2. Cinta yang Dititipkan

24.5K 2.6K 292
                                    

Gadis yang sedang diperhatikan Jao sejak terlihat di ujung koridor berambut lepek. Keringatnya mengalir dari pelipis, mengular ke pipi sampai rahang. Penampilan yang seharusnya "nggak banget untuk dilihat" justru menjadi daya tarik yang besarnya melebihi gravitasi bumi. Cowok itu mulai berpikir mengenai teori-teori Fisika Klasik yang pernah dibaca. Ah, ini bukan urusan Newton, ralat Jao. Memandangi gadis itu seperti tersesat dalam belantara listrik magnet. Ada suatu gelombang yang menyetrum inderawinya, kemudian memaksa dirinya untuk menatap, sekadar menyapa.

Buku-buku dalam kardus itu menjadi alasan bagi Jao untuk mendekatinya.

"Apa gue bisa ngebantu elo?" Akhirnya suara Jao keluar juga. Awalnya dia kira akan berakhir mengenaskan dengan pita suara putus.

Cewek itu memang berhenti, menelisik Jao untuk menebak-nebak, "Gue bisa sendiri. Tapi, kalau elo memaksa, baiklah...."

Kardus itu diserahkan pada Jao yang belum siap menerima beban. Terhuyung-huyung beberapa detik sampai bisa menyeimbangkan diri, Jao lalu mengekori si cewek yang sudah menyulapnya jadi kelinci manis.

"Dibawa kemana?"

"Gudang sekolah. Oh ya, gue anak baru. Di sekolah lama, jam masuk pukul delapan. Gue nggak tahu jam masuk sekolah sialan ini jam tujuh. Guru-guru yang sok disiplin itu menghukum gue dan nggak menerima alasan gue. Ck, lo tahu..., ini udah empat kali gue bolak-balik dari perpustakaan yang dilantai tiga menuju gudang sekolah yang ada di ujung sana." Dia menunjuk gedung yang berdinding kusam. "Gue kayak hidup di jaman Romusha."

Jao mengangguk penuh pengertian. Ini sangat aneh. Sehari-hari mana pernah dia mau mendengar orang lain? Jangankan mendengar, berhenti untuk melihat dan berempati saja jarang.

"Lo kenapa diem, ngulum bibir, diem lagi? Nggak capek?" Tanya cewek itu lagi. "Astaga-astaga, ada Bonar mau ke sini. Kemarikan kardusnya!"

Seorang guru berkepala botak mengangkat tangan. Jao membulatkan mata dan nyaris terjengkang karena telapak tangan halus tidak sengaja menangkup punggung tangannya. Keganjilan langsung terjadi.

1. Suasana gaduh menjadi hening.

2. Tidak ada yang terlihat di mata Jao, kecuali cewek itu.

4. Sekujur tubunya gemetaran dan Jao sangat yakin bahwa sekarang tidak ada gempa.

5. Tulang-tulang Jao menjelly.
Jao gagu.

6. Dia baru sadar kalau cewek tadi sudah masuk dalam gudang, belum sempat kenalan.

Rasanya cheesy kalau menunggu cewek itu keluar kemudian berbasa-basi. Mungkin besok masih ada kesempatan. Dia harus menjaga citranya sebagai cowok yang belum pernah ditaklukkan oleh gadis manapun.

***

"Kenapa tangan elo?" Prasetya menatap tangan kanan Jao yang kaku di udara. "Cantengan?"

Jao menyengir. "Cowok sekeren ini nggak ada ya kamusnya cantengan."

"Trus? Biasanya juga elo yang ngajak high five duluan bukan cengengesan seperti kambing baru dapet jodoh." Okan menyela.

"Gue nggak sengaja disentuh bidadari." Polos Jao dengan muka tanpa dosa.

Prasetya menengok pada Okan. Okan menengok padanya. Kepala keduanya menggeleng disertai bahu bergidik.

"Gue kok berasa mau muntah." Prasetya mendorong mangkok baksonya.

Okan mencuri kesempatan itu dengan memasukan satu potong bakso kemudian mengunyahnya, lahap. "Siapa bidadarinya?"

"Bang! Traktir gue. Ahelah. Hari pertama gue bener-bener buruk. Duit ilang, dihukum guru dan kelaparan." Seorang cewek mengganggu acara curhat mereka.

Pria Gerhana Yang Membawa Cinta Untuk SurgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang