Mother [NamJin]

By Mika_Mikie

463K 59.8K 10.7K

sebuah cerita pasaran yang sangat membosankan More

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
31
32
33
34
35
36 [End]
Fathers

30

11.7K 1.6K 588
By Mika_Mikie

"Pak, saya buatkan makanan lagi untuk Bapak"

Seokjin menunjukkan kotak bekalnya yang berisi masakan buatannya sendiri. Tadi pagi.

"Kau terlambat lagi?"

Seokjin menggeleng.

"Saya hanya terbangun lebih awal" jawabnya.

"Memikirkan sesuatu?"

"Eum...begitulah"

Tentu saja ada yang membuat Seokjin kepikiran hingga bangun lebih awal. Percakapannya dengan sosok wanita yang datang tiba-tiba ke rumahnya kemarin. Siapa lagi.

"Jangan terlalu banyak berpikir, nanti kau sakit"

Seokjin terhenyak mendengarnya. Diam sebentar sebelum tersenyum kecil.

"Kalau saya sakit sekalipun, tidak masalah Pak. Lagipula tidak ada yang bersedih meski saya tidak ada"

Ya, ia sendirian. Tak perlu ada yang dikhawatirkannya lagi sekarang.

"Hmm, begitu ya? Kalau begitu aku yang akan menjadi orang yang bersedih, jadi kau tidak boleh sakit. Bagaimana?"

Seokjin mendongak. Kembali tersenyum kecil mendengar kalimat seolah bujukan itu.

"Bapak ada-ada saja. Untuk apa juga Bapak ikut bersedih. Tapi terimakasih sudah menghibur saya, Pak"

Seokjin memberikan kotak bekal yang dibawanya ke hadapan pria yang berada tak jauh darinya.

"Ini juga bahan masakan yang Bapak belikan" beritahunya.

"Belum habis?"

"Mana mungkin secepat itu. Bapak kira saya makan sebanyak apa?!"

"Kau kan makannya banyak"

Seokjin mendengus kecil sebelum kembali ke mejanya.

Mengambil kotak bekal lain yang isinya sama. Hanya miliknya dengan porsi yang lebih banyak.

"Oh ya, apa ASImu masih keluar?"

Belum juga Seokjin memulai makan siangnya, pertanyaan kembali melayang untuknya.

"Eum...ya. Tapi tidak banyak"

"Lalu?"

"Saya...buang"

Namjoon menghela nafas panjangnya. Tak tahu lagi harus merespon bagaimana.

"Soobin pasti akan sedih kalau tahu makanan untuknya dibuang begitu saja" ucapnya pelan.

"Maaf"

Tak ada percakapan lagi. Mereka memulai makan siang dalam diam setelah itu.

-*123*-

"Namu, tadi Eomma datang"

Namjoon yang tengah bermain dengan bayinya itu mendongak saat sang istri mendekat.

"Apa yang Eomma katakan?"

"Seperti biasanya. Eomma menyuruh kita berpisah"

Namjoon menghela nafas panjangnya. Entah sudah keberapa kali hari ini.

"Sudahlah, jangan dengarkan kata Eomma. Lambat laun, Eomma pasti akan merestui kita"

Saera semakin mendekat dan memeluk lengan sang suami.

"Tapi aku takut" ujarnya dengan ekspresi yang meyakinkan.

"Takut apa?"

"Aku takut Eomma akan melakukan sesuatu yang buruk pada kita"

Namjoon diam sebentar memikirkannya.

"Eomma akan melakukannya sejak dulu jika memang ingin melakukannya, Sayang"

Saera menggeleng cepat.

"Tapi kali ini berbeda, Namu"

"Berbeda bagaimana?"

"Ada Soobin"

Menunjuk ke arah si bayi yang tengah memainkan bola kecilnya.

"Bukankah keberadaan Soobin semakin bagus?"

Saera kembali menggeleng cepat.

"Justru semakin membuatku takut. Eomma bisa saja mengambil Soobin dari kita, Namu"

"Eomma tidak akan melakukannya, Sayang"

"Yang kita bicarakan ini Eomma, Namu. Ibumu yang mengerikan itu"

Namjoon mengusap pelan kepala sang istri. Mencoba membuat wanita itu setidaknya lebih tenang.

