The Twins ✓

נכתב על ידי kimjinieya__

97.2K 10.9K 1K

[COMPLETE] Kim Seokjin yang memiliki rahasia besar mengenai keluarganya, harus mengorbankan diri untuk melind... עוד

part 1
part 2
part 3
part 4
part 5
part 6
part 7
part 8
part 9
part 10
part 11
part 12
part 13
part 14
part 15
part 16
part 17
part 18
part 19
part 20
part 21
part 22
part 23
part 24
part 26
part 27
part 28
part 29
part 30
part 31
part 32
part 33
Epilog [Jeju-do]

part 25

1.9K 248 25
נכתב על ידי kimjinieya__

Budayakan Vote dan Comment.
Gomawong!

# Happy Reading #

🌸🌸🌸

Makan malam, 20.48 KST.

Sudah waktunya warga Korea untuk makan malam. Tidak banyak dari warga Korea yang teratur untuk makan malam. Ada yang melebihi dan ada juga yang tepat waktu.

Seperti sosok pemuda dingin yang saat ini tengah duduk sendirian di ruang tengah basecamp Bangtan. Ah tidak. Ia tidak sendirian. Melainkan bersama saudara sahabat tertuanya. Namun anak itu sedang istirahat di kamar dan seharusnya mereka makan malam saat ini. Hanya saja kondisi saudara bongsor sahabat tertuanya dalam keadaan tidak fit. Demamnya cukup tinggi dan sepertinya harus di bawa ke rumah sakit untuk di periksa. Jika tidak menurun juga.

Untungnya Yoongi sudah memesan makanan untuk dirinya makan malam. Mengingat keadaan Soobin yang kurang baik. Ia memesan juga bubur untuk remaja jangkung itu. Yoongi terlambat memesan makanan akibat ia dipanggil oleh Kakak kandung Seokjin untuk bertemu yang ternyata tujuannya adalah Rumah sakit. Sudah tidak terkejut lagi jika mendengar alasan Kim Jieun ingin menemuinya.

Lagipula, setelah Seokjin dan ketiga sahabatnya pergi, Yoongi segera mencari tahu apa yang terjadi pada Jimin dan Jungkook. Juga ia kembali harus melakukan kegiatan ilegal lagi. Tanpa sepengetahuan Kepala Kepolisian Kim tentunya. Kemudian memberitahukan kabar dan informasi yang ia dapat pada Jieun. Tapi berakhir dirinya berada di Rumah sakit tempat Jungkook di periksa.

Ia hanya berharap Jungkook akan baik - baik saja di dalam sana.

Ceklek

Yoongi membuka pintu kamar perlahan, dengan membawa nampan di tangan kanan. Bisa ia lihat bila Soobin masih terpejam dengan wajah sedikit memerah. Demamnya cukup tinggi tapi beruntung Soobin tak sampai kejang. Berbahaya jika Soobin sampai kejang, hanya karena demamnya yang terlalu tinggi.

Perlahan Yoongi melangkah mendekat ke sisi ranjang. Duduk di sana dan meletakkan nampan itu di paha Yoongi. Tangan terulur mengusap lembut lengan kanan Soobin yang berada di luar selimut.

"Soobin-a, bangunlah. Kau harus makan malam." ujar Yoongi lembut.

Tidak biasanya Yoongi selembut ini pada orang lain? Padahal hubungan Soobin dan Yoongi belum juga dekat. Apalagi sifat dinginnya Yoongi sampai membuat Soobin takut dan gugup jika berdekatan dengannya. Baru beberapa detik bertemu tatap saja Soobin sudah menunduk takut.

Tak ada respon yang berarti sama sekali dari Soobin. Matanya masih tertutup rapat. Menggerakkan tangan saja tidak. Apalagi merespon.

Yoongi menghela nafas kemudian. Tangan yang tadi mengusap lengan Soobin, kini beralih pada surai hitam remaja jangkung yang terlelap. Baju bagian dadanya sudah basah dibanjiri oleh keringat. Seseorang yang sedang terserang demam pasti akan berkeringat dingin seperti ini.

