The Twins ✓

By kimjinieya__

97.2K 10.9K 1K

[COMPLETE] Kim Seokjin yang memiliki rahasia besar mengenai keluarganya, harus mengorbankan diri untuk melind... More

part 1
part 2
part 3
part 4
part 5
part 6
part 7
part 8
part 9
part 10
part 11
part 12
part 13
part 14
part 15
part 16
part 17
part 18
part 19
part 20
part 21
part 22
part 23
part 25
part 26
part 27
part 28
part 29
part 30
part 31
part 32
part 33
Epilog [Jeju-do]

part 24

1.8K 246 7
By kimjinieya__

Budayakan Vote dan Comment.
Gomawong!

# Happy Reading #

🌸🌸🌸

SOPA High School, 19.00 KST

Seorang lelaki pemilik hati bak malaikat putih kini tengah menunggu sahabat terkecilnya yang belum juga keluar dari Sekolah. Banyak siswa dan siswi tingkat akhir yang telah berhamburan keluar melalui gerbang Sekolah. Namun dirinya tak melihat presensi pemuda bermarga Jeon itu.

"Ck. Ke mana anak itu? Kenapa lama sekali?" gerutunya sambil menatap jam tangan yang melingkar di pergelangan.

Kentara sekali pemuda ini tidak mampu bersabar menunggu anak yang ia tunggu. Jelas - jelas Sekolah baru saja usai dan tentu saja semua murid belum keluar dari Sekolah.

Pada akhirnya ia hanya bersandar di badan mobil dan meminum coffeenya dengan nikmat. Sembari menunggu si bongsor yang paling muda di antara mereka.

Namun 15 menit kemudian, lelaki remaja yang di tunggu akhirnya keluar. Bersama kedua sahabatnya sambil bergurau.

"Kookie-ya!!" panggilnya.

Langkah ketiganya terhenti dan otomatis memandang sosok pemuda yang memanggil Jungkook di daerah mobil. Senyuman terukir lebar sampai kedua giginya nampak menyembul.

"Kau di jemput Jimin Hyung, Kook?" tanya Mingyu.

Jungkook mengangguk. "Aku juga baru tahu jika Jimin Hyung yang menjemputku. Biasanya Hoseok Hyung."

"Ah! Aku jadi ingin bertemu dengan mereka," celetuk Jaehyun. Yang dibenarkan oleh Mingyu yang mengangguk. "Tak hanya kau saja. Aku pun juga."

Sedangkan Jungkook hanya terkekeh kecil. "Suatu saat nanti aku akan membawa kalian bertemu mereka." ujarnya tenang.

"Baiklah. Aku tunggu janjimu. Kalau begitu, kita pulang dulu. Titip salam untuk Soobin." ucap Jaehyun.

Jungkook mengangguk. "Oke. Nanti aku sampaikan salam kalian pada Soobin. Hati - hati di jalan!" teriaknya di akhir.

Tangan melambai dikala kedua sahabatnya menjauh dan memasukin mobil pribadi mereka. Lantas Jungkook berlari kecil menghampiri yang lebih tua. Sayangnya raut wajah Hyungnya tampak masam, seperti perempuan yang sedang PMS.

"Jimin Hyung, ada apa dengan wajahmu?" tanya Jungkook.

Pandangan serius tertuju pada Jungkook. "Kau lama sekali! Hyung sudah menunggumu selama 15 menit sendirian di sini kau tahu!"

Jungkook menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Maaf Hyung. Tadi aku harus piket kelas sebentar, jadi lama hehee.." cengirnya.

Mau tidak mau Jimin mengangguk pasrah. "Ya sudah kita ke basecamp. Di sana sudah ada yang lainnya."

Adik kecilnya ini malah mengangguk antusias. Bertingkah kekanakan seperti anak kecil yang baru saja di beri hadiah cokelat. Namun iris matanya tak sengaja menangkap sesosok orang berhoodie dan celana hitam di balik pohon besar sedikit jauh dari jarak pandangnya.

