Remembrance ✔️

By jeonnayya_

20.8K 2.6K 8.9K

Kang Seoyung mungkin selalu memiliki cara untuk menggapai seluruh keinginan dan tujuannya. Tetapi kali ini, m... More

Prologue ; unexpected chaos
1- Get closer
2- Fragile truth
3- Clarity, if you go
4- Clumsiness
5- Fill one another
6- Cinema and first date
7- This happiness
8- Black rose which is back
TRAILER
9- A real disappointment
10- Unconstructive excuses
11- A dark story, one that's lazy to tell
12- Your lies, make a little doubt
13- Advice and bad feeling
14- Painful silence
15- Sentences that you regret again
16- So sickening
17- I'm tired more
18- Can't be frank
19- Plan to suffer
20- Fidgety
22- Ended sadly
Epilogue ; serendipity

21- Honestly and woulds

548 72 240
By jeonnayya_

Kala jengkal yang tengah mati-matian meraih tepian namun tetap saja tak sampai. Tetap berada di perahu kayu, yang bertembuk di beberapa bagian di gerus sang tirta. Berada di sungai dengan debur aliran deras, dingin dan ganas beringas. Kembali lagi terjebak, bingung mencari atau malah telah lupa caranya menepi. Dayungnya telah patah, terkena berangkal yang keras saat mencawasnya.

Terjebak, sendirian. Mencoba berteriak, meminta bantuan. Tetap saja hingga pita suaranya berpindah tempat. Tak akan ada yang mendengarkannya, suaranya terlalu lirih. Semua menulikan rungu—terdiam membisu. Tenggelam di bawah ketidakberdayaan, tak memiliki kuasa. Lemah, tersiksa—sesak, perih.

Iris hazel itu telah terbuka sedari tadi, kembali menatap langit-langit dinding yang telah terhiasi oleh sawang-sawang yang pekat. Laba-laba saja sepertinya sangat senang tinggal di dalamnya. Menatap sekeliling, barang-barang bekas yang tersusun berantakan, kursi kayu yang telah kehilangan sebelah kakinya karena lapuk. Barang-barang lain juga ada di sini, berpadu di dalam. Terduduk dengan tali mengikat kedua telapak tangan dan tungkainya. Rasanya sakit, perih saat ia menggerakkannya sedikit saja karena pegal.

Mulutnya di bekap, bahkan menelan salivanya saja Hyerim kesusahan. Sepertinya ia benar-benar akan mati sekarang. Kepalanya pening, surainya tak lagi terbentuk karena telah terjambak, di siksa karena memberontak meminta keluar setelah kesadaannya hadir. Kakinya penuh memar, bahkan tangannya telah lecet, hingga sedikit mengeluarkan darah. Rasanya nyaris sekarat. Ini pukul berapa pun Hyerim tak tahu, semua terasa sama saja.

Hingga kini, ia tak mengetahui siapa yang melakukan ini kepadanya. Hanya empat orang pria dengan pakaian serba hitam. Mungkin itu memang malaikat kematiannya. Hah, sungguh mereka tidak pantas jika di sebut sebagai malaikat, perilakunya saja menyerupai iblis. Cih, Hyerim serasa ingin mengumpat—tapi percuma saja hingga milyaran ataupun triliun sumpah serapah itu keluar, tak akan ada habisnya. Hati mereka telah hitam, mati. Mereka hidup tanpa hati, sama seperti tuannya yang melakukan ini padanya.

Tidak, Hye. Kau tidak boleh menyerah sebegitu mudahnya. Setelah kesekian badai, ombak besar, angin kencang dan hujan deras kau sanggup melaluinya. Jangan menyerah selagi napasmu itu masih berasimilasi seperti sebelumnya. Masih ada Taehyung yang menunggumu di ujung sana, menggenggam erat tanganmu, merengkuh hangat tubuh ringkihmu ini.

Huh, sekonyong-konyong dirinya kini jadi merindukan pria itu. Merindukan senyum kotaknya, bau keringatnya,—ah tidak. Taehyung selalu wangi kok, tapi Hyerim suka menghirup aroma maskulin yang keluar itu. Enak, alami Hyerim suka baunya. Merindukan suara bariton yang selalu mengoceh tak henti, mengomelinya. Bibir yang suka merajuk itu, yang mengecupnya lembut, dan selalu mengatakan " Ayo kita lalui ini bersama, Hye."