"Binie-ya... Hei, bangun. Ini sudah waktunya makan malam."

Sedetik kemudian kerutan - kerutan muncul di dahi Soobin. Tak lama kelopak mata itu perlahan terbuka. Soobin sedikit mengernyit. Awalnya penglihatan Soobin sedikit buram. Kemudian pandangan kembali normal. Dalam diam mata itu melirik tepat pada kanan tubuhnya. Tiba - tiba matanya membola dan terlonjak kaget hingga spontan terduduk.

"Akh," ringis Soobin tiba - tiba.

Tangan Soobin reflek meremas dahi kanannya. Meringis tertahan menahan sakit kepalanya. Yoongi yang melihatnya saja sampai terkejut dan sedikit panik.

"Hei! Ada apa? Apa yang kau rasakan eoh?" tanya Yoongi cemas.

Soobin tak langsung menjawab. Sakit kepalanya sangat menyakitkan, hingga indera pendengarannya sedikit berdengung.

"Binie-ya..." panggil Yoongi lembut.

Kekhawatiran di wajah Yoongi tampak sangat jelas. Ia mengulurkan tangan mencoba mengecek suhu badan Kim Soobin. Masih panas. Berarti Soobin masih demam dan harus segera memakan obat yang Yoongi bawa.

Sekitar kurang dari satu menit, Soobin menatap sahabat Kakak sepupunya yang memandang dirinya cemas. "Aku baik - baik saja, Hyung," sangkal Soobin serak. Tersenyum lirih setelahnya.

Yoongi terdiam. Menatap lekat tepat pada netra Soobin yang memerah. "Jangan menyangkal, Soobin-ssi. Lihatlah matamu sekarang, memerah seperti ini dan kau bilang baik - baik saja?!" tegasnya.

Seketika menunduk. Inilah yang Soobin takutkan dari seorang Min Yoongi. Jika sedang marah atau emosi, wajahnya sangat menakutkan bagi Soobin. Hampir sama seperti Seokjin. Terkadang ia juga takut dengan sepupunya itu. Tapi karena pemuda berbahu lebar itu adalah Kakak sepupunya dan sangat perhatian dengannya. Meski wajah selalu datar. Soobin tidak terlalu takut dengan Seokjin.

Lain halnya dengan Yoongi. Ia baru beberapa hari bertemu Yoongi, dan bahkan satu atap dengannya. Tapi Soobin masih merasa canggung dan takut jika bersamanya.

Yoongi belum tersadar akan sikapnya, malahan ia justru sengaja bersikap demikian. "Sekarang makan dan jangan membantah!" tegasnya lagi.

Mau tidak mau Soobin mengangguk kaku. Masih dengan kepala tertunduk. Yang melihat itu membuat Yoongi jengah. "Yak, apa kau tidak lelah menunduk terus huh? Cepat makan," Yoongi langsung menyerahkan nampan itu ke Soobin dan menaruhnya di paha.

Dalam diam dan perasaan takutnya Soobin langsung mengambil sendok. Segera memakan makan malamnya perlahan. Kepala Soobin tertunduk cukup dalam dan hanya terlihat ubun - ubunnya saja. Dan Yoongi tak perduli akan hal itu. Melainkan dirinya beralih bermain ponsel dan menemani Soobin makan malam, hingga bubur itu habis setengah.

Namun setelahnya Soobin mengingat sesuatu. Ia sangat yakin kalau ada beberapa sahabat Seokjin di ruang tengah.

Dengan keberanian ia mendongak. Menatap ragu akan Min Yoongi. "H-Hyung.." panggilnya sedikit ragu dan takut.

Yoongi yang sedang bermain ponsel mengalihkan pandangan. "Wae?"

Soobin menelan sejenak sisa - sia bubur yang masih di tenggorokan, meski bubur di mangkuk belum habis juga. "Apa di depan masih ada Hyungdeul? Apa Jungkook sudah pulang Hyung?"

