𝓶𝓸𝓻𝓽𝓪𝓵𝓪。

By itz-vyy

7.8K 1.4K 205

「Kim Jennie ft. Jeon Wonwoo.」 ❝Sebuah kesalahan kecil bisa menjungkir hidupmu sampai seratus delapan puluh de... More

◑ Preface ◐
-OO-
-O1-
-O2-
-O3-
-O4-
-O6-
-O7-
-O8-
-O9-
-1O-
-11-
-12-
-13-
-14-
‐15-
-16-
-17-
-18-
-19-
-2O-
-21-
-22-
-23-
-24-
-25-
-26-
27.
-28-
-29-
-30-
-31-
-32-
-33-

-O5-

237 53 6
By itz-vyy

          "Apa kau percaya kalau kubilang pelakunya bukan manusia?"

Wonwoo bersumpah kalau ia tidak pernah mendengar yang selucu itu selama puluhan tahun hidupnya. Baru kali ini, Wonwoo merasa ingin tertawa kencang sekaligus tidak habis pikir akibat kalimat yang dilontarkan gadis di hadapannya.

Livy mengamati gerak-gerik Wonwoo. Gadis itu juga sadar kalau Wonwoo mana mungkin percaya dengan apa yang baru ia ucapkan. "Kau tidak percaya, bukan?" katanya dengan senyum sinis.

Wonwoo memalingkan wajah ke samping, tertawa sekilas sebelum membalas ucapan Livy. "Apa kau sedang berusaha mencairkan suasana? Kenapa kau malah melawak, Nona Seo?"

"Aku tidak sedang melawak. Aku bicara faktanya," Livy membalas kalimat Wonwoo dengan nada dingin serta ekspresi datar, mendukung perkataannya yang bilang kalau ia memang serius.

"Apa kau hidup di masa lalu? Ini sudah dua ribu dua puluh, dan kau masih berpikir kalau hantu bisa menjadi tersangka kejahatan?"

Kali itu Livy tertawa geli, seolah perkataan Wonwoo kedengaran lucu sekali, lebih dari miliknya. Gadis itu lantas menghentikan tawanya. "Apa kau bodoh? Memang kenapa kalau sudah dua ribu dua puluh? Apa para hantu itu sudah punah seperti dinosaurus?" katanya sebelum kembali tertawa.

Wonwoo tidak habis pikir. Mungkin gadis di hadapannya ini benar-benar kena gangguan jiwa. Padahal, ia tinggal mengaku kalau memang ia yang membunuh ayah ibunya---meski sejujurnya, Wonwoo enggan mendengar jawaban itu dari gadis di hadapannya.

"Nona Seo, kita tidak sedang main-main. Kalau kau tidak berkata sejujurnya, maka kau akan jadi tersangka dalam kasus ini."

Livy menyodorkan kedua tangannya yang diborgol pada Wonwoo. "Lakukanlah semaumu."

"Seo Livy—"

"Aku sudah mengatakan yang sebenarnya. Kalau kau masih tidak percaya, lakukanlah sesukamu," Livy memotong ucapan Wonwoo.

Hela napas berat ke luar dari bibir tipis Wonwoo. Pemuda Jeon itu mengusap mukanya kasar. Tidak aja jalan keluar lagi. Wonwoo tidak punya pilihan selain menyerah menginterogasi Livy dan menetapkan gadis itu sebagai tersangka. Sekali pun tidak ada sidik jari atau bukti lain yang ditemukan pada luka cekikan di leher ayah ibunya, tapi sidik jari Livy menempel di bagian tubuh lain. Selain itu, cuma Livy satu-satunya yang berada di rumah itu selain korban.

Wonwoo mengulum bibirnya, lantas kembali melayangkan tatapan pada Livy. "Baiklah, kalau itu memang maumu."

Persidangan final untuk kasus Livy sudah diselenggarakan sejak hampir satu jam yang lalu. Gadis itu menatap kosong ke depan, tepat ke arah kursi jaksa penuntut. Livy tidak bisa mendengar apa pun semenjak persidangan dimulai. Ia rasa, tubuhnya memang sengaja tidak mau mendengarkan omong kosong yang diucapkan jaksa atau pengacaranya. Seberapa keras jaksa itu menuntut Livy, nyatanya ia tidak melakukan kesalahan apa pun. Seberapa keras pengacaranya membela Livy, gadis itu sudah tahu pasti kalau itu cuma formalitas belaka, bukan karena pengacaranya benar-benar percaya kalau Livy tidak bersalah. Lalu buat apa yang seperti itu harus ia dengarkan?