Air matanya mencelos jatuh, mengenang kenangan manis itu. Ia berharap itu tak akan jadi pahit. Semoga saja sang pencipta alam semesta masih memberikannya kesempatan membuat setiap kenangan itu. Aish, menyedihkan sekali. Memiliki kekasih satu saja, membuatnya sungguh menderita karena tak kuasa menahan rindu. Taehyung, entah ini malam atau pagi. Saat ini Hyerimmu ini merindukanmu, sungguh.

--

Sementara pria itu masih stagnan pada posisinya, menunggu lawan bicaranya berucap. Tiba-tiba saja angin berhembus cukup kencang, Ryu seperti mendapat firasat buruk. Gelenyar aneh tiba-tiba singgah. Rungunya seakan tak sabar menunggu Haejoon yang masih diam, seperti menimbang-nimbang ucapannya.

"Ingin bicara apa dengan Hyung? Kau kenapa tiba-tiba gugup seperti itu?" Tanya Ryu sambil terkekeh. Woam, perlahan kantuknya hadir kemudian menutup mulutnya dengan sebelah tangan karena menguap. Haejoon masih diam, seolah terlalu kenyang hingga tak sanggup berucap.

Jaewook yang merasa suasana berubah menjadi canggung pada akhirnya memilih pamit. Karena di rumahnya telah setia dinanti oleh berbagai berkas proyek. " Kalau tidak jadi, tidak apa-apa. Aku harus lembur, jadi kita bertemu lain waktu saja ya?" Ryu bangkit dari duduknya kemudian menyambar jasnya. Bersiap untuk berlalu pergi menuju mobilnya. " Oh iya, terimakasih untuk ramyeon dan colanya. Hmm, bakat membuat ramyeonmu masih sama kok, tetap enak Joon." Tuturnya lantas tersenyum.

Otak Haejoon sedari tadi masih memproses, bagaimana sikap Jaewook yang berubah drastis. Ia masih menormalkan keterkejutannya. Apakah ini pertanda jika pria Ryu itu telah mengubah sikapnya terhadap adiknya—Jeon Hyerim? Jika itu benar—agaknya dirinya dapat bernapas lega. Setidaknya kini, saat ini ia dapat mengucapkan kejujuran yang telah terpendam di dasar itu untuk muncul kembali. Bagaimana ya? Ia tak ingin terus-terusan menanggung rasa bersalahnya ini. Sudah cukup ia membuat Hyerim menangis beberapa hari yang lalu. Tapi di sisi lain, ia mendapatkan kelegaan yang sungguh dirinya inginkan sedari dulu.

Sedari tadi ia telah menyadari kesalahannya yang dapat berujung fatal;

Haejoon tak peduli, apabila setelah ia mengucapkan kebenaran itu dirinya akan mendapatkan pukulan, hantaman, kemarahan dan kekecewaan dari Jaewook. Tak apa, ia memang pantas menerima itu. Ia pantas mendapatkannya. Hingga setelahnya langkahnya pergi ke New York tak akan lagi berat, terbebani. Ia akan kembali dengan sosok yang baru, dengan hati, daya pikir dan prinsip yang baru. Tidak lagi Haejoon yang tak sanggup menyatakan kejujuran, keterusterangannya dan hanya melikut di pelupuk sang waktu. Hah, benar-benar tidak jantan sekali. Iya, pria Hwang itu menyadarinya juga.

"Hyung, tunggu." Suara Haejoon akhirnya mengudara. Membuat langkah Ryu terhenti. Pria itu masih bergeming, hanya deru napas yang terdengar.

"Hyung, tolong jangan membenci Hyerim—dia tak bersalah. Dia sangat menderita." Ryu kaget, kenapa tiba-tiba pembahasannya menjadi Hyerim—adik tirinya. Ryu, mengeryitkan dahinya tak mengerti. Ia memang membenci Hyerim, sangat benci. Faktornya banyak sekali hingga ia malas untuk menjelaskannya. Apalagi ibunya, selalu saja membuatnya kesal—sok-sokan peduli terhadap dirinya. Padahal, sama saja—sama-sama ingin harta ayahnya. Dan ketika usaha ayahnya bangkrut, wanita paruh baya itu masih bisa-bisa meminta pinjaman uang dengannya untuk menyekolahkan Hyerim hingga wanita itu bergelar sarjana.