Kening Jimin mengerut. "Kau melihat apa Kook? Ada ap--"

Saat Jimin ingin membalikkan tubuh ke belakang, Jungkook malah menahannya. Hingga yang lebih tua kembali menghadap Jungkook. Membuat Jimin menatap yang lebih muda heran dan bingung.

Sedangkan Jungkook kembali memandang ke balik punggung Jimin. Tudung hoodie hitam itu bertengger apik di kepala dan menutupi sebagian wajahnya. Hingga Jungkook tak bisa mengenal dengan jelas wajah orang itu. Kedua belah mata Jungkook seketika membelalak dikala orang itu mengangkat salah satu tangannya. Dengan jari jemari menggenggam erat sebuah pistol hitam dan menodongkannya ke arah,

Jungkook seketika melirik ke arah Hyungnya. "Andwae..." gumamnya pelan tak sampai terdengar oleh Jimin.

Dikala mata si bongsor tak sengaja memandang jari telunjuk yang akan menekan pelatuk pistolnya. Dengan cekatan Jungkook memutar tubuh Jimin dan dirinya, hingga keduanya bergantian tempat. Kini Jungkook berada di posisi Jimin berdiri barusan.

Dor

Aaaaaaaaaaa!!!!

Bersamaan dengan suara tembakan meluncur tiba - tiba, beberapa siswi berteriak histeris. Pun dengan nafas Jimin yang tercekat dan terbelalak kaget. Sungguh tak percaya akan apa yang baru saja terjadi di depan matanya. Sedangkan orang yang baru saja bersembunyi di balik pohon telah mengundurkan dirinya dan meninggalkan kawasan tersebut.

"JEON JUNGKOOK!!"

Teriakan Jimin menggelegar bersamaan dengan meluruhnya Jungkook ke trotoar. Secepatnya Jimin menangkap tubuh bongsor Adik kecilnya yang hampir tak sadarkan diri di pelukannya. Tangan gemetar Jimin terulur mengusap pipi yang lebih muda dengan air mata mengalir dipipinya.

Beberapa orang yang lewat maupun murid Sekolah di SOPA terkejut dan menatap tak percaya pada Jungkook yang sudah limbung sempurna. Mereka hanya menontonnya saja dan berujar khawatir. Tapi kenapa tak ada satupun dari mereka yang berniat menghubungi Rumah sakit untuk mengirim Ambulance ke sini.

"J-Jungkook-a... H-hei... Tolong buka matamu. Bertahanlah, Hyung mohon..." Kemudian Jimin mendongak. "Aku mohon!! Siapapun tolong segera hubungi Ambulance!! Adikku sekarat! Aku mohon!! Hiks..."

Mendengar teriakan Jimin beberapa dari mereka reflek memegang ponsel dan segera menelepon Ambulance.

Suara Jimin terdengar bergetar. Tangisnya makin menjadi. Perasaan takut dan khawatir tiba - tiba melanda relung hatinya. Dalam keadaan seperti ini Jimin merasa bodoh. Ia tidak bisa berbuat apa - apa, hanya mampu menunggu pertolongan pertama dari Tim media Ambulance. Tangan kirinya tetap menutup luka di punggung Jungkook agar darah tak banyak keluar. Yang lebih muda sedang berusaha membuka matanya untuk tetap sadar. Juga terus meringis tertahan akibat rasa sakit yang terasa sangat menyakitkan di punggungnya. Jungkook melirik pada sang Kakak yang menangis sesegukan lantas tersenyum lirih.

"H-Hyu-ng... Ul-j-jim-ma... A-a-aku ba-baik - baik sa-ja..."

Jimin menggeleng ribut. "Aniya. Kau tidak baik - baik saja, Kook-a... Tolong hiks... jangan menutupi rasa sakitmu sendirian hiks..."

"Gwaen--cha-na H-Hy-yunghh..."

Sang Adik tersenyum tipis dengan bibir yang semakin memucat. Kedua mata semakin sayu dan hampir menutup sempurna jika pipinya tak ditepuk histeris oleh Jimin. "Hyung mohon... bertahanlah demi Hyungdeul hiks... Maafkan Hyungmu ini hiks..."

