1 Semester || Shinsou Hitoshi

By SmolDemy

1K 113 15

"Menurutmu, apa yang menanti kita di masa depan?" Shinsou Hitoshi dan Shirayanagi Chiyoko. Dua insan yang sal... More

― i n t r o d u c t i o n ―
― 五月 ―
― 六月 ―
― 七月 ―
― 八月 ―
― 九月 ―

― 四月 ―

257 22 2
By SmolDemy

"Let's make a deal!"


✽✽✽


Musim semi.


Bunga-bunga bermekaran, udara dingin tiada ampun dari musim sebelumnya kini menjadi lebih hangat, tidak lupa kelopak bunga sakura yang berjatuhan menjadi pertanda khas kedatangan musim yang identik dengan awal baru.


Dengan adanya awal yang baru, ada pula tahun ajaran baru. Hari ini adalah tanda bahwa Shirayangi Chiyoko adalah seorang siswi SMA. Bukan siswi SMA biasa, siswi SMA UA! Toh, walau dia bukan siswi dari departemen pahlawan, departemen yang paling dibanggakan dari sekolah ternama ini, setidaknya dia berhasil memasuki departemen umum dengan nilai yang memuaskan.


Maka dari itu, Chiyoko melangkah melewati gerbang sekolah dengan langkah pelan. Mahkota putihnya dikepang rapi, kepangannya jatuh tepat di bahunya. Seragamnya lengkap dan sudah disetrika, blazer sekolahnya juga dia kancing. Sepatunya pun bersih dari debu. Mungkin terlihat terlalu berlebihan, tetapi, hey, first impression matter!


Netra merah gadis itu bergemilang saat ia melihat sosok tinggi tidak jauh di hadapannya. Walau di antara kerumunan orang-orang dengan rambut warna-warni atau sesuatu hal yang mencolok karena quirk mereka, Chiyoko selalu bisa menyadari rambut singa berwarna ungu itu.


Sambil mempercepat langkahnya, Chiyoko berseru, "Shinsou-kun!"


Sesuai dugaan, pemuda itu menengok. Sesaat matanya melebar, tapi dengan cepat berubah menjadi tatapan malas. "Oh, Shirayanagi," Shinsou Hitoshi mendengus pelan. Walau terdengar dingin, Chiyoko tidak menghiraukannya dan tetap mendekati pemuda itu dengan senyuman lebar.


"Selamat pagi!" sapa Chiyoko dengan gembira. "Tidak kusangka kita akan bertemu lagi! Bagaimana pagimu? Kuharap baik-baik saja, karena—kau tahu—perasaanmu ketika kau bangun di pagi hari biasanya mempengaruhi perasaanmu selama seharian penuh!" kata gadis itu. Penuh semangat, hampir tidak memberikan kesempatan bagi Shinsou untuk membalas.


Senyuman simpul muncul di bibir Shinsou. Tipis, nyaris tidak terlihat kalau saja Chiyoko tidak berjalan di sebelahnya. "Aku masih mengantuk, tetapi semuanya baik-baik saja," jawab Shinsou, wajahnya kembali datar. "Seperti biasa kau penuh semangat, ya?"


Tawa keluar dari Chiyoko. "Kau selalu mengantuk di pagi hari, Shinsou-kun," ucapnya. Kemudian kedua tangannya mengepal di depan mulutnya. "Oh, tapi kau harus tahu kalau aku sebenarnya sangat gugup!" katanya. "Jantungku berdegup kencang sampai aku tidak mendengar apa pesan Ibu dan Kakak pagi ini!"


"Huh, kurasa aku bisa melihatnya," jawab Shinsou, pandangannya jatuh pada posisi tangan Chiyoko. Sesaat Shinsou juga bisa melihat tangan itu sedikit gemetaran. Saat netra ungunya memperhatikan lagi gadis albino itu, Shinsou juga bisa melihat senyuman gadis itu tidak seceria biasanya. "Aku bisa melihatnya dengan jelas."


"B-Bohong!" pekik Chiyoko kaget. "Apakah sejelas itu?" ia kemudian menunduk. Salah satu tangannya masih di depan mulut, sementara satunya memainkan ujung kepangannya. Shinsou sudah mengenal Chiyoko cukup lama untuk mengetahui kebiasaan gadis itu.


"Sejelas kertas kosong," jawab Shinsou, ia menyeringai kecil. "Kau seperti anak kecil saja ya. Apa benar kau murid SMA?"


Sesaat Chiyoko menatapi Shinsou kesal, tetapi dia segera mengalihkan pandangannya sambil mendengus. "Bukankah normal merasa gugup di hari pertama sekolah? Shinsou-kun pasti juga gugup!"