Iya, memang setelah tumbuh menjadi pria dewasa, Jaewook memilih tinggal sendiri di flat sederhananya dulu. Tidak semewah yang sekarang. Ia berusaha keras, membuktikan pada ayahnya bawa ia bisa hidup sendiri tanpa bantuan darinya. Namun pada akhirnya ia menyesali, karena hingga ayahnya tak mengembuskan napas lagi, kekesalannya masih saja singgah. Tetapi perlahan luruh karena rasa bersalah. Ia tetapnya Ryu Jaewook yang selalu merindukan kata-kata ayahnya yang mengalun bijak. Kasih sayangnya, kehangatannya yang tak terhingga. Pada akhirnya ia tetaplah menjadi seorang anak. Dan ayah tetaplah ayah. Ryu tetaplah jadi anak yang akan meronta, menangis, hancur ketika orang tuanya tiada. Naluri manusianya masih tersisa, hanya saja tertutup oleh kebencian.

Jeon Hyerim—kapanpun akan jadi itu. Tidak akan menjadi Ryu Hyerim.

Ia benci, tapi juga mencintai secara bersamaan. Merutuki dirinya sendiri kenapa setiap kali ia menemui Hyerim, mencari kepuasannya dengan menyiksanya ataupun hanya sekedar melemparkan kalimat satir tapi menyayat dan menohok bukan main. Anehnya bukan kepuasan yang ia dapatkan, tetapi penyesalan yang perlahan memenuhi bahananya.

Sekilas impresi itu terputar di kepalanya. Ryu, membalikkan punggungnya. Mendekat ke arah Haejoon kembali. Berniat menanyakan maksud pria Hwang yang menurutnya terdengar tak masuk akal dan rancu. " Apa, maksudmu Joon?"

"Kau masih mencintainya kan? Tolong, aku tahu sikapmu padanya. Kasar—dia itu adikmu Hyung." Tangan Ryu terkepal, benci mendengar kata adik. Seolah status itulah yang menjadikan selama ini pembatas, hingga ia tak dapat melangkahinya. Sedikit kesal juga manakala menemukan Haejoon yang tiba-tiba membahas perasaanya. Itu terlampau dulu, tidak—sekarang ia tak memiliki rasa apapun. Mungkin ada bekasnya sedikit, di dalam sana bersama kepedulian yang berusaha ia kubur dalam-dalam.

"Kau mabuk? Kenapa bicaramu rancu seperti ini. Sudahlah jangan membual, mana ada aku mencintainya. Gila saja, kalau benci tentu saja iya." Terang Ryu lantas mendudukkan dirinya kembali. Entahlah,ia juga tak memahami ini kenapa dirinya malah mendudukkan kembali tubuhnya yang tadinya telah beranjak. Seolah hatinya tiba-tiba ingin sekali membahas sosok sang adik. Iya—Ryu jujur merindukannya namun rasa antipatinya lebih mendominasi. Haejoon hanya menggeleng, kemudian tersenyum kecut. Hah, masih saja ingin memutar kata-kata. Baiklah, sepertinya dirinya harus menuju inti agar Jaewook paham apa yang ia maksud.

"Hyung, semua yang kukatakan tentang Hyerim di masa lalu itu tidak benar—maksudku tentang kehidupannya dulu sebelum bertemu denganmu. Tentang semua kehidupan Hyerim, sebenarnya aku juga tidak tahu."

"Apa maksudmu?" Dahi Ryu berkerut—tak mengerti. Lantas menunggu sahutan Haejoon kembali.

"Aku adalah orang yang menyebabkan kau membenci Hyerim, ya semua perkataanku itu hanya bualan saja. Jujur aku tidak suka jika kau dekat dengannya karena—"

"Karena aku juga menyukainya." Tutupnya kemudian menatap Ryu yang romannya tengah menahan amarah. Astaga, Ryu baru menyadari setelah sekian lama. Memang awal dari kebenciannya adalah karena bualan Haejoon. Kenapa ia tak menyadarinya, kenapa ia baru merasakannya sekarang. Rasa bersalah itu, tiba-tiba hadir. Sesak—hatinya hancur berketai-ketai.

"Kau?" Ryu, bangkit dari duduknya. Berdiri sambil memegangi kerah jaket Haejoon bersiap memukul, atau apapun itu. Amarah, penyesalannya tercampur aduk. Hingga pria Ryu tak dapat mencecapnya satu persatu. " Beraninya kau melakukan itu, memang aku mencintainya—menyayanginya sebagai seorang adik bodoh. Kenapa pikirmu begitu dangkal Joon."

