Kembar tapi Beda ✔

Galing kay bintkariim

57.5K 2.4K 210

Tentang bagaimana seharusnya kamu melewati masa remajamu, tentang bagaimana bersikap pada orang tuamu. Temuka... Higit pa

Prolog
1
2
3
4
5
6
7
8
9
OPEN PO

10

1.1K 181 9
Galing kay bintkariim

Jangan lupa vote dan komennya, teman-teman!

Suasana keluarga Zila kembali hangat seperti biasanya. Khalisa sudah dimaafkan oleh sang ibu, karena telah memutuskan kekasihnya. Tak hanya itu, sekarang Khalisa menjadi jauh lebih terbuka kepada ibu dan kakak-kakaknya. Canda tawa kembali menghiasi keluarga itu, tidak lagi tegang seperti beberapa hari lalu.

Namun sebenarnya, jauh dari lubuk hati terdalam, Khalisa masih belum sepenuhnya bisa melupakan lelaki yang telah mencuri hatinya, Qabil namanya. Qabil adalah kakak kelasnya yang menjabat sebagai ketua rohis di sekolah mereka. Qabil tertarik pada Khalisa ketika mengetahui prestasi gadis itu yang luar biasa. Lalu, Qabil mengambil nomor WA Khalisa pada formulir yang diisi gadis itu di saat pendaftaran rohis dibuka bagi siswa baru.

Madrasah Aliyah tempat dimana Khalisa menuntut ilmu sangatlah luar biasa. Sekolah tersebut didominasi oleh siswa-siswi alumni dari pesantren atau dari kalangan umum yang memilih hijrah. Sekolah tersebut memang benar-benar sekolah yang agamis, tidak hanya berlabel religi saja.

Siswa-siswi berpakaian sopan layaknya santri, tutur bahasa mereka begitu halus.  Tak jarang di sana ditemukan siswi yang memakai niqab alias cadar. Tak hanya itu, guru-guru yang mengajar di sana juga berasal dari luar negeri dengan ilmu agama yang sangat mumpuni.

"Nanti pulangnya pakek taksi online aja ya, Dek. Ummi ada ada pertemuan guru bimbel jadi gak sempat jemput kamu," ujar Zila begitu tiba di depan gerbang sekolah Khalisa. Khalisa mengangguk lalu mencium punggung tangan ibunya, setelah itu melepas seat belt di badannya.

"Hati-hati kalau naik taksi online. Harus waspada!" imbuh Zila yang dibalas anggukan tanda mengerti oleh sang anak. Zila begitu khawatir terhadap anak perempuannya, tetapi ia harus melepaskan karena tidak bisa menjemput. Lagipula, ia ingin anaknya pelan-pelan mempelajari arti mandiri dan masih dalam pengawasannya.

"Ummi juga hati-hati pulangnya, selamat bekerja, Ummi. Semoga selalu dalam lindungan-Nya." ucap Khalisa sembari tersenyum manis pada sang ibu setelah ia turun dari mobil. Zila membalas dengan mengacungkan dua jempol pada anaknya sebelum akhirnya melajukan mobil menjauh dari sekolah.

Khalisa berjalan melewati beberapa kelas sebelum akhirnya ia sampai di kelasnya. Pagi ini ia begitu bersemangat menjalani hari. Setiap langkahnya dibarengi dengan ucapan tahlil dalam hatinya.

Senyumnya memudar ketika di ujung koridor sana ada seorang ikhwan yang menatapnya sendu. Seperti ada ribuan pertanyaan yang ingin dilayangkan terhadapnya, tapi masih diurungkan.

Khalisa menunduk, lalu berjalan melewati lelaki itu dengan rasa berkecamuk di hatinya.

Maaf.

Ingin sekali Khalisa berteriak betapa ia masih mencintai lelaki itu, tapi ia tidak bisa melakukannya. Ada batasan yang tidak bisa ditembus sebelum ucapan qabul terucap lantang dari lelaki itu. Intinya, ini belum saatnya, mereka masih muda, bahkan untuk menjadi seorang anak yang baik saja mereka belum bisa.

Dengan penuh rasa kecewa lelaki itu menatap kepergian Khalisa. Cepat-cepat ia menuju kelasnya untuk bergabung kembali dengan teman-temannya yang ditinggalkannya demi bertemu dengan seorang Khalisa. Tapi, waktu sedang tidak berpihak padanya.

