Remembrance ✔️

By jeonnayya_

20.8K 2.6K 8.9K

Kang Seoyung mungkin selalu memiliki cara untuk menggapai seluruh keinginan dan tujuannya. Tetapi kali ini, m... More

Prologue ; unexpected chaos
1- Get closer
2- Fragile truth
3- Clarity, if you go
4- Clumsiness
5- Fill one another
6- Cinema and first date
7- This happiness
8- Black rose which is back
TRAILER
9- A real disappointment
10- Unconstructive excuses
11- A dark story, one that's lazy to tell
12- Your lies, make a little doubt
13- Advice and bad feeling
14- Painful silence
15- Sentences that you regret again
16- So sickening
17- I'm tired more
18- Can't be frank
19- Plan to suffer
20- Fidgety
21- Honestly and woulds
Epilogue ; serendipity

22- Ended sadly

826 71 497
By jeonnayya_

Hujan nyatanya masih menunjukkan eksistensinya meskipun malam telah berganti menjadi pagi. Menyiram, melimbang, dedaunan hijau yang tumbuh lebat di ranting kayu yang kokoh itu dengan rintiknya. Menciptakan limbungan air di tanah dan aspal itu. Lantas jatuh mengalir, membawa beberapa unsur tanah dan zat hara lantas bermuara ke saluran air yang menciptakan suara khas. Burung-burung masih di sangkar hangatnya enggan untuk keluar menyapa hari. Musim semi yang begitu sendu, bahkan kelopak bunga sakura yang hampir merekah itu kembali bersembunyi di kuncupnya—mengurungkan niatnya.

Suasananya mendukung sekali untuk menyeduh beberapa cangkir teh atau kopi. Menikmatinya dengan duduk di sofa hangat, bersama seseorang yang di cintai sembari memandang noktah embun yang tercetak di jendela kaca. Dan berakhir merengkuh hangat satu sama lain, atau tertidur bersama.

Tapi rasanya mustahil, untuk itu jadi terwujud kali ini.

Tidak ada secangkir kopi penuh kepulan dan aroma, tak ada orang tercinta dan rengkuhan hangat. Kini yang mengawani hanyalah hawa dingin yang sedari tadi telah mencatuk serat kain yang telah robek itu. Tak sengaja tercarik ketika ia mencoba untuk menyelamatkan diri. Namun tetap saja tenaganya tak sebanding. Tak berdaya kembali, tak dapat melakukan apapun. Air matanya saja seakan telah bosan untuk mengalir atau malah telah mengering melesap getir, perih dan kebingungannya.

Entah hingga kapan ia dapat bertahan dari kurungan gila ini. Ia bahkan tak mengerti apa kesalahan yang ia perbuat. Semua terjadi begitu cepat, hingga sulit untuk mencerna langsung tanpa membahamnya terlebih dahulu. Ranum merah yang semakin memucat itu tak henti-hentinya merapalkan doa, berharap akan ada jalan keluar dari segala kesulitan yang ia dera saat ini.

Sekonyong-konyong di tengah lamunan, hadir kilatan cahaya putih yang mengudara di langit dinding itu. Sekejap, sebelum berganti dengan gemuruh yang menggelegar. Hyerim tak pernah menyukai petir, sangat takut. Ia terpaksa mendengar semua gemuruh itu tanpa dapat menutup kedua rungunya. Rasanya takut sekali bahkan tubuhnya gemetar hebat sekarang. Bagaimana bisa ia menghindarinya jika kedua tangan putih yang terhias lecet itu masih terbebat tali.

Debur pintu kayu itu terbuka perlahan, Hyerim mendongak kemudian menghadap ke depan. Menemukan presensi bayangan hitam yang mendekat. Wanita itu tak dapat melihat dengan jelas karena minimnya penerangan di sana. Langkah kaki itu semakin mendekat ke arahnya. Hyerim meneguk salivanya kasar, ketakutan. Dan betapa terkejutnya dirinya saat menemukan kehadiran orang yang tak pernah ia sangka akan menapakkan kaki itu di ambang pintu dan menatapnya dengan datar, sebelum tersenyum simpul. Gila, mirip seperti psikopat yang haus mangsa.