"Kenapa dulu kau juga percaya begitu saja? Kaulah yang bodoh Hyung." Haejoon tersenyum miring, memang Jaewook itu bodoh. Pada akhirnya kepalan tangan itu sukses mendarat di rahang tegas Haejoon hingga pria itu terhuyung ke belakang. Cairan merah pekat—berbau anyir sekonyong-konyong mengalir di sudut bibirnya, pria Hwang kemudian menyentuh dan menyekanya kasar. "Aku tahu Hyung aku salah. Lakukan saja sesukamu, aku tak akan melawan."suara parau itu melambung. Ryu masih mengatur napasnya, mencoba mengontrol emosinya kembali.

"Brengsek kau Hwang Haejoon!" Ryu mendekat kembali, mengacak rambutnya frustrasi kemudian menegakkan tubuh Haejoon yang masih terduduk lemas—wah, pukulan pria Ryu memang tidak main-main. "Keparat, sialan!" Kembali memukul wajah tampan Haejoon, melampiaskan kesalnya. Bahkan jasnya telah terkulai tak berdaya di atas bentala itu.

Ryu meninggalkan tubuh Haejoon yang telah lemas penuh memar akibat ulahnya. Tidak, peduli dengan semua itu Haejoon memang pantas mendapatkannya. Kini, tungkai panjangnya saja seolah sangat sulit melangkah—terseok-seok dosa dan penyesalan. Dia ini kakak macam apa? Tak berguna, ia bahkan tak pantas mendapatkan sebutan itu. Ia lebih pantas di panggil sebagai iblis mengingat kelakuannya. Kenapa ia tak menyadari jika ia hanya memiliki Hyerim saat ini, mengingat kedua orang tuanya telah tiada. Harusnya ia menjaganya, harusnya ia berada di sisi Hyerim sebagai seorang kakak yang menyayanginya, memberikan perhatian. Kenapa ia begitu bodoh. Bodoh sekali.

Gemuruh di bumantara tiba-tiba terdengar. Awan-awan yang sebelumnya menemani sang candra melukiskan pemandangan indah bersama kartika nyatanya kini berganti dengan mendung. Tak lama kemudian, rintik hujan perlahan turun dengan ritmenya, aroma aspal terbasuh air sekonyong-konyong menguar. Tubuhnya basah kuyup, tanpa ada niatan untuk berteduh. Biarkan, biarkan ini semakin menyatu—beradu sempurna di dalam sana. Biarkan ini semakin remuk, hancur, dan mematikan. Tak apa, Ryu sadar ia salah. Penyesalan ini, luka yang ia perbuat, berjuta frasa dan aksara dengan sentuhan sarkas nan satir itu tak akan pernah bisa terobati. Terlanjur membekas, semua sudah terlambat.

--

Pria Yuhn itu sepertinya telah lupa arah dan letak jalan pulang. Sedari tadi hanya terduduk di kursi kayu dengan rumah kekasihnya. Menunggu barangkali Hyerim akan pulang. Lebih baik disini, berteman bersama sepi dan sendu tetapi setidaknya ia dapat sedikit merasakan kehadiran wanitanya.

Merasakan kenangan di setiap inci rumah ini. Di jendela, pintu kayu, ruang tengah, tangga dan sofa itu. Astaga, sangat penuh hingga ia tak dapat menjelaskannya satu persatu. Sial, ia jadi merindukannya. Terduduk—sambil menyandarkan punggung dan kepalanya ke belakang. Menyatukan kedua tangannya, untuk terlipat hingga ke dada bidang itu. Tak memperdulikan udara dingin yang semakin menusuknya. Jujur tubuhnya sangat lelah, berharap ketika kedua netranya terbuka—ia dapat memirsa bagaimana wajah anggun Hyerim membangunkannya. "Sayang tunggu aku menjemputmu ya, aku merindukanmu—sangat rindu."

[ ]

Continue Reading

You'll Also Like

1M 83.1K 29
Mark dan Jeno kakak beradik yang baru saja berusia 8 dan 7 tahun yang hidup di panti asuhan sejak kecil. Di usia yang masih kecil itu mereka berdua m...
365K 4K 82
•Berisi kumpulan cerita delapan belas coret dengan berbagai genre •woozi Harem •mostly soonhoon •open request High Rank 🏅: •1#hoshiseventeen_8/7/2...
291K 22.5K 103
"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar...
31.8K 4.9K 16
[SEDANG DIREVISI] Seumur hidup Yejin tidak pernah percaya adanya makhluk lain yang hidup di dunia selain manusia dan hewan yang menjadi penghuni. Men...