BUKAN SALAH JODOH **END**

By UlhyUyhiz

535K 28.2K 498

Tidak ada yang pernah menyangka jika Allah telah menghendaki, Takdir ini dicatat di Lauhul Mahfuzh. Dan Allah... More

Prolog
Part |1
Part |2
Part |3
Part |4
Part |5
part |6
part |7
Part |9
Part |10
Part |11
Part |12
Part |13
Part |14
Part |15
Part |16
Part |17
Part |18
Part |19
Part |20
Part |21
Part |22
Part |23
Part |24
Part |25
Part |26
part |27
Part |28
Part |29
Part |30

part |8

12.4K 829 9
By UlhyUyhiz

Malam ini, semua keluarga berkumpul di ruang keluarga setelah menyantap makan malam.

Aif yang menempel terus ke Deeva yang juga sedang memangku adiknya terlihat seperti Ibu dan anak dimata Ayah dan Bundanya sedang Wira serius dengan ponselnya yang berdering terus.

"Deeva, Ayah ingin berbicara sama kamu boleh?"

"Apa itu yah, apakah sesuatu yang penting?" tanya Deeva.

Tiba-tiba Wira mengalihkan pandangannya ke arah Maulana, Kakaknya.

"Bisa dibilang begitu," jawab Ayahnya sambil menatap balik ke arah Wira.

Deeva memalingkan pandangannya ke arah keduanya secara bergantian membuatnya bingung, mengapa mereka saling pandang.

Deeva pun kembali mengalihkan pandangannya ke arah bundanya, Namun Bundanya hanya menganggukkan kepala.

"Kamu ikut Ayah ke ruang kerja," putus Ayahnya yang terdengar seperti perintah.

"Bentar aku nyusul Ayah, mau mindahin Alayya dulu ke kamar dan sepertinya Aif juga sudah ngantuk."

Wira pun berinisiatif untuk menggendong Aif ke kamar Deeva, namun Aif menolaknya dikiranya dia akan dibawa ke kamar Papanya.

"Sini Nak sama Papa yuk!" ajak Wira.

Aif menggelengkan kepalanya dan berdiri memeluk Deeva dari belakang.

"Kasian dedenya Nak uda bobo, Kakak Eva kan gak bisa gendong kalian berdua, sini biar Papa yang menggendong Aif."

"Aif mau bobo cama Akak Eva Pah," rengeknya ke Papanya.

"Iya sayang, Papa menggendong kamu ke kamar Kakak Eva ya!"

Akhirnya Aif pun menurut dan di gendong oleh Papanya ke lantai dua dan diikuti oleh Deeva di belakangnya dengan menggendong baby Alayya.

"Mereka kelihatan seperti keluarga kecil ya Yah?" ujar bunda Rosi.

"Entahlah Bund, justru mungkin terlihat aneh bagi mereka jika benar-benar menikah," jawab Ayahnya.

Setelah menidurkan kedua kurcacinya Deeva lalu turun ke lantai bawah menuju ke ruang kerja papanya.

Tok ... tok ...

Suara ketukan pintu terdengar dari luar, Maulana pun memencet tombol agar pintu ruang kerjanya terbuka.

Deeva langsung saja ngeloyor masuk dan mendudukkan dirinya di sofa yang berada di ruang kerja Ayahnya.

"Ada apa Ayah?" tanyanya bingung.

Maulana sejenak menundukkan kepalanya, menarik dan menghembuskan nafasnya, Ia bingung entah memulai dari mana untuk mengutarakan maksudnya ke Putri semata wayangnya.

"Va, perjodohanmu dengan Nak Alga sudah dibatalkan, ternyata Nak Alga sudah ta'aruf dengan wanita lain sebelum Abinya menjodohkan kalian," ucap Maulana membuka pembicaraan.

"Benarkah Yah?" tanya Deeva dengan wajah yang berbinar.

"Iya Sayang, tapi ada yang lebih penting lagi yang ingin ayah sampaikan ke kamu," kata Maulana ragu sama saat dirinya mengutarakan maksudnya ke Wira.

"Apa itu Ayah?" tanya Deeva penasaran.

"Hmmm ... gimana menurutmu kalau Aif dan Alayya memiliki ibu sambung?" tanya Ayahnya.

Deeva mengerutkan keningnya, bingung dengan ucapan Ayahnya.

"Apakah Om Wira ingin menikah lagi yah?" tanya Deeva heran.