Pertanyaan tanpa ragu itu meluncur dengan santainya dari bibir Soobin. Yang membuat Yoongi terdiam seribu bahasa setelah mendengar nama Jungkook terlontar. Bingung harus menjawab bagaimana atas pertanyaan saudara sahabat tertuanya ini.

Ia mengalihkan pandangan ke arah lain, hingga kerutan - kerutan di kening Soobin timbul. "Hyung? Kenapa tidak menjawab pertanyaanku? Tatap mataku, Hyung."

Soobin benar - benar sudah tidak perduli akan santunannya terhadap orang yang lebih tua. Kesal sekali melihat Yoongi yang hanya diam dan mengalihkan pandangan ke arah lain. Sontak membangunkan sisi lain seorang Kim Soobin yang selama ini bersembunyi di balik sikap polos dan lembutnya itu.

Apa kau belum melihat sisi lain yang tersembunyi di balik kepolosan dan keluguan seorang Kim Soobin? Sepertinya kau ingin melihatnya.

Beruntung Soobin masih bisa menahannya. Ia sudah berulang kali mengatur nafasnya yang sedikit emosi. "Aku mohon Hyung. Jawab aku," rengek Soobin. Ia menatap lekat sosok pemuda dingin yang masih menatap ke arah lain. "Atau jangan - jangan Yoongi Hyung menyembunyikan sesuatu dariku?" imbuhnya.

Yoongi tidak menggeleng maupun mengangguk. Sorot pandangnya jatuh pada lantai dingin di bawah kakinya. Mata itu kemudian terpejam. Mau disembunyikan dengan cara apapun, Soobin pasti akan segera mengetahuinya.

Akhirnya Yoongi mendongak dan menatap mata serius Kim Soobin. Dikala ia ingin mengatakan sesuatu, ponsel di saku celananya bergetar. Menandakan seseorang tengah menghubungi dirinya. Terpaksa ia menunda terlebih dahulu dan menelan sejenak kata - katanya sendiri. Menekan tombol hijau dan menempelkan ke daun telinga.

"Wae?" Yoongi diam mendengar kalimat pertanyaan seseorang di seberang sana. Sebelumnya ia melirik sekilas ke Soobin yang sudah memulai memakan buburnya kembali. Sesekali melirik Yoongi. "Dia sedang makan malam." jawab Yoongi singkat.

Pergerakan tangan yang akan memasukan bubur ke dalam mulut seketika terhenti. Beralih menatap Yoongi yang masih berbicara entah pada siapa. "Kau tenang saja, Jin-a. Soobin akan tidur setelah meminum obatnya."

Ah, Soobin sekarang tahu. Saudara laki lakinya yang saat ini sedang menjadi lawan bicara Min Yoongi. "Jelaskan nanti saja setelah kau sampai di basecamp. Aku tunggu."

Bip

Setelahnya Yoongi memutus sepihak panggilan tersebut. Yoongi ini memang 11 12 dengan sahabat tertuanya. Mematikan panggilan yang masih tersambung secara gamblang.

Lalu netra Yoongi menangkap Soobin yang memandangnya. "Wae? Kenapa kau tidak menghabiskan buburmu?"

Terpaksa Soobin menelan dalam - dalam pertanyaan yang akan keluar dari bibirnya. Dikala ia melihat wajah tegas dan dingin dari Yoongi membuat nyalinya menciut. Hingga pada akhirnya Soobin kembali melanjutkan memakan buburnya yang tertunda. Sedangkan Yoongi memutar matanya malas dan kembali bermain ponsel dengan tenang.

Soobin menyerah untuk bertanya kembali pada sosok pemuda dingin ini dari pada kena amuk.

Pukul 21.00 KST.

Bukan basecamp yang menjadi tempat tujuan seorang Kim Seokjin sekarang.

Namun tujuannya adalah sebuah tempat yang tenang dan nyaman.

Begitu mendengar informasi mengenai seseorang yang ingin membunuh Jimin pada awalnya, Seokjin langsung pergi begitu saja keluar dari Rumah sakit. Meninggalkan tatapan - tatapan tanda tanya besar dari orang - orang yang menunggu nasib Jungkook di dalam UGD. Taehyung yang sangat mengenal pemuda berbibir tebal pun tak mengetahui apa yang terjadi padanya.

