HIDDEN [Dark Series IV] [End]

By BlueSkyLina

101K 11K 1.2K

Jeny pikir hidupnya sekarang akan berubah. Dengan memiliki Ayah dan juga kakak baru. Rumah yang megah dan kei... More

I. New Family
II. Sesuatu Dibawah Kursi
III. Luna
ATTENTION PLEASE!
IV. Sekolah Baru
V. F4 Rasa Lokal
VI. Bitch VS Queen Bitch
VII. Jepit Rambut Kupu-kupu
VIII. Lihat diatasmu!
IX. Ambigu
X. Mimpi Aneh
XI. Rumah Sakit
XII. Dibalik Nyata
XIII. Benda yang Tertinggal
XIV. Nightmare
XV. Nightmare 2
XVI. Pertengkaran Kesekian
XVII. Chat
XVIII. Pertukaran Dua Raga
XIX. A Kiss In The Twilight
XX. Balas Dendam Ala Jeny
XXI. Test Pack
XXII. Sahabatku, Marta
XXIII. Edisi Jilid Pertengkaran Sampai Mampus
XXIV. Aksa Si Misterius
XXV. Badut Si Pembunuh
XXVI. Persetujuan Galang
XXVII. Hari Hilangnya Luna
XXVIII. Manusia Patung
XXIX. Menyusun Rencana
XXX. Permainan Dimulai
XXXII. Kematian Marta
BUKU HITAM
XXXIII. Hilang
XXXIV. Where Are You Jeny? (I)
XXXV. Where are you Jen? (II)
XXXVI. Finding You
XXXVII. The Battle

XXXI. Lonely Night

1.7K 262 73
By BlueSkyLina

"Kenapa kau langsung mengkomprotasi Marta?" Tanya Jeny agak berbisik sewaktu jam pulang. Dan tanpa basa-basi menjegal langkah Galang di koridor sekolah.

"Itu cara yang lebih cepat." Jawab Galang santai tidak mau berbelit-belit.

"Tapi..." Jeny masih ragu-ragu namun Galang cepat menyela.

"Kau terlalu banyak berpikir Jen. Itulah kenapa kasus Luna tidak ada perkembangan padamu. Karena kau benyak memikirkan dan sibuk mempertimbangkan sesuatu."

"Tapi, aku merasakan firasat buruk." Ia menduga, jalannya tidak mungkin akan semudah itu. Selama ini saja hilangnya Luna disebut karena pindah sekolah. Mustahil hanya satu orang yang terlibat.

"Wanita dan perasaannya. Sudahlah, toh Marta hampir buka mulut, kan? Nanti aku akan menanyainya lagi. Dan kita akan tau siapa pembunuhnya." Ucap Galang optimis berbanding yang dirasakan Jeny. Wajahnya masih tak yakin, ini akan semudah omongan Galang.

Jeny melihat Lisa melalui mereka sambil membawa tumpukan buku.

"Kenapa habis pulang sih baru di kasih? Kan ribet buka tasnya!" Keluh Marta sambil menatap sinis Lisa yang buru-buru masuk ke kelas dan membagikan buku pada yang lainnya.

Suara-suara mereka bahkan bisa terdengar dari tempat Jeny dan Galang berdiri.

"Eh Marta dapat berapa? Aku dapet 60!" Seru Hani girang.

"60? Dan kau senang, Han?" Tanya Lala tak habis pikir.

"Iya! Karena biasa aku dapet dibawah lima puluh." Hani mengembangkan senyum lebarnya membuat Lala geleng-geleng kepala dan Marta mendengkus geli.

"Nggak beres semua." Marta menggelengkan kepala, memilih membuka bukunya dan membiarkan perdebatan kecil kedua temannya.

Ketika membuka lembaran kertas dan berhenti pada tugas ulangannya. Ia tersenyum singkat karena hasilnya sesuai keinginannya. Menutupnya kembali dan memasukkannya ke tas.

"Ayo pergi." ajaknya pada mereka.

Baru dua langkah, Marta mendadak berhenti.

Lala menoleh penasaran, "Kenapa Mar?"