"Lalu kau ingin apa?"

"Aku ingin kita cepat pergi. Sejauh mungkin hingga Eomma tidak bisa menemukan kita lagi. Hidup tenang bertiga dengan bahagia seperti sebelumnya. Tanpa dihantui kekhawatiran akan Eomma ataupun Seokjin yang akan mengambil Soobin"

"Sayang. Bukankah itu....berlebihan?"

Saera kembali mendongak dan menatap tak percaya akan balasan yang diterimanya.

"Berlebihan bagaimana, Namu?! Ini untuk kebahagiaan kita juga!"

"Maksudku, Eomma itu Ibuku. Menghindarinya selama ini saja sudah membuatku cukup bersalah. Dan sekarang, saat Eomma sendiri yang datang, kita akan kembali kabur?"

"Mau bagaimana lagi, Namu? Eomma sendiri yang membuat semuanya begini. Eomma ingin memisahkan kita"

"Sayang, Eomma-"

Ting tong~

Ting tong~

Ting tong~

Bunyi bel yang tidak sabaran.

"Siapa ya?"

"Biar aku saja"

Namjoonpun berdiri, namun Saera menggeleng dan mendahului sang suami.

"Aku saja, Namu" ujarnya seraya beranjak ke pintu depan.

Cklek~

"Wah, kita berjumpa lagi ya"

Saera berniat kembali menutup pintu rumahnya, sebelum sebuah tangan menghalanginya.

"Aku ingin bertemu anakku, Jalang. Bukan denganmu. Jadi kau tidak berhak mengusirku"

"Tapi Namjoon sudah menjadi milikku, Eomma. Eomma yang tidak berhak menemuinya lagi"

Dan pandangan Saera kini melayang ke arah orang lain yang hanya berdiri di belakang wanita paruh baya ini.

"Oh, jadi ini orang yang Eomma maksud akan menggantikanku? Hahaha lucu sekali"

"Kau benar. Aku memang lucu, kau saja yang tidak menyadarinya"

"Eomma sungguh ingin melawanku dengan orang ini? Astaga. Eomna sedang melawak ya?"

Wanita paruh baya itu hanya mengedikkan kedua bahunya.

"Lihat saja nanti, siapa yang akan tertawa. Tertawalah sepuasmu sekarang, wanita jelek"

"Sia- Eomma? Seokjin? Ada apa ini?"

Hingga si tuan rumah muncul dengan sosok bayi yang hanya diam saja di gendongan sang ayah.

"Eomma dengar selama ini cucu Eomma diberi susu formula saja ya? Kasihan sekali. Padahal Eomma dulu memberikan Namjoon ASI hingga dua tahun"

"Eomma-"

"Jadi Eomma ingin cucu Eomma mendapatkan apa yang seharusnya didapatkannya"

-*123*-

"Kenapa Namu hanya diam saja?!"

"Apa yang Eomma ucapkan memang benar, Sayang. Aku tidak bisa menemukan jawaban untuk mengelaknya"

"Eomma membawa Seokjin kemari Namu!"

Mereka berdua kini tengah berada di kamar. Dengan pintu yang tertutup. Sementara yang dibicarakan tengah di luar kamar.

"Sudahlah, Sayang. Seokjin hanya menyusui Soobin. Tidak lebih"

"Namu berbeda sekarang"

"Huh?"

"Dulu Namu bilang akan menyingkirkan siapapun, termasuk orang yang melahirkan Soobin. Tapi sekarang, Namu menerimanya. Kenapa?"

Namjoon hanya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

Memang ia pernah mengatakannya. Bahkan di depan Seokjin juga. Ia tak akan pernah lupa apa yang diucapkannya itu.

Tapi otaknya juga berpikir akan jawaban dari pertanyaan sang istri.

'Mungkin karena itu....Seokjin?'

Hanya mengungkapkannya dalam hati. Karena ia tak ingin suasana hati sang istri semakin buruk nantinya.

"Aku... Begitu ya?" justru balik bertanya yang bisa ia balas.

"Ya. Apa Namu sekarang berpihak padanya?"

