Uninterrupted Dream (A Perfec...

By Alqishthi

69.8K 8.4K 1K

"Terkadang mereka yang tak menangis bukan karna mereka tak susah atau tak terluka. Tetapi karna mereka sadar... More

Prolog
Satu
Dua
Tiga
Empat
Lima
Enam
Tujuh
Delapan
Sembilan
Sepuluh
Sebelas
Dua belas
Tiga belas
Empat belas
Lima belas
Enam belas
Tujuh belas
Delapan belas
Dua puluh
Dua puluh satu
Dua puluh dua
Dua puluh tiga
Dua puluh empat
Dua puluh lima
Dua Puluh Enam
Dua puluh tujuh
Dua puluh delapan
Dua puluh sembilan
Tiga Puluh
Tiga puluh satu
Tiga puluh dua
Tiga puluh tiga
Tiga Puluh empat
Tiga puluh lima
Tiga Puluh Enam
Tiga Puluh Tujuh
Info
Tiga Puluh Delapan
Tiga puluh Sembilan
Empat Puluh
Empat Puluh Satu
Empat Puluh Dua
Empat puluh tiga
Empat puluh empat
Empat Puluh Lima
Empat Puluh Enam
Empat Puluh Tujuh
Empat Puluh Delapan
Empat Puluh Sembilan
Lima Puluh
Lima puluh satu
Lima puluh dua
Lima puluh tiga
Lima puluh empat
Lima puluh lima
Lima puluh enam
Lima Puluh Tujuh
Epilog

Sembilan belas

787 132 6
By Alqishthi

Woo Jin duduk di kursi yang ada di samping kasur Ji hwa. Matanya terus terarah pada wajah Ji hwa yang memberikan ekpresi damai dalam lelap. Rasa bersalah terus menerus mencuat dari hatinya tatkala melihat tangan Ji hwa yang terbungkus perban. 

"Mianhae.. " ucap Woo Jin yang meminta maaf. 

Dia menyentuh lembut tangan Ji hwa,yang membuat Ji hwa sedikit terusik. Meski tak terbangun namun Ji hwa mengerutkan keningnya memberikan ekpresi bahwa tangannya yang di sentuh terasa sakit.

Woo Jin mengusap tangan Ji hwa di bagian yang lain,membuat Ji hwa kembali nyaman dan kembali terlelap.

Kepala Woo Jin tertoleh ketika mendengar suara pintu terbuka lalu kembali tertutup dan juga langkah kaki.

"Noona.." panggil Jae hoon yang langsung memelankan suaranya ketika melihat Woo Jin yang ada di sana dan juga Ji hwa yang tertidur.

"Oh..kau disini Hyung."

Woo Jin mengangguk.

"Kau mau pulang? Biar aku saja yang menjaga Noona.." ucap Jae Hoon

Woo Jin menggeleng. "Pulang lah. Besok pagi kau harus kembali stand by di IGD kan?"

Jae Hoon menatap ragu pada Woo Jin. Jujur saja sejak kejadian hari itu Jae Hoon merasa tak senyaman biasanya. Ji hwa memang bukan kakak yang sangat baik untuk Jae Hoon, bahkan sering kali menyusahkan dan membuat Jae Hoon kesal tapi tetap saja Ji hwa adalah kakak kandungnya.

"Aku akan menjaga Ji hwa" tambah Woo Jin

Jae hoon menghela napasnya. Kemudian mengangguk. "Kalau gitu aku pulang"

"Hati-hati"

Jae Hoon sudah akan pergi namun berbalik lagi.

"Hyung.. "

"Hmm?"

"Apa menurut mu sikap Noona hari ini keterlaluan sampai hyung tidak sengaja mendorongnya atau karna hyung ingin membela dokter nam?" tanya Jae Hoon

"Karna keterlaluan,"

Jae Hoon menatap Woo Jin lebih lekat, sebelum akhirnya mengangguk.

"Ehm..aku percaya padamu" ucap Jae Hoon yang kemudian keluar dari ruangan Ji hwa.

Woo Jin belum mengalihkan pandanganya dari tempat Jae Hoon berdiri tadi. Ia sendiri sedang bertanya dalam hatinya. Benarkah ini karna Ji hwa yang kelewatan atau karna Ia yang merasa marah pada Ji hwa hanya satu yang bisa Ia pastikan itu bukan karna Nam Gyu ri. Siapapun dokter yang ada di sana saat itu mungkin dia akan melakukan hal yang sama.