Tanpa ia sadari, persidangan itu sudah selesai. Hanya satu yang Livy tangkap pada akhir persidangan---ia dibebaskan atas dasar kurangnya bukti. Ia menatap satu per satu wajah hakim, jaksa, hingga pengacaranya. Jaksa itu tampak kesal sekali, tidak terima kalau Livy dibebaskan begitu saja. Sementara pengacaranya tersenyum pada Livy, seolah mengatakan pada gadis itu kalau sekarang sudah baik-baik saja.

Gadis itu digiring ke luar gedung pengadilan. Setelah ini, Livy tidak tahu harus bagaimana. Sejujurnya, ia enggan kembali ke rumah yang membawa ingatan akan kematian orangtuanya. Apalagi, Livy sudah melihat sendiri bagaimana mengerikannya saat-saat itu.

Setelah melalui beberapa prosedur pembebasan, Livy akhirnya resmi ke luar dari tempat suram yang berhari-hari ia tinggali. Matanya bisa mendapati kalau bukan cuma ia tahanan yang dibebaskan hari itu. Namun, bedanya adalah tahanan yang dibebaskan bersamaan dengannya punya seseorang yang menjemput, sedangkan Livy tidak.

Apa sebaiknya ia mampir membeli toko tahu dulu sebelum pulang, ya? Soalnya, Livy tidak punya orang yang akan repot-repot membelikannya tahu dan mengantar gadis itu pulang. Livy menghela napas lelah. Tungkainya dipakai buat berjalan berkilo-kilo meter sampai menemukan halte bus dan menumpanginya. Ini pertama kali Livy naik bus. Biasanya, gadis itu selalu mengemudikan mobil kesayangannya sendiri. Livy menatap sopir bus, bergantian ke arah penumpang lain yang menempelkan semacam kartu sebelum lanjut masuk lebih dalam.

"Nona, kau mau naik tidak, sih?" Sopir yang melihat Livy hanya diam di ambang pintu akhirnya menunjukkan rasa kesal.

Sial, bagaimana caranya Livy naik bus. Livy tidak bawa uang dan kartu yang orang-orang itu pakai. Gadis itu akhirnya mengurungkan niatnya untuk pulang dengan bus.

"Aish, dasar. Menghambat saja," itu adalah apa yang ia dengar ketika memutuskan turun lagi dari bus.

Livy berteriak kesal, "Aish, apa kau pernah naik mobil mewah, hah?! Berani-beraninya seorang supir bus mengomeliku! Aarrrgh!" Telapak kakinya dihentak-hentakkan pada tanah, sementara tangannya refleks mengacak surai sebab terlalu kesal.

Sekarang Livy harus bagaimana supaya bisa pulang? Tidak mungkin kalau ia jalan. Kaki cantiknya itu terbiasa menginjak pedal gas dengan kecepatan tinggi, bukan berjalan berkilo-kilo meter.

"Nuna, apa kau sakit?" Sebuah suara mendadak terdengar dari arah kiri Livy.

Waktu gadis itu menoleh ke samping kirinya, ia tidak menemukan siapa pun. Tubuhnya seketika merinding memikirkan kemungkinan-kemungkinan buruk, apalagi Livy jadi teringat serim-adetik kematian orang tuanya. Gadis itu berjengit kaget sewaktu pakaiannya ditarik-tarik pelan dari arah bawah.

"Ah!" Livy terlonjak saat mendapati kalau cuma ada seorang bocah laki-laki dengan wajah inosen di sisi kirinya. Ah, harusnya tadi Livy bukan hanya melihat ke arah kiri, tapi arah kiri bawah. "Hey, bocah! Kau mengagetkanku, tahu!"

Bocah itu menatap Livy dengan mata polosnya. "Apa hati Nuna sakit?" tanyanya lagi.

Kerutan tipis muncul di dahi Livy. "Maksudmu apa?"

"Kata Ibuku, kalau orang-orang berteriak sendiri seperti tadi, artinya hati orang itu sedang bermasalah."

Gadis Seo itu sempat tersenyum tipis sewaktu mendengar ucapan bocah di sampingnya. Livy berjongkok supaya posisinya sejajar dengan sang bocah. "Kau benar, hati Nuna capek sekali," katanya lirih. Gadis itu kemudian merubah ekspresinya menjadi memelas. "Badan Nuna juga capek, tapi Nuna tidak bisa pulang ke rumah."

Si bocah mengerjap lucu. "Kenapa tidak bisa pulang, Nuna?"

Livy semakin membuat wajahnya kelihatan sedih, bahkan sekarang sudah seperti orang mau menangis. "Nuna tidak punya uang. Bisakah kau memberi Nuna sedikiiit uang untuk naik bus, hmm?"

