Pria Gerhana Yang Membawa Cin...

By SusanArisanti

449K 51.5K 7K

Bahwa perihal hidayah sepenuhnya mutlak hak prerogative Tuhan, bukan manusia. Nabi Muhammad saw. bahkan tak... More

Sekapur Sirih
1. Jao; Pria Gerhana
2. Cinta yang Dititipkan
3. Dialog Berpasir
4. Samudra Duri
5. Gadis yang Diijinkan Tinggal
6. Semesta di Mata Jora
7. Pelangi dalam Gelap
8. Hujan yang Mengabu
9. Lelaki Ke Tujuh Belas
10. Lagu Untuk Jao
11. Aku, Kau dan Benteng Darah
12. Gerhana di Ujung Malam
13. Fajar Pada Suatu Waktu
14. Bukan Alienasi
15. Yang Lebih Empedu
16. Sejalur Bifurkasi
17. Retisalya

18. Pulang Adalah Padamu

4.2K 518 188
By SusanArisanti

"Kunamai kau rumah, bukan sekadar singgah. Kaulah pulang dari segala datang."

Abraham menatap Galih yang berdiri di ujung pintu. Dia menutup map yang berisi laporan keuangan perusahaan. Kalau Galih sudah mengunjunginya begini, pasti ada hal penting yang sedang terjadi. Apalagi wajah kusut itu terlihat jelas. Abraham menyilakan duduk.

“Jao memang sialan! Otaknya itu terbuat dari apa sih? Gue heran.” Galih sudah mengomel panjang tentang Jao. “Lo tahu proyek kawasan Bandung Teknopolis? Gue punya lahan di Rancaekek. Rencananya, mau gue buat perumahan. Lo bisa bayangin berapa keuntungan lima atau sepuluh tahun yang akan datang. Tapi, Jao tiba-tiba datang. Dia menawar tanah gue di sana. Gue udah pasang harga tinggi, dia nggak gentar sama sekali. Sialnya, gue nggak bisa berkutik ketika dia mengancam akan menghentikan kucuran dananya untuk proyek di Kepulauan Seribu.”

Abraham terkekeh, “elo akhirnya menjual tanah itu karena takut proyek yang sudah finishing 50% itu gagal. Benar?”

Galih mengumpat lagi, “ketika gue tanya apa motivasinya melakukan ini, dia bilang begini, ‘Galih, manusia selalu dipenuhi sifat rakus dan tamak pada harta. Jika sudah mendapat satu gunung emas, maka ingin gunung emas kedua.’ Elo tahu, selain merampas kesempatan emas milik gue, dia juga menjejali gue dengan ceramah-ceramahnya yang membosankan.”

“Tenang, kita akan memberi pukulan telak.” Abraham menepuk pundak Galih. Rencana-rencana baru memenuhi kepalanya.

“Caranya?” Galih memicingkan mata, kesal. Di saat tanahnya melayang hanya untuk habitat Blekok, Abraham menyuruhnya tenang. Dia ingin mencekik Jao, bukan diam saja seperti sekarang ini.

Senyum Abraham mengembang, mengetukkan penanya sekali pada permukaan meja.

“Jangan lupa, kesepakatan kita. Gue butuh bukti valid kalau Kejora memang menginginkanmu. Bukan bukti yang mengada-ada atau elo memanfaatkan kelengahannya. Gue pengin, dia dalam keadaan sadar,” Galih sudah melepas salah satu proyeknya di Bandung karena Jao, untuk alasan menjaga keseimbangan ekosistem, kali ini dia tidak akan merelakan apartemennya dimiliki orang lain. Selain itu, jika Abraham gagal, dia akan punya saham di Unilever tanpa susah payah dan mengeluarkan dana. Hei, dia bukan pria lugu dan gampang dimanfaatkan. Sebaliknya, Galih sangat cerdas mengambil keuntungan, benar?

“Apa yang kalian rencanakan?”

Suara itu nyaris membuat Galih terjatuh dari kursinya.begitu juga Abraham. Mereka menatap pria yang tiba-tiba muncul dan mendengar obrolan mereka. Pria yang sama dengan yang mereka bicarakan. Jao tersenyum miring sembari berjalan menghampiri dua orang yang selama ini ia anggap sahabat. Dua orang yang cukup dekat bukan atas alasan bisnis, keuntungan, atau hal lain yang bersifat materi. Tapi, dua sahabat yang mengkhianatinya. Sekaligus. Amarah menyuruhnya datang dan menghajar mereka. Barangkali pukulan-pukulan mampu memberi pelajaran jera. Namun, kekerasan bukan solusi. Banyak masalah yang bertambah rumit karena penyelesain yang keliru.