Di sinilah Seokjin berada.

Taman Sungai Han.

Ia duduk merenung sendirian di bangku Taman. Luka di tangan kanan setelah memukul dinding juga belum kering. Darah masih mengalir deras di sela - sela jemarinya. Belum berhenti malah. Tatapan Seokjin juga tak fokus. Menatap kosong gelapnya sungai di depannya. Tempat ini memang sangat nyaman bagi Seokjin. Sering sekali ia datang kemari dikala pikirannya sedang tak karuan seperti saat ini.

Sudah beberapa kali Seokjin menghembuskan nafas. Perih ditangan baru terasa namun Seokjin tak menghiraukannya. Pening juga sudah mulai mendera kepala dan wajahnya memucat.

Jangan lupakan bahwa Seokjin memiliki penyakit bawaan yang sama bahaya dengan Seokjun.

Jika darah belum juga berhenti, memang seharusnya ia dibawa ke rumah sakit untuk di tindak lanjuti. Penyakit hemofilia yang sudah melekat di tubuhnya sejak lahir. Luka sekecil apapun itu, tetap tak bisa dianggap remeh jika sampai mengeluarkan darah.

"Astaga Tuan! Tangan Anda berdarah!" celetuk seseorang yang baru saja melewatinya di belakang.

Karena penasaran dengan pemuda yang duduk terdiam dan melamun, gadis cantik itu berhenti sejenak. Lalu mendekati pemuda itu dan betapa terkejutnya ia dikala melihat luka di tangannya.

Mendengus kala dirinya terlonjak kaget sampai jantungnya berdetak begitu cepatnya saking kagetnya. Tatapan tajam kini dilayangkan pada seseorang yang mengejutkannya barusan.

"Chogi, apa kau ada urusan dengan saya? Pergilah jika tidak ada."

"Tangan Anda terluka, Tuan. Saya tidak bisa membiarkan luka itu begitu saja. Bisa infeksi."

Seokjin memutar matanya malas. "Tidak perlu mengkhawatirkan orang yang tidak Anda kenal, Nona. Tinggalkan saya sendiri."

Gadis itu menatap lekat pada retina indah milik pemuda di depannya ini. "Tidak bisa. Luka Anda harus segera di obati sebelum benar - benar infeksi."

Tanpa seijin sang empu, tangan Seokjin langsung di tarik agar berdiri oleh gadis itu. Sontak saja Seokjin menghempaskan tangan gadis tak ia kenal dengan kasar.

"Yak! Jangan main tarik tangan orang! Kau tidak mengenalku. Belum tentu aku ini orang baik! Pergilah! Aku tak butuh bantuanmu!"

Sepertinya gadis itu orang yang keras kepala? Baru dibentak saja gadis itu seolah tak memperdulikannya. Justru ia semakin tidak sabar untuk membawa Seokjin ke Rumah sakit. Bahkan ia kembali menarik Seokjin dengan paksa dan terus berkali - kali ia kalah kuat dengan tenaga yang Seokjin miliki.

"Tuan, saya mohon jangan keras kepala. Luka Anda belum mengering. Darahnya terus mengalir. Bisa - bisa Anda akan kehabisan darah. Kita ke Rumah sakit sekarang."

Tangan gadis itu menggenggam erat lengan Seokjin dan menariknya kembali. Namun belum berhasil juga membuat Seokjin beranjak dari bangku tersebut. Malah pemuda yang memiliki bibir tebal itu menarik lengannya kasar dari genggaman gadis tak ia kenal itu. Membuatnya mendengus kesal dan menatap tajam pada pemuda Kim ini. Tapi sungguh, tatapan itu tak berpengaruh untuk Seokjin. Justru ia balik menatapnya malas dengan wajah datar.

"Aish! Baiklah jika Tuan tidak ingin ke rumah sakit. Aku yang akan mengobatimu di sini." putusnya.