Kang Seoyung ada di depannya sekarang. Hanya berjarak beberapa langkah kaki saja. Sedari tadi Hyerim masih mengatur debarnya sendiri dari keterkejutan ini. Bagaimana tidak tercengang jika dalang di balik penculikannya adalah mantan dari kekasihnya sendiri. Dirinya sedari tadi sedang berpikir dan menerka maksud dan tujuan dari ini semua. Tapi entahlah seakan otaknya kini hanyalah tersisa residu tanpa ada inti dan sarinya. Terlalu lemas, hingga tak memiliki energi untuk menafsirkan sejauh mana itu akan berjalan.

"Um, nona Hye sudah bangun rupanya." Ujar wanita dengan mantel merah dan rambut tergerai yang sedikit basah terkena rintik hujan. Tungkai terbalut heels itu semakin mendekat ke arah Hyerim dan membuka kain yang menutup ranum wanita itu. Hyerim bernapas lega tatkala kain sialan itu dibuka. Akhirnya ia dapat sedikit membaik, meskipun bibir itu semakin pucat. Tak memperdulikan tatapan tajam wanita di depannya itu.

Hyerim masih mengatur napasnya, sebelum membawa kedua iris hazelnya menatap Seoyung. "apa tujuanmu, melakukan ini Seo?" Kesal. Manakala tak menemukan sahutan dari lawan bicaranya.

Seoyung mengangguk-angguk sebelum kembali mendekat ke tubuh Hyerim, menatap tajam wanita di depannya itu. " Kau sungguh ingin tahu, hmm?" Kemudian melekati persis di telinga Hyerim dan berbisik disana.

"Hanya untuk membuat Taehyung sedikit menderita. Ingin tahu reaksinya jika kekasih kesayangannya ini tersiksa di sini."

Hyerim terdiam, mendengar ucapan Seoyung. Gila, wanita itu sepertinya telah kehilangan separuh dari kewarasannya. Sungguh, tak pernah menyangka seorang Kang Seoyung yang selama ini ia duga berperilaku baik, pun didukung dengan paras sesempurna itu memiliki pemikiran yang pelik dan dangkal. Memang sungguh disayangkan.

"Seo," Hyerim menggantung ucapannya. Sedikit ragu untuk melanjutkan tuturannya. Berpikir tidak seharusnya ia ikut terlibat dalam masalalu Taehyung. Tetapi disisi lain, ia juga tak ingin ini semakin berlarut-larut tanpa menemukan titik terang dan benang merahnya. Hyerim juga tak ingin membuat Taehyung semakin tersiksa. Banyak sekali praduga yang singgah di benaknya. Jangan-jangan sikap Taehyung yang samar berubah itu juga karena terpengaruh masalah ini.

"Kenapa kau menginginkan Taehyung menderita? Bukankah dulu kau yang meninggalkannya?" pertanyaan itu, sepertinya akan sangat mengusik benak Seoyung. Apakah sekarang dirinya harus membayangkan kembali siksaan itu semakin hadir di depan mata seperti sebelumnya? Tetapi tunggu, kenapa—wanita itu malah diam lalu perlahan duduk berlutut di depannya?

Hyerim mengeryitkan sebelah alisnya, menatap perilaku Seoyung yang menurutnya sangat aneh dan janggal ini. Wanita itu tak kunjung berucap, namun kini yang terdengar adalah isak tangis wanita di depannya ini yang semakin menguar masuk ke rungunya. Ya, wanita itu menangis, entahlah Hyerim juga tak tahu sebab yang mendasari itu semua.

"Seo—" panggil Hyerim kembali dengan tutur kata seperti biasa, lembut. Dengan kondisi kedua tangan dan kaki yang masih terikat.

"Aku memang yang meninggalkannya, tapi aku memiliki alasan untuk itu. Tapi ketika aku meminta bantuan darinya untuk menyelamatkan hidupku, dia tak bisa. Aku kira dia masih mencintaiku tapi ternyata tidak. Aku memang sepertinya telah begitu menyakitinya hingga Taehyung tak mau menatap mataku seperti dulu lagi." Ucap Seoyung masih stagnan pada posisinya—terduduk, dengan kepala yang menunduk, dan terisak rapuh. Jadi haruskah Hyerim saat ini merasa senang, perih, atau bingung? Namun sedari tadi entah kenapa hatinya ikut mencelos manakala mendengar penuturan Seoyung. Mungkin, naluri alaminya sebagai wanita ikut terbawa hingga seolah merasakan perih yang Seoyung rasakan.

