Season With You || Lee Jeno [...

Von aroraayodia

102K 7.4K 301

🔞"Cintai aku sekali lagi. Jika seumur hidup terlalu berat, maka cukup satu menit saja," ucap lelaki itu, pen... Mehr

- Blurb -
1. Naima Rosdiana
2. Naima Rosdiana
3. Naima Rosdiana
4. Naima Rosdiana
5. Naima Rosdiana
6. Naima Rosdiana
7. Naima Rosdiana
8. Naima Rosdiana
9. Naima Rosdiana
10. Ezard Wattson
11. Ezard Wattson
12. Ezard Wattson
13. Ezard Wattson
14. Ezard Wattson
15. Naima Rosdiana
16. Naima Rosdiana
17. Naima Rosdiana
- Musim Bersamamu -
18. Naima Rosdiana
19. Naima Rosdiana
20. Naima Rosdiana
21. Naima Rosdiana
22. Naima Rosdiana
23 Naima Rosdiana
24. Naima Rosdiana
25. Naima Rosdiana
26. Naima Rosdiana
27. Naima Rosdiana
28. Naima Rosdiana
29. Naima Rosdiana
30. Naima Rosdiana
32. Ezard Wattson
33. Ezard Wattson
34. Ezard Wattson
35. Ezard Wattson
36. Ezard Wattson
37. Ezard Wattson
38. Ezard Wattson
39. Naima Rosdiana
40. Naima Rosdiana
41. Naima Rosdiana
42. Naima Rosdiana
43. Naima Rosdiana
44. Naima Rosdiana
45. Naima Rosdiana
46. Naima Rosdiana
47. Ezard Wattson
48. Ezard Wattson
49. Ezard Wattson
50. Ezard Wattson
- Musim Bersamamu -
51. Ezard Wattson
52. Ezard Wattson
53. Ezard Wattson
54. Ezard Wattson
55. Ezard Wattson [END]
Extra Part 1
Extra Part 2
- Season 2 -

31. Naima Rosdiana

1.1K 124 2
Von aroraayodia

⁠۝ ͒ ⁠⁠۝  ⁠⁠۝ ͒

Hal pertama yang bisaku tangkap untuk saat ini adalah senyum manis yang dihadiahkan Ezard setiap pagi. Disaat aku belum sepenuhnya terjaga, lelaki itu malah menyatukan hidungnya dengan hidungku. Lalu mengacak rambutku yang mungkin benar-benar berantakan saat ini.

"Sekarang kau persis seperti kerbau." Laki-laki itu mengejek. "Tidur dimana saja, bahkan kau juga tidur di toko bunga yang pintunya tidak dikunci."

Aku hanya diam. Masih dengan tubuh yang rasanya remuk, hancur berantakan; seperti ditimpa beban berat.

"Ayo pulang. Kasur kita lebih empuk dari kursi kayu ini."

Waktu terus berjalan. Semakin lama aku semakin menyadari bahwa ia adalah satu-satunya orang yang tidak ingin kubiarkan hilang dari hidupku. Aku mencintainya sejauh ini, terus berlari ke arahnya dengan langkah yakin.

Aku tidak aku pernah sudi kehilangannya dengan alasan apapun. Tapi sampai detik ini pun, di detik dimana ia menatapku dengan senyuman paling hangat sekalipun, aku masih tidak bisa membayangkan bagaimana akhir dari ceritaku dan ia.

Satu hal yang kuketahui secara pasti; bahwa aku mencintainya dengan segenap jiwa dan ragaku.

Dan masalahnya; aku tidak tahu apakah Ezard mencintaiku atau tidak.

"Apa kau baik-baik saja?"

Aku masih diam. Membiarkan ia bicara dengan angin malam. Sementara mataku tak berhenti menatap matanya yang berkilau. Ia selalu kelihatan tampan walau dengan rambut berantakan sekalipun; khas orang pulang kerja.

Kelihatannya, ia belum sempat berganti pakaian. Mungkin saat sampai di rumah dan tidak mendapatiku disana ia langsung  memutar mobilnya dan menyusulku ke toko.