Maulana hanya diam, bingung ingin berkata apa.

"Ayah ... !!"

"Va ... bagaimana menurutmu, apa kamu setuju jika Aif dan Alayya memiliki Mama baru?" tanya Maulana berusaha untuk memancing Deeva

"Mmmm ... itu aku tidak tau Yah, tanyakan aja ke Bunda," balas Deeva.

"Bundamu sudah menyetujuinya, bahkan Bundamu juga turut andil memberi saran ke Ayah dan Om kamu, makanya Ayah mau tanya pendapat kamu."

Ada rasa sedih yang mengganjal dihati Deeva, dia takut jika kedua adiknya dirawat oleh wanita lain yang belum tentu bisa menyayangi mereka dengan tulus, apalagi sampai harus berjauhan lagi dengan mereka sedang dia sudah terbiasa menjaga dan merawat kedua adiknya juga tidur bersamanya, seolah hati Deeva tidak mengikhlaskan.

"Va ... kok bengong Nak?" tegur Ayahnya.

"Yah kalau Om Wira ingin menikah lagi Deeva sih gak keberatan, yang jalanin kan dia, tapi biarkan aku yang merawat anak-anaknya Pah," ucapnya memelas.

"Justru hanya ingin anaknya mendapatkan kasih sayang utuh dari Mama dan Papanya makanya Om kamu mau mencari pengganti Mama untuk mereka Nak," jelas Ayahnya.

Deeva semakin sedih mendengarnya, tapi apalah haknya pikirnya.

"Tapi belum tentu wanita itu bisa menyayangi mereka Yah, tolong beritahu Om Wira Yah biar aku saja yang menjaga dan merawat anaknya yah" sela Deeva.

"Tapi kan Om mu juga gak mau pisah dari anak-anaknya, sementara kalau sudah nikah dia membawa istrinya dan anak-anaknya ke rumahnya," pancing Ayahnya lagi.

"Yah, aku sudah terbiasa dekat dengan mereka, tidur bareng dengan mereka, bermain dengan mereka, aku gak bisa pisah dengan mereka, gak mungkin kan aku ikut tinggal bareng mereka, Yah ... tolong ngomong sama Om Wira, aku gak bisa pisah sama mereka berdua Yah," rengek Deeva sambil menahan air matanya yang sudah ingin tumpah.

"Jika kamu tidak ingin pisah dengan mereka bagaimana kalau kamu yang menjadi Mama buat mereka."

"Mmmaksud Ayah aku mengadopsi anak Om Wira untuk kujadikan anak?" tanya Deeva terkejut.

"Tidak dengan jalan Adopsi Deeva, Om kamu mana mungkin mau, Dia masih bisa merawat anak-anaknya sendiri dengan mencarikan Mama baru."

"Terus maksud Ayah apa?"

"Jadilah Mama mereka seolah kamu lah yang melahirkan mereka, menikahlah dengan Wira."

Deg ... deg ... deg ... Jeduarr.

Deeva auto speechless, dadanya bergemuruh seakan ingin meledakkan sesuatu, pikirannya berkecamuk, hatinya seolah teriris-iris.

"Bagaimana mungkin," batinnya.

"Va ... anggap saja ini permintaan terakhir Ayah Nak, Bundamu juga menginginkan seperti ini, dia tidak mau Raif dan Alayya di rawat oleh orang lain, dan Bundamu sudah melihat betapa besarnya kasih sayangmu kepada mereka. Va ...  hanya kamulah yang pantas menjadi Mama mereka, menikahlah dengan Mahawira Adyatama Nak," Pinta Ayahnya

Deeva tetap saja terdiam membisu mendengar setiap kata yang keluar dari mulut Ayahnya. Sungguh sangat sulit baginya mencerna semuanya.

"Apakah ini yang terbaik? sepertinya aku tidak sanggup, apakah aku harus menghindari? tapi kemana? Apakah aku harus melawan kehendak kedua orang tuaku dan melawan takdirku?"

"Dalam setiap sujudku aku selalu meminta kepada Rabbku yang terbaik untukku, dan apakah ini jawaban dari doa-doaku apakah ini yang terbaik?" Batin Deeva.

Deeva terpaku duduk mematung saat Ayahnya mengungkapkan keinginannya yang di luar nalarnya. Apakah Ayahnya tidak lagi menyayanginya, pikirnya.

Apakah Ayahnya tidak mengerti dan tidak mau tau perasaannya, menangis pun tidak ada gunanya, berpikir bahwa Ayahnya sudah tidak waras lagi.

"Sayang kamu mau ya?" pinta Ayahnya sejali lagi.

Deeva masih terpaku dan memikirkan apa yang harus Dia katakan kepada Ayahnya.

"Deeva, ngomong Nak!"

"Maafkan Deeva Yah, bukan kah beliau Ayah kedua untukku? mengapa Ayah melakukan ini kepada putri satu-satumu Ayah?" ucap Deeva dengan bibir yang bergetar.

"Ayah, usiaku masih sangat muda, baru tamat SMA. Masih 18 tahun dan aku baru masuk kuliah, apakah pantas aku hidup berdampingan dengannya Yah?" ucapnya  lagi.

"Sayang kamu masih bisa melanjutkan kuliahmu meskipun kamu sudah bersamanya Nak, selama ini kamu sangat dekat dengan adik-adikmu, kamu yang membantu Bundamu mengasuhnya. Bahkan mereka tidur sekamar denganmu, apakah kamu tidak kasihan dengan mereka tanpa seorang ibu?" bujuk Maulana.

"Ayah tolong, bisa kah Ayah tidak memaksaku dalam hal ini? mereka berdua tidak akan kehilangan kasih sayang Ayah, ada Bunda dan aku yang merawatnya. Aku akan memberikan mereka kasih sayang tanpa harus menikah dengan Papanya. Ayah, bukankah om Wira papaku juga? mengapa aku harus menikah dengan orang yang aku anggap sebagai Ayahku sendiri, bahkan usianya sangat jauh diatasku Ayah, setega itukah Ayah kepadaku? Belum tentu juga Om Wira mau. Ini sudah di luar Nalar Ayah!!"

Pak Maulana terdiam tanpa berkata-kata lagi. Sebenarnya dia juga tidak tega tapi hanya Wira yang bisa dia percaya untuk menjaga dan membahagiakan anaknya, dan juga Maulana tidak ingin anak-anak Wira diasuh oleh wanita lain.

Bukannya Deeva tidak sopan dengan Ayahnya, tapi dia tidak bisa lagi membendung air matanya yang sebentar lagi tumpah, dia tidak ingin memperlihatkan kepada Ayahnya, Deeva langsung berdiri dari duduknya dan meninggalkan Ayahnya di ruang kerjanya menuju ke kamarnya dengan linangan air mata.

Deeva menatap ke arah pembaringannya dan memperhatikan dua orang anak yang yang terlelap di tempat tidurnya, Ya mereka adalah anak dari Omnya Wira, adik dari Ayahnya, yang putranya 5 bulan lagi berumur 3 tahun sedang yang putri masih bayi berumur 2 bulan.

Sebulan yang lalu Mama mereka istri dari Wira mengalami kecelakaan mobil bersama dengan putra pertamanya yang berumur 8 tahun, karena Masih tenggelam dalam kesedihannya untuk saat ini Wira belum bisa merawat kedua anaknya hingga mereka diasuh oleh Bunda Rosi dan Deeva untuk sementara waktu.

Air mata Deeva terus menetes melihat keduanya dan memikirkan keinginan Ayahnya yang tidak masuk akal menurutnya.

Deeva merebahkan badannya di samping mereka, masih dengan meneteskan air mata, sampai kesadarannya hilang menuju ke alam mimpi.

💓💓💓

Malam berganti pagi, Deeva perlahan membuka matanya, ia masih mengingat jelas perkataannya Ayahnya semalam, pikirannya saat ini masih kacau.

Mengingat dia ada mata kuliah pagi, Deeva lalu bergegas ke kamar mandi, tanpa membangunkan kedua kurcacinya seperti pagi-pagi sebelumnya.

Karena merasa canggung, Deeva berencana keluar dari rumah secepat mungkin tanpa bertatap muka dengan Omnya Wira, Deeva pikir pasti Omnya Wira sudah tau rencana ini, dia pun segera turun ke bawah dan mencari Bundanya ke dapur untuk berpamitan.

"Loh, masih pagi gini kok uda rapi?" tegur Bundanya heran.

"Iya Bunda, aku lupa ngerjain tugas semalam, makanya aku pengen cepat-cepat ke kampus mengerjakan tugasku sebelum dosen masuk, kalau dikerjain sekarang di rumah bisa-bisa kena macet nantinya dan aku telat," jelasnya berbohong. Padahal ia ingin menghindari kontak mata dengan Omnya.