"Berpihak apa? Sudahlah Sayang, jangan terlalu memikirkannya"

"Tapi Namu-"

"Namjoon! Dimana popoknya Soobin?! Dia mengompol!"

Percakapan singkat itu terpotong oleh suara nyaring si tamu yang sangat keras. Berbanding terbalik dengan ukuran tubuhnya.

"Iya, Eomma!"

Namjoon akhirnya beranjak dari sang istri. Tak lupa mengambil popok dan perlengkapan lain untuk si bayi dari kamarnya.

Ya, semua barang Soobin ada di kamarnya. Karena bayi itu masih tidur bersama mereka berdua. Di box bayi tentunya.

"Aku memberikan ini dulu" pamitnya sebelum benar-benar keluar.

Meninggalkan sang istri yang menghentakkan kaki kesal.

"Tidak akan semudah itu, Seokjin. Kau kira dengan berlindung di bawah Eomma bisa aman? Cih" desisnya marah.

-*123*-

"Kau bisa memasak tidak? Kau beri makan apa anakku selama ini?"

Soobin sudah kenyang minum ASInya. Sudah mengganti popoknya. Dan bahkan sudah mandi. Bayi itu kini belajar merayap dengan kekuatannya sendiri.

Meski masih susah dan belum bisa maju. Hanya mundur. Yah, mungkin juga faktor besar tubuhnya yang terlalu berat.

"Tentu saja aku bisa memasak, Eomma"

"Oh, benarkah? Aku terkejut"

Saera mendesis pelan saat merasa sang mertua seolah tak percaya akan jawabannya. Apalagi dengan ekspresi yang baginya menyebalkan.

Hei, selama ini ia yang memasak di rumah ini. Karena nyatanya Namjoon sama sekali tidak bisa diandalkan di dapur. Fakta.

"Ya sudah, tunggu apalagi? Memasaklah untuk tamu mu"

"Lalu Soobin?"

"Kan ada Namjoon disini. Dan ada Ibu kandungnya juga. Tidak perlu khawatir"

Sengaja menekan pada kata 'Ibu kandung' di hadapan menantunya.

"Tamu adalah raja" lanjut wanita paruh baya itu sebelum Saera memberikan penolakannya.

Dan akhirnya, mau tak mau Saerapun beranjak. Lagipula memang dirinya belum memasak untuk Namjoon juga. Jadi sekalian saja.

"Saya akan membantu-"

"Tidak, kau disini saja"

Seokjin yang berniat beranjak itu mengurungkan niatnya saat sebuah tangan menahannya.

"Tapi Nyonya-"

Bahkan wanita paruh baya itu menarik Seokjin dan memaksa kepalanya mendekat.

Sungguh. Bukan hanya suaranya saja, kekuatan wanita ini juga tidak sebanding dengan tubuhnya. Sangat kuat.

"Kau disini saja, Bodoh. Biar aku mengganggu wanita jelek itu" bisiknya saat kepala Seokjin mendekat.

"Tapi Nyonya-"

"Bilang tapi lagi, aku tidak akan membantumu dekat dengan Soobin lagi"

Ya. Bukan sebatas uang yang ditawarkan wanita ini padanya. Jika uang saja, Seokjin mungkin akan menolaknya. Tapi juga iming-iming bertemu dengan Soobin. Bayi menggemaskan yang kini nampak marah-marah sendiri. Entah kenapa.

"Jangan lupa tugasmu"

Itulah kalimat yang menjadi penutup bisik-bisik mereka. Sebelum si wanita menyusul menantunya ke dapur.

"Ehem" 

Seokjin tersipu saat ingat tugas yang dimaksud Ibu Namjoon ini.

"Kenapa? Kau haus? Ah, pasti lapar karena menyusui Soobin"

Seokjin menggeleng.

Memang sejak tadi ada Namjoon disana. Tapi pria itu menyibukkan dirinya sendiri dengan si bayi yang...

"WAAAA!"

Mengamuk.

"Anak ayah kenapa?"

Hingga bayi itu diangkat dari posisi tengkurapnya.

"Soobin lapar? Haus lagi? Atau mengompol lagi?"

Dan Seokjinpun ikut mendekat.