"Sayang." Ia memulai lagi. Sedang aku masih tetap diam. "Kau sakit?"

Aku tidak pernah tahu, apakah kehangatan ini akan berlangsung seumur hidup atau hanya beberapa bulan ke depan. Tetapi jika boleh meminta, aku ingin momen ini menjadi milikku dan Ezard selamanya.

Aku ingin dia terus disampingku. Menanyakan hari-hariku. Menceritakan tentang perkembangan bisnisnya sekalipun aku tidak paham. Demi Tuhan aku siap mengorbankan segala yang kupunya agar tetap menjadi yang paling ia butuhkan dan ia ingat.

"Nai. Apa yang kau pikirkan?"

Lelaki itu kemudian mengusap lenganku dengan halus. Tangannya yang hangat mampu mengusir dingin di sekitar sana. Lalu, ia membuka jasnya dan menyelimuti punggungku.

Tiba-tiba hatiku terasa begitu sakit dan dilanda rindu berat. Aku juga dengan bodohnya menjatuhkan air mataku, tanpa ekspresi apapun. Aku tidak tahu jika air mata ini adalah paling tepat untuk menumpahkan segala sesak di dalam dadaku. Tetapi untuk saat ini, aku benar-benar tidak bisa menahannya.

Ini lebih baik dari mencaci Ezard dan membabi buta padanya. Ia pasti lelah, tidak ingin berdebat. Begitu pun dengan aku, aku benci setiap kali bertengkar dengannya dan meributkan hal-hal yang tidak seharusnya kami ributkan.

Sesaat setelahnya, Ezard merengkuh tubuhku dengan lembut. Membawaku ke pelukannya yang hangat. Pelukan yang selalu kurindukan dimanapun aku berada. 

Aku yakin ia bisa merasakan getaran di tubuhku saat aku memutuskan untuk menangis tanpa suara. Rasanya takut, dan ketakutan itu menjelma menjadi air mata.

Aku tahu bahwa pertengkaranku dengan Ezard beberapa menit yang lalu hanya mimpi, tetapi rasanya seperti nyata sehingga sakitnya masih membekas sampai detik ini.

Meski elusan tangan Ezard yang hangat di punggungku cukup menenangkan, tetapi segala kemungkinan buruk tidak bisa kutepiskan dari pikiranku ini.

"Aku tidak ingin bercerai." Aku tersedu-sedu saat mengatakannya.

Mendengar hal itu Ezard memelukku semakin dalam, memberikan kehangatan lebih banyak dan mencium dahiku berkali-kali. Sementara aku hanya ingin memeluknya lebih lama dan menangis di dadanya sampai aku merasa benar-benar tenang.

"Aku takut." Aku kembali berujar. Hingga membuat lelaki itu menyelipkan kedua tangannya di ketikaku dan mengangkat tubuhku. Kali ini membuatku duduk sepenuhnya di atas pangkuannya. Ia menggosok punggungku. Kemudian menepuk-nepuk pinggangku.

"Kau mimpi buruk?"

Aku hanya mengangguk dan memandangnya sebentar. Kemudian kembali menangis. Barulah lelaki itu terkekeh dan raut khawatir di wajahnya berganti dengan kelegaan.

Ia menyelipkan rambutku yang sudah memenuhi wajah ke belakang telinga. Kemudian mengecup bibirku sekilas. "Kau menangis seperti aku benar-benar hilang, Nai."

Sementara aku masih menangis dan menyembunyikan wajahku kembali di perpotongan lehernya. "Aku sungguh ketakutan tadi."

"Ayo pulang."

"Tidak."

"Kenapa lagi?"

"Aku hanya ingin memelukmu."

"Bisa dirumah nanti."

"Tidak! Aku butuh sekarang!"

"Memangnya bisa menyetir dengan posisi seperti ini? Polisi akan menilang kita jika sampai melihatnya."

"Aku hanya ingin dipeluk. Itu saja."

"Baiklah, Sayang. Peluk aku sampai kau merasa puas."

Dan pada akhirnya, Paman Gober lah yang menyetir, karena aku bersikeras tidak mau melepaskan pelukanku. Ezard terpaksa menelpon Paman Gober dan menyuruh lelaki tua itu untuk naik ojek ke toko bungaku. Kemudian membawa mobil Ezard melewati jalanan yang ramai.

