Still Loving Him ( Po / End)

By Evie_Edha

9.7K 770 207

Bukan tentang orang ketiga, bukan pula tentang pelakor dan pebinor yang menjadi acuan. Hanya kisah seorang wa... More

🐬Cuap-Cuap🐬
🐬My Story🐬
🐬Part 1🐬
🐬 Part 02 🐬
🐬 PO 🐬
🐬 Part 3 🐬
🐬 Part 4 🐬
🐬 Part 5 🐬
🐬 Part 6 🐬
🐬 Part 7 🐬
🐬 Part 8 🐬
🐬 Part 9 🐬
🐬 Part 10 🐬
🐬 Part 11 🐬
🐬 Part 12 🐬
🐬 Part 13 🐬
🐬 Part 14 🐬
🐬 Part 15 🐬
Part 20
🐬 Part 22 🐬
🐬 Part 28 🐬
🐬 Part 29 🐬
🐬 Part 30 🐬
🐬 Part 31 🐬
🐬 Part 32 🐬
🐬 Promo 🐬

🐬Prolog🐬

1K 60 64
By Evie_Edha

Still Love Him

Prolog

🐬🐬🐬🐬🐬🌷🌷🌷🐬🐬🐬🐬🐬

Alvie menatap gerbang sebuah sekolah, di mana dulu itu merupakan tempatnya pernah menimba ilmu. Sudah hampir tiga tahun berlalu sejak ia meninggalkan tempat ini di hari kelulusan. Tempat yang menyimpan penuh kenangan, memori, kisah suka maupun duka. Kisah penuh warna di masa putih abu-abunya.

Keadaan sekolah tampak sepi karena saat ini masih waktunya jam pembelajaran. Ia menatap penuh haru saat secuil kisah mulai menyatu di ingatan. Membentuk puzzle-puzzle yang tersusun menjadi kisah di salah satu hari. Ah, ingatan itu ... membuat wanita itu merindukan teman-temannya.

Teman-teman? Alvie tersenyum miris, ia tidak tahu sama sekali perihal kabar teman-temannya. Sejak ia meninggalkan tempat ini, sejak itulah dirinya memutus segala koneksi di antara mereka. Jangan tanyakan apa alasannya, karena hal itu masih menimbulkan nyeri di dada.

"Nak Alvie?" panggil seseorang. Saat Alvie menatap ke depan, ia melihat laki-laki paruh baya yang masih bisa diingat siapa beliau.

Menerbitkan senyum, Alvie turut mendekati laki-laki itu lalu mencium tangannya. "Pak Subkhi," sapanya. Beliau adalah penjaga sekolah yang baik hati, Ramah dan suka berteman dengan murid-murid di SMA RP.

"Bagaimana kabar kamu, Nak?" tanyanya. Terdengar nada kebahagiaan di sana. Alvie ingat, jika ia memang salah satu murid yang lumayan dekat dengan Pak Subkhi.

"Alhamdulillah, Pak baik. Bapak sendiri?"

"Baik." Keduanya saling melemparkan senyum. "Sudah lama Bapak tidak melihat kamu. Bahkan, saat teman-teman kamu mengadakan reuni, kamu pun tidak ada di sana."

Alvie tersenyum. "Iya, Pak. Alvie tinggal di Surabaya. Alvie kerja di sana. Jadinya enggak bisa ikutan," jelasnya santun.

Pak Subkhi mengangguk dengan mulutnya membentuk huruf o. "Lalu, apakah sekarang sedang libur? Makanya kamu pulang ke sini?"

Alvie dan Pak Subkhi sama-sama tertawa pelan. "Bisa dibilang seperti itu, Pak. Tapi, saya dan keluarga pulang karena mengunjungi keluarga Ayah sekaligus memberitahu mereka perihal pernikahan saya."

Ada sedikit mimik terkejut dari wajah Pak Subkhi. Namun, laki-laki itu segera mengubahnya menjadi senyuman. "Alhamdulillah. Jadi, memutuskan nikah muda?"

"Iya, Pak." jawabnya sembari mengangguk.

"Kalau boleh tahu, siapa nama calon suaminya?" Sebenarnya, Pak Subkhi sedikit ragu saat menanyakan itu. Mengingat Alvie yang-

Ah, lebih baik tidak mengingat masa lalu. "Namanya Rakka, Pak. Asli dari Surabaya." Pak Subkhi mengangguk.

"Jadi, apakah Nak Alvie ke sini mau bertemu dengan para guru untuk mengundang?" Alvie tersenyum kecut lalu menggeleng, membuat dahi Pak Subkhi terlipat.

"Lalu?"

