dan penyesalan
26. Mengingat lagi
27. Malam yang terkutuk
29. Terumbar
30. Malam yang menyakitkan
31. Antara iya dan tidak
32. Ada apa dengan Gilfa?
33. Mengetahui, rencana, dan kebahagiaan
34. Anniversary dan tawuran
35. Sampai jumpa
36. Sebuah aib
37. Satu kesalahan yang berdampak
38. Memulai lagi dari awal
39. Thanks
40. Basi!
41. Seperti mati lampu
42. Gara mesum
43. Tidak sesuai ekspektasi
44. Pamit
45. Surat
46. Janji
47. Kembali, tapi bukan sekarang
48. Prom night dan pesan misterius
49. Penentu takdir
50. the end of everything
EXTRA CHAPTER
CERITA BARU

28. Gara salah paham

5.1K 250 115
By Diitar


🏁Kasih saran jika ada salah
🏁Jejaknya sangat dibutuhkan
🏁HAPPY READING 🖤

🏍️🏍️🏍️

"Gara dengerin penjelasan aku dulu. Aku gak mungkin lakuin itu sama orang lain, aku kirain semalam kamu yang pulang tapi ternyata bukan. Aku gak bisa lihat siapa orangnya karena keadaan kamar temaram. Gara...."

Gara menulikan telinganya. Dia muak mendengar kata yang terucap dari mulut perempuan murahan itu. Ya, Gara sudah mencap Gilfa dengan sebutan perempuan murahan. Raut yang Gara tampilkan tidak seperti dulu lagi, kini dia menampilkan raut yang menakutkan ketika Gilfa menatap lelaki itu.

Tatapan elang nan tajam menghunus dalam manik milik perempuan itu. Rasanya Gilfa ingin sekali menangis lagi, namun dirinya tak mau terlihat lemah.

"Gara... kamu harus percaya sama aku. Aku gak mungkin kasih itu secara cuma-cuma. Apalagi aku gak kenal sama orang itu."

"Kalau kenal lo bakal kasih juga 'kan? Murahan ya tetap murahan!" Gara menatap garang ke arah Gilfa. Tidak ada rasa kasihan ketika lelaki itu mengucapkan kata pedasnya.

"Lo buta karena cinta, tapi jangan bego juga! Lo tahu? Gue gak mau terima cewek yang udah gak perawan lagi. Termasuk lo!"

Gilfa menggelengkan kepalanya pelan. Sakit sekali mendengar perkataan suaminya. Dia bukan perempuan seperti itu. Gilfa yakin kesuciannya tidak di ambil oleh orang itu, Gilfa yakin itu. Jika pun kesuciannya di ambil pastinya akan menandakan bekas. Tapi ini tidak ada. Dan Gara salah paham dalam hal ini.

"G-gara kamu salah paham. Aku gak gitu, please percaya sama aku. Kalau kamu mau, kamu bisa periksa kesucian aku, dan buktiin kalau aku masih suci."

Gara tertawa mendengarnya. "Gue? Gak sudi!"

Gilfa menunduk mendengar jawaban dari Gara. Perempuan itu meremas rok seragamnya erat-erat. Air matanya turun begitu saja, meninggalkan rasa sakit yang menjalar melalui rongga  dadanya.

Di sekolah, Gilfa hanya bisa terdiam dan menatap lurus depan kelasnya. Tubuhnya sangat lesu setelah dari kemarin perempuan itu tidak makan maupun minum. Rasanya sangat malas untuk mengisi perutnya dengan kondisi rumah tangganya yang di ambang kehancuran. Ini ulah dirinya atau ulah seseorang itu?

Rain yang melihat Gilfa merenung pun sempat terkejut. Tidak biasanya temannya ini dalam mode sendu dan tidak ada semangat pun.

"Gil, lo kenapa? Ada masalah di rumah?"

Gilfa tetap diam ketika Rain bertanya. Perempuan itu sangat malas meladeni maupun melakukan kegiatan. Raganya seperti hilang ditelan kesunyian. Pandangannya kosong diterpa kenyataan.

Rain tidak bisa melakukan apapun untuk membuat temannya ini kembali ceria. Matanya menatap ke arah manik Gilfa yang kosong seperti tidak ada kehidupan lagi. Rain tidak tahu masalah apa yang sedang Gilfa derita.

"Seenggaknya kalau punya masalah lo bisa cerita sama gue. Gue bakalan siap jadi garda paling depan buat lo, gue ada buat temani lo, Gil."

