Kembar tapi Beda ✔

By bintkariim

57.6K 2.4K 210

Tentang bagaimana seharusnya kamu melewati masa remajamu, tentang bagaimana bersikap pada orang tuamu. Temuka... More

Prolog
1
2
3
4
6
7
8
9
10
OPEN PO

5

1.1K 197 23
By bintkariim

Zila berdiri di depan sebuah gedung pencakar langit. Nafasnya memburu, amarahnya sudah di ubun-ubun. Geram betul ia kepada lelaki yang telah mengganggu anaknya. Sebenarnya ia muak untuk datang ke sini, terakhir kalinya ia kemari adalah sekitar dua tahun lalu, ketika mengantar surat resign.

Ia memasuki gedung tersebut, menyusuri lobi lalu menyisir matanya ke bagian resepsionis demi melihat seseorang yang membuatnya naik darah. Terlihat di sana, seorang lelaki yang tengah membelakanginya nampak sedang bercakap-cakap dengan karyawan yang bertugas di bagian informasi.

Target ditemukan! Zila mengepalkan tangannya lalu memanggil lelaki itu dengan lantang.

"Mas Angga!!"

Lelaki itu dan beberapa karyawan yang berlalu lalang nampak menoleh ke arah Zila, namun sama sekali tak membuatnya merasa malu karena telah menjadi pusat perhatian.

"Halo, Sayang. Apa kabar?" balas lelaki itu menghilangkan kegugupan yang dirasakannya.

"Sini kau! kau ikut aku ke ruangan kau sekarang!"

Lelaki berusia 37 tahun itu nampak terkejut dengan perkataan Zila. Ini pertama kalinya ia melihat Zila semarah ini.

Zila menarik tangannya dan menyeretnya ke lift, lalu menekan nomor 30, yang merupakan lantai terakhir dimana di sana merupakan ruangan Angga.

Banyak dari mereka tercengang. Sementara para karyawan lain tak ingin menganggur, mereka mengambil foto dan video karena momen langka bos mereka yang ditarik Zila, alias mantan karyawannya.

Di dalam lift, Zila menatap lelaki itu tajam. Nafasnya masih memburu.

" Zila, kamu kenapa?" tanya Angga takut-takut.

"Diam kau!" bentaknya.

"Aku ada urusan di luar negeri. Sebentar lagi keberangkatanku,"

"Udah tau sibuk, tapi sempat-sempatnya kau ganggu anakku," marahnya.

Begitu lift terbuka, Zila menyeret Angga  ke ruangan lelaki itu. Satu tangannya memegang tangan lelaki itu, sementara tangan yang lain menekan tengkuknya dengan sekuat tenaga, sementara Angga nampak mengaduh kesakitan dan meronta agar segera dilepaskan. Beberapa orang di sana tampak kaget melihat bos mereka diseret oleh Zila.

"Kenapa ini, Pak?" tanya seorang wanita yang merupakan sekretaris Angga.

"Kamu ikut masuk, aku khawatir pria ini akan berakhir di tanganku," ujar Zila. Padahal, ia malas kalau harus berduaan di ruangan itu. Akhirnya mereka masuk ke ruangan Angga.

"Duduk!" titah Zila sembari melepas tangannya dari memegang lelaki itu.

Seakan dunia terbalik, Zila bagaikan atasan Angga hari ini. Sementara Angga dengan patuh menurut. Angga duduk di sofa hitam miliknya.

Zila menyapu tantangannya seakan jijik telah menyentuh Angga, lalu menatap pria itu dengan tajam.

"Sekarang kau jawab dengan benar pertanyaanku. Kau apakan anakku?" tanya Zila dengan posisi masih berdiri dan melipat tangan di dada.

"Nggak aku apa-apain lho, Zil. Beneran.." balas Angga dengan nafas memburu. Ia sedikit shock sebenarnya.

"Ngapain kau jemput dia ke sekolah dan ngaku-ngaku kalau aku yang suruh?"

Zila benar-benar menyesal karena telah memberitahu lokasi sekolah anaknya pada Angga, ketika di cafe pada waktu itu.

"Ya.. " Angga bingung harus menjawab apa.

"Kenapa? nggak cukup alasan, kau?"

"Zil, aku mau kita menikah,"

"Alasan yang klise," Zila mencebik. "Kalau kau punya urusan denganku, kau selesaikan denganku, bukan dengan anakku. Kau paham?"

"Sorry, Zil. Aku nggak tahu harus gimana lagi," balasnya pelan. Zila semakin kesal saja.

"Nggak tahu harus gimana lagi?" Zila membeo. "Kau hampir membawanya ke hotel. Sudah gila, kau?"

"Nggak, Zil. Aku cuma nakut-nakutin dia aja,"

"Cuma? asal kau tahu, anakku tidak pernah disentuh oleh siapa-siapa, dari kecil dia sudah dititipkan di pesantren. Tiba-tiba kau jemput dia dan menakut-nakuti dia?

Sekarang kau berhasil. Dia sudah takut. Lalu, apa dengan ini bisa membuat kita menikah? justru aku semakin benci dengan kau!! jangan ganggu aku dan keluargaku lagi, terutama anak-anakku!"

Zila membalikkan badan, ingin pergi saja. Sebenarnya masih banyak kata-kata yang ingin ia katakan.