"Memangnya kau meminta bantuan apa hingga Taehyung menolak?" Tanya Hyerim. Entahlah, kalimat itu seakan mengalir begitu saja dari benaknya.

" Aku meminta untuk dia kembali padaku, menyelamatkanku dari perjodohan gila yang di rencanakan oleh ayahku. Tapi sepertinya aku memang akan menikah dengan Ryu." Tunggu, apa tadi Seoyung bilang? Meminta Taehyung kembali ke rengkuhan wanita itu? Hatinya seperti mendapat hantaman bara api yang begitu panas, membara kemudian terkena dinding kulit. Rasanya melepuh, perih. Jadi bolehkah dirinya kini mengeluarkan cairan bening yang sedari tadi telah ia simpan di balik iris hazelnya?

Maksud dari ucapannya sangat jelas. Entah kenapa, hati Hyerim benar-benar terasa nyeri sekarang hingga membumbung sesak. Wanita itu juga tak mengerti, akankah Taehyung menyanggupinya atau tidak. Hyerim tahu sekarang, sesungguhnya perih yang di dera pria itu adalah semua ini. Wanita itu tak dapat membayangkan betapa tersiksanya Taehyung dengan segala tuntutan itu, dan tetap bersikap seolah tak ada apa-apa. Air matanya semakin giat jatuh tatkala mengingat pria itu pulang mabuk dengan sekujur tangan penuh luka. Akankah saat itu Taehyung mencari pelampiasaannya lewat menyiksa dirinya sendiri dengan minuman yang melayangkan akal kesadaran itu? Dan lebih buruknya lagi bayangannya kini tertuju pada bekas luka di tangan kekar itu, sesungguhnya ia tahu itu bukan luka yang tercipta dari pecahan kaca seperti yang Taehyung bilang tempo hari lalu. Itu mirip sebuah pukulan yang memang sengaja dilakukan pada benda yang tumpul dan keras.

Astaga, tubuhnya kini bergetar hebat menangis dalam keheningan yang mengisi. Perih sekali rasanya bagaimana jika praduganya itu benar adanya. Sebegitu kuatnya Taehyung menyembunyikan itu semua darinya seolah tak membiarkan dirinya menyesap luka dari maha karya Seoyung. Seakan biarkan pria itu saja yang menanggungnya, mencoba menyelesaikannya sendiri. Sesalnya tiba-tiba hadir, ketika ia mengingat bagaimana dirinya yang terkadang menuntut Taehyung untuk berterusterang. Memang lebih baik mengemukakan segala beban yang tertumpu di kedua pundak itu untuk dibagi, dicecap dan dipikul bersama. Tapi tak dapat memungkiri bahwa tak semua orang mengambil jalan tersebut. Setiap insan punya caranya masing-masing menanggung, dan menyelesaikan setiap permasalahannya. Salah satunya adalah Taehyung—kekasihnya.

"Kau tahu kenapa aku membawamu kesini? Aku hanya ingin membuktikan padamu bahwa aku tak sejahat itu. Aku juga manusia biasa yang memiliki sisi lemah."

"Aku yakin Hye, jika aku mengajakmu bertemu dengan cara yang baik, pasti Taehyung tak akan mengijinkannya. Maaf, telah menempatkanmu di posisi yang sulit. " ujar Seoyung dengan nada bergetar kemudian menatap luka lebam di beberapa sisi di tubuh Hyerim. Lantas berjalan, merangkak melepas tali yang membelit tubuh Hyerim selama kurang lebih semalaman penuh.

"Maafkan juga atas perilaku anak buahku yang berbuat seperti ini padamu. Mereka hanya tak ingin kau pergi sebelum aku menemuimu." tukasnya kembali, kemudian menatap Hyerim yang telah berlinang air mata sebelum menunduk kembali.

Hyerim memirsa tubuhnya yang kini telah terbebas meskipun rasanya sakit semua, pegal dan juga perih karena terbelit sangat erat nyaris sesak. Kemudian turun dari kursinya, berjalan saja rasanya susah sekali, karena tubuhnya lemas tak mendapatkan asupan apapun.

