GALARA [END] ✔️

Por Diitar

330K 17.8K 5.5K

⚠️ JANGAN PLAGIAT! ••• Siapa yang tak mengenal Gara Elang Rajawali? Hampir semuanya mengetahui nama itu. Bahk... Más

01. Rosas Negras
02. Masalah nama
03. Ramalan Gilfa
04. Kecupan dari Gara
05. Dijodohkan?
06. Kamu, Lo!!
08. Raganda menyerang
09. Si pengkhianat
10. Sah!
11. Ditolak terus
12. Di adu domba lagi
13. Gara celaka
14. Kertas kosong
15. Teka teki
16. Leon
17. Senyum misterius
18. Ngetes doang padahal
19. Singa betina marah
20. Hari bersejarah untuk Gilfa
21. Mencoba
22. Cukup menunggu
23. Ada apa dengan Leon?
24. Gak ada Leon gak seru
25. Mimpi dan penyesalan
26. Mengingat lagi
27. Malam yang terkutuk
28. Gara salah paham
29. Terumbar
30. Malam yang menyakitkan
31. Antara iya dan tidak
32. Ada apa dengan Gilfa?
33. Mengetahui, rencana, dan kebahagiaan
34. Anniversary dan tawuran
35. Sampai jumpa
36. Sebuah aib
37. Satu kesalahan yang berdampak
38. Memulai lagi dari awal
39. Thanks
40. Basi!
41. Seperti mati lampu
42. Gara mesum
43. Tidak sesuai ekspektasi
44. Pamit
45. Surat
46. Janji
47. Kembali, tapi bukan sekarang
48. Prom night dan pesan misterius
49. Penentu takdir
50. the end of everything
EXTRA CHAPTER
CERITA BARU

07. Fitting baju

4.8K 473 141
Por Diitar


🏁Kasih saran jika ada salah
🏁Jejaknya sangat dibutuhkan
🏁HAPPY READING 🖤

🏍️🏍️🏍️


Gara sepertinya marah. Awal kejadian di restoran malam itu, hingga kini di sekolah sikap Gara menjadi berubah. Biasanya ketika Gilfa, menghadang jalan Gara hanya sekedar untuk memberikan kotak makanan yang berisi nasi goreng, Gara selalu membalas dengan biasanya seperti, gue gak mau!

Tapi sekarang. Ketika Gilfa membawakan kembali kotak makan yang berisi nasi goreng itu pada Gara. Gara langsung melempar nasi itu dengan emosi yang tak terkendali. Bahkan Dewa yang satu kelas dengan Gara pun sedikit heran dengan perubahan Gara. Memang waktu itu juga Gara pernah membuang kotak makanan itu, namun sikapnya tidak seperti sekarang.

Mata lelaki itu menatap tajam ke arah Gilfa. Raut dingin yang lelaki itu tampilkan membuat Gilfa mati kutu ketakutan.

Apa Gara marah ketika orang tuanya memutuskan untuk menjodohkannya dengan dirinya? Ohya, malam itu juga kedua keluarga sudah resmi menjodohkan anak-anaknya. Alasan atau pendapat yang Gara ucapkan tidak membuat keluarganya goyah, bahkan Papi dan mommy-nya sangat menanti-nantikan hari itu tiba.

Se-senang itu keluarga keduanya. Namun, Gilfa juga hanya bisa diam ketika malam itu. Ia tidak bisa mengatakan apapun, hanya untuk berbicara empat mata dengan Gara pun ia tidak bisa. Gilfa terlalu takut ketika melihat wajah Gara yang menatap ke arahnya dengan sangat tajam. Gilfa menjadi serba salah, satu sisi ia sangat senang dijodohkan dengan Gara. Satu sisi lagi, ia menjadi kasihan pada Gara.

"LO PERGI ANJING!"

Gilfa bergidik ngeri mendengar suara bentakan Gara. Bahkan dirinya pun sudah dianggap seperti hewan oleh lelaki itu. Banyak siswa-siswi kelas XII IPS 2 yang menyaksikan kejadian itu, banyak juga yang menggosipkan Gilfa.

Gilfa dibuat malu oleh Gara. Mengapa ketika perempuan memberi perhatian pada Gara selalu ditolak?

"LO TULI?!"

"GUE BILANG PERGI YA PERGI! LO ITU BENCANA BUAT GUE!"

Nafas Gara terengah-engah. Emosinya tak terkendali dengan benar. Melihat wajah sok polos dari Gilfa membuat amarah dalam tubuhnya timbul begitu banyak.

Gilfa menunduk dalam. Matanya ingin sekali mengeluarkan gumpalan bening itu. Namun, ia tidak mau orang lain melihatnya.

"Ga, lo kenapa?" tanya Dewa.

