Blessed

Bởi shhr13

5.4K 1K 396

⚠️ Do Not Plagiarism ❗ Jika anda menemukan kesamaan nama tokoh, tempat, beberapa alur yang mirip dengan drama... Xem Thêm

Yang Diberkati
Malam yang semarak

Bukan Malam Yang semarak

459 314 86
Bởi shhr13

🐰 Nyuci sepeda, pake di semprot, jangan lupa buat vote 🐇

***

Arkhana berada di koridor, berjalan dengan limbung setelah menikmati arak bunga persik untuk kali pertamanya. Sesekali tubuhnya akan menabrak pilar kayu yang menyanggah atap. Meski pun begitu, dia masih meneguk air yang memabukkan itu dari dalam kendi, kemudian kembali berjalan.

Dia ingin kembali ke kediamannya, tidur dengan baik hingga matahari menyinsing ke esokan harinya, semakin lama dia tertidur semakin bagus.

"Ya ampun, kenapa banyak sekali pilar? Seingatku hanya beberapa," ucapnya diikuti tawa hina di akhir kalimat.

Arkhana kembali berjalan meskipun langkahnya kali ini tidak bisa membawa tubuhnya dengan baik hingga membuatnya terjatuh dan tersungkur hingga ke bawah.

Argh! Erangan sakit tatkala kepalanya menghantam bebatuan di pekarangan itu terdengar lebih konyol dari seharusnya. Arkhana berusaha untuk berdiri meskipun gagal dan dia malah duduk dengan punggung menyender di anak tangga ke dua yang menghubungkan bebatuan kecil di pekarangan dengan lantai koridor yang terbuat dari kayu.

Kendi arak yang sedari tadi di genggamnya telah menjadi serpihan setelah terjatuh bersamanya tadi. Meninggalkan luka sayatan di telapak tangannya tanpa sengaja.

"Ada jutaan manusia di dunia ini, kenapa kesendirian selalu terasa?" keluhnya.

Arkhana menatap langit malam yang masih ramai meski tidak begitu jelas pandangannya. Kemudian tertawa. Sangat puas seolah alasan tertawanya ini benar-benar sangat lucu.

"Arkhana ... Arkhana ... kamu pikir kamu siapa, huh? Berani-beraninya mengatakan tentang kesepian! Apa kamu sedang menuntut kebahagiaan?" Dia kembali tertawa.

Namun, tidak lama. Mimik wajah Arkhana perlahan berubah dan dia menangis ketika benaknya diingatkan lagi tentang dirinya yang memang sudah sendiri sejak lahir. Kedua orang tuanya lebih dulu meninggalkannya tanpa sempat mengizinkan Arkhana untuk bisa melihat wajah mereka. Hanya meninggalkan satu barang berharga sebagai kenangan yang hanya bisa membuat hati Arkhana semakin bertambah hancur tanpa alasan.

Arkhana menyembunyikan kembali kalung dengan bandul berbentuk kunci itu ke dalam bajunya. Dia juga menghapus jejak air mata yang melembabkan area matanya hingga ke pipi.

"Manusia tidak bisa hidup jika terus meratapi diri mereka sendiri ... Arkhana, kamu adalah kesatria untuk apa menangis, huh? Dasar bodoh!"