Wanita itu kemudian berusaha merangkak, mendekat ke arah Seoyung. Menatap wanita di depannya yang kini sama hancurnya dengan dirinya. Mengambil sebelas tangan Seoyung, tanpa ada perlawanan dari wanita itu. Menggenggamnya, " setiap orang memang memiliki sisi lemahnya Seo. Hanya tidak ditunjukkan saja. "

"Maafkan aku,—" hanya kata itu yang kini dapat di ucapkan dari birai Seoyung. Wanita itu kini dihadang keterkejutan kembali manakala menemukan Hyerim yang mendekat kepadanya. Tanpa rasa benci, marah, atau tatapan tidak suka. Sungguh, hati wanita itu sangat lembut melebihi apapun. Hatinya kini digores oleh rasa penyesalan dan kehancuran. Rasanya teraduk sempurna, hingga cairan bening itu tak henti-hentinya keluar. Hancur, topeng ketegaran yang selama ini ia bangun telah terporak-porandakan tak tersisa sekarang.

"Tidak apa-apa." timpal Hyerim cepat, dengan nada lirih.

"Tapi aku telah berbuat seperti ini padamu. Aku ini orang jahat Hye. Kenapa kau masih memperlakukanku seperti ini. " Bahkan kini, kedua iris Seoyung tak berani menatap wajah ayu penuh lebam itu. Sangat malu, entahlah kesadarannya kini telah hadir. Ia juga tak menyangka kenapa kali pertama bertemu sedekat ini dengan Hyerim, menceritakan semua, membuatnya langsung emosional dan berakhir meratap, tersedu-sedu.

"Kalau ini bisa membuatmu sadar, tidak apa-apa." ucap Hyerim lantas menerbitkan senyum di antara bibir pucatnya. Sekonyong-konyong saja tubuh Seoyung langsung menghempaskan diri di depannya dan memeluknya erat sambil kembali menangis.

"Kau memang baik sekali, Taehyung sangat beruntung memilikimu. " Suara parau itu mengudara. Masih mengeratkan pelukannya, menyalurkan atau malah mencoba melepaskan pilu lara yang Seoyung tampung selama ini.

"Bukan Taehyung yang beruntung, tetapi aku yang beruntung memilikinya. "

---

Pria yang masih menggunakan setelan kemeja lengkap dengan jas seperti semalam, kini tengah menyandarkan diri di kursi mobil itu dengan cemas. Bagaimana tidak, ketika ia telah mengetahui lokasi dimana Hyerim berada, sekarang dirinya malah ditahan oleh si pria Jung sialan itu. Ingin sekali mengumpat, tapi bagaimanapun Taehyung tak dapat berbuat gegabah, takut salah mengambil langkah.

Setelah susunan rencana yang ia rangkai kelewat mendadak itu pada akhirnya menemukan titik terang. Keduanya memutuskan untuk membolos dari absen hadir di Kantor. Dan memilih mencari alasan yang cukup menggelikan yaitu sakit. Peduli dengan itu semua, nyatanya kini memang Hyerim yang menjadi titik fokusnya.

Pria Jung dan Yuhn memilih mendatangi rumah Seoyung pagi tadi, memarkirkan mobilnya dengan jarak yang sedikit jauh namun tetap dapat memantau. Kemudian mengikutinya dari belakang menggunakan kendaraan milik Jimin. Tentu saja jika memakai mobilnya pasti akan mudah untuk diketahui, secara Seoyung dan dirinya bersama cukup lama.

"Ayolah Jim. Kau tidak kasihan dengan Hyerim di dalam sana?" ucap Taehyung menggosok-gosokkan tangannya menghilangkan kegelisahan yang semakin mengacak bahana miliknya. Keduanya kini berada di depan sebuah bangunan mirip gudang di gang yang cukup sepi.

"Tunggu anak buahnya sedikit lenggang, baru kita masuk." titah Jimin dengan nada seperti biasanya. Gara-gara membantu Taehyung, kini ia juga harus membolos bekerja dan tak dapat menemui Mir—, ah sudahlah, biarkan saja jadi rahasianya.