Lamunan Woo Jin buyar ketika tiba-tiba saja, Ji hwa yang semula tidur telentang kini memiringkan tubuhnya dan tangannya yang di infus memeluk tangan Woo Jin.

Melihat selang infus yang terlilit Woo Jin pun membenarkannya, dengan cukup sulit karna satu tangannya yang masih di pegang oleh Ji hwa dan Ia tak berusaha untuk melepasnya.

***
Hari sudah berganti, Ji hwa nampak sedang menikmati buahnya dan juga menonton televisi. Sedangkan Jae Hoon ada di samping Ji hwa sibuk menggambar pada perban yang melilit tangan Ji hwa.

"Kau tidak di IGD?"

Jae Hoon menggeleng. "Hyo Joon Hyung, meminta ku untuk menjaga mu saja, dia yang akan di IGD"

"Memangnya dia ngga punya pasien operasi?" tanya Ji hwa

Jae Hoon menggeleng. "Dokter penggantinya sudah masuk hari ini. Hyo Joon hyung harus mengurus banyak hal sebelum pindah"

Ji hwa menghela napasnya kesal. "Dia tetap benar-benar pergi."

Jae Hoon menghentikan kegiatannya.

"Noona.. Apa harus Hyo joon? Apa tidak bisa Woo Jin hyung saja?"

Ji hwa menoleh pada Jae Hoon. "Maksud mu?"

"Noona..sudahlah. Terima saja.."

"Kamu ngomong apa sih?"

"Semua orang juga tau kalau noon suka sama Hyo joon. Tapi Noona Hyo joon itu hanya anak dari pelayan kita."

"Memang kenapa kalau anak pelayan?"

Jae Hoon mencebik kesal. "Oke bukan begitu alasannya. Tapi karna noona sudah menikah. Aku pikir Woo Jin hyung cukup untuk mengganti Hyo Joon, suami mu sudah cukup hebat Noona. Jadi sudahlah menyerah saja dengan Hyo Joon..satu lagi aku pikir Hyo Joon tidak menyukai mu. Kalau dia menyukai mu dia tidak akan membiarkan mu terus mengejarnya seperti orang gila yang bodoh"

"Issh.. Anak kecil seperti mu, memangnya tau apa hah?"

"Aku bukan anak kecil aku sudah dua puluh tujuh tahun."

"Hyo joon menyukai ku. Kalau tidak dia tidak akan khawatir padaku. Dia bahkan menjadi yang paling khawatir. Dia lebih khwatir dari suami ku sendiri. Dia hanya menahan dirinya."

"Barangkali tidak seperti itu kak.. Barangkali apa yang dia lakukan kekhawatirannya karna memang Ia sudah terbiasa. Sejak dia berusia empat tahun, tepatnya setelah kaka lahir dia sudah harus menjaga noona, dia bertanggung jawab atas noona. Setiap kali sesuatu terjadi dengan Noona, dia akan di marahi habis-habisan. Noona ingat waktu SMP Noona hilang di sekolah karna Noona pergi dengan teman-teman Noona, Hyo Joon yang di tampar oleh eomma. Bahkan paman choi ikut memarahi Hyo Joon. Selalu begitu, hyo joon hyung nyaris tak punya kehidupan lain selain mengurus mu dan aku. Sehingga rasa khawatir itu muncul begitu saja, mungkin dia lebih mengkhawatirkan dirinya sendiri. Saat kecelakaan kemarin saja Eomma memarahi Hyo Joon. Tapi kali ini Eomma tak melakukan apapun pada Woo Jin. Menurut Noona pria mana yang akan mencintai orang yang membuat hidupnya menderita? Dia bukan menahan, barangkali Ia memang benar-benar muak dengan noona"

Dengan tatapan kesal Ji hwa melihat ke arah Jae hoon. Namun tentu saja tak ada yang bisa Ia katakan karna ucapan Jae Hoon terdengar sangat masuk akal.

"Bahkan kalau dia juga mencinta Noona, noona tetap harus merelakannya.."

"Kenapa? Kenapa harus?"

"Karna itu hanya akan membuatnya menderita. Noona , meski appa terlihat tenang, namun appa cukup mengerikan jika itu menyangkut urusan dengan anak-anaknya. Appa tidak akan membiarkan Hyo joon menjadi pendamping mu. Appa akan membuat Hyo Joon semakin sulit. Berhentilah noona, bermainlah dengan orang yang juga sejenis dengan kita, hanya dengan begitu kita tidak akan menyakiti atau menyusahkan siapapun"

"Lalu aku harus menyukai siapa? Woo  Jin? Apa kamu tidak ingat? dia yang membuat tangan ku seperti ini"

"Kata mu dia tidak sengaja.."