"Hm? Benarkah? Aku baik-baik saja, tuh," jelas Shinsou berbohong. Dia sama gugupnya dengan Chiyoko, namun harga dirinya membuatnya berkata lain.


Mata merah Chiyoko menatapi tajam Shinsou, seakan-akan berusaha mencari sesuatu dari pemuda itu. Shinsou membiarkannya saja, toh, tidak begitu mengganggu. Setidaknya Chiyoko sendiri juga segera menyerah dalam waktu dekat. Pada saat yang sama, dia juga mengubah topik sambil melanjutkan perjalanan menuju kelas mereka.


Sekilas Shinsou dan Chiyoko mungkin tampak aneh ketika bersama. Terlebih lagi entah bagaimana Shinsou yang anti-sosial dan memancarkan aura mengancam untuk tidak didekati bisa dekat Chiyoko yang penuh senyuman dan tawa. Walau sebenarnya kedekatan mereka juga atas kerja keras Chiyoko yang gigih berteman bersama Shinsou.


Karena keduanya sama-sama berasal dari SMP Nabu, rasanya tidak aneh kalau mereka dekat. Toh, entah seberapa banyak perbedaan mereka, Shinsou dan Chiyoko tetap memiliki beberapa persamaan. Seperti mimpi mereka untuk memasuki UA, ambisius mereka, kesukaan mereka kepada kucing.


Rumor-rumor jelek tentang mereka yang beredar di sekolah.


Mungkin terdengar aneh, tapi rasanya keduanya disatukan oleh takdir karena latar belakang mereka yang mirip. Dari hal itu, muncul juga suatu ikatan yang membuat mereka mengerti dan bisa membuat suatu hubungan. Terdengar aneh, tetapi itulah kenyataannya.


"Ah, kau kelas C juga?" suara penuh semangat milik Chiyoko kemudian membuyarkan lamunan Shinsou. Pada saat yang sama dia tersadar sudah berada di depan kelasnya. Pintu di hadapan pasangan itu besar—terlalu besar malah—dengan "1-C" tertulis pada pintu menggunakan cat merah.


Pandangan pemuda itu pindah menatapi Chiyoko keheranan. Dia hanya menjawab dengan satu anggukan kecil. Hanya saja, jawaban itu cukup untuk membuat wajah Chiyoko berbinar-binar.


"Syukurlah!" katanya lega. "Setidaknya itu berarti ada yang kukenal di kelas ini! Aku sudah ketakutan saat tahu Saki-chan berada di kelas lain! Kukira kali ini kami akan sekelas lagi, tetapi UA memisahkan kita!" keluhnya. Shinsou tidak perlu bertanya untuk mengetahui nama teman masa kecil si gadis albino itu.


Yang ada Shinsou hanya terkekeh pelan. "Kasihan sekali, ya. Sekarang aku khawatir dengan sekolahku di hari yang akan datang kalau kau terus menempel padaku."


"Hey!"


Shinsou mengabaikan kekesalan Chiyoko, malah lebih terfokus untuk mencari namanya pada daftar nama di papan tulis. Dia berhasil menemukan namanya pada bangku di belakang, pada saat yang sama dia juga melihat "Shirayanagi" tertulis pada bangku di depannya. Sekarang Shinsou sama sekali tidak kaget.


Chiyoko masih bercerita dengan gembiranya, tidak peduli kalau Shinsou hanya mendengarkan dengan satu telinga saja. Keduanya segera duduk pada bangku masing-masing, sambil mempersiapkan diri untuk jam pertama dan upacara pembukaan tahun ajaran baru.


Perhatian Shinsou jatuh pada Chiyoko lagi. Gadis itu duduk menghadap Shinsou, masih dengan senyumannya. Setidaknya Shinsou bisa melihat dia tidak segugup sebelumnya.


"Mari lakukan yang terbaik bersama, Shinsou-kun!" katanya.


Shinsou diam saja. Ia memperhatikan gadis itu lebih teliti. Senyumnya jelas tampak tulus, tidak ada tanda-tanda dipaksakan atau pun tanda kalau ia segan berada di dekat Shinsou. Meski sudah mengenal gadis itu setidaknya dua tahun, terkadang Shinsou masih tidak terbiasa melihat orang tersenyum seperti ini kepadanya.


Pada saat yang sama, dia teringat kembali ketika mereka mendapatkan surat penerimaan mereka.


.

.

.


"Aku gagal."


Suara gadis itu terdengar lemah. Kalau saja Shinsou tidak duduk di sebelahnya, mungkin Shinsou tidak bisa mendengarnya. Kalau saja dia tidak dekat, mungkin dia tidak akan mendengar getaran di suaranya.