"Usir anak gila itu dari sini!"

"Lo ada masalah apa sama si Gilfa? Gak biasanya lo kayak gini."

Gara menatap Dewa dengan tajam. "Lo juga sama tuli, ya? Gak denger gue tadi bilang apa?"

Dewa memutar bola matanya malas. Lalu berbalik menghadap Gilfa. "Gil, pergi gih dari sini. Gue gak mau nanti lo jadi bahan amukan singa."

Gadis itu mendongak menatap Dewa, lalu menatap Gara. Dari yang ia tangkap, wajah Gara sangat merah bahkan telinganya pun merah sekali.

"Gar-"

"PERGI ANJING!"

Belum sempat berbicara, Gara sudah mendahuluinya. Gilfa pun melangkah mundur dengan gugup. Perempuan itu berlari tak tentu arah, hatinya sakit mendengar bentakan dan sebutan dari Gara. Se-hina itu dia di mata Gara?

Di kelas, Gilfa hanya berdiam diri. Guru yang sedang menerangkan pun tak ia hiraukan. Pikirannya masih mengingat jelas suara bentakan Gara. Ia takut dan tak bisa berbuat apa-apa untuk lelaki itu.

Niat ketika ia membawakan nasi goreng lagi, hanya untuk meminta maaf atas kejadian malam itu. Jujur saja, Gilfa ingin sekali menentang perjodohan itu jika memang Gara tidak mau. Tetapi, percuma. Percuma juga ia menentang kalau akhirnya akan bersatu dalam perjodohan itu. Ditambah pula, tidak ada acara pertunangan terlebih dahulu. Kedua keluarga sudah memutuskan untuk langsung menikahkan dalam kurun waktu tiga Minggu.

Coba bayangkan bagaimana nasib Gilfa ketika dijodohkan dengan seseorang yang tak mencintainya. Rasa suka pun tidak ada. Apa Gilfa akan bertahan dalam ikatan pernikahannya nanti?

Mungkin tidak. Gilfa tidak akan pernah bertahan, tetapi ia juga memiliki prinsip dalam hidupnya. Ia hanya ingin menikah sekali seumur hidup dengan orang yang mencintainya juga. Namun, Tuhan sudah menjodohkan Gilfa dengan seseorang yang tak mencintainya, mungkin tidak akan pernah mencintai.

Susah sekali jalan hidup Gilfa.

Puk

Gilfa menggaduh kesakitan. Ia mendongak dan sudah melihat Bu Ranti yang menatap tajam.

"KELUAR KAMU DARI KELAS SAYA! DARI TADI SAYA PERHATIKAN, KAMU CUMA BENGONG AJA! SANA KELUAR!"

Dengan langkah lesu Gilfa pun keluar dari kelasnya. Rain yang menatap kepergian Gilfa sedikit tak mengerti, ada apa dengan sahabatnya itu.

Gilfa memasuki perpustakaan. Jarang sekali ia datang untuk menempati tempat ini. Kemudian, ia duduk di bangku dengan menelungkup kan kepalanya pada meja.

Hatinya menjerit tertahan.

Mama Gilfa nyerah aja. Gilfa rela kalau perjodohan itu dibatalkan, asalkan Gara bahagia. Tapi, Mama sama Papa gak ngerti perasaan Gilfa.

Satu tetes air mata menetes melalui pipi hingga sampai terkena pada bagian tangan seragamnya. Gilfa terisak kecil. Sesusah itu untuk mencintai seseorang? Mencintai namun tak pernah diberi balasan cinta lagi. Gilfa mencoba untuk berjuang mendapatkan cinta kembali dari Gara, namun sekuat apapun dan sebesar apapun perjuangan yang ia lakukan. Lelaki itu akan tetap pada pendiriannya, menolak cinta Gilfa.

Gilfa juga ingin merasakan cinta seperti Rain pada Jiwa. Kisah cinta Rain sangat bagus, dia menyukai Jiwa secara diam-diam, namun kembali dibalas lagi dengan cinta. Bahkan Jiwa membalasnya pun tanpa berpikir panjang dan berlarut-larut.

Benar kata Leon, Rain tanpa berjuang keras langsung bisa mendapatkan Jiwa. Sedangkan dirinya, yang berjuang keras dari lama tidak mendapatkan apapun.

Gara itu susah ditebak menurutnya. Lelaki itu juga, terkadang dingin, datar, dan kejam pada siapapun. Semua sikapnya selalu berubah-ubah.

"Jika suatu saat nanti lelah, mungkin aku akan lepas kamu. Mungkin kamu cintanya sama cewek lain, ya? Bukan sama aku." lirihnya dengan pilu.