Gilfa menelungkup kan kepalanya dalam lipatan tangannya di atas meja. Suara isak tangis pilu dapat Rain dengar. Rasanya Gilfa sedang sakit, sakit hati. Entah apa yang temannya itu sedang alami sehingga suara isak kan tangis itu begitu memekikkan telinga.

"Gil... lo kenapa sih? Ayo cerita sama gue, gue bantu sebisa mungkin."

Gilfa mendongak dan menoleh ke arah Rain. Matanya memerah terdapat jejak bekas air mata. "Ini tentang harga diri, dan lo gak akan pernah bisa buat bantu. Harga diri gue udah rusak ulah orang lain, dan dia jadi benci sama gue."

Rain semakin tak paham. Yang dimaksud oleh Gilfa itu apa? Tentang harga diri apa? Rain sungguh tak paham.

"Lo juga bakal benci sama gue, jika suatu saat nanti seseorang itu mengumbar harga diri gue," lanjut Gilfa membuat Rain semakin tak paham.

Gilfa ingin sekali menceritakan tentang kehidupannya yang sekarang. Dari awal dijodohkan sampai dirinya menjadi istri dari ketua geng Rosas Negras. Namun, Gilfa tak siap jika temannya itu terkejut mendengar ceritanya. Bahkan sekarang ditambah dengan kejadian semalam itu, hidup Gilfa seakan-akan sedang terombang-ambing dalam derasnya air laut.

Satu yang Gilfa takutkan. Seseorang yang sudah membuat harga dirinya rusak di mata suaminya, akan mengumbar kan sesuatu yang membuat orang-orang menganggap dirinya rendahan. Gilfa tidak mau sampai itu terjadi.

"Lo mau jadi garda paling depan buat gue?" tanya Gilfa penuh keyakinan pada temannya.

Rain mengangguk pelan. "Gue bakal jadi garda paling depan buat lo. Gue bakal lawan semua orang yang hina bahkan injak-injak lo. Gue janji, Gil."

Gilfa tersenyum tipis. "Kalau suatu saat nanti ada kabar buruk tentang gue di sekolah atau di manapun, lo bakal tetap jadi garda paling depan buat gue? Lo gak akan ikutan benci gue juga?"

Rain kembali mengangguk. Dan Gilfa hanya menghela napas dengan panjang. Jika sesuatu buruk yang akan terjadi entah kapan waktunya, Gilfa percaya bahwa Rain akan menjadi seseorang yang menguatkan dan menemani Gilfa dalam keadaan terpuruk.

Gilfa terdiam dalam keheningan parkiran sekolah. Menatap semua orang yang saling berdesak-desakan untuk mengambil kendaraannya masing-masing. Terik matahari sore dan hembusan angin itu menerpa setiap inci permukaan wajahnya. Satu objek yang dapat Gilfa lihat lagi, yaitu keberadaan Gara yang tak jauh dari dirinya. Lelaki itu mendorong motor besarnya untuk lebih leluasa keluar dari jeratan orang lain. Dan setelahnya lelaki itu menjalankan motornya untuk keluar dari area sekolah. Diikuti oleh beberapa teman lainnya.

Gilfa hanya bisa diam menatap kepergian Gara. Dia tidak bisa melakukan hal apapun untuk membuat Gara percaya pada dirinya.

Serasa semua murid sudah keluar dari area sekolah dan hanya menyisakan beberapa orang saja, Gilfa berjalan begitu lesu untuk keluar dari sekolah. Perempuan itu duduk di halte sendirian untuk menunggu bus tujuan apartment nya.

Langit semakin ke sini semakin menghitam. Menandakan bahwa sebentar lagi sang hujan akan turun untuk membasahi bumi. Gilfa hanya mengeratkan jas almamaternya, udara sore ini begitu dingin menusuk permukaan kulitnya. Dan Gilfa ketakutan ketika bus tidak datang sedari tadi.

Hujan pun turun begitu deras, membasahi jalanan yang kosong ini. Tidak ada satu orang pun yang melewat maupun meneduh di daerah sana. Hanya menyisakan Gilfa yang sendirian. Langit mendung ditambah dengan derasnya hujan semakin membuat Gilfa ketakutan. Jam yang melingkar dipergelangan tangannya pun sudah menunjukkan angka setengah lima dan Gilfa belum pulang sedari tadi.

Gilfa memundurkan duduknya ketika cipratan air hujan mengarah padanya. Tangannya mengambil ponsel secara perlahan, lalu membuka aplikasi untuk mengirim pesan pada Gara.

Centang dua berwarna abu-abu namun hingga satu menit ini tidak ada balasan dari Gara. Gilfa lupa bahwa Gara sudah membenci dirinya. Gilfa tak ingat akan itu. Dengan tekad penuh, perempuan itu berjalan menyebrangi jalanan kosong dengan ditemani derasnya air hujan yang terus turun mengenai seragamnya yang sudah berubah menjadi basah.