Matahari hampir terbenam, pada saat yang sama udara juga sudah menjadi dingin. Udara bulan Maret tidaklah seburuk bulan-bulan sebelumnya, hanya saja dua insan tersebut bisa merasakan bagaimana dingin malam itu menusuk relung tubuh mereka.


Shinsou tidak tahu kenapa dia berada di sini. Sebelumnya dia berada di rumah, niatnya menghabiskan malam dengan bermain di internet sampai puas agar bisa melupakan hasil pengumuman ujian masuk. Tetapi begitu ia menerima pesan dari Chiyoko, dia langsung saja mencari tahu di mana dia berada. Tanpa pikir panjang Shinsou mengambil sepedanya untuk mencari gadis itu.


Dan di sinilah mereka, duduk berdua di taman yang biasanya Shinsou lewati ketika bersepeda. Mereka hanya menghabiskan waktu dengan duduk bersama, dengan canggung, tanpa mempedulikan dingin di sekitar.


Kemudian Chiyoko terkekeh. "Tapi tenang saja! Aku berhasil memasuki departemen umum! Setidaknya aku sudah mendaftar di sana sebagai cadangan!" katanya. Dia menghadap Shinsou sambil tersenyum. "Seperti yang kau tahu, aku tidak kuat. Quirk milikku juga tidak begitu mencolok. Mana mungkin aku bisa menang melawan robot, ahahah!"


Shinsou tetap diam saja. Netra ungunya menatapi gadis bersurai putih itu. Ia bisa melihat senyuman Chiyoko tidak mencapai mata. Bagaimana bibirnya tampak gemetaran, bukan karena dingin. Dan matanya yang mulai basah.


"Aku sama sekali tidak terkejut. Sejujurnya aku sudah tahu akan ada kemungkinan seperti ini," jelasnya sambil bersandar pada bangku taman. "Ini adalah kenyataan, bukan dunia komik. Tidak segalanya akan mengikuti kemauanku. Aku tahu itu."


Lagi-lagi Chiyoko terkekeh. Ia perlahan menundukkan kepalanya, kedua tangan terkepalkan di atas pangkuan. Untuk beberapa waktu gadis itu tetap diam saja. Kemudian ia menarik napas dalam dengan terputus-putus.


"Aku tahu itu ... tetapi tetap saja," suaranya lirih, gemetaran. "Tetap saja ... aku kecewa."


"Rasanya ini tidak adil, tapi mau bagaimana lagi?" isakan pelan terdengar dari sela ucapannya. "Ini dunia nyata. Kenyataannya aku gagal. Walau aku sudah berusaha sekeras mungkin, itu bukan berarti semaunya akan berjalan lancar. Aku tahu itu!" tangan pucat gadis itu segera menyeka air mata yang berjatuhan.


Dia mengerang pelan, kesal dengan air matanya sendiri. Setelah berusaha menenangkan dirinya, Chiyoko menarik napas lagi. "Dan tetap saja ...."


"Aku benci ini."


Shinsou mengerutkan keningnya. Dia hanya bisa memandangi Chiyoko tanpa mengucapkan apa pun. Menontonnya terisak-isak, tidak tahu harus berkata apa. Shinsou menganggap gadis itu menyedihkan, tetapi dia tetap bisa melihat dirinya sendiri yang sama menyedihkannya dengan gadis itu. Menyedihkan, gagal, lemah.


Penjahat.


Akhirnya Shinsou memberanikan dirinya untuk bergeser mendekat. Dengan canggung ia mengusap kepala gadis itu. Ia merasakan Chiyoko membatu sesaat di bawah usapannya, tetapi gadis itu rileks kembali dalam hitungan detik.


"Aku tahu," ucap Shinsou pelan. "Aku tahu, ini tidak adil. Aku tahu, rasanya menyakitkan. Aku tahu, kau sangat kecewa," tangannya perlahan pindah, kali ini mengusap punggung gadis itu. Tangannya merasakan bagaimana tubuh kurus gadis itu gemetaran. "Aku tahu ...."


Shinsou hanya bisa diam sementara Chiyoko terus menangis.


.

.

.


"... -kun? Hey, Shinsou-kun!"


Shinsou mengerjapkan matanya ketika Chiyoko memanggil namanya dengan sedikit nyaring. Keduanya hanya menatapi satu sama lain dalam diam, sebelum Shinsou tersadar dia melamun untuk cukup lama. Dari tatapan Chiyoko, Shinsou tahu gadis itu merasa sedikit khawatir dengannya.


"Apa kau baik-baik saja?" tanya gadis itu perlahan.


Shinsou diam saja untuk beberapa saat. Akhirnya dia hanya tersenyum tipis dan menghela napas. "Tidak apa. Aku hanya berpikir kau sama sekali tidak berubah dan mengganggu terus," katanya.