⁠۝ ͒ ⁠⁠۝  ⁠⁠۝ ͒

Aku baru saja selesai mandi dan keramas sekaligus. Kata Ezard, aku harus benar-benar menyegarkan diri dengan berendam air hangat agar beban di kepalaku sedikit menguap.

Itu saran yang tidak berguna sama sekali. Buktinya, kepalaku masih terasa berat dengan bebannya yang seolah menanggung semua masalah penduduk planet bernama bumi ini.

Seharusnya tadi tanpa mendengarkan perkataan Ezard, aku langsung tidur dan bergulung di balik selimut. Tetapi sialku juga mendengarkan saran dari si penerus perusahaan properti yang katanya begitu terkenal di Indonesia itu.

"Jam berapa sekarang?" Aku berjalan mendekati suamiku itu yang tengah duduk di tepian ranjang dengan handuk kecil di tangannya.

Aku berusaha melihat jam di pergelangan tangan Ezard, tetapi suamiku yang nakal ini malah menjauhkan tangannya hingga tidak terjangkau oleh pandangan mataku.

"Sudah malam tapi kau masih saja bermain-main!" Aku sungguh-sungguh membentaknya.

Kau tahu, setelah rindu berat yang menyerangku tadi, aku kini malah merasakan kekesalan yang teramat parah pada lelaki itu. Mengingat bagaimana ia meninggalkanku dalam mimpi membuatku ingin mengoyak mulutnya hingga ia tidak bisa mengatakan hal yang sama lagi.

"Tadi kau menangis dan tidak ingin melepaskan pelukan satu detikpun. Sampai-sampai aku harus menelepon Paman Gober untuk sekedar menyetir. Dan sekarang? Kau marah-marah seperti seorang nenek sihir! Sungguh, Nai, jika kau berulah lagi, aku hanya akan menertawakanmu."

"Ezard!!!" Suaraku masih tinggi. Aku sangat malau ketika ia mengejekku begitu. Tetapi aku tidak punya pilihan lain selain menjangkau tangannya dan melihat jam berapa sekarang?!

"Kau mau apa dengan jam, Nai?" Ezard berseru lirih tepat di ujung telingaku.

"Berhenti main-main!" Aku masih kesal padanya, sungguh!

"Yang benar saja, Nai?" Ezard mengeluh. "Sekarang pukul sebelas malam. Kau tahu? Hampir dua jam kau menangis di toko dan saat kutanya kau kenapa, kau hanya menjawabnya dengan tangisan."

"Maafkan aku."

"Itu saja?"

"Memangnya apa lagi?"

"Kau tidak ingin menjelaskan mimpi apa yang membuatmu menangis?"

"Besok saja. Aku sudah ngantuk."

Laki-laki itu kemudian menarik tanganku, membuatku duduk di sampingnya. Kemudian mengeringkan rambutku yang basah.

"Lain kali jangan tidur di sembarang tempat."

"Aku tidak berniat tidur disana."

"Aku hanya takut kau sampai kenapa-kenapa."







.......

Weiterlesen

Das wird dir gefallen

1.6M 79K 53
Rasa cinta terlalu berlebihan membuat Lia lupa bahwa cinta itu tidak pernah bisa dipaksakan. Rasanya ia terlalu banyak menghabiskan waktu dengan meng...
1M 154K 59
Park Jay, cowok bengis yang dijuluki Pangeran oleh seantero sekolah karena parasnya yang memukau. Sikapnya angkuh, cuek dan egois, bermata elang dan...
924K 3.6K 14
LAPAK DEWASA 21++ JANGAN BACA KALAU MASIH BELUM CUKUP UMUR!! Bagian 21++ Di Karyakarsa beserta gambar giftnya. 🔞🔞 Alden Maheswara. Seorang siswa...
2.7M 291K 49
Bertunangan karena hutang nyawa. Athena terjerat perjanjian dengan keluarga pesohor sebab kesalahan sang Ibu. Han Jean Atmaja, lelaki minim ekspresi...