Aku tidak tahu apa yang membuatmu berubah. Entah kesalahan apa yang ku lakukan sampai kamu hantam hatiku dengan begitu menyiksa. Lelaki itu membatin.

Sementara Khalisa menghapus kasar setetes air bening yang baru saja mengenai sudut matanya.

Jangan menangis karena cinta, tapi menangislah karena dosa.

Nasehat itu begitu menginspirasi dirinya. Ia akan berusaha sekuat tenaga agar hatinya pelan-pelan bisa melupakan lelaki yang pernah singgah dalam hidupnya.

Sepanjang belajar, Khalisa dirundung rasa gundah. Entah karena nanti sang ibu tidak bisa menjemputnya, atau karena materi tentang 'Mawaris' yang susah dipahaminya. Tapi, nama Qabil selalu mondar-mandir dalam otak encernya.

Bel tanda pulang berbunyi. Para siswa berhamburan keluar kelas lalu memadati area parkir dan gerbang sekolah.

Khalisa sangat tidak suka berdesak-desakan dalam keramaian, ia selalu saja memperlambat langkahnya untuk sampai ke gerbang. Setidaknya, menunggu suasana sedikit lengang.

Sangat berbeda dengan kebanyakan remaja jaman sekarang yang main terobosan di gerbang. Bersentuhan dengan lawan jenis sudah jadi hal yang wajar. Parahnya lagi, mereka akan berboncengan diantar oleh sang pacar untuk berkeliling dahulu sebelum pulang.

"Astaghfirullah.."

Khalisa baru ingat jika ia harus pulang dengan taksi online, ia juga tidak lupa kalau sebenarnya tidak membawa ponsel ke sekolah.

"Gimana mau pesan taksi?" gerutunya sembari sedikit berlari.

Khalisa mempercepat langkahnya, siapa tahu di gerbang sana masih ada salah satu temannya yang mau membantu meminjamkan ponsel agar ia bisa memesan taksi.

Nihil. Sekolah sudah sepi. Menunggu taksi yang lewat sepertinya tidak mungkin karena sekolahnya memasuki gang, bukan di jalan raya.

Deheman seseorang terdengar, Khalisa dibuat terkejut lalu menoleh ke sumber suara. Ia semakin tersentak ketika tahu siapa pemilik suara itu. Qabil.

Qabil berjalan lalu berhenti dengan jarak sekitar satu meter dari Khalisa. Ini bukan karena takut dengan anjuran physical distancing, tetapi karena Qabil mematuhi koridor dalam agama tentang jarak berbicara dengan lawan jenis.

"Ayna ummuki? belum dijemput?"

"Lamma," balas Khalisa singkat. Wajahnya terus ia tundukkan ketika berhadapan dengan lelaki itu.

"Limadza anti? apa ada yang salah dari ana? kenapa chat ana tidak pernah dibalas, dan tiga hari yang lalu... anti bilang putus?" tanya Qabil butuh penjelasan. Pasalnya, hubungan mereka baru dimulai, mereka tidak pernah bertengkar bahkan saling mengagumi kelebihan masing-masing. Masih sulit bagi Qabil untuk percaya jika Khalisa mengungkapkan kata putus begitu saja.

"'Afwan. Kita nggak bisa sama-sama,"

"Limadza?" lirih Qabil dengan hati yang perih. Tatapannya masih terfokus pada gadis di hadapannya yang hobi menunduk itu.

"Ya.. kita tidak bisa. Tolong jangan tanya lagi!" Khalisa membuang muka agar Qabil tidak melihat matanya yang memerah karena air mata yang tengah dibendungnya.

"Khalisa, tolong jangan buat ana seperti ini. Bukankah sebelumnya kita saling mencintai dan saling mengingatkan? kenapa tiba-tiba anti berubah seolah kita tidak pernah saling mengenal?"

Sadis. Khalisa menutup wajahnya lalu menangis di sana.

"Apa yang sebenarnya terjadi? mungkin ada sesuatu yang membuat anti tidak suka. Ana akan coba perbaiki.."

"Tidak perlu. Kita sudah selesai," balas Khalisa sembari mengusap air matanya.

"Setidaknya anti memberikan penjelasannya. Jangan membuat ana seperti ini!