"WAAAA!"

Diambil alihnya si bayi yang memberontak dalam dekapan sang ayah.

"Hei, tidak boleh memukul Ayah. Nanti ayahnya sakit" ujarnya lembut.

Berdiri dan menimang-nimamg Soobin dengan pelan. Bayi itu berangsur diam dalam dekapannya. Mulai mengusak-usakkan kepalanya di dada Seokjin.

"Ingin susu lagi? Tapi nanti Soobin muntah kalau terlalu kekenyangan"

"Eunggg~"

"Sepertinya Soobin mulai menyukai ASI" cuit Namjoon.

"Begitu ya, Pak? Tapi kan- eh, jangan langsung dibuka sendiri"

Kaget saat tangan si kecil sudah mulai ikut bergerilya di pakaian depannya.

"Ya sudah, berikan saja. Tidak apa-apa"

Karena si bayi yang menunjukkan tanda-tanda akan mengamuk lagi, akhirnya Seokjin menyerah. Mengambil kain yang tadi ia gunakan untuk menutupi bagian dadanya dan membiarkan si bayi kembali menyusu padanya. Sudah dua kali ini.

Kruyuk~

"Haha, kau pasti lapar ya?"

Malu. Terdengar nyaring sekali bunyi perutnya. Hingga Namjoon menertawainya.

"Duduklah"

"Heum?"

Seokjin hanya menurut saat dirinya disuruh duduk di sofa dekat mereka. Dengan si bayi yang masih nyaman melakukan aktivitasnya di bawah kain.

"Buka mulutmu"

Melebarkan kedua bola matanya saat sebuah potongan semangka berada di depan mulutnya.

"Ppp...akk?"

Tentu saja bukan hal yang bisa ia perkirakan akan terjadi.

"Karena masakannya belum siap, makanlah semangkanya Soobin dulu"

Bukan itu yang Seokjin maksud! Tapi kenapa....pria ini menyuapinya?!

"Taaa- eum"

Dan terpaksa mengunyahnya saat potongan semangka itu dipaksa masuk ke dalam mulut terbukanya.

"Lihat, kan? Mereka sudah pantas menjadi keluarga. Ayah kandung, Ibu kandung dan Anak yang tampan"

Sementara itu, tak jauh dari mereka. Ada dua wanita beda generasi yang melihat adegan di ruang keluarga.

"Pria brengsek! Berani-beraninya dia menggoda suamiku"

Saat yang lebih muda akan beranjak, tangannya ditarik paksa.

"Hei, masakanmu belum selesai. Jangan seenaknya kabur"

"Eomma, aku ingin memberi pelajaran pada pria brengsek itu"

"Nanti saja. Selesaikan masakanmu dulu. Aku lapar"

"Tapi Eomma-"

"Kau akan membiarkan aku dan Namjoon kelaparan?"

"Hanya seben-"

"Kalau kau percaya pada suamimu, kau tidak akan takut begini"

"Eomma-"

"Oh tunggu. Boleh aku tertawa? Apa artinya kau sudah mengaku kalah dari pria yang katamu brengsek itu hingga takut suamimu direbut darimu?"

Saera menggeram dan akhirnya berbalik. Memutuskan untuk melanjutkan acara memasaknya saja.

"Hahaha...aku yang tertawa kali ini"

-*123*-

Gajelas banget sih lama-lama ini cerita 😪 ingin segera menamatkannya 😐

Continue Reading

You'll Also Like

759K 36.5K 39
Alzan Anendra. Pemuda SMA imut nan nakal yang harus menikah dengan seorang CEO karena paksaan orang tuanya. Alzan kira yang akan menikah adalah kakek...
199K 22.8K 36
Cover by @sugardione Berawal dari anak anjing Taehyung yang sakit, keduanya jadi cukup sering bertemu tanpa alasan yang jelas. Terlalu kebetulan unt...
41.2K 5.9K 21
Tentang Jennie Aruna, Si kakak kelas yang menyukai Alisa si adik kelas baru dengan brutal, ugal-ugalan, pokoknya trobos ajalah GXG
16.5K 1.2K 26
Lupakanlah masa lalu mu lalu tatamasa depanmu...