"Jim, sepertinya sekarang adalah waktu yang tepat." ucap Taehyung setelah beberapa menit, tak henti-hentinya menatap lekat bangunan itu lewat jendela kaca. Berharap Hyerimnya dalam keadaan baik sekarang. Meskipun rintik hujan masih mengguyur, tetapi beruntungnya tak sederas tadi. Hanya tertinggal gerimis saja.

"Baiklah, kau yang di depan. Aku di belakang berjaga-jaga. " ucap Jimin, kemudian melepas seatbelt miliknya dan memilih membuka pintu mobilnya.

"Apa? Aish, baiklah." ucap Taehyung dengan wajah terkejut, kemudian disusul helaan napas kasar.

Keduanya berjalan dengan hati-hati dan memilih menelusup, mencari celah. Jimin dan Taehyung berhasil masuk, sungguh jantung pria Yuhn kini berpacu lebih cepat, gemetar juga. Tak pernah menyangka akan menjadi seperti ini, seperti agen rahasia yang menumpas kasus penculikan.

"Taehyung, awas!" ucap Jimin dengan sedikit teriakan dari belakang. Terkejut saat tiba-tiba muncul pria berpakaian serba hitam yang muncul di balik dinding yang catnya telah terkelupas itu. Taehyung terkesiap, kemudian menghalangi tangan pria itu dan melayangkan pukulan pertamanya. Tidak sia-sia juga ia dulu belajar taekwondo bersama Jungkook semasa sekolah. Buktinya hingga sekarang, ilmu itu masih cukup melekat di dirinya walaupun mungkin kekuatannya tak sebanding dengan dulu.

"Tae, lanjutkan saja langkahmu. Aku akan menahan pria ini. " ujar Jimin, kemudian melayangkan tendangan kakinya pada pria itu. Berniat, mengalihkan perhatian hingga mendapatkan celah dan Taehyung bisa masuk. Pria Yuhn pun mengangguk, kemudian berjalan maju sebelum sebuah benda tajam mendarat di lengan kanannya. Ngilu, kemudian berubah menjadi perih.

Netra elangnya menoleh, mendapati lengannya yang kini dipenuhi oleh cairan kemerahan itu. Ah, pantas saja perih ternyata memang berhasil melukai lengannya. Menghasilkan tetesan darah yang perlahan keluar, membasahi lengan kemejanya. Tidak, ini tidak sakit dibanding apa yang Hyerim rasakan di dalam sana. Tidak, tidak boleh menyerah. Harus tetap melanjutkan langkahnya.

Pria Yuhn kemudian, menatap pria di depannya. Dan langsung memukul wajah pria di depannya itu. " Sialan kau!" Taehyung kemudian mendorong pria itu hingga ke dinding dan memukulnya habis-habisan hingga napasnya terengah-engah. Berhasil, pria itu telah terkulai lemas tanpa tenaga. Taehyung bernapas lega, mengambil jas abu-abunya dan melanjutkan langkahnya mencari Hyerim. Sesekali memegang lengan kanannya hingga tak sadar, tangan besarnya juga ikut terkena darah. Rahang dan bibirnya pun telah lecet akibat serangan mendadak pria brengsek tadi.

"Sayang kau dimana hah?" Monolog Taehyung sambil tetap berjalan. Ah, sialnya ia tak dapat berlari. Tubuhnya lambat laun juga kehabisan tenaga. Seoyung memiliki berapa preman sih, banyak sekali astaga. Taehyung sampai lelah untuk menghajarnya.

Sebentar, atensinya kini tertuju pada ruangan di bilik pojok dengan pintu yang telah terbuka. Tungkainya mendekat, debarnya semakin bertalu gila di sana tanpa memperdulikan nyeri lukanya. Betapa hatinya mencelos tak tertolong ketika melihat rupa dan paras kekasihnya yang kini begitu mengenaskan. Hatinya telah menangis melihat ini, sungguh. Luka lebam di setiap inci wajah, darah di sudut bibir pucat itu. Lengan pakaiannya yang telah robek benar-benar membuat pria itu sesak bukan main, bahkan matanya telah memanas sedari tadi.