Tak lama kemudian sebuah mobil Ambulamce datang dan segera mengambil alih tubuh Jungkook yang sudah tak sadarkan diri di pelukan Jimin. Diangkatnya tubuh itu perlahan kemudian dibaringkan ke brankar dan dimasukkan ke dalam Ambulance tersebut. Ambulance melaju dengan kecepatan tinggi dan diikuti mobil hitam milik Jimin yang mengikuti Ambulance itu dari belakang.

"Bertahanlah demi kami Jungkook-a, Hyung mohon..." gumam Jimin lirih.

"Haish! Kenapa Jimin belum pulang juga? Apa Jungkook belum keluar dari kelas? Aku sudah sangat lapar." protes Taehyung.

Namjoon yang masih sibuk membaca buku menjawab, "Mungkin Jungkook sedang piket malam."

"Tidak mungkin Hyung. Piket kelas hanya membutuhkan waktu sebentar. Paling lama 10 menit untuk membersihkan kelas." sanggah Taehyung.

Di ruang tengah kini hanya ada Taehyung, Hoseok, Namjoon dan Yoongi. Sahabat tertua mereka sedari tadi sudah kembali masuk ke dalam kamar. Memeriksa keadaan saudara kesayangannya itu.

Yoongi yang sedari tadi memejamkan matanya dengan tubuh terlentang di sofa menyahut, "Berhentilah mengeluh bocah. Kau mengganggu tidur tenangku."

Bibir Taehyung mengerucut bak anak kecil yang tak dibelikan mainan oleh kedua orang tuanya. "Memang Hyung tidak lapar? Kalau tidak, tidur lagi saja sana. Tidak perlu makan malam bersama kami."

Justru Yoongi tak merespon perkataan pemuda dengan senyum kotaknya itu. Malas untuk menjawab atau membalas Taehyung sepertinya. Jadi lebih baik dirinya melanjutkan tidur tenangnya yang terganggu. Pandangan beralih pada Hoseok dan Namjoon yang sedari tadi acuh padanya.

Taehyung mendengus. "Hyungggg... Ayolah... Kenapa kalian mengacuhkanku??? Apa kalian tidak lapar??" rengeknya.

Tap

Buku yang terbuka kini di tutup oleh si pembaca. Namjoon jengah harus mendengar setiap rengekan kelaparan dari Taehyung. "Biar Hyung telepon Jimin. Kau diam saja." tegasnya.

Ponsel kini sudah ada di tangan Namjoon. Ia mencari nomor ponsel Jimin yang tersimpan di kontak. Begitu mendapatkannya, Namjoon segera menghubungi anak itu. Sengaja sambungan itu di Loadspeaker agar yang lain bisa mendengarkan. Hoseok dan Taehyung pun sudah menunggu Jimin mengangkatnya.

Namun Namjoon tak langsung mendapatkan respon. Hingga dering kedelapan Jimin merespon.

"Yaa, Jimin-a... Kau di mana eoh? Kenapa lama sekali?"

Hening..

Jimin tak menjawab langsung pertanyaan Namjoon. Bahkan Yoongi yang tadi terpejam saja sudah terduduk karena rasa penasarannya. Tak sampai dua detik, tiba - tiba Namjoon dan yang lain mendengar suara sesegukan seperti orang menangis. Berasal dari sang lawan bicara di seberang sana.

Kening Namjoon mengernyit bingung. "Jimin-a, kenapa kau menangis eoh? Katakan pada Hyung."

Krieettt...

Suara pintu kamar terbuka mengalihkan atensi keempatnya. Seokjin keluar dari kamar, dengan baskom di kedua tangan. Alis terangkat sebelah. Memandang heran pada keempat sahabatnya.

"Wae? Siapa yang kalian telepon?"

Hoseok berdehem sebentar lantas menjawab, "Jimin. Dia belum kembali ke basecamp." jawabnya.