"Bunda baru mau masak nyiapin sarapan, kamu sarapan di kampus aja ya" ucap Bundanya.

Deeva pun merasa lega karena omongannya dipercaya oleh Bundanya.

"Ok Bunda. Oia Bund, nitip Kurcaci di atas mereka belum bangun, aku gak sempat bangunin dan mandiin mereka Bunda.

"Iya nanti Bunda nyuruh Bibi menengok mereka ke atas." ucap Bundanya.

"Makasih Bund, kalau gitu aku pamit dan titip pamit sama Ayah, Bund. Assalamu'alaikum," pamit Deeva.

Deeva segera keluar dari rumahnya dan menuju ke garasi untuk mengeluarkan mobil Dian yang kemarin dipakai pulang.

Deeva kembali mengendarainya karena Dian tidak juga muncul menjemput mobilnya Alhasil Deeva yang menjemput Dian ke rumahnya, yang sebelumnya sudah membangunkan Dian melalui telpon.

"Gaje banget si loe Va, bangunin pagi-pagi buta, ngapain juga ke kampus jam segini?" oceh Dian yang ngomel karna ulah Deeva.

Deeva yang saat ini sensi badai merasa gak enak karena sudah membuat Dian kesal.

"Ya sudah, gue minta maaf, kalau gak mau ke kampus sekarang gak apa, ini kunci mobil loe, maaf ya Dii," ucap deeva sambil menyerahkan kunci mobil ke tangan Dian.

"Va ... kok gitu sih?"

"Gak apa Dii, gue naik ojol aja, maaf uda ganggu loe ya!" ucapnya lagi.

Dian yang tidak tega melihat Deeva langsung menahan tangannya.

"Va ... tunggu, kita bareng gue mandi dulu. Loe masuk dulu gih," ucap Dian yang merasa bersalah sudah ngomel-ngomel ke Deeva.

"Gue di sini saja Dii nungguin loe," balas Deeva mendudukkan dirinya di kursi teras rumah Dian.

Dian segera masuk ke dalam untuk bersiap-siap, tapi Deeva yang merasa sudah cukup membebani Dian, akhirnya melangkahkan kakinya keluar dari pekarangan rumah Dian tanpa pamit, dan menitip pesan kepada satpam untuk Dian.

Seperti Biasanya deeva menggunakan jasa ojol ke kampus.

Karena kampus masih sepi, Deeva lalu melanjutkan langkahnya ke kantin untuk sarapan.

Setelah selesai sarapan Deeva segera keluar dari kantin sebelum ramai, karena jam kuliah masih lama, Deeva meneruskan langkahnya ke taman kampus yang masih sepi.

Dia pun mendudukkan dirinya di atas rerumputan hijau menghadap ke kolam ikan yang ada di taman tersebut, air matanya mengalir membasahi pipinya, dia bingung kedepannya bagaimana.

"Apa ia aku harus menikah dengan Omku sendiri, apa Ayah dan bunda sudah tidak waras lagi? " batinnya.

Tiba-tiba saja ada seseorang dari sampingnya menyodorkan tisyu ke arahnya, Deeva terkejut ketika membalikkan badannya ke samping, melihat sosok yang amat tampan di pagi ini, ternyata dia adalah dosennya, Abidzar.

"Sedari tadi aku ingin menyapamu di kantin tapi kamu tiba-tiba keluar dan menuju ke taman ini," ucap Abidzar.

Deeva mengerutkan keningnya heran. "Bapak mengikuti saya" tanyanya.

Abidzar tersenyum yang terlihat manis dimata Diva, "tadinya saya mau nyamperin di kantin tapi kamunya malah keluar ya aku ikutin, tapi aku melihat kamu duduk merenung dan menangis makanya aku hanya diam memperhatikan kamu, takut mengganggu suasana hatimu yang gak baik-baik saja," jelas Abidzar panjang lebar.

Deeva hanya diam menanggapi, dia cukup malas untuk berbicara saat ini.

"Yuk masuk kelas, 10 menit lagi saya masuk ke kelas kamu," ujar Abidzar.

"Boleh nggak Pak, saya izin gak masuk mata kuliah Bapak dulu, soalnya saya gak bisa konsen Pak, kalau pun saya masuk pasti bawaannya merenung mulu tanpa memperhatikan penjelasan Bapak," ucap Diva meminta izin.