Tak lagi berada di ambang pintu, Taehyung memilih berlari dan langsung berteriak. " Hyerim, akhirnya aku menemukanmu." Pria Yuhn langsung mengambil tubuh Hyerim, mendekapnya erat, sangat erat. Mencium surai coklat itu, kening putih lantas berpindah ke pipi. Sedangkan Hyerim terkejut setengah mati menemukan presensi Taehyung di depan matanya sekarang. Linangan air mata itu serta merta hadir, menyempurnakan pilu yang ia dera.

"Akhirnya aku menemukanmu sayang. Maafkan aku jika ini sangat terlambat." Taehyung pun menangis dalam rengkuhan itu. Bernapas lega, setidaknya ia menemukan Hyerim dengan keadaan tak separah seperti apa yang ia bayangkan semalam. Hyerim tetap dalam kondisi sadar, meskipun fisiknya terlihat tak baik-baik saja.

"Tae—hyung." ucapnya terbata. Tak dapat lagi mengucapkan sepatah kata. Semua terasa sesak. Hyerim mengeratkan rengkuhan Taehyung menyalurkan segala kecambuk yang singgah. Tak pernah berhenti merapalkan syukur, bagaimana Taehyung kini datang menyelamatkannya.

"Aku di sini sayang. Kau sudah denganku. Kau telah aman sekarang. Tidak apa-apa, tidak perlu takut. " Ucap Taehyung mencoba menenangkan. Ia menyadari gelagat Hyerim yang berbeda saat ia rengkuh. Tubuh wanita itu terlihat gemetar hebat, seperti telah menahan berbagai kecambuk tanpa dapat di lampiaskan. Tak peduli dengan kemeja yang ia pakai kini telah basah terkena cairan bening wanitanya. Tak apa, menangislah sepuasmu Hye, Taehyungmu tak akan protes sama sekali. Lampiaskan saja semua, agar kau lega.

Taehyung mengurai pelukannya, menatap wajah Hyerim. Sungguh, tidak tega melihat wajah cantik itu kini berganti dengan banyak luka. Kemudian merapikan surai Hyerim, berpindah menyeka air matanya dan tersenyum teduh, terkesan manis. " Sayang, kau keluar terlebih dahulu ya. Ada Jimin di depan sana. Aku akan menyelesaikan masalah ini sekarang dengan wanita sialan itu. "

Pria Yuhn kemudian mengambil jas abu-abu yang ia taruh asal tadi. Kemudian memakaikannya pada wanitanya, berharap ini dapat sedikit menghangatkan tubuh Hyerim. Pasalnya tangan wanita itu begitu dingin. " Ini pakai, biar tidak kedinginan. Aku akan kembali, kau keluar lebih dulu ya. " ucap Taehyung tersenyum walaupun matanya kini masih berair. Mengusap pipi dingin Hyerim. Wanita itu hanya mengangguk lirih, sebelum Taehyung menarik tangannya. Membantunya berdiri.

"Kau kuat berjalan kan sayang?" Tanya Taehyung dengan raut khawatir. Hyerim hanya mengangguk, kemudian mencoba tersenyum walaupun rasanya susah sekali. Tak ingin membuat Taehyung semakin khawatir, pada akhirnya Hyerim berjalan dengan tertatih-tatih sambil sesekali memegang dinding, mencoba mencari pegangan agar dapat menopang tubuh lemasnya.

Sedari tadi memang presensi Seoyung masih berada di ruangan itu. Melihat aksi heroik Taehyung dan roman khawatir pria itu. Hanya dapat merasakan gelenyar perih, tak dapat melakukan apapun. Benci, disuguhkan hal seperti itu namun keadaan seolah tak mengijinkannya untuk beranjak dari posisinya berada.

Taehyung berjalan mendekat, menatap nyalang wanita di depannya ini. " Kau punya dendam apa sih denganku, brengsek?" Teriak Taehyung, hingga otot leher itu keluar. Emosinya selalu saja menduduki puncak jika menatap Seoyung.

"Kalau kau kesal padaku, lampiaskan saja denganku. Jangan dengan Hyerim, bahkan dia tak memiliki salah apapun. Bisa-bisanya kau melibatkan dan menyiksanya seperti itu. " ucap Taehyung kembali lantas menyibak rambutnya kasar. Sialan, tak ada balasan apapun. Pria Yuhn serasa berbicara dengan patung sekarang.