Hanya di balas anggukan. Seokjin membawa kaki jenjangnya melangkah ke arah pantry dapur yang berukuran kecil dan dekat dengan ruang tengah. Jadi Seokjin bisa mendengarkan percakapan mereka.

"Jimin-a... Apa kau sudah tenang sekarang?" tanya Hoseok.

Suara deheman menyahut. Senyuman tipis terukir di bibir Hoseok. "Oke. Kalau begitu, katakan pada kami. Kenapa kau menangis? Apa terjadi sesuatu pada kalian?"

Pertanyaan Hoseok tak langsung di jawab Jimin. Ia terdiam sebentar. Berusaha semaksimal mungkin untuk menetralkan suara bergetarnya agar bisa menjawab Hoseok. Yang lebih muda berdehem lagi.

"Hyung, bisakah kalian ke Rumah sakit?"

"Eung? Kau di rumah sakit? Jungkook ada bersamamu bukan?" tanya Taehyung bingung.

Sekali lagi Jimin tak menjawab. Malah sekarang anak itu kembali menangis. Ada apa sih sebenarnya dengan Jimin? Kenapa dari tadi anak itu menangis terus?

Tiba - tiba Seokjin merampas ponsel si otak jenius, Kim Namjoon. "Di rumah sakit mana? Hyung tidak suka berbasa - basi." ketusnya.

"D-di Rumah sakit S-Seoul Center H-Hyu-ng..."

"Tunggu kami di sana dan jelaskan apa yang terjadi pada kami sedetail mungkin. Siapkan kalimat yang bisa kami mengerti."

"N-ne Hyung."

Bip

Seokjin melempar ponsel sang pemilik dan beruntung tertangkap Namjoon tepat. Meski sedikit kaget.

"Kita pergi sekarang. Tapi Soobin harus ada yang menemaninya di sini."

Keempatnya saking bertatapan. Saling menunjuk satu sama lain melalui mata mereka. Yang berakhir memandang Yoongi. Sehingga Yoongi mau tidak mau menghela nafas pasrah. "Baiklah. Biar aku yang menemani Soobin di Basecamp."

Seokjin mengangguk. "Tae, kau di mobil Hyung." Lalu sorot matanya beralih pada Hoseok dan Namjoon. "Kalian satu mobil." Yang langsung di sangupi ketiganya.

Tanpa sepatah kata Seokjin keluar lebih dulu. Begitu juga dengan Hoseok, Namjoon dan Taehyung yang langsung menyusul Seokjin. Namun Hoseok menghentikan langkahnya dan berhenti di ambang pintu. "Hyung, jangan sampai kau terlelap. Siapa tahu Soobin membutuhkan sesuatu nantinya." Yoongi hanya mengangguk mengerti.

"Kalau begitu aku pergi dulu." pamit Hoseok, seraya berlalu pergi keluar basecamp.

Pintu basecamp tertutup kemudian. Meninggalkan sosok Min Yoongi yang menghela nafas lelah. "Ada - ada saja mereka. Kenapa juga harus aku yang menemani si jerapah itu? Aish!! Menyebalkan!" Menggeram kesal sambil mengusak surai hitamnya kasar.

Yoongi menyandarkan punggungnya bersamaan dengan helaan nafas kasar. Ia menatap langit - langit basecamp. 'Semoga mereka baik - baik saja.' batinnya bergumam.

Drap

Drap

Drap

Suara langkah berlarian menggema di lorong Rumah sakit. Mereka -Seokjin, Namjoon, Hoseok dan Taehyung- sudah mengetahui di mana tempat Jungkook diperiksa. Karena sebelum mereka ke Rumah sakit, Jimin memberi tahu bahwa Jungkook sedang di periksa di UGD.

Perasaan khawatir terpampang jelas di raut wajah mereka. Begitu juga dengan Seokjin yang meskipun menunjukkan ekspresi dinginnya. Namun hatinya tak bisa berkata lain. Ia tidak yakin apa yang terjadi pada Jungkook, sehingga si bungsu bisa masuk Rumah sakit.