Tanpa diduga, bocah itu langsung mengeluarkan sesuatu dari saku kemeja kecilnya. Livy melongo saat mendapati berlembar-lembar won berada dalam tangan si bocah. Uang itu kemudian disodorkan pada Livy. "Nuna naik taksi saja pakai uang ini."

Livy membekap mulutnya sendiri, kelewat kaget dengan aksi si bocah. Apa bocah itu keturunan keluarga konglomerat seperti dirinya? Kenapa bocah sekecil itu membawa banyak uang? Tidak ada gunanya Livy memikirkan itu, yang penting 'kan ia bisa sampai ke rumah. Gadis itu meraih uang yang disodorkan si bocah, lantas tersenyum lebar. "Terimakasih, kau memang anak baik. Nanti kalau kita bertemu lagi, Nuna akan membelikanmu apa saja yang kau mau!"

Selepas mendapat anggukan disertai senyum lebar dari si bocah, Livy segera berdiri dari posisinya. Kebetulan sekali, ada taksi kosong yang lewat di dekat sana. Livy melambaikan tangannya pada bocah itu sebelum naik ke dalam taksi. Yah, Livy benaran janji kalau nanti ia bertemu bocah tadi lagi, ia akan membelikan apa saja yang bocah itu inginkan. Bocah itu membuat Livy merasa kalau paling tidak masih ada orang yang peduli saat ia jatuh.

Wonwoo menghentikan mobilnya di depan tempat Livy ditahan selama beberapa hari. Lelaki itu awalnya ingin turun dan menemui Livy, tapi diurungkan begitu matanya menangkap presensi Livy yang baru saja ke luar dari dalam. Gadis itu terlihat memandangi sekitar, lantas cukup lama menatap seseorang yang dibebaskan bersamaan dengannya.

Cukup lama Wonwoo mengamati Livy yang hanya berdiam di sana, sampai gadis itu akhirnya menyeret tungkainya meninggalkan tempat itu. Wonwoo memutuskan untuk mengikuti Livy dari belakang. Rupanya gadis itu berhenti di halte bus.

Padahal, Wonwoo berniat mengantar Livy pulang, tapi gadis itu pasti tidak nyaman berada satu mobil dengan detektif yang menginterogasi dan mentertawakan kesaksiannya. Jadi Wonwoo memutuskan buat mengamati Livy dari jauh saja.

Lelaki itu terkekeh pelan saat mendapati Livy kembali turun dari bus. Sepertinya gadis itu tidak membawa uang tunai atau kartu untuk membayar bus. Wajar, sih, waktu itu Livy langsung dibawa ke kantor polisi untuk proses interogasi. Mana sempat ia mengambil uang.

Wonwoo menurunkan jendela mobilnya, memanggil seorang bocah yang berjarak tak jauh darinya agar mendekat. "Bisa kau berikan uang ini pada Nuna yang di sana? Bilang padanya, ini untuk naik taksi. Jangan langsung diberikan, kau ajak dia bicara saja dulu. Mengerti?"

Bocah itu mengangguk paham, meraih lembaran uang yang diberikan Wonwoo, memasukkan benda itu ke dalam saku kemejanya sebelum berlari ke arah Livy.

Beberapa menit Livy dan bocah itu terlihat berinteraksi, hingga akhirnya Wonwoo bisa mendapati Livy yang memutuskan pergi menaiki taksi. Lelaki itu tersenyum simpul, lantas mulai melajukan mobilnya meninggalkan tempat.

[]

Hmmm, Wonwoo hmm.

Btw, aku ada bikin graphic help buat iseng iseng wkwk, kalian bisa mampir dan cek tutorial di sana ya, klik aja profilku. Isinya masih blm banyak si tapi, hihihi ^^

C u next part hyung~

Continue Reading

You'll Also Like

3.1M 193K 70
𝐒𝐢𝐧𝐨𝐩𝐬𝐢𝐬: Baru saja Kayla memaki tokoh antagonis dalam novel 'Fall in Love' yang ia baca, Kayla tak menyangka, setelah kecelakaan, ia malah t...
3.9M 233K 52
"Satu langkah kakimu keluar dari rumah, aku tidak akan segan-segan memotong kakimu!" Memiliki suami mafia berjiwa psikopat itulah yang dialami wanita...
99.5K 7.9K 52
【 On Going 】 ALEXIORE Series #1 - - - Blurb: Dia Alexiore, seorang gadis dengan kedinginan melebihi rata-rata tiba-tiba menghembuskan nafas terakhirn...
32.1K 3K 12
Bertahan hidup dengan dikelilingi para kanibal? Siapa yang kuat? Tentu saja mereka bertujuh. [ 𝗕𝗢𝗕𝗢𝗜𝗕𝗢𝗬 𝗙𝗔𝗡𝗙𝗜𝗖 ] Sebuah virus menyebar...