"Jawab aku, bajingan." Muak, hingga rasanya gemas sekali ingin memukul Seoyung. Sabar Taehyung tidak, wanita itu bukan tandingannya.

"Kau kenapa diam saja? Tidak ingat kemarin berbicara mengejek seperti itu padaku? Kemana kau yang kemarin? Sekarang saja menatapku tidak berani. Jadi siapa sekarang yang kalah? Kau atau aku?" tanya Taehyung, kemudian mendekat. Menemukan wanita itu mengeluarkan air matanya. Sedikit terisak.

"Wah, wanita sepertimu bisa menangis juga ya? Ku kira tidak. " ucap Taehyung remeh. Sungguh, hati Seoyung kini telah mati-matian menahan serangan kalimat satir itu menghujam tajam dirinya.

"Pergilah, susul saja kekasihmu itu. " Akhirnya suara parau itu mengudara. Membuat seringai Taehyung tiba-tiba muncul.

"Tanpa kau minta pun aku akan pergi. Tapi perlu kau ingat satu hal Seo,—" Taehyung menggantungkan ucapannya sebelum mendekatkan wajahnya ke arah Seoyung.

"Kau adalah orang yang paling aku benci sekarang. Jangan pernah berani muncul di depanku atau Hyerim setelah semua ini."

"Terimakasih untuk ini. Ini adalah kenangan paling berkesan yang pernah kau berikan. Terimakasih nona Kang Seoyung. " ucap Taehyung penuh penekanan sebelum beranjak pergi, meninggalkan Seoyung yang kini telah menangis hancur. Seoyung kira ia tak akan mendapatkan penyesalannya secepat ini, tapi kenapa semua terasa begitu sesak dan memuakkan sekarang.

"Harusnya memang aku tidak melakukan ini, harusnya memang aku menerima seluruh takdir ini." Batin Seoyung kemudian mengacak rambutnya frustrasi. Kini, hanyalah sesal yang menguasai diri tanpa ada keberhasilan yang ia dapat. Mungkin memang takdirnya adalah bersama Ryu, hanya bersamanya. Taehyung sepertinya hanyalah persinggahan karena nyatanya tempatnya berlabuh hanya kepada Ryu. Hanya Ryu Jaewook seorang.

--

Di tengah tungkai yang menapak tanpa alas kaki itu mencoba menyelamatkan diri dengan langkah tertatih-tatih dan sesekali terjatuh. Hyerim memilih untuk keluar dari gudang itu terlebih dulu setelah mendengar perintah Jimin dan menunggu Taehyung di depan sana.

Aish jalannya licin sekali, gerimis pula. Ia telah menahan pening yang tiba-tiba hadir. Sembari tetap melanjutkan langkahnya. Matanya tiba-tiba membulat tak percaya saat mendengar suara bariton itu mendekat padanya. "Hyerim, tunggu oppa. Jangan pergi." ucap Ryu dari kejauhan. Pria itu datang karena perintah Taehyung. Iya pria itu telah mengetahui semua percakapan Haejoon dan Jaewook malam itu karena Taehyung kebetulan juga singgah supermarket serupa melepas frustrasinya dengan membeli cola. Ia juga tahu bahwa Ryu adalah tunangan Seoyung dan melihat bagaimana tubuh Haejoon yang terkulai lemas usai babak belur di hantam pukulan pria Ryu karena setelah itu Taehyunglah yang menyelamatkan Haejoon dan membawanya ke rumah sakit karena lukanya parah. Lantas kemudian pergi ke rumah Hyerim, tak dapat melanjutkan pencariannya karena telah lelah.

Hyerim menoleh, sementara langkah Ryu sudah semakin mendekat dan kemudian langsung memeluk tubuh ringkih Hyerim. " Hye, maafkan oppa. Tidak seharusnya aku bersikap seperti itu padamu." ucap Ryu, telah terisak.

Di tengah gerimis yang mengisi, pria itu bahkan kini telah berlutut di tungkai Hyerim. "Maafkan oppa brengsekmu ini Hye. Maaf,— ah jika kau tak bisa memaafkanku setidaknya bicaralah sedikit saja. " ujarnya sedari tadi hanyalah permintaan maaf. Ryu frustrasi sekarang, namun juga bersyukur dapat menemukan Hyerim meskipun sangat terkejut dengan paras sang adik yang jauh dari baik-baik saja.