"Jimin-a!!"

Panggilan Hoseok terdengar sampai indera pendengaran Jimin dan juga dua orang lainnya, yaitu kedua orang tua Jungkook. Mereka langsung dihubungi Jimin setelah sampai di Rumah sakit dan tidak sempar untuk menelepon kelima sahabatnya. Ibu Jungkook sedari tadi menangis histeris dan sang Suami hanya mampu menenangkan dengan pelukan. Berdiri di sisi kanan kursi tunggu.

Ketiga pemuda itu langsung menghampiri Jimin yang terduduk di kursi tunggu dengan kepala menunduk. Perasaan bersalah dan takut masih saja menyerang di relung hatinya. Hoseok duduk di samping yang lebih muda dan merangkul bahunya. Mengusap lengan Jimin perlahan, mencoba menenangkan.

Sedangkan Namjoon berjongkok di depan Jimin dan menatap lembut sang Adik. "Sekarang ceritakan pada kami, Apa yang terjadi dengan Jungkook? Kenapa dia bisa sampai masuk Rumah sakit?" tanyanya perlahan.

Jimin mengulum bibirnya. Takut untuk mengatakan yang sebenarnya dengan apa yang terjadi pada Jungkook. Seokjin yang berdiri di sisi kanan Namjoon hanya terdiam, dengan mata terus menelisik raut wajah gelisah dan takut di wajah Jimin.

"T-tadi saat aku sedang ingin mengajak Jungkook pulang ke basecamp, aku melihat gelagat aneh dari wajah Jungkook. Sorot matanya seperti melihat sesuatu di belakangku. Saat aku ingin membalikkan tubuh, Jungkook justru menahan tubuhku. Tiba - tiba tubuhku diputar oleh Jungkook hingga kami berpindah tempat. Namun setelahnya aku mendengar," Jimin menjeda sejenak. Menelan salivanya membasahi tenggorokan yang mengering.

Lalu Jimin melanjutkan, "aku mendengar suara tembakan yang berasal dari belakang Jungkook dan ternyata ada seseorang yang berpakaian serba hitam yang menggenggan sebuah pistol di sana, hingga peluru itu mengenai Jungkook. Yang seharusnya timah panas itu menembus punggungku."

Pernyataan ini tak bisa terelakkan. Keterkejutan seketika muncul di ketiga pemuda yang baru saja mendengarkan penjelasan Jimin. Bahkan kedua tangan Seokjin terkepal erat. Pasti ada seseorang yang ingin bermain - main dengannya saat ini. Seokjin yakin itu.

'B*tich!' umpat Seokjin dalam hati.

Drrrtttt....

Drrrtttt....

Seokjin segera merogoh saku celana dirasa sebuah getaran berasal dari ponselnya. Dikala ia melihat nama yang tertera di layar ponsel, Seokjin mengernyit. 'Nomor tak dikenal? Siapa orang ini?' batinnya.

Tanpa suara ia melangkah mundur dan menjauh dari keempat sahabatnya. Dan dirasa sudah berdiri cukup jauh, Seokjin segera menekan tombol hijau di layar ponselnya.

"Siapa ini?"

Seseorang di seberang sana menjawab, "Aku tahu siapa yang sudah menembak Jungkook."

"Nugu? Malhae."

Orang itu berdehem sejenak lantas menjawab, "Nana, lebih tepatnya anak buah Nana. Dia ingin membunuh Jimin awalnya, tapi Jungkook melindunginya. Sehingga dialah yang tumbang."

Lagi - lagi tangan Seokjin mengepal. Rahang mengeras dan sorot mata menajam. Amarah tak tertahankan membuat dada naik turun.

"Kurang ajar!"

BRAK

Saking emosinya Seokjin memukul dinding menggunakan tangan kanan yang menganggur. Cairan berwarna merah pekat mengalir di sela - sela jari jemari yang terkepal. Sungguh. Mood Seokjin kini begitu buruk. Masalah baru datang begitu saja. Tanpa sepengetahuannya.