Chiyoko menatapi Shinsou dengan terkejut untuk beberapa saat, sebelum dia mendengus. "Kau ini!" dia menggapai lengan Shinsou dan mencubitnya pelan, pemuda itu merintih begitu merasakannya. "Apakah itu yang kau lakukan pada temanmu? Kejam sekali, hmph!"


"Teman, ya?" Shinsou tertawa pelan. Kata itu terasa asing di lidah Shinsou. Pada saat yang sama juga membuat dirinya berdebar. Hanya saja dia segera membuang perasaan itu dan mengalihkan pandangannya. "Aku tidak datang kemari untuk mencari teman. Sebaiknya kau cari orang lain yang lebih baik dan tinggalkan aku."


Shinsou merasa tidak bisa menatap gadis albino tersebut. Ia segera menyadari Chiyoko belum membalas juga setelah beberapa saat berlalu. Pada saat yang sama, Shinsou merasa seisi ruangan menjadi terlalu sepi. Entah ekspresi seperti apa yang gadis itu buat, atau apa yang dia pikirkan, Shinsou merasa lebih baik dia tidak peduli.


Di luar dugaan dia mendengar tawa pelan. Bukan tawa miris dan lirih. Sebuah tawa geli, seakan-akan Shinsou baru saja mengucapkan sesuatu yang lucu.


Ketika Shinsou menengok, ia melihat Chiyoko tersenyum kepadanya. Matanya juga menunjukkan dia tidak tersinggung atau pun kesal. Ketika pandangan mereka bertemu, yang ada senyuman Chiyoko melebar. Shinsou yakin dia malah melihat gadis itu lebih bersemangat dari sebelumnya. Aneh. Tetapi Shinsou tidak membencinya juga.


"Ayo buat perjanjian!" usul gadis itu tiba-tiba. "Aku akan tetap bersamamu dan berteman denganmu!" katanya sambil mengepalkan kedua tangan. "Aku akan bertahan di sekitarmu dan dalam waktu kurang dari satu tahun kau akan menganggapku sebagai temanmu! Lihat saja!"


Netra Shinsou melebar saat mendengarnya. Ia menatapi Chiyoko seakan-akan kepalanya membelah menjadi dua. Tapi saat menyadari betapa seriusnya gadis itu, Shinsou hanya bisa menghela napas dan menggeleng pelan.


"Lakukan saja apa yang kau mau," katanya, acuh tak acuh. "Aku akan menontonmu melakukan yang terbaik. Jangan menangis kalau kau berakhir gagal."


Rona merah menghiasi pipi Chiyoko ketika dia menyadari apa maksud ucapan Shinsou. Hanya saja gadis itu segera tersenyum kembali dan mengangguk mantap. "Lihat saja kalau begitu!" katanya.


Shinsou menggeleng pelan melihat gadis itu. Sesaat ia merasa apa yang dilakukan oleh Chiyoko terlalu merepotkan, menyebalkan malah. Hanya saja ia tetap berakhir tersenyum sambil memperhatikan gadis itu.


Shinsou Hitoshi, tanpa sadar, tidak sabar dan menantikan hari-harinya di UA.


✽✽✽


Tiny bits of OC information!

Shirayanagi Chiyoko

Height: 160cm

Birthday: December 1st (Sagittarius)

Like: Apples, strawberries, small animals

Dislike: Direct sunlight, insects

Quirk: Drain (乾す Hosu)
Quirk milik Chiyoko memberikannya kemampuan untuk menguras energi makhluk hidup yang bergerak dengan menyentuhnya untuk dirinya sendiri. Energi itu nantinya akan mengembalikan energi yang sudah hilang atau dapat dia simpan untuk dirinya. Tergantung pada energi orang yang ia serap, dia bisa mendapatkan tambahan kekuatan dan kecepatan selama setidaknya 3-5 menit atau mempercepat sembuhnya luka kecil yang ia miliki.



✽✽✽

Continue Reading

You'll Also Like

158K 15.5K 39
" Pada akhirnya akan selalu ada hal baik yang menerpa kita setiap harinya, biarlah takdir yang mengubah dan biarkan waktu yang menentukan , jangan ka...
121K 18.6K 187
Jimin membutuhkan biaya untuk operasi transplantasi ginjal sang bunda namun dia bingung mencari uang kemana dalam waktu kurung 2 bulan. Sementara CEO...
201K 9.9K 32
Cerita ini menceritakan tentang seorang perempuan yang diselingkuhi. Perempuan ini merasa tidak ada Laki-Laki diDunia ini yang Tulus dan benar-benar...
5.2K 527 5
Mengapa kau pergi dari sisiku? Apakah kau sangat membenciku hingga menghilangkan sosokmu dari kehidupanku? Jangan, tolonglah kembali. W a r n ! ! ! ...