Arkhana berusaha untuk kembali berdiri dan melanjutkan langkahnya yang hanya tinggal beberapa menuju kediamannya.

~~~~*****~~~~

Bukan Malam Yang Semarak
___________________


Jauh dari keramaian. Bangunan tempat dia mengistirahatkan tubuhnya berada di bagian paling timur wilayah sekte.

Sama seperti yang lain, bangunan itu tidak begitu besar dan memiliki luas dan panjang yang sama. Yang membedakannya hanya Arkhana tinggal sendiri, sementara saudara seperguruannya yang lain harus membagi kamar mereka sekurangnya tiga orang dalam satu ruangan.

Bukan karena diistimewakan tetapi Arkhana ini memiliki kebiasaan aneh sejak kecil yang mana membuat saudara seperguruannya enggan untuk tidur sekamar dengan Arkhana.

Suatu waktu ada seorang murid yang tidur dengan Arkhana mengadu mengenai gangguan tidur yang menyebabkan dirinya tidak bisa menahan kantuk ketika belajar. Murid ini mengatakan bahwa Arkhana sering terbangun di tengah malam kemudian mengayunkan pedangnya; seperti seseorang yang sedang bertarung, dalam keadaan mata terpejam.

Sangat menakutkan, hingga mereka tidak berani untuk menutup mata mereka apalagi terlelap. Mereka khawatir bila mana mereka kecolongan tertidur  tiba-tiba ketika bangun jiwanya sudah tidak lagi berada dalam raga mereka sendiri (mati).

Meskipun begitu, di Sekte Agra tidak ada seorang pun yang berani untuk mengabaikan anak berprestasi seperti Arkhana. Selain memiliki solidaritas yang tinggi Arkhana juga terkenal karena sikap bebasnya yang tidak memerdulikan status.

Entah itu murid sekte maupun pekerja, mereka semua mengenal Arkhana sebagai pribadi yang baik (selain kegemarannya yang suka memancing masalah). Tetapi, di samping itu mereka akan senantiasa menyapa dan menebarkan rasa kagum mereka tatkala bertemu dengan anak perempuan berusia tujuh belas tahun ini.

Langkah Arkhana belum berhenti, perlahan rasa mabuknya menghilang tetapi matanya masih terlihat berat. Sehingga sesekali tertangkap mengatup dalam waktu yang cukup lama.

Mata Arkhana menangkap cahaya kemerahan yang banyak menerangi sebuah kediaman. Dia tertawa seolah sedang memaki dirinya sendiri. Seberapa jauhnya pun aku berlari, pada akhirnya akan kembali ke tempat yang sama. Dia memutar tubuhnya dan berjalan normal ke arah yang lain di pertigaan koridor.

Wilayah itu tidak lain ialah area pengantin wanita. Suasana suka cita tampak jelas di sana. Bunga mawar, krisan, anggrek, lili dan berbagai jenis bunga lainnya seakan menghiasi pot-pot yang berjejer di anak tangganya.

Tidak lupa, kain merah pertanda kebahagiaan dan keberuntungan hidup itu juga bertengger di berbagai sudut dinding sehingga membuat bangunan itu tidak terlihat lebih dari sebuah bangunan seorang permaisuri kerajaan ternama.

Namun, Arkhana tidak memiliki niatan untuk menyapa pemiliknya, atau hanya sekedar berbasa basi maupun menyapa. Tidak. Dia tidak memiliki keberanian, meski di dalam pikirannya memiliki banyak rangkaian kata yang ingin di ucapkan pada Rajni.

Arkhana lebih memilih untuk kembali ke kediamannya. Berpikir untuk tertidur panjang malam ini, melakukan kegiatan yang monoton esok harinya dengan begitu dia akan lupa pada Rajni. Iya, seperti itu saja.