"Itu lebih baik deeva, dari pada kamu di sini merenung sendirian entar kesambet, ke kelas aja ya, nanti saya kasi izin kamu merenung di kelas bahkan tidur sekali pun," ucap Abidzar dengan tawanya.

Deeva sedikit berpikir, terlintas dibenaknya untuk bolos aja, tapi dia juga mempertimbangkan ucapan dosennya.

"Yakin gak menghukum saya Pak, kalau gak ngikutin mata kuliah walau saya di kelas?" tanyanya memastikan ke dosennya.

Abidzar menaikkan alisnya sebelah dan tersenyum.

"Iya, saya kan yang memberi ijin yang penting kamu hadir, tapi lain kali nggak ada toleransi lagi oke!!"

Deeva pun bangkit dari duduknya dan meninggaljan Abidzar yang masih berdiri di taman.

"Makasih Pak, kalau gitu saya pamit ke kelas Dulu."

"Apa yang membuatmu sedih Deeva, apakah kekasihmu?" batin Abidzar.

Ketika sampai di kelas Dian langsung berdiri menghampiri Deeva.

"Loe dari mana aja sih Va, kok ninggalin gue, loe tersinggung ya?" cerca Dian.

"Ngapain sih, kalian bertengkar?" timpal Bagas.

Dian memperhatikan wajah Deeva lekat yang kelihatan kusut dan habis menangis.

"Loe kenapa Va, maafin gue ya," ucap Dian sedih, karena mengira Deeva marah kepadanya.

"Gue gak apa kok," sela Deeva, lalu meninggalkan Dian dan duduk di bangkunya, tanpa menghiraukan Mita dan Bagas yang penasaran dengan keduanya.

"Kalian berdua ada apa sih? kalau ada masalah ya diselesain baik-baik," tegur Mita yang mengira Deeva dan Dian bertengkar.

Deeva menelungkupkan kepalanya di bangkunya dengan tangannya sebagai penyangganya, dia benar-benar pusing dengan ketiga sahabatnya belum lagi masalahnya di rumah yang membuatnya ingin berteriak seketika.

"Jangan ganggu dulu ya please, gue mau tidur," ujar Deeva.

"Gila aja loe Va mau tidur dimata kuliah dosen killer, bentar lagi dia masuk loh" ucap Bagas.

Dian yang merasa masih bersalah menghampiri Deeva dan memeluknya dari samping.

"Jangan gini dong Va, gue minta maaf. Gue tau gue salah, maafin dong Va."

Deeva benar-benar jengah dengan ulah Dian yang mengganggu ketenangannya.

"Paan sih Dii, please entar aja kalau mau ajak gue ngomong, gue mau tidur dulu, jangan ganggu sebelum gue benar-benar marah sama loe." ucap Deeva kesal.

Dian pun terdiam dan tidak mengganggu Deeva lagi, Dian hanya khawatir karena langkah kaki sang dosen killer sudah dekat ke arah kelasnya.

"Selamat pagi semuanya " sapa Abidzar.

Dian menyenggol lengan Deeva agar bangun, tapi tidak digubris olehnya, Deeva menahan tawanya ketikan melirik Dian yang eksperisinya sangat lucu karena takut sama dosen.

"Va..!!" bisik Dian, namun Deeva tetap tidak menggubrisnya, malah Deeva berniat mau ngerjain Dian.

Sampai pada mata kuliah Abidzar berakhir Deeva benar-benar tertidur. Yang membuat para Mahasiswa heran, mengapa Pak Abidzar tidak menegurnya, menambah rasa penasaran mereka akan gosip yang yang beredar.






TBC..........

Selamat membaca......

Continue Reading

You'll Also Like

218K 10.1K 42
Aishla terpaksa menikah dengan duda beranak satu demi memenuhi permintaan sang majikan yang telah dianggapnya sebagai ibu. Aishla kira, dia akan dipe...
43.3K 6.8K 41
[Cerita keenam yang dipublikasikan] 𝐃𝐎𝐍'𝐓 𝐂𝐎𝐏𝐘 𝐌𝐘 𝐒𝐓𝐎𝐑𝐘!!! Welcome pembaca baru. Jangan lupa tinggalkan jejak di setiap cerita... _...
Pangestu By π

Short Story

494K 30.3K 31
Males revisi, banyak typo hati-hati Keliya Pangestu (24), wanita berhijab yang biasa dipanggil El, dia mempunyai toko bakery "Pangestu" dan juga seo...
1.2M 17.3K 37
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...