"Iya tapi tetap saja dia begitu karna..." ucap Ji hwa dan terhenti. Ia sungguh tidak mau memperumit apa lagi mempersulit Gyu ri.

"Hah..sudahlah. Woo Jin bahkan tidak menemui ku lagi"

Jae Hoon menaikan satu alisnya. "Dia menjaga mu semalaman"

"Woo jin?"

Jae Hoon mengangguk. "Aku ingin menemani mu semalam. Tapi Woo Jin hyung melarang. Dia bilang dia yang akan jaga"

"Semalam? Woo Jin? Kamu yakin?"

Jae Hoon mengangguk.
"Memangnya kaka tidak bertemu?" kini gantian Jae Hoon yang bertanya.

Ji hwa menggeleng. "Tadi pagi ketika aku baru bangun aku memang melihat orang yang pergi. Tapi ku pikit itu dokter ku. 

"Woo Jin hyung menjaga noona semalaman. Perawat Jaga sendiri yang bilang padaku. Woo Jin hyung bahkan yang terus mengompres Noona ketika noona demam tinggi semalam , perawat juga sudah menawarkan bantuan namun sama seperti ku mereka di tolak"

Dengan cepat Ji hwa menahan senyumannya yang nyari lolos begitu saja. Hatinya mendadak ringan dan Ia mendadak merasa senang. Seakan Ia baru saja di suntikan hormon bahagia.

"A..ya mungkin karna dia merasa bersalah." ucap Ji hwa masih berbicara seakan-akan Ia tak peduli dengan Woo Jin.

Berbeda sekali dengan perasaan yang sangat senang. Ia bahkan lupa kalau Ia tak boleh seperti itu. Ia seharusnya membuat Woo Jin membencinya. Ia harusnya membuat Woo Jin dengan Gyu ri, tapi ia sungguh lupa hal itu. Kini Ia lebih seperti orang yang sedang jatuh cinta. Mungkin Ia juga tak ingat bahwa ini semua tak nyata, bahwa Woo Jin itu tak ada. Itu hanya sebuah tokoh karangannya.

"Ah ..terserah noona deh. Noona kan hanya peduli Hyo Joon.." ucap Jae hoon dan berdiri dari kursinya.

"Kau mau kemana?" tanya Ji hwa

"Ke kamar mandi. Kenapa ? Aku tidak boleh ke kamar mandi? " tanya Jae hoon sinis.

"Silahkan..silahkan. Adik ku yang tampan jangan cemberut seperti itu. Hari ini cukup cerah loh..hayo tersenyum.."

Jae hoon menoleh ke arah jendela yang nampak dari sana bahwa  di luar sedang mendung dan mungkin akan hujan.

"Noona.."

"Hmm?"

"Kau mengirikan" ucap jae hoon dan meninggalkan Ji hwa.

Ji hwa nyaris saja menjerit dan melompat kegirangam ketika mendengar hal itu. Untuk saja Ia masih menguasai dirinya. Namun hal itu tak membuatnya menghentikannya kesenangannya. Ia tetap senang persis seperti remaja yang baru jatuh cinta.

"Woo jin-ah.."

"Oppa?"

"Aishh..apa-apaan kau Ji hwa.."

"Ahh..akan menyenangkan kalau di kamar ini ada kamera , jadi aku bisa melihatnya yang menjaga ku semalaman."

Ji hwa mulai membayangkan apa-apa saja kiranya yang di lakukan Woo Jin semalam. Hingga tiba-tiba saja muncul pikiran nakal yang membuat Ji hwa sedikit terkejut dan menutup bibir.

"Iisss.. Han Ji hwa! Apa yang sedang kamu pikirkan hah?"

****
Happy reading

Continue Reading

You'll Also Like

11.7K 456 42
Semua yang ada di kehidupan bukan hanya 'kebetulan' tapi memang takdir dari garis hidup kita masing-masing Masa lalu memang menyisakan banyak kenanga...
7.1M 368K 46
Daisy Mahesa, seorang model terkenal. Ia juga merupakan putri tunggal dari keluarga Mahesa. Menjadi seorang model merupakan mimpinya, namun sayang ka...
48.7K 3.5K 30
Langsung baca aja ya guys, bingung deskripsi-nya hehe 🙏
233K 10.4K 43
Selesai Alnera Zaskia 27 tahun, berjalan 5 tahun hidupnya dihabiskan bersama kenangan sang mantan, karir cemerlang tidak selalu jalan berdampingan de...