Namun, ketika matanya menangkap sesuatu yang menjanggal di dalam kediaman miliknya, kaki Arkhana langsung berhenti melangkah. Tidak benar. Seingatnya dia belum kembali ke kediaman sejak keluar pagi tadi. Siapa yang menghidupkan patromak di kamar?

Segera Arkhana berjalan menuju kediamannya, dengan langkah cepat sesekali berlari kecil untuk menghemat waktu, kemudian membuka pintu kediamannya langsung sesampainya dia di sana.

Tidak di kunci. Pintu itu terbuka lebar. Padahal jelas-jelas Arkhana menguncinya sebelum pergi terakhir kali. Dia bukan tipe orang yang teledor, mustahil baginya untuk lupa.

Mendapati kejanggalan ini Arkhana bersiap dengan pedang yang dia keluarkan setengah dari sarungnya. Matanya berkeliling dengan waspada ketika berjalan masuk.

Ketika suara pertama masuk ke dalam telinganya, wajah Arkhana langsung menoleh ke arah sumber suara, sementara pedangnya telah keluar dari sarung pedang.

"Ini aku, Rajni."

"Kakak?"

Melihat seorang wanita dengan balutan kain merah dari ujung kepala hingga menutupi kaki, Arkhana memasukkan kembali pedangnya ke dalam sarung pedang. Sebenarnya dia tidak tahu alasan pengantin wanita itu berada di kamarnya alih-alih menunggu waktu keberangkatannya ke Netro di dalam kamarnya.  Hingga dengan refleks Arkhana bertanya, "Apa yang kakak lakukan di sini?"

Suaranya yang terdengar seperti orang marah ini langsung membuat wajah Rajni menunduk. Meskipun pada akhirnya dia kembali mengangkat wajahnya dan tersenyum.

"Aku membawa sedikit cemilan," katanya sambil berjalan ke arah Arkhana.

Emosi kekanakan yang sedang bersemayam dibenak Arkhana membuat kecanggungan terasa di ruangan itu. Di tambah lagi ketika dia berkata, "Aku sedang tidak makan makanan yang berasa. Ambil lagi saja, atau buang!" dengan nada yang mampu membukukan hati hingga terluka.

Rajni mendesah. "Ini salahku. Aku tidak tahu bahwa Arkhanaku sedang melatih cakra. Aku akan kembali ke dapur dan membuat cemilan yang baru, umh?"

"Tidak usah. Akan merepotkan Nona Besar Agra, lagi pula aku tidak lapar. Meskipun ingin memakan sesuatu aku bisa mendapatkannya sendiri. Tidak memerlukan bantuan,"

"Baiklah. Arkhanaku memang sudah dewasa. Jadi, bagaimana kalau kita berbincang saja, umh?"

Arkhana menoleh. Melihat ke arah Rajni yang tengah duduk di ranjangnya. "Kakak!" Mengalihkan pandangannya lagi setelah menyentak. Seolah sedang berusaha menyetabilkan emosinya. "Tidakkah kakak lihat aku sedang mengabaikan kakak? Tidakkah kakak lihat, aku tidak menginginkan kakak? Tidakkah kakak lihat bahwa aku peduli lagi dengan kebaikan kakak? Tidakkah ...."

"Tidak."

Rajni memotong kalimat emosional Arkhana, "Yang aku tahu, hanyalah ... Arkhanaku sedang kesal padaku, karena rasa takutnya." Rajni menjeda kalimatnya sesaat. Dia menghembuskan nafas panjang dari mulutnya sambil berdiri.

"Tidak ada yang lebih mengerti Arkhana dibanding aku. Meskipun hanya sedikit, aku bisa melihat kebohongan yang sedang kamu sembunyikan. Jadi, berhentilah bersikap seperti ini padaku, karena itu hanya akan sia-sia."

Suara ketukkan papan yang berasal dari sepatu Rajni mendominasi ruangan. Arkhana tidak bisa mengatakan sepatah kata pun seolah mulutnya tidak bisa bekerja pada detik ini. Apalagi ketika Rajni merengkuh tubuhnya. Arkhana tidak bisa berkutik sedikit pun.