Kepala  menunduk juga memejamkan mata. Dada masih naik turun menahan emosi. Benda pipih berwarna hitam miliknya masih ia genggam. Kepalan tangan kanan masih di posisi yang sama. Tanpa berpindah seincipun.

"Sebenarnya siapa kau? Kenapa kau memberitahukan informasi ini padaku?" tanya Seokjin dengan suara rendah dan dinginnya.

Sang lawan bicara di seberang sana terkekeh. "Kau lupa denganku, Seokjin-a? Bukankah aku pernah menghubungimu menggunakan nomor ini? Apa kau tak menyimpannya?"

"Tolong jangan berbelit dan menyusahkan."

"Hahaha... Baiklah baik," Orang itu berdehem sejenak dan kembali melanjutkan, "Cobalah kau mendongak dan tolehkan kepalamu ke sisi kiri."

Jengah berbasa basi, Seokjin menolehkan kepalanya ke kiri dan keningnya tiba - tiba mengerut. Ia menangkap sosok yang tidak asing baginya. Ah tidak. Ada dua sosok di sana bukan hanya satu. Cukup jauh sehingga Seokjin harus menyipitkan mata. Namun setelahnya mata itu terbelalak kemudian.

"Jieun Noona? Jadi selama ini--"

"Kau benar, Saengie. Maaf kalau Noona selalu membantumu dari jauh. Bersama hidden hacker Noona. Min Yoongi. Jangan lupa nomor Noona di simpan, oke?"

Seokjin menghela nafas malas. "Teruskan saja seperti ini dan lakukan sesuka kalian. Aku tutup."

Bip

Seokjin mengacak kasar surai ungunya menggunakan tangan kiri yang sudah tak menggenggam ponselnya. Begitu geram dengan seseorang yang sudah mengganggu kebahagaiaan sahabatnya. Kenapa harus mereka? Kenapa tidak aku saja? Begitu pikir Seokjin.

Ditambah lagi dengan sang Kakak yang selalu diam - diam membantunya dari jauh bersama Yoongi, sahabat esnya itu.

'Berhenti diam - diam membantuku di belakangku. Kenapa kalian tidak membantuku secara nyata di depan mata? Bukan diam - diam seperti ini!' batin Seokjin geram.

Sekali lagi Seokjin menghela nafas. 'Sialan! Wanita sialan itu tidak ada kapoknya sama sekali. Perlukah aku mengatakan keburukanmu pada Adikmu, Im Jin-Ah-ssi? Jangan pernah kau bermain - main denganku!' batinnya lagi.











































































































































Sedangkan di tempat lain....

"Nyonya, saya sudah menjatuhkan target, tapi bukan Park Jimin yang terkena peluru."

"Siapa yang tertembak?"

"Jeon Jungkook."

"Bagus! Walaupun yang tertembak sebenarnya bukan target kita, tetap saja, anak muda yang menggantikannya adalah sahabat Seokjin. Kerja bagus."

"Lalu apa tugas saya selanjutnya, Nyonya?"

"Pantau terus perkembangan mereka. Cari tahu, apakah Changryuk diculik oleh Seokjin atau tidak. Kalau memang Seokjin yang melakukannya, kabari aku secara detail. Aku akan memberikan tugas selanjutnya untukmu."

"Baik Nyonya."

"Aku tutup."

Bip

===============

To be Continue


Continue Reading

You'll Also Like

495K 37K 59
Kisah si Bad Boy ketua geng ALASKA dan si cantik Jeon. Happy Reading.
152K 15.3K 39
" Pada akhirnya akan selalu ada hal baik yang menerpa kita setiap harinya, biarlah takdir yang mengubah dan biarkan waktu yang menentukan , jangan ka...
152K 9.8K 22
Aku hanya menginginkan kasih sayang dari hyung ku tapi itu tidak mungkin. Karena semenjak kejadian 'itu' mereka mulai membenci ku.
14.8K 2K 13
Boy's 97line NON BAKU!