Tak ada respon dari Seokjin. Hanya menatap lekat nan datar pada gadis 'sok' akrab dengan dirinya. Belum juga mengenalnya, bisa - bisanya gadis ini mendekat dan perduli dengannya. Benar - benar aneh. Beruntung gadis itu menyimpan obat - obatan di dalam tasnya. Maka ia bisa mengobati luka Seokjin.

Keheningan tiba - tiba melanda keduanya. Gadis itu langsung duduk di samping Seokjin yang kosong. Mengambil obat - obatan yang tersimpan di dalam tas dalam diam. Sedangkan Seokjin menatap heran pada gadis disampingnya. Alisnya bahkan terangkat satu.

"Luka Anda harus segera di bersihkan sebelum infeksi." ujar gadis itu tiba - tiba.

Lagi, hening melanda keduanya. Gadis itu segera mengambil obat merah dan cotton bud untuk mengobati luka - luka di punggung tangan Seokjin. Sebelumnya ia menuangkan alkohol sedikit demi sedikit di kapas dan langsung mengusap perlahan ke beberapa luka di punggung tangannya.

"Shh..." desis Seokjin.

Sensasi dingin dan perih seketika terasa. Seokjin meringis tertahan merasakannya. Gadis itu sedikit mendongak dan memberikan senyuman terhangatnya untuk menenangkan Seokjin.

"Tahan sebentar." ucapnya lembut.

Seokjin melongo tak percaya. 'Heol! Gadis ini tersenyum padaku? Apa dia sudah gila?! Baru juga kenal sudah mengumbar senyum pada orang sembarangan!' batinnya.

Gadis itu berusaha sepelan mungkin mengusap luka itu dengan kapas yang sudah ada alkoholnya. Dirasa sudah bersih, gadis itu segera mengambil obat merah dan menuangkan sedikit demi sedikit ke cotton bud. Ketika ia ingin mengobati luka Seokjin seketika terhenti. Ia begitu terkejut melihat darah mengalir kembali dari luka di punggung tangan Seokjin.

Seketika gadis itu mendongak. "Kenapa darahnya masih mengalir? Seharusnya tertutup saat aku membersihkan luka Tuan tadi," Kembali menunduk menatap lekat pada darah yang masih mengalir sampai menetes ke bawah.

Seokjin menarik tangannya menjauh dari paha gadis itu. Membiarkan darah itu tetap mengalir dan wajahnya yang pucat. Kepala gadis itu mendongak.

"Tuan, wajah Anda pucat. Saya mohon jangan keras kepala. Lebih baik kita ke rumah sakit saja. Agar tangan Tuan segera diobati."

Sekali lagi perkataan gadis itu tak digubris. Ia hanya mengambil ponselnya di saku dan mengetik sesuatu di sana. Tak menghiraukan orang di sebelahnya ini. Selesai mengirim pesannya, Seokjin segera berdiri dan beranjak dari sana. Namun pergelangan Seokjin di cekal erat oleh gadis itu. Otomatis kepala pemuda itu menoleh ke belakang. Menaikkan salah satu alisnya menatap bingung.

"Tuan, biar saya antar ke rumah sakit."

Cekalan itu ditepis kasar. Seokjin menatapnya dingin. "Tidak perlu. Saya memiliki Dokter pribadi dan jangan mengikutiku. Permisi."

Segera Seokjin berlalu pergi dari Taman dengan memasukkan tangan kirinya ke saku celana. Angkuh. Meninggalkan sosok gadis yang berdiri menatap punggung lebar seorang Seokjin. Melambaikan kedua tangannya ke arah Seokjin yang memunggunginya. Setelah jaraknya cukup jauh gadis itu berteriak.

"TUAN! NAMA SAYA KIM JISOO!! INGAT WAJAH DAN NAMA SAYA! JIKA TUHAN BERKEHENDAK, KITA BISA BERTEMU KEMBALI! CEPAT SEMBUH TUAN!!"

Teriakan itu diacuhkan oleh Seokjin. Ia terus melangkah tanpa henti dan menoleh ke gadis itu. Malah Seokjin mendengus kesal. "Untuk apa mengingat namanya? Tidak penting!" gumamnya.