"Aku juga tahu, kenapa kamu tidak menyukai Kakak Dalu," kata Rajni di samping telinga Arkhana.

Arkhana menepis pandangan yang disodorkan Rajni, seolah tidak ingin melihat wajah wanita itu apalagi nama yang tidak ingin Arkhana dengar disebutnya. Nama seorang lelaki yang telah merebut paksa Rajni dari sisi Arkhana dan sialnya raut bahagia terpancar sangat nyata di wajah wanita itu. Membuat Arkhana tidak bisa berbuat apa-apa selain menyalahkan dirinya sendiri karena ketidaksiapannya.

"Aku berjanji, aku akan sangat sering mengunjungi Sekte Agra. Bahkan, kamu bisa memanggilku kapan pun kamu mau, aku akan segera mendatangimu, umh?"

Arkhana memutar tubuhnya. Menatap dalam Rajni sesaat saat bertanya, "Kakak serius dengan ucapan kakak?"

Rajni mengangguk setuju membuat Arkhana seketika menenggelamkan dirinya di dalam pelukan yang Rajni suguhkan.

Menunggu waktu keberangkatan Rajni ke kota Netro yang akan berlangsung tengah malam nanti, mereka berbincang-bicang tentang masa yang telah lalu. Menceritakan kembali ingatan lucu yang mampu membuat keduanya tertawa.

Rajni berkata, "Aku membantah. Menurutku Arkhanaku tidak nakal, dia terlalu menggemaskan hingga membuat orang sulit untuk membedakan."

Arkhana tertawa hingga matanya berkaca-kaca. Dia merebahkan kepalanya di paha Rajni, sementara tangan kakak seperguruannya itu dengan cepat berada di atas kepala Arkhana. Mengelusnya perlahan, memperlihatkan kasih sayang yang begitu dalam di sana.

"Ketika aku melihatmu pertama kali, kamu sangat kecil. Sangat menggemaskan meski belum bisa melakukan apa-apa selain menangis ketika lapar dan buang air. Saat itu, aku meminta pada ibunda untuk memperbolehkan aku merawatmu," Rajni tertawa nanar. "Usiaku baru sebelas tahun saat itu, belum mengerti cara merawat bayi dengan baik, jadi ibunda melarangku untuk mendekatimu tanpa pengawasan,"

Arkhana menyahuti cerita yang dijeda. "Lalu?" Seolah tidak ingin Rajni menghentikan ceritanya.

"Aku diam-diam pergi menemui bayi Arkhana yang mungil. Menggendongnya tanpa izin, dan merawatnya selama beberapa jam dengan baik. Oleh karena itu, atas perintah ayahanda, aku diizinkan untuk merawat kamu, tetapi dengan syarat-"

"Tidak boleh bolos pembelajaran," ucap Rajni dan Arkhana bersamaan sambil meniru suara khas Pemimpin Sekte Agra--Dwija Pasa.

Menyadari itu, keduanya tertawa. Lucu, memang. Mengetahui banyak hal yang sama yang mampu menggembirakan bila diingat. Tetapi, malam semakin larut saja, waktu yang tersisa untuk mereka lewati bersama tidak banyak.

Ketika suara ketukkan pintu terdengar. Arkhana tahu, bahwa waktunya bersama Rajni sudah benar-benar akan berakhir.

Suara berat lelaki terdengar dari baliknya setelah Arkhana bertanya, "Siapa?"

"Aku, Reswara."

Arkhana melirik sejenak ke arah Rajni, sebelum berjalan ke arah pintu dan membuka papan besar itu.

"Kamu menyembunyikan kakak?" tuduh Reswara sambil mendorong dari Arkhana dengan jari telunjuknya, setelah melihat Rajni yang berdiri di samping ranjang.

Arkhana mendesah. Dia menyenderkan bahunya di bingkai pintu dengan kedua tangan yang dia sipangkan di depan dada. "Aku memang memiliki niat. Tetapi, kenapa harus menyembunyikannya di kamarku? Tidakkah aku bodoh?"