"Alvie hanya ingin menengok tempat Alvie sekolah dulu, Pak." Ucapan Alvie terdengar ragu. "Saya hanya ingin melihatnya sebelum status saya berubah menjadi seorang istri."

Pak Subkhi menyadari adanya keberatan dalam ucapan Alvie. Seperti ... ada beban di sana.

"Nona," panggil seseorang yang membuatnya menoleh. Itu adalah suara sopir yang ditugaskan Rakka untuk mengantarnya.

"Ayah Nona sudah menghubungi saya, meminta Non Alvie agar segera pulang," lanjutnya kemudian.

"Ayah?" tanya Alvie dengan kening terlipat. Sedangkan si sopir hanya mengangguk. "Kenapa Ayah tidak menghubungiku langsung?"

"Katanya, ponsel Nona tidak bisa dihubungi." Alvie pun memeriksa ponselnya. Benar saja, benda pipih itu mati. Alvie menghela napas. Mungkin saja sebelum sang ayah menghubungi supirnya, Rakka sudah menghubungi ayahnya terlebih dahulu karena ia tidak bisa dihubungi.

"Sebentar, Pak!" titahnya pada sang sopir.

Alvie berbalik memandang Pak Subkhi. Meraih sesuatu pada tasnya lalu memberikan itu pada Pak Subkhi. Sembari menggenggam tangan sosok di hadapannya Alvie berucap, "Berjanjilah, Pak. Jangan sampai siapa pun tahu mengenai pernikahan saya."

Pak Subkhi menatap Alvie bingung, namun kemudian mengangguk pelan. "Saya duluan, Pak." Alvie segera memasuki mobil dan meninggalkan laki-laki itu yang menatapnya bingung.

🌷🌷🌷

Alvie mematut dirinya di depan cermin, memandangi penuh haru akan riasan yang kini ada pada dirinya. Kedua tangan Alvie terkepal di atas paha, bahu bergetar seiring mata yang terpejam dan menumpahkan air asin di sana. Sebentar lagi, sebentar lagi ia akan menjadi seorang istri. Di mana ia akan terlepas dari orang tuanya.

Alvie kembali membuka mata, memandangi lelehan air mata yang kini turut menghiasi wajah. Beruntunglah make up yang ia gunakan tahan air. Jika tidak, mungkin wajah Alvie saat ini terlihat aneh.

Suara pintu terbuka membuat Alvie segera meraih tissue untuk menghapus air mata. Ia memasang senyum yang dipaksa saat melihat kedatangan adik sepupunya yang mendorong kursi roda sang Ibu.

"Kamu menangis, Alv?" tanya ibunya.

Bukannya menjawab, Alvie berusaha memasang senyum di wajah. Namun, senyum itu dibarengi tangis Alvie kembali. Ya, di depan ibunya, Alvie kembali menangis.

"Kenapa kamu menangis?" tanya sang Ibu. Alvie menarik napas dalam beberapa kali untuk menetralkan suaranya.

"Alvie hanya sedih karena Alvie bakal jauh dari Ayah dan Ibu." Tari, ibu Alvie memandang dengan tersenyum.

"Begitulah perempuan, Nak. Saat ia menikah, ia akan pergi bersama suaminya. Lepaslah tanggung jawab kami padamu. Tapi, hubungan ini selamanya ada, Nak. Kamu tetap anak Ibu yang paling cerewet." Bukannya tenang, Alvie malah semakin menjatuhkan banyak air mata. Ia memeluk ibunya yang duduk di kursi roda dengan erat.

Melepaskan pelukan perempuan yang melahirkannya, ia beralih pada sang adik sepupu. Memeluk erat pula seolah menyalurkan apa yang ia rasa. "I Know, Kak. I know. I know what you feel," ucapnya sembari menepuk pelan punggung Alvie. Ucapan itu sangat pelan. Sehingga hanya Alvie yang dapat mendengarnya. Akan tetapi tidak bagi Tari.

"Mita yakin Kakak pasti bisa melalui ini." Alvie mengangguk dalam pelukan sang adik. Melepaskan pelukan, Alvie kembali mencoba memasang senyuman.

"Bersihkan air mata kamu. Kamu nanti nggak kelihatan cantik kalau masih ada air mata di pipi kamu." Ketiganya tertawa pelan mendengar ucapan Tari.

"Mita. Nyalakan tivinya, akad akan segera dimulai." Mita mengangguk dan segera meraih remote untuk menyalakan tivi.

Ketiganya melihat Danu, Ayah Alvie yang saat ini menjabat tangan Rakka. Semua yang diucapkan orang-orang di dalamnya seolah mengambang di telinga Alvie. Hingga sampailah Rakka yang saat ini bersiap pada ucapannya.