Ketujuh lelaki itu kini sudah bersiap-siap untuk menyerang basecamp atau markas geng Raganda. Mereka bertujuh bertugas sesuai dengan rencana kemarin. Gara, Dewa, dan Jiwa menjalankan motornya seperti kesetanan. Menyalip setiap pengendara dan langsung mendapatkan cibiran keras sang pengemudi.

Masa bodoh dicibir. Yang penting balas dendamnya harus terlaksana.

Mereka berhenti di jalan perempatan dekat basecamp Raganda. Jiwa menyalakan mode lost speaker pada ponselnya.

"Gimana? Ada orang gak?"

"Bentar, Wa. Masih banyak nih."

"Lo masuk aja. Buat mereka teralihkan sama kedatangan lo berdua. Ponsel jangan dimatiin dulu, kasih tahu gue kalau mereka pada ngejar lo pada," ucap Gara.

"Oke siap Bos!"

"Sambungin si Samuel. Gue mau ngomong."

Jiwa pun mengiyakan kemauan Gara. Dan langsung menambahkan nomor Samuel untuk dihubungi.

"Halo," ujar dari nomor Samuel.

"El, gue pengen lo sama si Zian tetap di sana. Kalau nanti lo lihat si Leon sama si Juki dikejar-kejar geng Raganda, gue mau lo bantu mereka berdua. Hajar sepuasnya geng Raganda, tanpa sisa sekalian."

"Oke siap, Bos!"

"Jangan matiin telponnya, tetap menyala. Nanti lo kasih kabar kalau lawan udah punah."

"Oke, laksanakan!"

Ponsel masih menyala digenggaman Jiwa. Mereka bertiga masih diam di atas motornya. Ketika telinga mereka mendengar keributan di luar basecamp. Segera mungkin mereka memarkirkan motornya menjauh setelah itu mengendap-endap untuk melihat lokasi kejadian tadi.

"Hah Bos mereka pada ngejar! Cepetan pada masuk!"

Suara berasal dari ponsel Jiwa. Sesegera mungkin, ketiga lelaki itu masuk ke dalam basecamp Raganda. Sesampainya di sana, mereka melihat banyak barang bagus-bagus di sana, tanpa mau diam. Mereka pun segera menjalankan aksinya. Merusak dan menghancurkan barang yang berada di sana.

Bruk

Prak

"Banyak banget botol minuman nih, Bos."

Gara menoleh pada Jiwa. "Pecahin aja sampai habis!"

Jiwa mengangguk dan langsung saja botol-botol minuman keras yang masih berisi itu dipecahkan sampai tak bersisa.

Prang

Prang

Bruk

Mereka bertiga mengambil nafas dalam-dalam. Lalu membuang dengan perlahan. Rasa balas dendam pun kini sudah terwujud dan berjalan dengan lancar. Gara tersenyum miring, tinggal menunggu bagaimana respon dari geng Raganda.

"Cabut!"

Ketujuh orang itu sudah kembali lagi ke basecamp nya. Dengan wajah masing-masing yang menampilkan senyum miring dan rasa senang.

"Lo hancurin semuanya, Bos?" tanya Leon.

"Gue hancurin sehancur-hancurnya! Gak peduli gimana nasib mereka kalau basecamp nya rusak! Yang penting balas dendam udah terbalas."

"Madep lah Bos!"

"Gue pengen lihat deh gimana muka si Agra yang marah karena basecamp nya rusak," ucap Juki sedikit terkekeh.

"Dah nangis kali tuh!"

Tiba-tiba Gara berdiri. Lalu pamit pada yang lainnya. Ia menyalakan motor dengan kecepatan kencang. Rasanya ingin sekali ia membunuh gadis itu, menyusahkan sekali.

Tadi, Mommy nya mengirimi pesan. Katanya, Gara harus menemani Gilfa untuk fitting baju sekaligus untuk dirinya.

"Mommy apa-apaan sih!" Baru saja datang Gara sudah melemparkan suara menyentak.

"Apa-apaan gimana maksud kamu?"

"Gara udah bilang, kalau Gara gak mau nikah!"

"Gak bisa gitu. Kedua keluarga udah setuju, dan kamu harus menerima semuanya."

"Jangan gara-gara, Gara susah diatur. Berakhir jadi kayak gini, Gara pengen selesain sekolah dulu bukan nikah diusia muda! Mommy coba dong, ngertiin kemauan Gara."

Rindi mengelus dada mendengar penuturan anaknya. "Dengerin, sayang. Mommy dan Papi lakuin ini juga demi kebaikan kamu, kami berdua gak mau kalau kamu salah jalan. Mommy khawatir sama kamu, gimana kalau nanti tiba-tiba ada cewek yang datang terus ngaku-ngaku dihamili kamu, gimana? Itu yang Mommy khawatirkan. Kalau kamu menikah sama Gilfa, mau ngapain juga bebas."