Khalisa menghela nafas berat. " Kita ketahuan pacaran. Sekarang hp ana disita sama Ummi. Maaf, kita tidak bisa melanjutkan hubungan ini,"

"Jadi karena Ummimu? kita bisa pacaran diam-diam, ana nggak masalah kalau kita tidak bisa lagi chattingan," Qabil mengusulkan.

"Tidak bisa. Sesuatu yang dilarang oleh Ummi bukanlah hal yang salah. Itu adalah yang dilarang dalam agama juga. Bukan takut sama Ummi, tapi ana takut sama Allah. Allah akan murka dengan hamba-Nya yang tidak tahu cara mensyukuri nikmat. Sudahlah, lupakan ana. Sebaiknya kita fokus pada diri masing-masing,"

"Tapi, Khalisa, ana masih sayang sama anti.."

"Ana juga masih sayang dengan antum. Tetapi kita tidak bisa melanjutkan hubungan terlarang ini. sebenarnya, ketika ana mengajak putus bukanlah karena ana benci dengan antum. Justru ini sebagai bukti bahwa ana menyayangi antum, untuk mengurangi dosa-dosa kita karena hubungan yang tidak seharusnya terjalin.

Lupakan ana. Kita harus fokus pada masa depan masing-masing. Jangan sampai gara-gara kita berpacaran, orang tua kita harus ikut menanggung dosa. Terlebih lagi ana, ayah sudah meninggal dan beliau selalu disiksa karena maksiat yang ana tabung di muka bumi. Miris sekali, yang ayah tunggu dan harapkan dari kami adalah kiriman doa, bukan penyiksaan." jelas Khalisa dengan air mata berderai.

Qabil tertunduk lesu sembari mengucapkan istighfar. Ia merasa begitu bersalah karena telah mendekati Khalisa dan mengajak gadis itu berpacaran.

"'Asif jiddan, Khalisa. Maaf, sudah menyeretmu ke hubungan terlarang ini," ucap Qabil dengan penuh penyesalan. Mungkin jika ada orang yang berlalu lalang pasti akan menanyakan ada apa dengan dua remaja itu, yang menangis berbarengan. Beruntung satpam di sekolah itu tidak sedang bertugas.

Suasana di sekolah semakin sepi, tapi Qabil belum melihat Khalisa dijemput ibunya.

"Rencananya ana akan pulang dengan taksi online, tapi ana nggak bawa hp," ujar Khalisa ketika ditanya apa alasannya belum juga dijemput. Qabil terlihat seperti mengetikkan sesuatu di ponselnya tanpa mengatakan sepatah katapun pada Khalisa.

Tak berapa lama, sebuah taksi online berhenti tepat di hadapan gerbang sekolah.

"Naiklah taksi itu, ana sudah pesan taksi lain," ujar Qabil pada Khalisa.

"Syukran," Khalisa begitu bersyukur Qabil mendahulukan dirinya pulang, sementara Qabil memesan taksi baru untuk pulang.

"Waiyyaki,"

"Pak, tolong antar gadis ini ke rumahnya sampai selamat, nanti saya akan berikan tip," ujar Qabil pada sang sopir.

"Hati-hati, Khalisa," lirihnya ketika mobil yang dinaiki gadis itu kian menjauh.

Kalau begini jadinya, bagaimana aku bisa melupakanmu? justru ini menambah kadar kecintaanku padamu. Kau dididik dengan sangat baik oleh orang tuamu. Kau sangat beruntung.

"Astaghfirullah.. Maafkan hamba yang memikirkan lawan jenis, Ya Rabb.."

Ipagpatuloy ang Pagbabasa

Magugustuhan mo rin

4.2K 633 32
Santri ABaTa (Ali, Bani, dan Tarek) Bermula ketika ABaTa terusir dari kosan karena tak mampu membayar uang bulanan. Mereka adalah pejuang skripsi yan...
10.8K 1.3K 62
Assalamualaikum semuanya ! Ini adalah cerita ketigaku, semoga kalian suka ya sama ceritanya. Untuk saran dan kritik terhadap cerita ini kalian bisa k...
5.4K 1K 38
Setyo si petakilan permanen kini telah memperistri Yerin Juleha dan mempunyai seorang anak bernama Tatan. Setyo yang memiliki sifat manja dan tak mau...
716 17 1
Genre : Slice of life, Drama Status : Always OnGoing Kumpulan cerpen fiksi yang menggambarkan bagaimana hiruk pikuk kehidupan manusia. Note : Pembaca...