Reswara yang telah berada beberapa langkah di depannya kembali membalikkan tubuhnya. Kedua tangannya berada di depan pinggang, sementara mimik wajahnya dibuat menjadi seram, meskipun nyatanya gagal. "Apakah kamu pintar?"

Arkhana protes. "Setidaknya aku bisa menghafal peraturan di Whudafa dengan baik!"

"Tch!"

Reswara memutar kembali tubuhnya, melihat ke arah Rajni dengan kesal. "Tch! Jika Arkhana adalah lelaki, aku benar-benar akan mencurigai kakak!"

Rajni tersenyum. Dia berjalan dengan santai ke arah Reswara, kemudian mengambil tangan pemuda itu sebelum digenggamnya. "Haluskan suaramu sedikit, agar orang-orang tidak merasa takut ketika mendengarnya,"

"Apa kakak sedang mengejek aku?" Menoleh ke arah Arkhana. "Di depan gadis sombong ini?"

Reswara kembali protes, sambil melihat ke arah Rajni, "Kakak, sangat pilih kasih!"

Rajni kembali tertawa. Dia meletakkan tangannya di kepala adik laki-lakinya itu, membelainya dengan lembut dan penuh kasih. Matanya berkaca-kaca, seolah ada di dalam dirinya sebuah keinginan untuk tetap tinggal. Namun, tetap saja dia tidak bisa.

"Dari awal, aku memang lebih menyukai adik perempuan. Aku pernah mengajukan protes pada ibunda, kenapa adik laki-laki yang aku dapatkan? Tetapi, segera setelah dia lahir, pikiranku diubahnya. Bagaimana mungkin aku tidak menyukai adik laki-lakiku jika dia terlihat sangat menggemaskan?"

Bibir Reswara akhirnya melengkung ke atas juga. Dia mengambil tangan Rajni dan berbalik menggenggamnya. "Baiklah, aku tahu kakak tidak pernah pilih kasih," ucapnya. "Lagi pula, aku ini seorang lelaki. Calon penerus kepemimpinan. Jika aku kekanak-kanakan seperti gadis itu (menunjuk Arkhana) bukankah penduduk Hansa akan menertawakanku?"

Disinggung dengan terang-terangan Arkhana langsung berjalan ke arah Rwswara. Dia melakukan protes atas kalimat yang tidak bisa dia terima, "Mau bertarung?"

Arkhana mengeluarkan pedangnya setengah dari sarung pedang seolah apa yang ucapkannya barusan itu benar-benar akan terjadi andai kata Reswara menyetujuinya.

"Tidak berani. Ah, salah. Maksudku tidak sekarang. Apa kamu tidak melihat kakak di sini. Tak, Tsk, Tsk, benar-benar adik yang tidak sopan!" sindir Reswara.

Arkhana mengembalikan pedangnya ke dalam sarung pedang. "Bukankah kamu ke sini untuk membawa kakak pergi?"

Reswara mengangguk. "Iya."

Rajni melangkah ke arah Arkhana. Kemudian memeluknya untuk terakhir kali. "Aku akan segera merindukanmu," katanya.

Arkhana tersenyum sambil merenggangkan pelukan Rajni. "Baiklah Nona Pasa. Jangan membuat orang-orang di pelataran menunggumu."

Rajni membalas senyuman Arkhana. "Kakak pamit," ucapnya sebelum meninggalkan kamar Arkhana.

Dia hanya tersenyum mengantar kepergian Rajni. Melihat punggung wanita itu menjauh perlahan. Tiba-tiba dadanya terasa sesak hingga mengganggu pernafasannya. Beruntung, di atas meja yang berada di sudut kamarnya sebuah kendi kecil yang terpanjang masih menyisakan air. Hingga dadanya kembali melonggar setelah minum.

Tabuhan genderang bambu dan alunan musik gamelan kembali terdengar. Suara pecahan kembang api di langit pun kembali memeriahkan.