Langkah cepat Seokjin langkahkan ke mobil sportnya yang terparkir. Ia segera masuk ke mobil setelah membuka kunci dengan remote kunci mobil. Ketika dirinya akan menyalakan mesin Seokjin terdiam.

Detik itu juga alis Seokjin bertautan. 'Tunggu? Tadi gadis itu bilang apa? Kim Jisoo? Kim Jisoo Adik tirinya Im Jin-Ah? Jadi dia orangnya?' batinnya.

"Nanti aku minta Jonghyun Hyung mencarikan fotonya."

Mesin lantas dinyalakan dan dikendarainya keluar dari kawasan parkiran Taman Sungai Han.

Selama diperjalanan, darah itu sudah mulai berkurang. Tidak mengalir sederas tadi. Memang jika didiamkan seperti ini darah itu akan berhenti dengan sendirinya. Lagipula lukanya tak separah di lengannya dulu.

Drrrrrrtttt...

Drrrrrrtttt...

Seokjin melirik pada benda pipih yang diletakkan di dashboard mobil. Nama salah satu sahabatnya tertera di layar ponsel. Bergegas ia memasang earpiece di telinga lantas menekan tombol kecil di earpiece tersebut.

"Waeyo?"

Pertanyaan singkat terlontar dari bibir Seokjin. Ia mendengar segala pertanyaan yang bertubi - tubi terlontar dari bibir seseorang di seberang sana.

"Hyung sedang di perjalanan ke basecamp," jawab Seokjin seadanya. Ia terdiam sejenak. Lalu bertanya, "Bagaimana keadaan Jungkook?" tanyanya.

Seseorang di seberang sana sedang menjawab pertanyaan Seokjin dan bertanya balik ke Seokjin. "Syukurlah. Hyung harus mengecek keadaan Soobin dahulu. Tolong sampaikan maafku pada kedua orang tua Jungkook karena tidak bisa ikut menunggu Jungkook sampai selesai ditangani."

Seokjin terdiam lagi. Lalu mengangguk kecil. "Hm. Kalau begitu Hyung tutup dulu."

Bip

Helaan nafas keluar. Sedikit merasa lega setelah mendengar kabar dari Hoseok yang baru saja menghubunginya. Beruntung Jungkook tak kehabisan darah. Jika ia berada di posisi Jungkook, bisa dipastikan keadaannya akan banding terbalik dari keadaan Jungkook sekarang.

"Bagaimana jikalau aku berada di posisi Jungkook sekarang? Apa aku akan mati muda? Atau aku akan bertahan?"

Tak lama ponselnya bergetar kembali. Menampakkan nama Pamannya tertera di layar ponsel.

"Yeoboseyo? Ada apa Samcheon?"

"......"

Kedua belah mata Seokjin terbelalak kaget. "Benarkah?!" tanyanya tak percaya.

"......"

"Baiklah. Aku akan ke Rumah sakit sekarang."

Tanpa sepatah kata Seokjin memutus sepihak panggilan itu. Lantas memutar kemudinya ke arah jalan sebaliknya dan bergegas ke Rumah sakit.

===============

To be Continue

המשך קריאה

You'll Also Like

1M 84.8K 29
Mark dan Jeno kakak beradik yang baru saja berusia 8 dan 7 tahun yang hidup di panti asuhan sejak kecil. Di usia yang masih kecil itu mereka berdua m...
497K 37.1K 59
Kisah si Bad Boy ketua geng ALASKA dan si cantik Jeon. Happy Reading.
120K 8.9K 32
Karena di awal awal saya menulis ini, ada penulisan yang amatir jadi beberapa chapter akan saya perbaharui. "Hyung jangan tinggalkan kami" "kembalila...
127K 14.9K 57
SEMI FIKSI LOKAL BTS ••• Jeon Jungkook • Arsyi Syazalia ÷÷÷ Kira-kira semanis apa Jeon Jungkook menjaga gadis ini? ...