"Zil.." lirih Angga.

"Kita udahan!" teriak Zila dengan masih membelakanginya.

"Zila.." panggil Angga ketika Zila menuju pintu.

Sekretaris Angga berdiri di pintu, tidak membiarkan Zila keluar karena perintah dari bosnya.

"Minggir kamu!"

"Maaf, Mbak. Gaji saya bisa dipotong kalau tidak menurut," Zila menghela nafas, lalu berbalik menatap Angga yang tersenyum menang.

"Kamu nggak tahu gimana rasanya menjadi aku! menjadi single parent dengan susah payah! mereka itu sumber kebahagiaan aku, aku benci kalau ada yang mengganggu mereka. Gimana kalau mental Khadija jadi down, gimana kalau dia jadi trauma dan takut bersosialisasi? Kalau sesuatu terjadi sama dia, aku nggak segan-segan untuk membuat kamu membusuk di penjara! seandainya suamiku masih hidup, aku pastikan mukamu sudah tak berbentuk lagi."

"Zila, apa susahnya kamu terima aku?" tanya pria itu dengan suara memelan.

"Sudah 153 kali kamu tanya itu dan jawabanku tetap sama. Bukannya aku menolak kamu, tapi aku nggak mau sama kamu!"

"Apa bedanya, Mbak?" sekretaris itu menahan senyum. Sementara Zila menatap perempuan itu dengan sinis.

"Memang gak ada bedanya, kan saya udah bilang jawabannya tetap sama!"

"Zila, please.. oke, aku salah. Aku minta maaf. Tolong kamu terima aku.."

"Mas, kita ini nggak cocok. Aku kan sudah pernah bilang dari awal. Aku yakin di luar sana masih banyak yang menanti kamu,"

"Tapi aku cintanya sama kamu, bukan sama mereka,"

"Seperti yang kamu bilang, cinta akan datang dengan sendirinya. Yaudah kamu nikahin aja mereka,"

"Aku harus pulang," Zila kembali berbalik. "Kamu, lagi! kalau gajinya dipotong ya tinggal resign! Apa susahnya sih?" kesal Zila kepada perempuan itu sebelum akhirnya ia melengos keluar.

_____

Suara orang memberi salam terdengar. Khalifah buru-buru membuka pintu rumah yang sedari tadi dikuncinya begitu ibunya keluar.

"Mama oke?" tanyanya begitu melihat sang ibu yang kelihatan lelah.

"Mama haus banget!"

Khalisa buru-buru mengambil segelas air putih untuk sang ibu.

"Kakak mana?"

Lagi tidur, Ummi," balas Khalisa yang baru saja dari dapur. Ia kembali menuju sofa dan menyodorkan minuman ke Zila.

"Tangan Mama gemeteran!" ujar Khalifah.

"Semoga om Angga nggak menganggu kehidupan kita lagi, ya. Apa yang terjadi hari ini cukup menjadi pelajaran, jangan sampai terulang lagi. Kalian jangan mudah percaya sama seseorang tanpa konfirmasi ke Mama dulu,"

"Iya, Ma."

Zila menuju kamar untuk mandi dan bersiap-siap shalat ashar. Ia melihat foto suaminya yang ia lempar kini sudah dimasukkan ke dalam bingkai baru. Pecahan kaca itu juga tak lagi bersisa, pasti anak-anaknya yang membersihkannya.

"Nanti, kalau anak kita sudah besar, aku tahu mereka pasti akan merepotkanmu. Tapi ku harap, kau bisa melewatinya. Fase ini memang berat, tapi aku yakin kalau kamu itu kuat. Semangat ya, Dek. Aku selalu mendoakanmu. Kamu, apa sudah mendoakanku hari ini?"

Terngiang kembali notes yang ditulis Ari dalam laptopnya. Sebelum meninggal, suaminya itu sudah meninggalkan ribuan nasehat yang ia tulis. Tak pernah ia beritahu Zila, sampai Zila sendiri yang menemukannya beberapa tahun yang lalu. Tulisan-tulisan itu sungguh menjadi penyemangat hidupnya, seakan suaminya masih di sisinya.

"Maaf kalau aku mengecewakanmu," lirih Zila sembari mengusap foto suaminya.

_____

Segini dulu ya, author mau prepare lebaran, wkwk
Kalau mau next jangan lupa vote dan komen yang banyak!😄

Continue Reading

You'll Also Like

3.8K 537 17
hanya berisi tentang keseharian 3 SEMPRUL yang kocak bin somplak. "Haiii dengan kita 3 GGS!!" "Apaan tuh?" "Ganteng Ganteng Semprul." "oo kirain😕?" ...
1.6K 55 2
[FOLLOW DULU BARU BACA ENJOY YA... HAPPY READING Menceritakan sebuah persahabatan di antara kedua anak laki laki. Memiliki tujuan yang sama namun, ar...
2.1M 98.2K 70
Herida dalam bahasa Spanyol artinya luka. Sama seperti yang dijalani gadis tangguh bernama Kiara Velovi, bukan hanya menghadapi sikap acuh dari kelua...
594 64 6
Chris ketua organisasi gelap yang melakukan berbagai tindak kriminal dibalik bayangan kota dengan sangat rapi. Suatu hari, salah satu rumah sakit mil...