Hyerim belum berucap. Masih kelu sekali lidahnya, bagaimana tidak ketika Jaewook tiba-tiba datang, memeluknya dan berlutut sekarang di hadapannya. " Oppa, berdirilah. " ucap Hyerim dengan isakan.

"Oppa, ku mohon berdirilah." Titah Hyerim sekali lagi. Dengan nada sedikit meninggi. Bagaimana ya menjelaskannya tetap saja kesal itu ada ketika Hyerim menatap Jaewook. Lukanya kembali mengangga, entah kenapa terasa perih seperti ditaburi garam ketika melihat Jaewook yang seperti ini. Memang pada kenyataannya ia tetap tak dapat membenci, walaupun sikap sang kakak telah kelewat brengsek dulu.

Ryu masih pada posisinya, kemudian tangan Hyerim bergerak, di lengan sang kakak dan membantunya berdiri. Meskipun proporsi tubuh Ryu yang kelewat jangkung membuat Hyerim harus sedikit mendongak.

"Aku sudah memaafkanmu oppa." ucap Hyerim dengan air mata yang tersisa. Ryu kemudian membawa tubuh adiknya yang telah basah kuyup bersama dirinya untuk ia rengkuh. "Terimakasih Hye, oppa akan belajar mengubah sikap dan menjadi kakak terbaik untukmu. " ucap Ryu, tak lama kemudian mengurai pelukannya saat menemukan pria di belakang Hyerim dan memanggil wanita itu.

"Hyung?" ucap Taehyung, kemudian mendekat ke arah mereka berdua. Tersenyum, singkat sebelum merangkum Hyerim.

"Apa? Kalian sudah mengenal satu sama lain?" tanya Hyerim kebingungan. Sedangkan Ryu hanya tersenyum. Pertama kali mendengar bahwa itu hanya kesalahpahaman semata membuat Taehyung juga meniti puncak amarahnya namun kemudian mereda. Dan menemui Ryu di malam yang sama untuk meminta pria itu meminta maaf kepada Hyerim. Dan ajaibnya pria Ryu menyanggupinya tanpa banyak bicara.

"Mungkin lain kali akan kuceritakan. Sekarang mari kita obati dulu lukamu." ucap Taehyung sembari memapah Hyerim ke arah mobil Jimin, di susul pria Jung yang kini telah berjalan di belakang Taehyung.

Langkah Taehyung berhenti, tepat di samping Ryu. " Hyung, tolong kau urus Seoyung. Aku yakin kau adalah calon suami yang baik untuknya. Terimakasih, telah mau ikut dalam rencana ini. " Ujar Taehyung dan dibalas sunggingan senyum oleh pria Ryu. Sedangkan Jimin telah berjalan terlebih dahulu.

Taehyung dapat bernapas lega sekarang. Meskipun sekarang ia mendapat luka dan sayatan baru tapi setidaknya kini Hyerim berada di sampingnya. Wanita itu kini berada di rengkuhan hangatnya kembali. Akhirnya ia mendapatkan kembali penawar lukanya, akhirnya ia dapat merengkuh kebahagiaan yang mutlak untuk ia rasakan dan sesapi.

[ ]

Continue Reading

You'll Also Like

121K 9.7K 87
Kisah fiksi mengenai kehidupan pernikahan seorang Mayor Teddy, Abdi Negara. Yang menikahi seseorang demi memenuhi keinginan keluarganya dan meneruska...
11.5K 1.7K 46
{ COMPLETED } Jatuh cinta lalu memutuskan untuk menjalin hubungan. Persetan dengan status ibu dan anak tiri, soal hati adalah yang nomor satu A_ovie...
25.6K 4.7K 55
[COMPLETED] If I just turn it off, will everything will be more comfortable? Season 1 : Cinta butuh pengorbanan. (Completed) Season 2 : Biarkan takdi...
2.6K 239 66
Mafia kim yang menaruh dendam pada mafia jaehyun yang telah membunuh istrinya Dia akan mencari jaehyun sampai ke ujung dunia namun sayangnya keberada...