Marta menyentuh dadanya. Jantungnya tiba-tiba berdegub dua kali lebih cepat. Ia berusaha menarik napas tapi justru sesak yang didapatkannya.

"Ng...nggak. Aku nggak apa-apa."

"Yakin?" Tanyanya lagi.

"Ada apa?" Hani menoleh bingung. Namun, Lala hanya menatap sekilas. Mengarahkan matanya pada Marta lagi. Malas menjelaskan, karena Hani itu lemot.

"Ayo." Baru mengambil satu langkah. Marta sudah jatuh terduduk. Sendi geraknya tiba-tiba lumpuh. Ia tidak bisa merasakan kakinya. Pekikan terkejut kedua temannya ia abaikan termasuk tatapan heran orang-orang di koridor.

Fokusnya hanya pada detak jantungnya yang seperti mau meledak. Tidak. Ini bukan euforia senang atau ketakutan. Ia tidak tau apa, tiba-tiba denyut nadinya dapat ia rasakan saking kencangnya. Belum lagi telapak tangannya yang terasa panas terbakar.

Lala berjongkok dan wajahnya mendadak pucat. Matanya melebar horor melihat Marta.

"Marta ..., Hidungmu keluar darah."

Marta meraba bawah hidungnya dan melihat telapak tangannya ada darah. Lalu menunduk, tetesan-tetesan darah dari hidungnya mengotori rok sekolah. Kebingungan. Ketakutan. Lelah yang tiap detik makin merajam. Dan otot-otot tubuh yang semakin susah di gerakkan. Termasuk untuk berbicara. Meneriakkan kebingungannya. Ia mendongak dan dalam sekejab sekelilingnya sudah penuh. Siswa-siswi disini mengelilinginya dengan beragam ekspresi.

Lala nampak panik dan berteriak pada kerumunan, "Jangan cuman diliat! Panggil guru!"

Sementara Hani melihat sekitar. Memandang orang-orang yang makin mengerubungi mereka seperti semut. Tak ada yang beranjak menuruti perkataan Lala. Tanpa di komando, walau tak mengerti keadaan yang terjadi, dengan raut sangat cemas ia berlari menuju kantor guru.

Ia fokus ke Marta lagi, "Marta, kau dengar aku?"

Marta menatap Lala dengan pandangan mengabur. Tarikan napasnya makin keras terdengar. Detakan jantungnya terdengar hingga ke telinga.

"Ada apa ini?" Pak Adam menyeruak, "Astaga!" Segera Pak Adam membopong Marta menuju parkiran.

"Anton, siapkan mobil!" Seru Pak Adam pada Anton ketua Osis yang datang bersamanya tadi seraya berlari.

Pak Adam berteriak saat dilihatnya Marta akan menutup mata, "Dengar Bapak! Kamu harus tetap sadar. Buka terus matamu!"

Semua kejadian itu tertangkap di retina Jeny. Dan ia baru sadar, sejak tadi dirinya dan Galang masih di posisi yang sama. Lalu matanya tak sengaja menemukan guru Meli berdiri di dekat kelas samping kejadian. Memandang Marta yang dibopong Pak Adam. Yang menjadi heran Jeny, tidak ada ekspresi disana. Cemas? Simpati? Kasihan? Khawatir? Semuanya tak nampak di rupa Bu Meli. Dan matanya memperhatikan gerakan tangan Bu Meli yang terus memutar-mutar cincinnya sembari melihat kepergian Pak Adam beserta Marta. Satu kata, aneh.

Kemudian Jeny berpaling dan bertatapan dengan Galang yang juga menatapnya. Wajah pria itu kaku dan pucat. Ia ingin menghardik Galang namun kata-kata seakan lenyap dari isi kepalanya. Juga Galang yang hanya memandang tanpa bersuara. Mereka terjebak dalam hening sedangkan sekitar mereka bising.

Aksa lewat diantara keduanya. Jeny baru tersadar. Tatapannya mengikuti langkah Aksa yang mendekati tempat Marta berdiri.

"Ada apa kau kesana? Kau tidak ketakutan apa?" Aksa tak bergeming, "Kau menemukan apa?" Tanya Denis menghampiri Aksa melihat temannya mengambil sesuatu didekat bercak-bercak darah Marta.