Arkhana keluar dari kamarnya, melihat ke arah langit malam yang penuh dengan letupan kembang api. Ketika lentera-lentera yang baru saja diterbangkan terlihat Arkhana yakin bahwa kereta yang membawa Rajni ke Netro akan segera berangkat.

Seolah tidak ingin ketinggalan puncak acara itu, Arkhana segera berlari meninggalkan kediamannya. Melangkahkan kakinya secepat yang dia bisa. Namun, pelataran Agra terlalu ramai untuknya bisa melihat kereta-kereta itu.

Tidak kehilangan akal, Arkhana kembali berlari. Kali ini menuju menara pengawasan yang letaknya berada di sisi kanan pelataran.

Meskipun harus berbaur dengan desakan orang-orang yang tengah mengantar kepergian Rajni, Arkhana akhirnya bisa juga masuk ke dalam menara pengawasan. Berlari dengan cepat menaiki anak tangga.

Beruntung. Dia masih bisa melihat kereta-kereta itu jalan. Meskipun tidak sempat melihat Rajni.

"Sampai jumpa. Kakak."

Dadanya kembali nyeri. Kali ini tidak bisa dia tahan hingga membuat kaki-kakinya tidak bisa menopang dengan baik bobot tubuh. Arkhana terduduk dengan posisi punggung yang menempel pada kayu pembatas. Dia menenggelamkan wajahnya di antara lutut seolah tidak membiarkan siapapun melihatnya menangis.

Hari setelah ini, pasti akan berbeda. Arkhana khawatir, bagaimana dia bisa melaluinya? Meskipun mengantongi janji yang Rajni ucapkan, tetap saja ada sedikit ganjalan yang begitu besar dalam hatinya.

Seharusnya manusia tidak menggantungkan harapan pada sesamanya. Arkhana sedang tidak menyesali apapun. Hanya saja, dia tidak tahu bagaimana harus mengatakan apa yang tengah dia rasakan.

Dia berdiri. Sudahlah. Toh, semua orang akan kembali sebagaimana awalnya. Sendiri. Arkhana menghapus jejak cairan di pipinya sambil sesekali menghela nafas yang panjang.

Sesaat sebelum dia meninggalkan pelataran menara, sesuatu yang tidak normal dirasakannya hingga membuat dia harus menoleh dan memutar tubuhnya ke belakang.

"Asap merah?"

Bukan hanya itu. Matanya juga menangkap sesuatu yang terlihat seperti burung yang tengah terbang tetapi memiliki diameter yang sangat besar. Kedua makhluk itu terlihat saling menyerang satu sama lain.

Sebelum sesuatu yang buruk menimpa orang-orang di sekte, Arkhana segera bergegas menuruni anak tangga menara. Rasa kekhawatiran kian muncul di benak Arkhana mengingat Rajni baru saja pergi meninggalkan Sekte.

To be continued
+_____________________+

Terima kasih masih setia dengan Blessed dan Arkhana.

Đọc tiếp

Bạn Cũng Sẽ Thích

Ex-Fiance's Obsession Bởi fatayaa_

Tiểu Thuyết Lịch Sử

348K 30.9K 31
Kehidupan Evelyn yang sempurna berubah setelah kematian kedua orang tuanya. Ia harus menjual harta dan kediamannya untuk membayar hutang keluarga. Se...
523K 66K 53
Jenaka adalah seorang kutu buku yang tengah mempersiapkan Ujian Akhir Sekolah. Jenaka tinggal bersama nenek buyutnya yang mengidap Dementia. Suatu ha...
The Sweet Little Fu Lang Bởi Ken

Tiểu Thuyết Lịch Sử

45.1K 6.6K 191
Lu Gu menikah atas nama saudara laki-lakinya dan menikah dengan pemburu ganas di Desa Qingxi. Betapapun bersalahnya dia, di bawah paksaan pemukulan...
BITTER TRUTH [END] Bởi Angel

Tiểu Thuyết Lịch Sử

8.4M 1.1M 91
"Buktikan bahwa bukan kau yang meracuninya dengan pedang ini" ucap Duke Hevadal dengan wajah yang sedingin dinginnya pada putri kandungnya sendiri El...