"Gara... aku kedinginan."




Di lain tempat....

Gara hanya bisa mendesah pelan ketika mendapati pesan dari perempuan murahan itu. Dengan tidak maunya, lelaki itu membiarkan pesannya. Gara sekarang tidak akan peduli lagi dengan urusan perempuan itu. Biarkan saja perempuan itu menderita karena dia sudah membuat perasaannya sakit.

Gara tengah duduk di kursi balkon apartment nya. Langit mendung ditambah derasnya hujan menjadi kesatuan tersendiri. Harum dari hujan itu dapat Gara cium, sangat menyegarkan. Tak lupa, tangannya pun mengapit batang rokok yang menyala. Pandangan lelaki itu lurus menatap guyuran hujan yang terus turun. Helaan napas lelaki itu keluarkan secara perlahan.

Lelaki itu terkekeh mengingat kembali ingatan perempuan itu yang mengejar cintanya. Tak habis pikir menurut Gara, perempuan itu menyatakan cinta padanya, namun dengan kurang ajarnya perempuan itu berbuat hal di luar dugaannya.

Perkataan Gara waktu itu sungguh benar-benar. Perempuan itu cukup menunggu saja balasan perasaan cinta dari Gara. Gara berkata seperti itu hanya ingin memastikan terlebih dahulu tentang perasaan yang dirinya rasakan. Gara tidak bisa memutuskan perasaannya hanya sepihak saja, Gara butuh keyakinan. Namun, perasaannya goyah karena ulah dari perempuan itu.

Gara antara percaya atau tidaknya pada perempuan itu. Biar waktu yang menentukan jawabannya.

Cklek

Suara pintu kamar di buka. Dan terpampang tubuh Gilfa yang pucat pasi ditambah seragam sekolah yang basah kuyup. Gilfa seakan-akan ingin melayang ketika berjalan menuju kamar mandi.

Rasanya sangat lelah sekali.

"Habis ngejalang ya?"

Gilfa berhenti di daun pintu menuju kamar mandi. Tatapannya mengarah pada lelaki yang berada di luar balkon.

"Enggak," Gilfa dengan suara yang pelan, terkesan lelah.

"Terus pulang malam yang bukan dinamakan ngejalang tuh apa? Murahan ya tetap murahan!"

"Berapa sih harga lo? Ya, murahlah karena gak ada harga dirinya."

Gilfa meneteskan air matanya. Sakit sekali perkataan yang Gara ucapkan. Ulu hatinya pun begitu nyeri merasakannya.

"G-gar—"

"APA?! Gak ada harga diri ya udah ngejalang aja. Lo gak pantas jadi istri gue, gue nyesel udah terima perjodohan ini kalau akhirnya lo berbuat seenaknya. Lo gak hargai usaha gue, lo cuma bisa ngomong doang!"

"Sebrengsek nya gue, gue gak pernah sentuh cewek seujung kuku pun. Dan lo... udah mah sok polos, ngejar-ngejar gue, dan sekarang... murahan lagi," lanjut Gara dengan tawa diakhir kalimatnya.

"Lo dan sepupu lo itu sama-sama gak punya harga diri. Dan itu alasan gue gak cepet-cepet terima perasaan lo!"

Gilfa tersentak mendengar itu. Alasan lain yang Gara ucapkan begitu menyakitkan. Gara seperti biasa saja melihat kondisi rapuh dirinya. Gara tak mengetahui perasaan sakitnya ketika lelaki itu berucap seenaknya.

"Ingat, gue gak akan pernah buat hidup lo ceria lagi. Saatnya sekarang lo rasain gimana hidup dalam penuh penderitaan."

Gara jahat banget sumpah

Spoiler:

"ARGHHH!" erangan Gara ketika sampai pada puncaknya. Namun lelaki itu kembali melakukan hal itu dengan kasar.

Continue Reading

You'll Also Like

MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

1.5M 8.6K 3
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
2.5M 126K 59
LO PLAGIAT GUE SANTET 🚫 "Aku terlalu mengenal warna hitam, sampai kaget saat mengenal warna lain" Tapi ini bukan tentang warna_~zea~ ______________...
40.2K 3K 59
"arel bukan Monster, arel juga bukan kuman, arel Sama kok kaya kalian, jangan benci arel" Dengan wajah yang buruk rupa arelia di haruskan untuk menja...
662K 8.8K 24
Klik lalu scroolllll baca. 18+ 21+