"Kertas?" Heran Nuha begitu melihat Aksa memegang dua helai kertas kecil.

"Galang, cepat kesini!" Serunya.

Galang berdeham pelan. Ia mendatangi teman-temannya. Di belakangnya Jeny mengikut.

"Kenapa aku merasa ini percobaan pembunuhan?" Terka Denis lalu mengamati temannya satu-persatu.

"Dilihat dari gejala Marta dan kertas kecil putih yang hurufnya diketik menggunakan mesin ketik. Ini seperti kode pesan ancaman. Dan aku sependapat dengan Denis."Nuha mengangguk. "Coba kau baca Den."

"Jika kau tau namun memilih membiarkan. Lebih baik diam selamanya jadi pengecut. Jangan jadi orang plin-plan, karena keraguan itulah yang membunuhmu - Lonely Night. "

"Lalu kertas satunya berbunyi, Mau tau siapa aku? Aku adalah hitam. Yang berada didalam kegelapan. Yang mengelilingi cahaya terang. Tempat kalian bermain dan tertawa tanpa tau aku mengamati dari kejauhan. Tangkap aku jika kalian bisa. Kalau bisa hahaha ..."

"Kau terlalu berlebih, Denis. Tawanya juga tidak usah kau tirukan. Kau terlihat menjengkelkan."

"Aku sedang berusaha melucu. Jangan tegang-tegang dong kawan." Denis menyengir lucu.

"Ini seperti surat ancaman yang ditujukan untuk Marta. Tapi, kenapa setelah melakukannya? Bukankah biasanya surat ancaman itu ditujukan sebelum menciderai pelaku?" Nuha masih penasaran. Ia menatap Aksa yang sejak tadi diam.

"Pusing. Kasihkan saja langsung ke pihak sekolah." Denis mengambil jalan tengah.

"Karena ada yang sudah memulainya." Akhirnya Aksa menjawab. Matanya menatap Galang sekilas. Kemudian meletakkan kertas itu ke tangan Denis dan beranjak pergi.

Jeny sadar, kalimat itu ditujukan untuk Galang. Ia menyaksikan sendiri tatapan seperkian detik itu. Dan ia memandang Galang yang menatap kepergian Aksa.

"Kalau begitu, bukankah ini barang bukti? Kenapa kita pegang? Kita bisa ditangkap polisi!" Raut Denis sungguh cemas. Ia meletakkan kertas itu lagi ke lantai.

"Yang memegang itu tadi, hanya kau. Aku tidak hahaha ..."

"Kau yang menyuruhku tadi, Nuha!"

***

19 Juli 2020
Vote dan komen 😉

Pusing?
Ada yang berhasil menebak pelakunya siapa?
Silahkan yang bisa mecahin sandinya.

Bantu baca juga dong di fizzo kalau yg ada aplikasi fizzo, baca dan komentar ceritaku di sana Black Sugar. Saling review juga nggak apa2, nanti aku komen balik cerita kalian di sana setelah baca dan komentar cerita aku.

Oh iya cerita ini sudah bisa dibaca di KBM atau karya kasra, disana sudah sampai tamat dan ada extra part-nya. seperti biasa ya, aku bakal update di sini sampai tamat aja :)

Continue Reading

You'll Also Like

17.5K 2.5K 56
Alex : Si adonis dengan tatapan tajam. Keinginannya untuk membalas dendam pada akhirnya kalah oleh rasa cinta. Hana : Si pemikat dan pemberani. T...
159K 23.4K 31
Moren Izackson, pria yang memiliki kehidupan yang sangat bebas 'tidak sengaja' menghamili salah satu wanitanya, Silvia Neilson. Enggan bertanggung ja...
11.5K 2K 30
Semua gadis ingin rasanya bertukar badan dengan Skye Maxwell. Semua lelaki ingin rasanya mendapatkan kesempatan berkencan dengan Skye Maxwell. Memang...
381K 25.8K 36
Berisi tentang kekejaman pria bernama Valter D'onofrio, dia dikenal sebagai Senor V. Darah, kasino, dan kegelapan adalah dunianya. Tak ada yang dapat...