"Saya terima nikah dan kawinnya Alvie Cellia Sanjaya binti Danu Sanjaya dengan mas kawin tersebut tunai." Kata sah saling bersahutan setelah Rakka menghentak jabatan tangan Danu.

Begitu pula Tari ibu Alvie. Sedangkan Alvie, ia kembali memejamkan mata yang menghasilkan jatuhnya kembali air mata. Kini, ia telah sah menjadi istri dari Rakka. Semua yang berhubungan akan masa lalu harus ia buang jauh-jauh, harus ia lupakan. Karena tidak sepatutnya ia mengingatnya. Bisakah ia?

"Kamu sudah menjadi istri orang, Nak. Berbaktilah pada suamimu, taatilah ia, hormati, jaga keburukan dia, dan jadilah istri Soleha," ucap ibunya memberi amanah. Alvie hanya mengangguk di sela tangisan.

Tari memandang Mita. "Yuk, Mit! Kita bawa pengantin ini menemui suaminya." Mita mengangguk. Sebelum membawa Alvie keluar, Mita membersihkan sisa tangis Alvie. Lalu menuntunnya untuk menuju Rakka yang saat ini tengah menunggu kedatangan sang mempelai perempuan

🌷🌷🌷

Alvie menyisir rambutnya di depan cermin. Rakka masih berada di dalam kamar mandi. Acara pesta pernikahan baru saja usai, membuat keduanya baru memasuki kamar di tengah malam.

Pintu kamar mandi terbuka, menampilkan Rakka yang hanya dibalut handuk di bagian bawah. Melihat itu, jantung Alvie berdetak keras. Hingga ia merasakan pelukan sang suami pada tubuhnya, tetesan-tetesan air yang jatuh dari rambut basah pria itu membuat hawa dingin merasuk pada kulit.

Belum lagi saat Rakka mencium bahunya. "Bolehkah malam ini?" tanya pria itu. Alvie tahu apa maksud dari pertanyaan sang suami. Akan tetapi, itu sudah tugasnya?

Alvie merasakan pelukan Rakka semakin erat, membuatnya kembali sadar akan status pria yang kini melakukannya. Rakka adalah suaminya, dia berhak atas dirinya. Dengan ragu, Alvie mengangguk yang mana langsung enerbitkan senyum di bibir pria itu.

Rakka segera membopong tubuh Alvie untuk ia baringkan di atas tempat tidur yang sudah berhiaskan kelopak bunga. Tempat tidur yang memang dihias untuk keduanya sebagai pengantin baru.

Dengan lihai, Rakka mulai membebaskan Alvie dari lingerie merah mudah itu, hawa dingin AC pun mulai menerpa tubuh mulus wanita itu.

"Lakukan apa pun yang kamu bisa saat aku melakukannya," ucap Rakka serak. Alvie tidak begitu mendengar akan hal itu. Yang ada hanyalah gelisah di dalam hati. Benarkah ia melakukan ini saat ini? Melakukan hal ini dengan suaminya. Namun, hati masih untuk yang lain.

Hingga Alvie mulai merasakan perih di pangkal pahanya. Namun, perih itu tak sebanding dengan hati. Air mata Alvie turun membasahi wajah. Hingga suara Rakka menandakan keduanya telah menyatu.

Sudah. Alvie telah utuh menjadi milik Rakka. Rakka suaminya. Tidak ada lagi tempat bagi orang lain. Terutama, masa lalu. Meski hatinya, masih tertinggal di sana.

🐬🐬🐬🐬🐬🌷🌷🌷🐬🐬🐬🐬🐬

Yuhuuu cerita baruuu. Maruk, ya, Mom?

Yang typo. Tolong dong, spam seperti biasa, yes?

Gpp.

Jangan lupa vote dan komennya.

🐬Salam🐬
🌷EdhaStory🌷
💘💘💘💘💘

Continue Reading

You'll Also Like

4.8M 178K 39
Akibat perjodohan gila yang sudah direncakan oleh kedua orang tua, membuat dean dan alea terjerat status menjadi pasangan suami dan istri. Bisa menik...
6.1M 479K 57
Menceritakan tentang gadis SMA yang dijodohkan dengan CEO muda, dia adalah Queenza Xiarra Narvadez dan Erlan Davilan Lergan. Bagaimana jadinya jika...
6.4M 328K 74
"Baju lo kebuka banget. Nggak sekalian jual diri?" "Udah. Papi lo pelanggannya. HAHAHA." "Anjing!" "Nanti lo pura-pura kaget aja kalau besok gue...