"Tapi Gara bukan cowok brengsek yang seenaknya ambil keperawanan cewek! Gara bisa jaga diri sendiri tanpa harus ada embel-embel pernikahan! Please Mom... "

"Enggak bisa. Keputusan sudah bulat," jawabnya. "Sekarang kamu jemput Gilfa, terus ajak dia ke butik Tante Mery. Nanti di sana kalian coba-coba baju yang cocok untuk acara pernikahan nanti. Ohya, pernikahan akan dimundurkan yang tadinya tiga Minggu dan sekarang akan dilaksanakan tepat ketika ujian kalian selesai. Berarti kira-kira seminggu lagi 'kan?"

Gara menggeleng. Raut wajahnya memerah menahan amarah dan tangisan. Dengan perasaan campur aduk, Gara berlari menuju kamarnya untuk berganti pakaian. Setelahnya, keluar dengan masih sama, wajahnya datar.

Ting

Tong

Cklek

"Ya ampun calon mantu. Ayo masuk-masuk."

"Enggak Tante. Gara tunggu di luar aja," jawabnya seadanya. Raut wajahnya sebisa mungkin dibuat-buat manis ketika dihadapan Mama Gilfa.

"Ya udah, Tante panggil Gilfa dulu."

Beberapa menit menunggu. Akhirnya Gilfa keluar dengan raut wajah biasa. Tidak menampakan raut senang atau sejenisnya. Karena Gilfa masih takut berdekatan kembali dengan Gara.

"Buruan!"

Perjalanan menuju butik, Gara menjalankan motornya dengan kecepatan full. Sampai-sampai Gilfa pun berusaha mengeratkan pegangannya pada sisi jok motor. Ia tidak mau memeluk tubuh Gara, yang ada nanti lelaki itu marah.

"Gara motornya pelanin!"

"Bacot lo!"

"Gara kalau aku mati gimana? Kamu mau tanggung jawab? Pelanin gak?!"

"KALAU LO MATI YA MATI AJA. GUE BERSYUKUR KALAU LO MATI!"

Pedas dan tajam sekali ucapan mu Gara.

"Turun!" ujarnya ketika sudah sampai di depan butik.

"Aduh Gara... kamu udah besar aja, mau nikah lagi," kata Tante Mery sembari tersenyum hangat. "Ini ya calonnya? Cantik banget. Ayo kita pilih-pilih dulu bajunya."

Gilfa mengikuti Tante Mery. Ia menatap satu persatu baju pengantin yang menggantung di setiap lemari kaca. Desain-desainnya sangat bagus, bahkan Gilfa sangat mengaguminya.

"Coba kamu pilih yang menurut kamu cocok atau suka, ya? Tante ke depan dulu."

Gilfa hanya tersenyum canggung. Ia menoleh ke belakang tidak mendapati kehadiran Gara. Lantas ia pun berjalan sendiri untuk melihat-lihat gaun pengantin.

Satu gaun berwarna putih dengan hiasan yang sederhana membuatnya suka. Ia mengambil gaun itu dan langsung membawa ke depan pada Tante Mery. Katanya ketika nanti acara pernikahannya berlangsung, akad akan menggunakan kebaya yang sudah disiapkan. Maka dari itu, fitting baju ini untuk acara resepsinya.

"Tante, Gilfa pilih yang ini," katanya sembari memperlihatkan gaun itu.

"Bagus itu, kamu bisa coba dulu."

"Oke Tan."

Gara yang tengah duduk di kursi sana pun hanya bisa berdecih tak suka melihat perempuan yang ada di depannya.

Tunggu kesengsaraan dari gue!

-

Gimana nih?

Gara

Dewa

Jiwa

Samuel

Leon

Zian

Juki

Kasih love hitam untuk mereka🖤🖤🖤🖤🖤

Bye!

Seguir leyendo

También te gustarán

6.9K 1.3K 38
harap follow dulu sebelum baca! biar tambah sopan!! menceritakan tentang kehidupan seorang gadis yang baru berusia 17 tahun yang harus menghadapi lik...
89.8K 4.9K 48
Ara menyukai Reynand. Namun Reynand yang masih terbayang cinta masa lalunya sulit untuk membuka hati. Hingga satu persatu masa lalunya terkuak. Apaka...
146K 4.1K 46
Alfino putra mahardika Cowok yang Terkenal akan sifat cuek dan dinginnya terhadap sekitar meski sedikit bad boy tak banyak siswi yang ingin memilikin...
320K 24.2K 51
"Yakin deh, fisik lo aja gue jagain. Apalagi hati lo." Randy mengedipkan matanya dengan jahil. "Dih! Gue nggak suka sama lo. Tapi gue mau lo jadi pa...