Jao berhenti tepat di depan meja Abraham, “akan kuperbaiki pertanyaanku. Sebulat apa tekad kalian menghancurkanku?”

Abraham masih mengamati, begitu pula Galih. Dua pria itu sedang mengira-ngira apakah Jao memang tahu rencana mereka untuk menghancurkan Jao. Atau Jao sedang bercanda seperti biasa.

“Aku dan Hye Jin memutuskan untuk berpisah beberapa hari sebelum akad nikah kami. Dia mengaku hamil anakmu, Abraham, dan dia tidak ingin menipuku atas hubungan palsu. Dia tidak memiliki perasaan padaku. Hubungan yang ia jalin denganku hanyalah upayanya untuk mendekatimu. Tetapi, dengan tanpa malu dia kembali datang berkat bantuan Kejora dan istriku yang lugu itu mempercayai bahwa Hye Jin hamil anakku.” Jao berhenti dengan mata menajam. Dengan mata itu pula ia telah menguliti keberanian Abraham. Galih sudah gemetar di tempatnya. Tanpa dia duga, rencana Abraham hanya serupa fatamorgana. Begitu indah dalam dendamnya, namun menyeramkan dalam nyatanya. “Ah, sebenarnya bukan itu poin pentingnya. Hasud itu lebih mengerikan daripada dendam. Karena sikap itu sudah membuatmu salah perhitungan. Kau berpikir untuk menghancurkanku?” Jao tertawa, membuat udara di sekitar berubah kering dan terik. Galih pikir saat Jao berhenti tertawa, suasana mencengkram akan berubah sedikit bersahabat. Tapi dugaannya keliru, saat hening dan Jao tak bersuara, ruangan kerja Abraham telah berubah menjadi hutan angker yang dihuni hantu apa saja. Benar-benar mengerikan.

“Ah, yang benar saja. Bahkan hanya dengan telunjuk tangan aku bisa menghancurkan kamu, perusahaanmu, nama baikmu dalam sekedipan mata. Apa aku harus membuktikan ucapanku ini, Abraham?” Jao sudah berubah menyerupai iblis yang konon katanya bertahta di segitiga Bermuda. Pria itu menoleh pada Galih yang masih mematung di sebelahnya.

“Benar kan kataku, Galih. Manusia selalu dipenuhi rasa tamak?”

“Kau selalu berpikir bahwa keputusanmu adalah kebenaran,” Abraham akhirnya bersuara dan mengambil keputusan untuk melawan Jao, bukan diam saja mebiarkan pria itu menghakiminya. “Kau mengabaikan kebenaran yang lain dengan mempercayai bahwa pemikiran orang lain itu keliru. Itulah kesalahanmu yang paling fatal, Jao. Kau terlalu sombong untuk ukuran manusia.”

Jao kembali tersenyum dengan cara paling sadis, “karena keputusanku menimbang segala sisi. Berbeda dengan keputusan yang kau buat. Kau hanya mementingkan untung dan rugi. Manusia seperti kalian memang membutuhkan orang sombong sepertiku untuk membungkam. Kesombongan dibalas kesombongan, bukankah itu setara?”

“Tanpa perlu kusimpulkan kau sudah mengakuinya. Kau tak bisa mengelak bahwa sebenarnya kaulah sumber masalah ini.”

“Percuma aku datang ke sini. Kalian tidak akan menyadari kesalahan kalian. Justru menimpakan kesalahan pada orang lain.”

“Sebentar, apakah menurutmu mengutamakan untung dan rugi itu sebuah kesalahan? Lantas kalau kami tak memperhitungkan keuntungan, siapa yang akan bertanggungjawab pada kami? Minimal membayar kerugian yang kami peroleh?” Abraham berdiri, “selama ini kami diam saja saat kau dengan kesombonganmu menghentikan rencana bisnis kami. Dan, kini kau marah saat kami balas? Omong kosong apa ini?”

Jao mengedip tidak menyangka bahwa selama ini dia telah bergaul dengan orang yang memandang dunia dengan dua warna, hitam dan putih. Untung dan rugi. Pandangan yang sangat dangkal. Niatnya memberi warna lain agar menyentuh sisi kemanusian mereka tak berhasil. Siapa nyana sekarang Abraham dan Galih malah mendendam karena perkara uang?

“Aku baru sadar bahwa memang sebenarnya aku tidak bisa mengubah dunia, menjadikan orang-orang di dalamnya seideal mungkin, menyulap manusia yang mementingkan urusan pribadi menjadi lebih ramah pada mereka yang papa.” Jao menghela napas. “Tapi, kalau kalian mencoba menghancurkanku atau keluargaku, aku tidak akan tinggal diam dan ingat baik-baik, pembalasanku bukan sesuatu yang remeh. Pembalasan yang akan kalian terima akan membuat kalian berpikir untuk mati.”

***

Kejora terpaku di tempatnya. Antara ruang keluarga dan ruang tamu. Jangankan meminta ototnya untuk bergerak, menjawab salam yang diucapkan pria di depan pintu saja dia tak mampu. Hanya matanya. Ya, hanya matanya yang berbicara lewat tetesan-tetesan yang meluncur melalui pipinya. Setelah seminggu tanpa kabar, akhirnya pria itu pulang. Dia sudah melewati tujuh malah yang serasa tujuh ratus tahun yang menyiksa. Dan, dia tak menyangka siksa itu akhirnya berhenti hari ini. tepat ketika Jao bsa terlihat kembali dalam jangkauannya.

Jao berjalan dengan ritme tenang, bibirnya menyunggingkan senyum yang hangat dan manis. Dan, tanpa dia duga Jao menghadiahinya sebuah pelukan.

“Maaf, membuatmu menunggu.” Ucap Jao lirih di dekat telinganya. Seperti denting musik dedaunan yang membuat daun-daun berguguran, Kejora luruh begitu saja. Dia membalas pelukan Jao lebih erat dari seharusnya. Pria yang tengah memeluknya begitu nyata. Dia tidak sedang bermimpi. Jao sudah kembali. Jao sudah pulang.

“Maaf karena aku sudah tidak mempercayaimu. Maaf karena berpikiran buruk terhadapmu. Maaf....” Kejora menangis dan dia sadar betul menangis karena apa. Tak semenitpun dia menyesal sudah menangis di hadapan pria ini, pria yang menjadi suaminya. “Maaf karena aku sudah menyakitimu tanpa kusadari.”

Jao mengusap bahu Kejora pelan, “kupikir akan sulit untuk kembali. Tapi, saat kau didepanku entah kenapa semua terasa mudah, semua terasa benar dan aku senang karena akhirnya aku mengambil keputusan yang tepat.”

“Terima kasih, Jao. Terima kasih sudah mau mengambil resiko untuk pulang.”

Jao melepaskan pelukannya hanya untuk menghapus airmata Kejora dengan jemarinya. Pria itu memandang wajah Kejora yang kuyu dengan penuh rasa syukur.

“Apa kau juga menangis seperti ini saat aku tak ada?”

Kejora tak menyahut. Dia menenggelamkan kepalanya pada dada Jao yang bidang. “Tapi, kau memang sepenting itu buatku, Jao.”

Tangan Jao melingkari pinggang Kejora, merasa bersalah, merasa bahagia, merasa tak pantas, merasa harus memperjuangkan hubungannya dengan Kejora. Semua hal yang bertolak-belakang itu memenuhi dirinya, berkecamuk seperti badai. Lagi dan, lagi... bukankah jodoh selalu kembali pada takdirnya? Seperti pria itu yang memilih kembali pada wanita yang sama. Wanita yang telah dia sukai sejak ia remaja.

***


Assalamualaikum, apa kabar? Senang akhirnya setelah ratusan purnama nggak apdet dan hari ini bisa apdet. Aku harap sih kalian juga seneng karena cerita ini. Yang merasa udah lupa ama cerita ini, baca ulang lagi geh. Bahahaa. Yang nggak lupa, makasih ya kalian pertanda pasangan setia. Wkwk
Betewe, tamat sampai di sini atau lanjut lagi?
Tabik,
Susan Arisanti.

Continue Reading

You'll Also Like

362K 14.6K 33
Siapa yang punya pacar? Kalau mereka selingkuh, kamu bakal ngapain? Kalau Pipie sih, rebut papanya! Pearly Aurora yang kerap disapa Pie atau Lily in...
673K 106K 41
Awalnya Cherry tidak berniat demikian. Tapi akhirnya, dia melakukannya. Menjebak Darren Alfa Angkasa, yang semula hanya Cherry niat untuk menolong sa...
1M 47.4K 66
Follow ig author: @wp.gulajawa TikTok author :Gula Jawa . Budidayakan vote dan komen Ziva Atau Aziva Shani Zulfan adalah gadis kecil berusia 16 tah...
1.9M 69.7K 73
Bukannya menjadi anak tiri, aku justru menjadi istri bagi calon ayah tiriku.